Dongeng Rantai Babi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Dongeng Rantai Babi

Sudiyati

Alkisah di sebuah Kerajaan Kota Kapur di daerah Penagan Pulau Bangka bagian barat hiduplah seorang raja yang memiliki seorang putri cantik jelita. Putri itu bernama Yang Khalida. Pada suatu ketika Paduka Raja Kota Kapur mengadakan sebuah sayembara, yang isinya adalah siapa yang bisa membuat benda dari kayu dan bisa terbang, maka akan diberikan hadiah yang sangat berharga.

Setelah mendengar sayembara itu, seluruh rakyat di ken3jaan itu menjadi gempar. Satu per satu ingin mencoba membuat benda yang dimaksud, tetapi tidak satu pun mampu membuatnya.

Tiba-tiba di antara kerumunan banyak orang datanglah si tukang kayu ke penghadapan raja. Mereka yang hadir merijadi terkesima. "Ampun beribu ampun Paduka Raja!" sembah si tukang kayu kepada Paduka Raja.

“Ada apa gerangan kau menghadapku, si tukang kayu?" Paduka Raja bertanya heran.

“Ampuni hamba Tuan, jika hamba bermaksud mengikuti sayembara itu!"

“Jika hamba memenangkannya, hamba meminta kepada Paduka agar hadiahnya tidak dibayar secara tunia!" kata si tukang kayu melanjutkan bicaranya.

“Perlu kau ketahui si tukang kayu. Jika tak bisa memenuhi janjimu, engkau akan kuhukum seberat -beratn ya!"

“Hukuman apa yang Paduka maksud?" tanya si tukang kayu.

“Apalagi kalau bukan hukuman mati!”

"Tapi Paduka, kalau hamba memenangkan sayembara maka paduka meminta agar putri Paduka mau menikah dengan anak hamba, yaitu Syarifudin!"

“Baiklah kalau itu permintaanmu, tapi ingat hukumanmu sangat berat jika engkau tak bisa memenuhi janjimu!" Paduka Raja berkata dengan nada tidak yakin kalau si tukang kayu itu bisa memenuhi janjinya.

Betapa terkejutnya seluruh isi kerajaan, tidak terkecuali Paduka Raja, ketika melihat si tukang kayu mampu membuat benda dari kayu dan bisa terbang. Si tukang kayu segera pulang mencari anaknya yang bernama Syarifudin karena sudah lama sekali Syarifudin memohon kepada ayahnya agar meminangkan putri raja. Karena ia orang miskin, permintaan anaknya yang sangat disayanginya tidak tersampaikan.

Untuk memenangkan sayembara yang diadakan oleh raja, si tukang kayu dan Syarifudin sampai di penghadapan raja.

“Ampun beribu ampun Baginda Raja, hamba dan anak hamba Syarifudin ke penghadapan Baginda demi menagih janji!”

Betapa terpukulnya raja untuk menjawab permintaan si tukang kayu karena putrinya telah meninggal.

“Wahai si tukang kayu untuk permintaanmu yang satu ini Baginda tak bisa mengabulkan, tetapi kalau yang lain pasti akan aku kabulkan!”

Si tukang kayu dan Syarifudin saling pandang dan penuh tanda tanya.

“Begini si tukang kayu, bukannya Paduka tidak kabulkan permintaanmu, melainkan karena putriku sudah meninggal!”

Meskipun putri raja sudah meninggal, Syarifudin tetap mencintai putri raja, yaitu Khalida.

“Ampun Baginda Raja, meski putri Baginda sudah meninggal hamba tetap mencintainya. Jika Baginda mengabulkan, Khalida akan hamba bawa pergi!" Syarifudin meminta pada Sang Raja.

“Bagaimana kau akan membawa pergi? Sedangkan putriku sudah tidak bernyawa .lagi. Putriku sudah pergi ke alam lain," kata Baginda kepada Syarifudin.

