Dreams and Visions: Is Jesus Awakening the Muslim World?/Iran - Mengapa Ahmadinejad Tak Bisa Tidur di Malam Hari

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Satu Burqa yang Menyiksa[sunting]

Mahmoud Ahmadinejad dengan mencengangkan memenangkan pemilu Presiden di Iran pada tahun 2009 - mencengangkan karena tidak hanya angka kemenangannya begitu besar tapi juga caranya dia menang pemilu yang sudah tampak jelas kelicikannya. Ribuan warga Iran sudah mencium bau busuk kebab (di Esfahan, contohnya, lebih banyak jumlah suara yang tercatat daripada seluruh populasi kota itu), dan mereka demonstrasi di jalanan seluruh Iran untuk protes pemilu yang palsu itu. Para demonstran yang umumnya berusia 30 tahun ke bawah itu sudah muak dengan korupsi di pemerintahan Iran.

Kala Konsul Penjaga negara meremiskan dan mengesahkan pemilu di tanggal 12 Juni, 2009, Iran meledak. "Kebangkitan Persia" yang juga disebut sebagai "Revolusi Hijau" oleh sebagian orang, bukanlah hanya sekedar penolakan terhadap hasil pemilu. Ini merupakan kemarahan massa atas tekanan dan kekejaman di bawah Republik Islam Iran. Para pemuda Iran tidak mengenal apapun selain kebrutalan dan korupsi rezim yang dipimpin oleh Ayatollah Ali Khamenei dan para pendahulunya.

Pemerintah memerangi para penentang dengan kejam. Sama seperti seorang pemuda China yang menantang barisan tank sendirian di Lapangan Tiananmen di tahun 1989 dan foto kejadian itu menjadi simbol kemerdekaan bagi generasi China saat itu, seorang gadis Iran berusia 16 tahun juga menjadi simbol bagi demonstrasi kaum muda Iran di tahun 2009. Neda Soltan tidak seberuntung pemuda China yang berani itu. Sewaktu Neda bergabung dalam aksi protes di jalanan di Tehran, seorang penembak gelap dari pihak Pemerintah menembak remaja putri yang berbakat menyanyi itu di jantungnya. Sewaktu gadis itu berdarah di pelukan ayahnya, seorang saksi mata mereka kejadian kejam itu dengan HP-nya dan mengirim video rekamannya lewat email ke temannya di Belanda yang lalu menanyangkan video itu di Facebook agar seluruh dunia bisa melihat saat lima menit terakhir hidup Neda sebelum menghembuskan nafas terakhir. Republik Islam Iran tertangkap basah melakukan pembunuhan ini.

Para pendukungnya menyebut Neda sebagai "Bidadari Iran" dan sebagian sumber berita mengeluarkan klaim bahwa lebih banyak orang menonton video kematian Neda daripada berita² yang terbesar lainnya di sepuluh tahun terakhir. Dalam beberapa jam saja, foto² Neda muncul di berbagai poster di demonstrasi yang diadakan di Los Angeles dan New York. Pengamat langsung mengatakan bahwa, meskipun tidak begitu jelas di video, Neda mengenakan kalung salib di bahwa bajunya saat peluru membunuhnya. Kisah Neda Soltan yang terkenal ini tidaklah lebih hebat dibandingkan berbagai muzizat rahasia yang terjadi pada para pria dan wanita di Iran.

Abang dari Kakak Perempuan[sunting]

"Kamu orang Kristen akan masuk neraka!"

Dia berteriak pada Hormoz Shariat dan ingin melakukan segala dayanya untuk mempercepat kematiannya meninggalkan dunia. Shariat tetap duduk tenang di hadapan kamera TV di belahan bumi yang lain.

Pembawa acara bagi program TV satelit Iran Alive! , yang khusus ditayangkan untuk menginjili Muslim, telah terbiasa dengan caci-maki Dina. Dia sudah sering menelpon mereka. Tapi jika saja Hormoz duduk dekat Dina - di daerah Iran - dia tentu tak bisa setenang itu menghadapi serangan Dina.

Dan jika saja Dina tinggal di Los Angeles bersama Hormoz dan ingin mempraktikkan kebiasaan lokal para gadis di istu, dia bisa bersaing baik dengan gadis pantai manapun di California. Dina tampak seperti seorang model dari ujung kepalanya sampai ke jari kakinya. Dia adalah Muslimah sejati. Profesinya adalah perwira tinggi di Polisi Rahasian Wanita Iran (Iran's Female Secret Police = FSP).

Sebagai bagian khusus dari badan Polisi Moral negara, FSP menyiksa para pelanggar Hukum Syariah. Dengan bekerja secara rahasia, Dia dan timnya mencari wanita² yang tidak mengenakan hijab. Kesadaran kebenaran Dina satu²nya adalah apa yang dinyatakan dari Syariah. Dia telah melihat para wanita dicambuki sebanyak 80 kali karena melanggar aturan berpakaian, dan penyiksaan pada para wanita itu tidak menggerakkan hatinya sama sekali - sampai dia menelpon Hormoz terlalu sering.

"Aku kasihan deh sama kamu umat Kristen karena kalian semua pasti masuk neraka," kata Dina, yakin sekali akan yang dikatakannya tapi tanpa rasa belas kasihan apapun. "Islam adalah satu²nya jalan, dan Kristen itu agama yang salah. Pada akhirnya kalian harus bayar kesalahan ini. Allah akan mengirim kamu ke api neraka."

"Dina, kapanpun kau menelponku, kau ini kedengarannya marah² saja dan penuh kebencian. Kupikir agamamulah yang membuatmu jadi seperti itu."

