Batu Kojo Stevi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis :[sunting]

Stevi menolak untuk ikut pindah ke Malaysia dan memilih untuk tinggal bersama dengan nenek di Bandung karena akan ada Reni sepupunya yang bisa jadi teman mainnya. Saat tinggal di Bandung Stevi merasa bahagia bisa bermain sorodot gaplok dan memiliki batu kojo kesayangannya.

Lakon :[sunting]

  • Keluarga Stevi
  • Reni
  • Nenek
  • Teman-teman baru Stevi

Lokasi :[sunting]

Sebuah perkampungan di Bandung

Cerita Pendek[sunting]

Batu Kojo Stevi[sunting]

Tak terasa, pekan depan adalah waktunya bagi aku sekeluarga untuk berpindah ke Negri Jiran Malaysia, setelah ayahku memiliki cukup uang. Orangtuaku sudah merencanakan kepindahan ini sejak lama. Ayahku yang keturunan asli kota Padang berhasil membeli sebuah ruko yang akan kami jadikan tempat tinggal sekaligus tempat usaha menjual nasi padang sesuai keahliannya.

Bertahun-tahun ayah memiliki rumah makan padang sendiri di Jakarta, namun kini dikelola oleh karyawan kerpercayaannya. Aku bangga pada ayah yang selalu giat bekerja sehingga bisa sukses seperti sekarang ini. Namun sejujurnya aku tak ingin ikut berpindah kesana. Hal ini sudah aku katakan sejak pertama kali disampaikan kabar kepindahan itu, bahkan aku sampai ngambek pada mama.

“ Stevi, sudahlah ayo makan, jangan ngambek terus.. mama kan jadi bingung harus bagaimana.” Kata mama yang tengah membujukku untuk makan malam.

“ Pokoknya Stevi ngga mau ikut pindah ke Malaysia Ma, Stevi tidak mau..” Jawabku

“ Lalu kamu mau tinggal sama siapa kalo ngga ikut mama dan papa? Kamu kan tau kalau semuanya sudah disiapkan sejak lama, kamar kamu disana juga sudah siap ditempati loh, kamu sudah lihat fotonya kan? “ Mama mencoba membujukku.

“ Stevi mau tinggal di Bandung saja, ditempat Nenek. “ Jawabku

“ Kamu yakin? “ Tanya mama.

“ Iya ma, Stevi yakin. Disana ada Reni yang bisa temani Stevi “ Reni adalah keponakan Mama yang seumuran denganku di Bandung tempat kelahiran mamaku.

Setelah banyak perdebatan, akhirnya permintaanku disetujui oleh ayah dan ibuku. Beberapa hari kemudian aku diantarkan ke Bandung dan mendaftar sekolah disana. Tentu aku sangat bahagia, sekaligus bersedih karena harus berjauhan dengan kedua orangtuaku yang langsung berpamitan untuk tinggal di Malaysia. Ini adalah pertama kalinya aku tinggal berjauhan dengan mereka. Sempat mama dan aku menangis saat kami berpisah.

Haripun berlalu. Ini adalah hari pertama aku bersekolah ditempat yang baru dan berkenalan dengan beberapa orang teman dikelasku. Sepulang sekolah Reni mengajakku bermain bersama teman-teman lainnya. Maklum lahir dan besar di Jakarta aku kadang tidak memahami pembicaraan mereka dalam bahasa Sunda. Tapi mereka menyambut baik kedatanganku.

Setelah makan siang dan mengerjakan PR sekolah, Reni mengajakku untuk ke tanah lapang yang tak jauh dari rumah nenek. Disana sudah menunggu beberapa teman yang sudah kukenal disekolah.

“ Stevi, kita main sorodot gaplok yuk “ Kata Reni. Aku bingung dengan permainan yang baru kudengar itu.

“ Apa? Serodot geplok? “ Jawabku kebingungan.

“ Sorodot gaplok.. seru loh.. kita kan ber enam, bisa dibagi jadi dua kelompok, nanti cara memilih teman mainnya pakai hompimpa dan suit yah “ Begitu katanya lagi.

“ Oke, ajarkan Stevi yah cara mainnya. “ Kataku pada mereka.