“Baginda, demi rasa cinta hamba akan berusaha bagaimana caranya agar putri -Baginda hidup kembali. Hamba akan mengusahakan karena hamba yakin bahwa Allah akan mengabulkan permintaan hamba. Hamba akan pertaruhkan nyawa hamba pada putri Khalida sebab tanpa putri Khalida hidup hamba akan tiada berarti dan dengan putri hamba akan dapatkan kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan itu akan sirna jika yang dicintai tidak dimilikinya." Begitulah Syarifudin memohon kepada Paduka Raja, Kerajaan Kota Kapur.

Beberapa saat kemudian, Syarifudin dan putri raja yang telah meninggal dengan diantar para punggawa raja ke luar dari istana dan berlayar. Tertambatlah Syarifudin dan Khalida pada sebuah pulau yang tidak berpengehuni, sedangkan para punggawa raja kembali ke Kota Kapur.

Di pulau tak berpenghuni itu Syarifudin mengerjakan salat meminta kepada Allah agar Khalida dihidupkan kembali dengan separoh nyawanya.

Beberapa saat setelah Syarifudin salat, dia terkejut demi dilihatnya kekasih yang sangat dicintainya hidup kembali. Betapa suka cita Syarifudin dalam hatinya, entah berapa kali ia sujud syukur kepada-Nya. "Khalida kekasihku, betapa cantiknya engkau, aku sangat mencintaimu!" kata Syarifudin.

“Kita sekarang berada di mana? Bukankah aku tadi di dalam istana?" Khalida bertanya kepada Syarifudin.

"Wahai Adinda kekasih hati, Adinda tadi sebenarnya ada di dalam istana dan sudah dalam keadaan meninggal. Karena mencintai Adinda, Kakanda bermohon kepada Ayahanda Paduka Raja agar bisa membawa Adinda pergi dari istana raja Kota Kapur." Syarifudin menjelaskan dengan penuh rasa sayang.

“Mengapa pula Kanda Syarifudin yakin betul bahwa Adinda akan bisa hidup kembali? Dan mengapa pula Kakanda harus pergi dari istana? Sebenarnya apa yang hendak Kakanda cari dari semua ini?" rasa ingin tahu Khalida semakin menjadi-jadi.

“Kakanda pikir dengan menyusuri alam, maka makin banyaklah beroleh ilmu. Dengan banyak beroleh ilmu, makin banyak pulalah yang diketahui. Dengan banyak yang diketahui, makin banyaklah yang harus dipikir kalau bukan kaya dan betapa berilmu, dan betapa besar Allah yang menciptakan kita. Oleh karen a itu, makin yakinlah kita harus bersyulur, makin yakinlah kita harus bersujud pada-Nya." Syarifudin menjelaskan dengan rasa sabarnya.

Disebabkan oleh suka citanya yang tiada bisa tertandingi dan karena terlalu Ieiah, tertidurlah Syarifudin di dekat kekasihnya dalam waktu yang cukup lama.

Dari kejauhan terlihat sebuah kapal besar menuju ke arah Barat. Khalida pun melambailambaikan tangannya hendak minta tolong.

Tampaknya kapal besar itu pun jaraknya semakin dekat. Awak kapal dan nakhodanya pun turun demi dilihatnya gadis Khalida ada di sebuah pulau yang tidak berpenghuni.

Karena melihat ketampanan dan kekayaan sang nakhoda kapal, Khalida pun tidak menolak untuk diajak pergi. Sang Nakhoda sengaja membiarkan Syarifudin tertidur Ieiah.

“Khalida, Khalida, di mana engkau?" Syarifudin mencari-cari Khalida setelah dia terbangun dari tidurnya. Namun, yang dicarinya ke sanakemari tidak ditemukannya. Kemudian, Syarifudin mencari tahu dengan memanjat pohon yang sangat besar.

"Wah, ada kapal tetapi jalannya semakin menjauh berarti kemungkinan besar tadi singgah di sini." Syarifudin bergumam dalam hatinya.

“Tapi bagaimana aku bisa mengejar kapal itu?" kata Syarifudin sambil turun dari atas pohon besar itu. Pada saat itu ia melihat ada serombongan babi dari laut menuju ke arahnya.

Syarifurin berpikir mengapa babi-babi itu menyeberangi lautan tiada tenggelam. Ternyata babi-babi itu memakai rantai pada kakinya.