"Aku tak akan dapat kehidupan yang lebih baik lagi daripada yang telah kumiliki dalam Islam," bantah Dina dari seberang dunia.

"Oh? Apakah Islam telah memberimu kebahagiaan yang bisa kau bagikan padaku?" Hormoz melipat kedua tangannya di bahwa dagunya sewaktu memajukan tubuhnya mendekati layar TV. Dia melihat pada lantai studio, dan lalu tersenyum lembut pada kamera, menunggu tanggapan Dina.

"Ada berbagai masalah lain yang tak ada hubungannya dengan agamaku yang kualami sekarang." Suara Dina terdengar lebih perlahan.

"Maukah engkau memberitahu aku apakah masalah² itu, Dina?"

"Buat apa aku memberitahu kamu? Kau tak sanggup berbuat apapun bagiku!"

"Apakah kau pernah mempertimbangkan kemungkinan kau bisa mendapatkan hidup yang lebih baik?" Hormoz berhenti sejenak. "Yesus dapat memberimu hal itu. Dia melakukan hal itu padaku dan juga pada ribuan orang Iran seperti engkau, Dina."

Bagi Hormoz, 1979 adalah tahun untuk sukacita. Revolusi Iran menetapkan nasib negara itu untuk menjadi pembela Islam yang paling utama. Kalimat² seperti "Matilah Amerika, matilah orang² Kristen" dulu telah menjadi kalimat² favoritnya. Tapi realita praktik Hukum Syariah dengan cepat telah menghancurkan segala enthusiasme kehidupan baru negaranya.

Dia menemukan cara meninggalkan Iran sewaktu seorang wanita AS bernama Donnell datang berkunjung dari California. Setelah dia menikahi Donnell, keduanya pergi ke Los Angeles. Hormoz lalu mulai kuliah S2 di USC (University of Southern California), di mana dia jatuh cinta sekali lagi untuk kedua kalinya - kali ini pada Amerika Serikat (United States of America).

Meskipun beberapa orang Kristen telah mengunjungi mereka saat keluarga Shariat tiba, Hormoz tidak mudah berubah iman. Dia telah sangat terlibat dalam revolusi Islam dan masih dipengaruhi pandangan bahwa agama Muhammad merupakan jalan pada Allah. Di suatu tempat - mungkin setelah dia mati - kebenaran akan terwujud untuk menunjukkan maksud² sebenarnya dari sang nabi.

Akan tetapi, sebelum hari itu tiba, ajaran nabi lain telah mempengaruhi jiwa Hormoz. Keluarga Shariat lalu menerima Kristus dalam hidup mereka dan seketika tersentuh dengan beban hidup masyarakat Iran yang hampir tak punya cara untuk mengetahui kebenaran keKristenan. Karena dorongan hati tersebut, mereka membangun program TV untuk menjangkau kaum Muslim di Iran. Mereka mengetahui bahwa, dari seluruh populasi Iran yang berjumlah 75 juta, 45 juta punya akses menonton program² TV satelit, meskipun kadang² Pemerintah mengadakan razia untuk memberangus mereka. Dari sejak awal Hormoz menanyangkan siarannya pada masyarakat Muslim Iran dari tempat rahasia di Amerika, program TV-nya telah berhasil mencapai tujuan. Senyuman berkharisma dan retorik² yang menantang dari pria ini telah mempesona para pirsawan Iran yang tadinya gelisah, mendambakan bimbingan illahi dan kebanyakan usia mereka di bawah 30 tahun.

Saling Berhadapan[sunting]

"Aku tidak menikah, dan ibuku menderita penyakit kanker," kata² Dina terdengar bagaikan kesaksian bagi Hormoz. "Dia menderita sakit dan akan segera mati. Para dokter tidak bisa berbuat apapun untuk menolongnya." Dina berhenti sebentar. Hormoz mengira dia berusaha menahan tangis. "Aku tak punya siapapun."

"Sungguh aku sedih mendengar hal itu, Dina. Apakah yang akan kau lakukan sekarang?" "Kami bertekad bunuh diri bersama malam ini."

Hormoz telah mendengar laporan² tentang kekejaman, keraguan, zinah, dan segala dosa lainnya, tapi dia tak siap mendengar pengakuan Dina. Senyumnya langsung hilang dari wajahnya.

"Ini adalah hal yang pertama kali kau dengar, bukan, Hormoz?" kata Dina mengejek, seakan menemukan kebenciannya kembali. "Kami akan bunuh diri sekarang, di depan program TV-mu. Aku hanya berharap kau bisa tonton aku. Setidaknya ibuku dan aku akan masuk surga - tidak seperti orang Kristen menyedihkan seperti kamu dan lain²nya yang nonton siaranmu! Mau ngomong apa kamu sekarang?"

Homoz duduk menyenderkan punggungnya pada kursi dan menatap beberapa detik pada kamera sebelum bicara.

"Ini sungguh hal yang sangat menyedihkan untuk didengar, Dina." Wajah Hormoz serius, tapi kedua matanya tersenyum pada wanita muda yang terperangkap di dunia yang jauhnya 8.000 mil dari tempatnya. "Tapi karena kau bertekad membunuh dirimu, bagaimana jika engkau memberi waktu Yesus seminggu saja? Jika Dia tidak menjawab satu pun doamu atau melakukan apapun dalam hidupmu selama 7 hari, maka silakan bunuh dirimu. Itu kan sudah jadi tekadmu. Engkau gak rugi apapun."

Hormoz lalu diam untuk melihat efek tantangannya pada Muslimah polisi moral ini. "Tapi aku yakin kau terlalu takut untuk mencobanya, bukan begitu, Dina?"