Menurut teman-teman, sorodot gaplok ini adalah salah satu permainan tradisional yang sudah hampir punah. Mereka sadari, sudah jarang yang memainkannya bahkan mungkin sebagian anak-anak Sunda di zaman sekarang banyak yang tidak mengetahui permainan ini. Karena saat ini mereka lebih senang bermain game online. Reni dan teman-teman juga baru sebulan lalu diajari oleh Mamanya Reni. Hal itu karena Reni dan teman-teman sekolah disarankan oleh Bu guru untuk melestarikan permainan tradisional agar tidak punah. Baiklah aku akan menyimak Reni menjelaskan cara memainkan permainan yang katanya cukup seru ini.

Sorodot gaplok membutuhkan alat berupa batu yang harus dimiliki oleh setiap pemain. Batu ini disebut dengan kojo. Dalam bahasa Sunda, kojo berarti sesuatu berupa benda yang dijagokan. Reni kemudian membuat tiga garis, dua garis agak berdekatan dipermulaan dan satu garis didepannya yang berjarak kurang lebih 2 sampai 3 meter. Untuk garis pertama didepan digunakan untuk menyusun kojo lawan yang diatur kerenggangan jarak batunya. Lalu, setelah pemain dibagi dalam dua kelompok, kelompok bermain secara bergantian melempar kojo dari garis permulaan harus melebihi garis kedua sebelum garis kojo lawan yang sudah dijejerkan tadi. Melemparnya harus dengan hati-hati loh, karena harus sambil membidik kojo lawan yang akan ditumbangkan. Sukur-sukur bisa langsung mengenai kojo sasaran. Jika tidak maka, kojo yang sudah dilempar itu masing-masing dihampiri pemiliknya dan diambil dari arah belakang melalui kolong salah satu kaki yang setengah berjongkok lalu dilemparkan hingga mengenai kojo milik salah satu lawan diusahakan sampai terpental. Jika meleset, maka digantikan oleh teman bermain yang berhasil untuk membela. Setelah kojo lawan terpental semua, maka pemain melanjutkan ke babak berikutnya.

Waw semakin seru nih, kelompokku yang berhasil melaju ke babak selanjutnya cukup sukses walau aku masih belajar. Oke, kita lanjutkan permainan dibabak yang gampang-gampang susah karena melatih keseimbangan kojo diatas kaki. Begini caranya, taruh kojo diatas jari kaki kemudian melangkah dan dihempaskan dengan kuat sampai menumbangkan kojo lawan. Satu pemain harus membidik satu kojo lawan yah. Jika gagal, maka teman lainnya yang berhasil kembali akan membela. Ketika kojo lawan berhasil ditumbangkan semua, maka pemain bisa melanjutkan kebabak berikutnya.

Babak ketiga ini disebut engklek, dimainkan dengan cara membawa kojo masing-masing dengan sebelah kaki yang diayun dan melangkah atau meloncat menggunakan satu kaki yang berdiri. Loncatan dilakukan berawal dari garis tempat kojo lawan, maju terus dan kojo yang dibawa itu jangan sampai terjatuh loh. Lalu sesampainya di garis kedua kojonya dihempaskan dari kaki yang mengarah pada salah satu kojo lawan. Lagi-lagi jika pemain satu gagal, maka boleh dibela oleh teman lainnya yang berhasil hingga target semua kojo lawan terpental.

Awalnya aku merasa canggung, namun dengan menyimak teman dikelompokku, akhirnya sukses melakukannya walau aku berkali kali gagal dan dibela oleh temanku. Sayangnya di babak engklek kelompok kami tidak berhasil menumbangkan semua kojo lawan, sehingga harus bergantian dengan kelompok lawan yang mulai bermain.

Pemain lawan melakukan babak demi babak sama seperti yang kami lakukan. Dan mereka hanya sampai dibabak kedua saja, sehingga kami dapat giliran bermain kembali. Wah serunya permainan ini, memacu ketangkasan kaki dan konsentrasi. Keren deh pokoknya. Dan yang membuatku amat terkesan adalah sekarang aku telah memiliki batu kojo. Akan kubawa pulang dan kucuci sesampainya dirumah nanti. Yeay..