"Ini mungkin kesempatan baik untukku menyusul Khalida yang mungkin ada di kapal besar itu!”

Ternyata benar, Syarifudin bisa menyeberangi laut itu dengan bantuan rantai babi yang diikatkan pada kakinya.

Betapa terkejut si nakhoda kapal dan juga Khalida ketika Syarifudin sudah ada di kapal. Namun, Khalida berpura-pura tidak tahu bahwa yang datang adalah Syarifudin.

Kesilauan, ketampanan, dan harta telah merusak mata hati Khalida. Khalida tidak sadar bahwa separoh nyawa Syarifudin sudah diberikan untuknya.

“Khalida, Khalida kekasihku mengapa engkau di sini, mengapa Khalida?" tanya Syarifudin.

“Aku bukan Khalida, bukan Khalida kekasihmu. Aku kekasih nakhoda ini!"

“Kalau aku adalah Khalida, mengapa pula aku ada di kapal ini? Dan mengapa pula engkau mengaku bahwa aku adalah kekasihmu? Dalam sejarah yang mana sehingga kaubisa memastikan bahwa aku ini-adalah Khalida? Aku pun tidak tahu dengan Khalida yang kaumaksud. Aku baru mendengar sekali ini nama yang kausebut Khalida. Sudahlah Syarif kau jangan bermimpi, kau jangan berkhayal tentangku. Carilah Khalidamu, tetapi bukan di sini, bukan di kapal ini." Khalida berkata seolah yakin benar bahwa dia bukan Khalida kekasih Syarifudin.

“Ya benar ini adalah kekasihku, bukan Khalida kekasihmu!" kata nakhoda. Khalida dan nakhoda sudah sama-sama berbohong. Keduanya telah mencoba mengelabui Syarifudin.

“Baiklah kalau begitu. Aku memohon nanti kita sama-sama pergi ke Kerajaan Kota Kapur. Kita menghadap ke Baginda Raja. Aku akan membuktikan kebenaranmu." Syarifudin meminta kepada keduanya.

Setelah sampai di penghadapan Paduka Raja, Syarifudin mengatakan akan ikhwalnya.

“Ampun beribu ampun Paduka, hamba kemari hendak mencari kebenaran. Khalida putri Baginda telah berbohong. Khalida telah berpaling dari hamba. Khalida telah memilih nakhoda itu. Bukankah separoh nyawa hamba telah kami pertaruhkan untuk Khalida?" Syarifudin berkata dengan matanya berkaca-kaca.

Suatu tanda betapa ia bersedih telah disakiti oleh kekasihnya.

Khalida dan nakhoda itu tetap tidak mau mengakui kebohongannya. "Baginda karena Khalida tidak mau mengakuinya, maka terpaksa hamba harus membuktikan kebenaran itu!" Baginda Raja sebenarnya tahu betul bahwa Khalida memang benar kekasih Syarifudin.

Akan tetapi, karena sayangnya kepada putrinya, raja pun terpaksa bebohong juga.

“Baiklah Khalida kalau memang benar kau adalah bukan kekasihku, maka setelah aku salat hajat kau akan tetap hidup. Namun, sebaliknya jika kau memang kekasihku, kau . . . kau akan mati setelah aku salat hajat karena aku telah berjanji separoh nyawaku adalah hidupmu!”

Belum lama Syarifudin selesai salat, Khalida pun terjatuh lemas, napasnya satu demi satu, dan hilang seketika. Tidak lama kemudian, Syarifudin pun tumbang di sisinya.

“Khalida, Khalida, Khalida!" Suara Syarifudin hilang bersama napasnya yang juga turun menghilang.

Ada tembang kesedihan mengalun di antara pucuk-pucuk pohon idat yang daunnya hijau kekuningan diterpa semilir angin Kerajaan Kota Kapur di sebuah Pulau Kecil di dekat Pulau Sumatera.

Pati kelapa sudah mendidih :Sudah mendidih diangkat maling :Hati siapa yang tak kan bersedih :Kasih tercinta sudah berpaling :Merupa kembang di waktu pagi :Waktu pagi di Bakit Tinggi :Apa hendak dikata lagi :Memang suratan Yang Maha Tinggi.