"Aku tak takut tantantang apapun dari kamu! Tuhan orang Kristen itu Tuhan palsu. Dia tak bisa melakukan apapun pada doa²ku, karena Dia itu tidak ada! Hanya Allah saja yang mampu menjawab doa²."

"Dan bagaimana Allahmu itu menjawab doa²mu sekarang?"

"Kamu mau melawak apa? Kau ini menghina rasa sakitku."

"Aku tak mengejekmu, Dina. Aku ini seserius yang bisa kulakukan."

Suara di telpon meninggi membela diri. "Yesus itu hanya nabi saja. Dia tak dapat melakukan apapun. Kau ini menipu dirimu sendiri - dan mencoba menipu aku!"

Hormoz tertawa ringan. "Aku tahu engkau takut."

"Baiklah kalau begitu. Aku tahu engkau hanya bermain-main saja denganku, tapi aku akan terima tantanganmu yang tolol itu. Apa yang akan kulakukan selama seminggu? Apapun yang kulakukan, itu hanyalah menghabiskan waktu saja." Dina merasa di atas angin sekarang. "Aku akan tunggu selama seminggu, dan akan kembali lagi menghubungimu dan lalu bunuh diri di programmu - jika kau berani menerima telponku minggu depan."

"Dina, aku berjanji akan menerima telponmu, tapi engkau harus melakukan sesuatu bagiku dulu."

"Apa itu?"

"Berdoa, dan minta Yesus menjadi Juru Selamatmu." Kedua mata Hormoz masih tersenyum, tapi wajahnya menunjukkan dia tak berguran sama sekali pada Dina.

"Apa?! Bagaimana aku bisa lakukan itu?"

"Itu mudah, Dina. Aku akan membimbingmu dalam doa, kata demi kata, dan kau hanya perlu mengikuti ucapanku saja."

"Aku sungguh tak percaya ini. Bagaimana mungkin kau bisa memintaku melakukan hal ini?"

"Ini bagian dari tantangan itu, Dina." Tanpa menunggu lebih lanjut, Hormoz meneruskan, "'Wahai Yesus' ... Katakan itu, Dina." Suara di ujung telpon lain terdengar tertawa. "Aku tak percaya aku melakukan ini!"

"Dina! 'Wahai Yesus ...'"

"Wahai Yesus ..."

Penjara Bawah Tanah Tehran[sunting]

Dina membenci satu hal lebih daripada Muslim yang tak taat beribadah: Muslim yang murtad dan beralih iman ke Kristen. Kebenciannya inilah yang membuatnya menduduki posisi tinggi sebagai Polisi Moral. Karena diam² merasa khawatir akan banyaknya Muslim yang beralih iman menyembah Tuhan Kristen, para pemimpin Islam ingin mengontrol warga Iran yang murtad. Meskipun tak ada pengumuman di depan massa, sikap murtad ke Kristen sudah menjamur di Iran seperti di berbagai negara Muslim lainnya, dan ini benar² membuat Kristen menjadi agama yang paling cepat berkembang di dunia. Tapi Dina dan komrad²nya yang lain yakin mereka punya solusi akan masalah ini . Sewaktu para murtadin dan pelanggar politik lainnya ditahan di Penjara Evin, satu per satu dari mereka akan menghentikan gelombang murtad.

Meskipun tidak pernah terlibat langsung dalam penggerebekan, Dina ingat berita² tentang kejadian di hari favorit orang Kristen, Hari Natal, di tahun 2010, di mana 70 para pemimpin gereja rumah di Iran ditangkap dan dimasukkan ke Penjara Evin. Orang yang menyangkal agama non-Islam mereka akan dibebaskan dari siksaan neraka di dunia.

Terletak di bagian utara Tehran di Pegunungan Alborz, Penjara Evin mendatangkan kesakitan dan penderitaan pada para tawanan yang tak bisa terhingga. Kunjungan² Dina ke sana meyakinkan dirinya bahwa para pelanggar memang layak diperlakukan kejam karena perbuatan kriminal mereka. Tapi bahkan dia pun butuh waktu beberapa saat untuk bisa menguatkan hatinya melihat berbagai kejadian horor di tempat itu.

Meskipun dia memaksakan diri untuk tidak peduli sewaktu menerobos kumpulan massa yang berada di luar penjara yang menangisi anggota keluarga mereka yang dipenjara, Dina terkejut tatkala mencium bau udara di dalam penjara saat pertama kali berada di dalam tembok Evin. Dengan cepat dia menyadari pentingnya merahasiakan kejadian² di tempat itu. Warga masyarakat umum tak akan mengerti pentingnya tempat seperti ini. Dan karena ini adalah pengetahuan khusus, dia marah ketika seorang pendatang berani menayangkan foto² yang diambilnya secara diam² dengan HP-nya.

Foto² itu menunjukkan lima orang digantung dengan kawat sejauh 10 meter dari lantai di blok utama penjara. Mereka telah berak di celana dan kaki dan tangannya yang patah menunjukkan mereka telah disiksa selama dua hari sehingga mereka akhirnya mati perlahan-lahan dengan cara yang sangat menyakitkan.

Ada juga kisah² lain yang didengar Dina dan diketahuinya bahwa itu benar. Para penjaga menemukan cara unik untuk menyiksa para wanita di penjara. Tawanan² yang muda dan cantik adalah mereka yang paling ketakutan. Para penjaga penjara akan bergiliran memperkosa mereka sebelum akhirnya membunuhnya. Sikasaan itu dilakukan agar para wanita itu tak akan masuk surga, karena para penjaga itu mengira hanya para perawan saja yang bisa masuk surga dengan cepat. Para sipirk penjara memperkosa sambil menghina dan mengejek korban²nya sebelum akhirnya membunuh mereka. Jika para wanita itu tak pernah melakukan apapun yang layak membuat mereka masuk neraka, maka perkosaan itu tentunya akan menggagalkan mereka masuk surga. Begitulah cara berpikir para penjaga itu.