Tak terasa hari sudah sore. Waktunya kami untuk pulang, kemudian segera mandi dan siap-siap untuk melakukan sholat maghrib di musholla lalu mengaji bersama. Seusai mengaji kami melakukan sholat isya berjamaah lalu pulang. Temanku bertambah banyak sekarang. Hal itu tentu membuatku merasa senang dan betah tinggal dirumah nenek.

Sesampainya dirumah, nenek sudah menyiapkan hidangan makan malam loh, kami sangat menikmatinya walau sajiannya sangat sederhana. Seusai makan malam, aku dan Reni bermain paciwit ciwit lutung dengan mengajak nenek untuk turut serta dalam permaian itu. Lucunya permainan ini karena harus saling mencubit kulit tangan bagian atas secara beruntun. Yang paling beruntung adalah yang paling atas karena hanya mencubit tidak dicubit. Ada lagunya juga dong. Begini nih lagunya..

Paciwit ciwit lutung

Siluting pindah ka tungtung

Begitu nada ka tungtung yang artinya ke ujung, tangan paling bawah berpindah ke paling atas. Begitu seterusnya sampai nada lagu semakin keras maka cubitanpun semakin keras pula hingga salah satunya menyerah. Lalu kami tertawa terbahak bahak menyudahinya. Permainan ini tidak ada saling lawan, hanya menguji seberapa kuat dicubit oleh pemain yang lain.

Lalu nenek mengajak kami untuk bermain endog edogan. Hampir mirip dengan paciwit lutung namun kali ini dengan tangan yang dikepalkan sehingga mirip telur, karena edog edogan itu artinya telur mainan. Permainan ini hanya untuk lucu-lucuan saja. Jadi, tangan yang dikepal dan disusun tadi berurutan pecah satu persatu dari bawah dengan cara di lebarkan kepalan tangannya disetiap nada “pre” disetiap bait lagunya. Pre itu adalah suara telur yang pecah dalam bahasa sunda. Begini lagunya,

Endog endogan

Peupeus hiji, pre

Dalam bahasa Indonsedianya

Telur mainan

Pecah satu, pre.

Lirik lagu ini diulang terus hingga satu persatu kepalan tangan terbuka atau telurnya pecah semua. Semakin banyak pemain, maka semakin sering dinyanyikannya lirik tersebut. Hingga ketika sudah pecah semua, digoyangkan dengan arah memutar. Dan lirik lagupun jadi berubah dibagian akhirnya seperti ini,

Galeong galeong

Mata sapi, weee...

Pada lirik wee semuanya menampakkan wajah jeleknya sambil menjulurkan lidah. Ha ha ha.. Lucu juga permainan ini yah. Permainan tradisional ini tercipta untuk memanfaatkan waktu luang yang malas berakti. Wah banyak juga yah permainan tradisional khas Sunda. Aku jadi tak sabar menunggu hari esok karena Reni menjanjikan untuk bermain boy boyan, ucing sumput mirip petak umpet, beklen mirip main bola bekel, oray orayan mirip permainan ular naga panjang, Cingciripit, perepet jengkol dan permainan tradisional khas Sunda yang lainnya.

Menjelang tidur mama menelponku dan menanyakan bagaimana kabarku. Tentu aku sangat bahagia sekaligus kangen rasanya ingin bertemu dengan mama dan papa. Bersyukur semuanya baik-baik saja disana walau restoran padang papa belum seramai di Jakarta. Kuharap orangtuaku bisa bersabar tak lupa kudoakan mama dan papa sukses disana serta laris manis jualannya.

Pagi ini tidak seperti biasanya. Cuaca mendung dan hujan gerimis tak menyurutkan semangatku untuk menuntut ilmu disekolah, karena aku tak ingin julukanku sebagai juara kelas tergantikan oleh orang lain. Aku yakin kalau aku bisa tetap berprestasi dimanapun aku berada. Kalau Reni bilang, aku ini orang yang pantang menyerah dan selalu bersemangat.

Namun yang membuatku sedih adalah, kali ini jadi tak bisa bermain bersama teman-teman dilapangan karena becek dan masih hujan deras. Aku melirik kearah batu kojo milikku dibawah sudut tempat tidurku dengan lesu.