Untuk sementara, Dina berusaha menyesuaikan diri dan menahan diri agar tidak bertanya apapun tentang kebenaran solusi yang dilakukan di Evin. Tapi sewaktu menghadapi perihal sigheh, dia akhirnya menjadi ragu akan pandangan hidupnya.

Untuk menghindari nasib brutal yang dihadapi sebagian besar tawanan wanita, para tawanan yang berparas cantik membuat perjanjian dengan penawannya untuk bisa akhirnya dibebaskan. Mereka menawarkan diri dalam sigheh, yakni "nikah mut'ah" atau nikah sementara yang ditetapkan oleh Hukum Syariah dan diberkati oleh para mullah Iran. Sigheh mengijinkan pria untuk "menikahi" wanita - tak jadi masalah apakah dia telah punya istri atau tidak - dengan tujuan hanya untuk berhubungan sex saja dengan wanita itu untuk sementara waktu. Bahkan di luar penjara sekalipun, prostitusi resmi ini seringkali merupakan satu²nya cara bagi wanita yang dicerai untuk bisa terus hidup.

Apa yang menusuk hati nurani Dina adalah bagaimana para Muslim memanfaatkan kesempatan sigheh di penjara bawah tanah Pegunungan Alborz. Para penjaga penjara di dalam dan para mullah sendiri yang dari luar penjara melakukan perdagangan tawanan² wanita tak berdaya tanpa kenal lelah untuk memenuhi hasrat berahi para pria berkuasa yang munafik. Dina tidak bisa menyangkal bahwa sebagian tugasnya adalah untuk memenuhi nafsu jahat sistem yang telah dibentuk para mullah demi memuaskan hasrat berahi mereka. Dia yakin perbuatan² para mullah ini tidak ada hubungannya dengan ajaran Islam yang benar. Meskipun begitu, para mullah itu adalah pemimpin² agamanya. Konflik yang tak terpecahkan ini tumbuh semakin besar dalam dirinya, dan pikiran² untuk bunuh diri lalu muncul.

Tantangan Kematian[sunting]

"Siapakah itu?" Dina berteriak saat mendengar langkah² yang mungkin adalah perampok yang masuk rumahnya.

Saat itu adalah pagi hari di hari kelima sejak Hormoz berjanji Yesus akan menolongnya, dan dia masih menunggu. Sungguh ironis jika satu²nya jawaban dari doanya malahan adalah kedatangan perampok - atau petugas pemerintah yang membawanya ke Penjara Evin karena berani berpartisipasi di program TV yang ilegal. Hal ini akan menggagalkan janjinya untuk menghibur pirsawan Hormoz dengan kematiannya. Dia merinding memikirkan hal itu.

Ibu Dina mengintip dari pintu ke ruang tidur putrinya. Sebuah senyum penuh damai tampak pada bibirnya. "Ini aku kok, Dina."

Jika perampok yang datang, Dina tentunya tidak akan seterkejut itu. Kedua matanya terbelalak. "Ibu! Kok bisa? Bagaimana caranya engkau turun dari ranjangmu?"

"Dina, tadi malam setelah engkau mematikan lampu kamarku, kukira aku akan mati di malam itu. Aku jadi ketakutan sehingga aku mulai berpikir pada imam mana aku harus berdoa untuk terakhir kalinya. Tiba² aku lalu melihat wajahNya. Di situ di kamarku."

Pandangan mata ibunya beralih dari melihat ke Dina menjadi melihat ke lantai.

"Wajah yang bagaimana, Ibu?"

Wanita itu menutup kedua matanya dan lalu menatap anak perempuannya. "Dina, yang datang bukanlah seorang imam. Yang datang adalah ... Yesus."

Dina menatap ibunya untuk beberapa detik. Dia merasa kaget tapi juga bersyukur di saat yang bersamaan, dan konflik dalam hatinya seketika mereda saat suatu pencerahan muncul dalam pikirannya: inilah jawaban yang sedang ditunggunya.

"Aku bangun beberapa menit kemudian dan menyadari bahwa aku tidak lagi merasa sakit. Sedikitpun tidak. Semuanya telah hilang."

Rasa sakit yang diderita ibunya telah tak tertanggungkan di beberapa bulan terakhir. Kalaupun tidak terjadi apapun, Dina tahu bahwa perasaan lega saja sudah merupakan muzizat.

"Tidak hanya itu saja. Aku bisa bergerak dengan nyaman dan merasa begitu damai sehingga aku memutuskan untuk mencoba berdiri. Dina, aku bisa berjalan! Aku tak tahu bagaimana mengatakannya, tapi ... aku merasa sehat kembali"

Dina bangkit dari ranjangnya perlahan. Sebelum dia bisa berjalan mendekati ibunya, polisi wanita itu sudah berlinangan air mata. Dina belum memberitahu ibunya tentang doanya dengan Hormoz. Mereka punya banyak hal untuk dibicarakan di saat sarapan.

Hormoz menyudahi suatu percakapan di telpon. Kedua matanya terbelalak sewaktu melihat nama penelpon selanjutnya di layar. Dia melirik pada Donnell, yang memonitor panggilan telpon di luar kamera. Dia lalu menganggukkan kepala dan berbisik, "Ya, itu Dina."

"Selamat jumpa lagi, Dina. Apa kabar?"

"Hormoz, minggu lalu aku mengikuti ucapan yang kau imlakan padaku, tapi aku tidak serius mengucapkannya." Pembawa acara TV itu menganggukkan kepala sambil menghadap kamera, dan Dina melanjutkan. "Tapi Tuhan menanggapinya dengan serius. Tadi malam ibuku bisa bersamaku lagi. Dia bisa berdiri di sini di sebelahku!"

Kali ini, Hormozlah yang berusaha keras menahan air matanya. "Lalu gimana?"

"Aku tadinya tak ingin Yesus menjadi jawabannya. Seminggu lalu, aku merenungkan segala sesuatu dalam hidupku yang negatif. Aku mencoba merasa sedih. Tapi tiap kali aku memusatkan pikiran pada masalah²ku, aku dibanjiri perasaan damai. Aku lalu melihat wajahku di cermin, dan heran melihat senyum di wajahku. Tentang ibuku, dia sekarang sudah sehat, Hormoz. Dia sudah sehat! Dan aku juga. Yesus memang seperti yang kau janjikan. Terima kasih, teman."

Kata Penutup[sunting]

Hormoz menceritakan, "Pengalaman keselamatan Dina menghasilkan minat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kekuatan doa. Meskipun dia tidak percaya sama sekali apa yang dia doaakan di malam di siaran TV itu, Tuhan tetap saja menengahi. Sekarang Muslim seringkali menelpon untuk meminta kami mendoakan mereka. Kisah Dina menyentuh hati banyak orang karena mereka mendambakan pengampunan Yesus. Mereka dulu mendengar semua caci-maki Dina terhadap Yesus dan umatNya, tapi Yesus tetap saja mengajaknya masuk ke dalam keluargaNya."

Keberhasilan mencengangkan siaran TV milik Hormoz terus berlanjut. Sekitar tujuh sampai sembilan juta warga Iran - sekitar 10% populasi - menonton siaran TV-nya secara teratur. Dia dijuluki sebagai "Billy Graham Iran."

Meskipun antena parabola tidak boleh diperjualbelikan di Iran, kebanyakan orang tetap memilikinya. Tampaknya semakin keras Pemerintah memblokir program itu, semakin banyak pula orang Iran yang ingin menontonnya. Mereka lebih memilih menonton siarang TV Hormoz dibandingkan siaran TV Pemerintah. Ini bisa dimengerti sebab berapa kali kau bisa melihat pidato Ahmadinejad sebelum perutmu terasa mual? Ibu Dina tetap bebas dari kankernya, dan Dina sekarang telah menikah dengan ex-Muslim yang lain. Dia mengundurkan diri dengan terhormat dari organisasi Polisi Moral dan sekarang memburu para Muslimah untuk menyampaikan Injil pada mereka. Tempat tinggalnya dirahasiakan karena berbagai ancaman yang diterimanya, tapi aku telah pernah bertemu dengannya ketika Hormoz dan aku pergi bersama ke Timur Tengah.

Restoran itu penuh dengan orang² Kristen yang sedang makan, tertawa dan bertukar cerita. Hormoz melayangkan tangannya pada seorang wanita berusia awal 30 tahunan, dan wanita penuh semangat itu tersenyum dan berjalan menemui kami. Dengan mengenakan celana jeans dan blous berwarna cerah, dia tampak sangat menarik penampilannya. Sewaktu berjalan ke arah kami, dia berhenti lima kali untuk memeluk dan menyapa ramah orang² yang dilaluinya.

"Halo, saya Dina!" Aku telah mendengar kisahnya dan tidak menyangka bahwa dialah yang dipanggil Hormoz ke meja kami. Aku terngaga kaget. "Sungguh suatu kehormatan berjumpa denganmu, " kata Dina sambil menjabat tanganku. "Kami senang engkau berada di sini bersama kami. Orang² Iran Kristen senang sekali sama orang² Amerika. Engkau disambut baik di sini. Dan ngomong² ...," dia menunjuk di seberang ruangan. "Itu ibuku di situ, melambaikan tangan padamu."

Nuklir, Imam, dan Syeikh Bawah Tanah[sunting]

Ketika menulis laporan riset di SMA, anak perempuanku yang bernama Sarah bertanya padaku apa perbedaan antara Muslim Sunni dan Muslim Syiah. Ketika aku menjelaskan bahwa keduanya merupakan aliran² besar dalam agama Islam, dia mengatakan bahwa perbedaan aliran² ini tentunya sama seperti adanya berbagai denominasi dalam keKristenan. Pendapatnya ada benarnya, tapi untuk mempertajam pengamatannya, aku memberi satu kunci perbedaan yang jelas: meskipun Kristen Methodis itu tidak setuju dengan Kristen Baptis, mereka tidak lalu meledakkan bom mobil di tempat parkir gereja Baptis!

Baik umat Muslim Sunni maupun Syiah sama² mencoba menghancurkan satu sama lain dan ini sah saja bagi mereka karena masing² pihak tidak menganggap pihak lain sebagai Muslim sejati. Aku menyaksikan sebuah demonstrasi yang mencengangkan di suatu sore tatkala berkunjung ke Lebanon. Dua ulama dari pihak Sunni dan Syiah, yang keduanya bertugas mengumandangkan adhan di mesjid, bersaing mengeraskan pengeras suara dari minaret masing² mesjid. Mereka saling berteriak:

"Islam Sunni adalah Islam yang sejati!"

"Islam Sunni itu budak Islam Syiah!"

"Syiah itu murtad!"

"Sunni masuk neraka!"