Diluar sana hujan malah semakin deras. Tiba-tiba nenek menyuruh kami untuk huhujanan atau bermain hujan. Karena menurut nenek huhujanan itu sehat baik untuk kekebalan tubuh manusia, karena dilakukan dengan senang hati sehingga adrenalin tubuh menjadi baik. Hal ini berbanding terbalik dengan mama yang selalu melarangku untuk huhujanan karena takut masuk angin, pilek dan lain-lain.

Setelah huhujanan nenek memberiku susu sapi murni yang hangat. Wah, enak sekali loh rasanya. Selain susu murni hangat, nenek juga menyiapkan pisang goreng sebagai camilan. Hmmm.. benar-benar menyenangkan. Mungkin asupan makanan yang baik ini juga yang membuat tahan huhujanan. Jadi, kalau kalian mau huhujanan pastikan dalam kondisi sudah makan yah..

Seusai huhujanan kami berangkat mengaji seperti biasanya dan kebetulan hujan sudah mulai reda setelah turun sejak pagi tadi tanpa hentinya. Setelah selesai mengaji dan solat isya berjamaah kami bergegas pulang. Lalu makan malam, dan dilanjutkan dengan berkumpul bersama diruang tengah. Kali ini nenek tidak mengajak bermain lagi tapi nenek bercerita tentang masa kecilnya dahulu yang penuh dengan kesederhanaan. Tapi nenek tetap bersyukur, walau semuanya serba terbatas nenek tetap merasa bahagia. Tidak pernah mengeluh walau sedari kecil sudah diminta untuk bekerja di sawah membantu kedua orangtua nenek. Dari cerita itu banyak sekali pesan baik yang disampaikan oleh nenek untuk aku dan Reni. Tak lama aku mengelus elus batu kojo tak sabar mengunggu hari esok untuk bermain, kemudian tertidur lelap.

Keesokan paginya, aku tidak ke sekolah karena hari Minggu. Kulihat cuacanya juga cukup cerah, dan itu artinya aku akan kembali bermain sorodot gaplok lagi, Yeay.. betapa senangnya rasa hatiku. Dengan berlari kecil tak lupa membawa batu kojo ditangan segera kuhampiri teman-teman yang tengah berkumpul di lapangan. Namun sayang, hari ini justru digunakan oleh teman-teman yang memiliki HP termasuk Reni untuk bermain game online bersama. Padahal, justru aku sudah sangat bosan dengan bermain HP. Aku baru saja ketagihan dengan sorodot gaplok.

“ Teman-teman, yuk kita main sorodot gaplok lagi? “ Tanyaku pada mereka yang tengah asik dengan HPnya masing-masing. Namun mereka sepertinya tidak memperdulikan aku. Akhirnya aku meresa kecewa terhadap mereka, berlarilah aku kearah pulang dan menangis dihadapan nenek sehingga nenek menjadi bingung.

Lalu kuceritakan apa yang baru saja terjadi.

“ Nek, Stevi kesel deh sama temen-temen, mereka tidak memperdulikan Stevi lagi. Mereka sibuk sama HP nya masing-masing. “

“ Oh begitu.. anak-anak jaman sekarang ya begitu itu Stev, lebih senang main HP. Memangnya kamu ngga mau ikutan main HP?”

“ Stevi bosan dengan HP nek, di Jakarta Stevi main HP terus dari pagi sampai mau tidur, berhenti kalau sekolah aja nek. “

“ Oh begitu.. memangnya, kamu mau main apa sih? “

“ Ya main sorodot gaplok, nek.. “ Kataku pada nenek, namun tiba-tiba terdengar suara dari arah depan rumah.

“ Stevi, Stevi... Stevi, Stevi “

Ternyata Reni dan teman-teman yang memanggilku untuk mengajak bermain dilapangan. Mereka meminta maaf padaku karena terlalu asik dengan HP masing-masing. Baiklah, kumaafkan mereka. Lalu kami menuju ke lapangan untuk bermain sorodot gaplok. Teman-teman tertawa riang karena melihat batu kojo milikku yang ditandai dengan stiker lucu dan akupun ikut tertawa.

Tamat.