Pertikaian antara keduanya dimulai dua abad yang lalu tentang siapa yang sebenarnya berhak menjadi pengganti Muhammad. Umat Sunni yakin yang berhak adalah Abu Bakar, tapi dia bukanlah keturunan Muhammad. Bagi Syiah, hubungan darah adalah segalanya, dan Ali ibn Abi Talib adalah pengganti Muhammad yang sah. Melalui jangka waktu bertahun-tahun, tampaknya Sunni-lah yang menang karena anggota mereka yang besar. Tapi meskipun mereka mengaku sebagai mayoritas umat Islam - 80-90% Muslim seluruh dunia - sudah jelas bahwa kaum Syialah yang bersuara lebih keras. Untuk menunjukkan bahwa umat Syiah itu selalu waspada dan hebat, Iran punya tempat untuk itu.

Tiada Tempat seperti Qom[sunting]

Jika kekuatan militer Iran yang tercanggih dan mematikan dan pusat agamanya yang besar dan berpengaruh terletak di dua ujung berlawanan di negara itu, salah satu dari keduanya bisa menjadi ancaman besar bagi perdamaian di Timur Tengah. Tapi letakkan keduanya secara bersebelahan dan engkau akan melihat suatu kombinasi yang siap menghancurkan stabilitas seluruh dunia dalam waktu singkat.

Sekitar selusin mil jauhnya dari utara kota Qom, yang merupakan pusat latihan bagi Syiah Islam yang terbesar di dunia, terletak Fordo yang merupakan fasilitas pengembangan senjata² nuklir Iran.[1] Kedekatan antara Qom dan Fordo mewakili ikatan erat antara theologi Muslim Syiah dan niatnya untuk mendominasi dunia.

Sejak Revolusi Iran di tahun 1979, populasi kota Qom telah menjadi lebih banyak tiga kali lipat. Peningkatan pesat ini terjadi sehubungan dengan didirikannya limapuluh madrasah Islam di sana. Kota yang berpopulasi sejuta orang ini memperkerjakan empatpuluh lima ribu ulama, dan banyak Ayatollah² Iran yang berkantor di Tehran dan Qom.

Meskipun peningkatan populasi pesat itu terjadi di tigapuluh tahun terakhir, kota itu telah menjadi pusat Syiah sejak awal tahun 1500-an. Dengan adanya limapuluh ribu madrasah di Qom, tempat itu sudah jelas berusaha menyebarkan pengaruh di dunia. Pakistan saja memiliki enam ribu pelajar di Qom. Terdapat pula program² bagi Muslimah untuk memperdalam pengertian mereka akan Islam. Setiap pemimpin agama Islam Syiah tingkat tinggi telah pernah belajar di Qom, dan banyak uang zakat yang dihabiskan di sini. Menurut satu dari Lima Pilar Islam, umat Muslim harus membayar zakat setiap tahun. Mandat ini, juga dengan jumlah besar penghasilan pajak yang dialirkan ke Qom, menghasilkan banjirnya kekayaan ke kota itu.

Fordo juga menerima bagiannya dan menggunakannya untuk mengembangkan fasilitas nuklir untuk memperkaya uranium. Tapi bahaya yang mengancam dunia terletak pada jumlah besar pengayaan nuklir di bawah tanah bukit² di Fordo sebagai pusat enerji fanatik yang mengalir dari Qom. Tempat itu bukanlah tempat yang ramah terhadap umat Kristen, apalagi terhadap ulama yang bertemu dengan Yesus. Sudah jelas keadaan itu akan membuat ex-ulama yang beriman pada Kristus untuk bersembunyi di bawah tanah.

Muslim di Kulitnya Saja[sunting]

Hanya ada satu tempat saja yang cocok bagi pelajar sangat cerdas seperti Ali. Para gurunya semua setuju bahwa pemuda Syiah ini harus belajar Islam di Qom - dan dia pun tak mengecewakan mereka.

Tiada mata pelajaran yang terlalu sukar baginya dan tak ada tugas yang terlalu berat bagi pelajar yang punya masa depan sangat cerah ini. Saat dia lulus, dia telah hafal kebanyakan isi Qur'an dan guru²nya begitu kagum padanya sehingga mengirimnya ke kelas lebih atas melewati teman² kelasnya, mempersiapkan dirinya untuk menjadi pemimpin agama yang berpengaruh yang akan mewujudkan dominasi Syiah sampai keluar daerah Iran. Dia tentunya akan jadi aset besar jika bisa masuk ke berbagai negara Arab Sunni dan memegang kontrol.

Pujian dan kepercayaan yang diberikan padanya oleh para pembimbingnya sungguh sesuai dengan garis keturunan syeikh muda ini, dengan prestasi akademisnya, pengetahuan theologinya, dan ambisinya untuk berhasil. Satu hal yang tak cocok adalah iman Ali yang sebenarnya. Di hadapan kehidupan masyarakat, Ali mengalami suatu kekuatan yang tak nampak. Tiada satu pun pembimbingnya, betapapun cermatnya mereka, yang bisa menduga bahwa satu dari ribuan ulama di madrasah telah mendapat kunjungan pribadi dari Yesus Kristus.

Ali bertemu Yesus di Qom. Setelah setengah lusin kunjungan, pemuda ini tidak bisa mendiamkan saja pertanyaan² yang muncul di kepalanya. Mengapa nabi ini kok mendatangi dia terus? Apakah makna pesanNya tentang keselamatan? Apakah Yesus itu lebih daripada apa yang diajarkan Islam?

Pelajaran² di madrasah membuatnya mempelajari Qur'an lebih dalam lagi daripada sebelumnya, tapi tak ada jawaban apapun bagi pertanyaan²nya. Dia sedang berbaring tidak bisa tidur di suatu malam hari, bertopang pada sikunya di ranjang sambil memikirkan masalah tentang pertanyaan²nya, tatkala satu pemikiran yang jelas muncul di benaknya. Bagaimana mungkin hal itu bisa luput dari perhatiannya selama ini? Qur'an berbicara tentang Yesus, tapi ada juga buku yang lain yang membahas Yesus. Alkitab orang Kristen tentu mengandung banyak keterangan tentang Dia - jika saja Alkitab itu bisa dipercaya.

Dorongan yang dirasakan Ali untuk mengerti makna penglihatan² yang dialaminya membuatnya bertekad membaca tulisan² Kristen. Setelah tahu apa yang harus dilakukannya, dia pun tertidur. Untuk pertama kalinya sejak beberapa minggu terakhir, dia bisa tidur lelap. Tapi sebelum dia tertidur, Ali tertegun menghadapi satu pertanyaan terakhir: bagaimana caranya mendapatkan Alkitab di Qom?

Ziarah ke Tehran[sunting]

Sambil mencicipi kopinya di pagi harinya seorang diri di dapurnya, Ali menemukan jawaban atas pertanyaannya tadi malam: dia tidak akan bisa. Tak akan ada Alkibat baginya di Qom. Bahkan jika ada Alkitab di suatu tempat di Qom, dia pun tak berani mencarinya. Dan di manapun dia harus mencari Alkitab, semuanya itu harus dilakukannya dengan hati² sekali. Meninggalkan Qom tanpa alasan yang jelas bisa membuat teman² kelas dan guru²nya curiga. Dia tidak ingin merusak reputasinya sebagai pelajar Muslim teladan.

Sewaktu meminum cangkir kopi yang kedua, suatu gagasan muncul untuk menemukan apa sebenarnya yang Yesus inginkan darinya: pergi menjenguk kedua orangtuanya. Apakah ada yang lebih baik daripada ini? Perjalanan mengunjungi ibu dan bapaknya adalah wajar saja bagi pelajar manapun - dan tetangga kedua orangtuanya adalah orang Armenia yang beragama Kristen. Jika Ali berkunjung pada Jivan di Tehran, tentu dia mau meminjamkan sebuah Alkitab pada Ali.

Dua minggu kemudian, Ali berdiri di ruang tengah rumah Jivan. Meskipun tetangganya tampak terkejut, keramahannya yang ditunjukkan pada Ali tampaknya tulus. Meskipun begitu, Ali tidak ingin tinggal terlalu lama di rumah orang Kristen.

"Aku sedang melakukan tugas dari madrasah tentang apakah yang Muhammad katakan di Alkitab." Ali telah merencanakan keterangan ini sebelumnya. "Apakah engkau punya Alkitab yang bisa kupinjam?"

Jivan tersenyum mendengar pertanyaan Ali. "Malah lebih bagus lagi." Jivan mengangkat tangannya untuk menegaskan penjelasannya. "Aku beri engkau sebuah Alkitab. Aku punya satu lagi. Gak gampang untuk punya Alkitab di Iran saat ini, tahukah kau?"

Perjalanan Ali mempelajari Alkitab orang Kristen dimulai. Alasannya jika tertangkap basah membaca Alkitab adalah dia ingin mencari kesalahan² Alkitab. Guru² madrasah telah mengatakan padanya berbagai kesalahan di kisah² Kristen, dan dia ingin melihatnya sendiri.

Selama enam tahun, Ali membaca dan mempelajari Alkitab dengan seksama. Dia meneliti Injil dan membandingkan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Dia menyelidiki asal-usul berbagai thema dalam Alkirab dan menyusunnya kembali realitas menakjubkan tentang Kristologi dan eskhatologi. Alkitab mempesona pikiran dan jiwanya, tapi yang lebih luar biasa lagi adalah komunikasi dua arah dengan Yesus di mimpi²nya. Ali mengajukan pertanyaan² tentang apa yang dipelajarinya, dan Yesus menjawab. Keduanya benar² bercakap-cakap dalam kunjungan² di malam hari tersebut.

Ali menyelesaikan studinya di Qom, tapi meskipun telah menghabiskan banyak waktu mempelajari Alkitab dan mendapat keterangan² dari mimpi², dia merasa belum benar² mendalami dan memahami misteri Yesus. Para ulama senior memberi Ali gelar Syeikh di saat wisuda dan mengirimnya ke Syria untuk memulai karirnya menjadi pemimpin para imam Syiah di sebuah daerah.

Agen Ganda bagi Kristus[sunting]

Di Syria, perubahan iman Jamal sangatlah dramatis karena dia dulu adalah seorang ulama Islam yang lalu berubah menjadi pendeta Kristen. Kakeknya adalah Mufti Besar dari Jalur Gaza yang ditakuti, dan sewaktu Jamal masih kecil di Palestina, ayahnya bekerja sebagai penasehat senior bagi Yasser Arafat. Hanya sedikit dari seluruh keluarganya yang bisa bersikap lebih fanatik daripada Jamal terhadap Islam. Tapi pertemuan Jamal dengan Yesus meruntuhkan pengaruh latar belakang keluarga dan imannya, dan sekarang Jamal membaktikan diri ke iman yang lain.

Karena mengetahui Islam secara mendalam dan didukung dengan pengalaman² pribadinya bertemu Yesus, Jamal menjadi sangat mahir berdialog dengan para Muslim sehingga banyak dari mereka yang beralih iman ke Kristus dan mengirim banyak dari mereka untuk mempelajari kebenaran Tuhan lebih dalam lagi. Dia seringkali tak kenal takut dalam bersaksi. Teman²nya pernah melihat dia saling berteriak, membela kebangkitan kembali Yesus, melawan prajurit Hezbollah yang bersenjata berat. Tapi bahkan Jamal sendiri jadi terkesima ketika imam baru untuk daerah itu - imam yang diimport dari Qom - datang mengetuk pintu depan rumahnya. Jamal khawatir kedatangannya adalah awal dari berakhirnya usaha penginjilannya yang cukup berhasil diantara umat Muslim.

Kedua pria itu saling tatap muka untuk beberapa detik. Ali yang pertama kali bicara: "Bolehkah saya masuk?"

Jamal melirik cepat di sekeliling halaman dan jalanan di depan rumahnya. Ali membaca pertanyaan dalam lirikan mata Jamal itu. "Ya, saya sendirian saja kok."

Jamal menyadari tujuan kunjungan ini - apapun maksudnya - disebut untuk berdiplomasi. "Apakah engkau Syeikh Imam Ali?"

Ali tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Aku merasa terhormat bahwasanya engkau bersedia berkunjung ke rumahku. Wah, mari masuk ke dalam."

Dia membuka pintu depan rumahnya bagi tamunya dan mengajaknya tanpa sepatah katapun menuju ruang tengah. Jamal memaksa untuk tidak menengok ke belakang. Jika orang itu mencoba membunuhku, hal itu tergantung hati nurani sang imam karena tega menyerangnya dari belakang. Sewaktu Jamal menawarkan Ali untuk duduk, sang syeikh memasukkan tangannya ke dalam lapisan kain jubahnya. Jika sang imam berteriak "Allahu Akbar" dan mengeluarkan pisau, Jamal tentunya tidak sekaget dibandingkan apa yang lalu terjadi.

Sang syeikh memegang sebuah Alkitab di tangan kanannya. Dia mengangkat Alkitab itu tinggi² dan mengumumkan, "Buku ini adalah kebenaran! Aku telah membacanya diam² selama enam tahun sekarang." Lalu diapun mengeluarkan Qur'an dengan tangan kirinya. "Dan buku ini hanyalah dongeng belaka. Percaya pada buku ini bagaikan percaya sama film Disney."

Jamal memandang Alkitab lalu Qur'an lalu ke wajah Ali. Dia mengajukan satu²nya pertanyaan yang terlintas di kepalanya saat itu: "Mau minum teh atau kopi?"

Sang imam meminta kopi tapi menolak duduk di kursi. Kedua pria itu lalu duduk di lantai di ruang tengah rumah Jamal. Selama empat jam Ali menyampaikan keterangan tentang penyelidikan perbandingan kitab sucinya di Qom dan mimpi²nya bertemu Yesus. Jamal terkekeh saat mendengar kisah Ali yang memberitahu teman sekamarnya bahwa dia mengalami "mimpi² buruk" sewaktu dia mendengar Ali meneriakkan nama Yesus dalam tidurnya. Sang imam menjelaskan rasa cintanya pada Yesus dan betapa mengherankannya bahwa Orang yang dia temui dalam mimpi mengatakan hal yang sama seperti apa yang dibaca Ali keesokan harinya di Injil! Bahwa mimpi²nya membimbingnya pada Alkitab meyakinkan Ali bahwa dia tidaklah gila.

Tapi Syeikh Ali mempunya dua pertanyaan serius dan berharap Jamal bisa membantunya. Dia kurang mengerti tentang Trinitas dan dia ingin mendapat penjelasan yang lebih terang.

"Aku Siap Mati Bagimu"[sunting]

Sewaktu siang hari bertemu dengan sore hari, istri Ali kembali ke rumahnya. Rasa panik segera tampak di wajahnya tatkala dia melihat seorang pria asing duduk bersama suaminya di ruang tengah. Mengerti akan kekagetan istrinya, Ali dengan cepat berdiri dan berterima kasih pada istrinya karena memperbolehkan dia bercakap-cakap begitu lama dengan Jamal. Istrinya lalu membujuk keduanya untuk terus duduk berbicara dan menyediakan sepiring roti kering bagi mereka.

Jamal juga ingin bertanya, tapi dia menunggu sampai Ali selesai dengan semua pertanyaannya. Di seluru percakapan ini, Jamal tidak yakin: apakah orang ini telah bertekad menyerahkan diri pada Tuhan?

Seakan mengetahui pertanyaan yang akan diajukan Jamal, Ali diam sejenak, lalu berdiri tegak dan menatap kedua mata Jamal. "Aku siap menjadi pengikut Yesus. Aku ingin jadi orang Kristen. Aku tahu keputusan ini bisa membahayakan nyawaku, tapi aku bersedia melakukannya karena inilah kebenaran. Aku telah mencari kebenaran ini selama bertahun-tahun."

Jamal menyalami tangan Ali. "Tuhan telah mengirim engkau ke sini untuk mempengaruhi semua imam di daerah ini. Tidak salah lagi. Aku akan mengajarimu lebih lanjut agar imanmu bertambah kuat. Engkau butuh itu karena jika engkau mengumumkannya di depan orang banyak, maka mereka akan membunuhmu. Engkau adalah investasi yang begitu berharga bagi mereka sehingga mereka tentu tak akan diam saja jika tahu engkau berubah iman ke Kristen."

Ali menganggukkan kepala. Lalu Jamal melanjutkan, "Jika mereka membunuhmu, maka aku juga siap mati bersama engkau."

Jamal menggenggam tangan Ali lebih erat.

"Mari berdoa."

Referensi[sunting]

  1. Menurut laporan DEBKA (8 Juni, 2011), "Fordo adalah fasilitas bawah tanah yang dijaga ketat, terletak di pusat² militer yang mengelilingi kota suci Qom dan dilindungi oleh misil² pertahanan udara. Letaknya jauh di dalam sebuah gunung" (www.debka.com).