Lompat ke isi

Hans Andersen's Fairy Tales/The Farm-yard Cock and the Weather-Cock

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Hans Andersen's Fairy Tales  (1888)  oleh Hans Christian Andersen
The Farm-yard Cock and the Weather-Cock

diterjemahkan oleh Jeanne Charlene

Dengarkan versi lisan dari buku ini


THE FARM-YARD COCK, AND THE WEATHER-COCK.


Pada suatu waktu, ada dua ayam jantan, yang satu berdiri di atas tumpukan kotoran, sementara yang lainnya berada di atap. Keduanya sombong, tetapi pertanyaannya adalah, siapa di antara mereka yang paling berguna? Sebuah dinding kayu memisahkan halaman unggas dari halaman lain, di mana terdapat tumpukan kotoran yang melindungi sebuah lahan mentimun. Di lahan itu tumbuhlah sebuah mentimun besar yang menyadari sepenuhnya bahwa ia adalah tanaman istimewa yang membutuhkan perawatan khusus di halaman hangat. “Itu adalah hak istimewa dari kelahiran,” pikir mentimun itu, “tidak semua orang bisa terlahir sebagai mentimun. Harus ada makhluk lain juga. Ayam-ayam, bebek-bebek, dan ternak di halaman sebelah adalah makhluk-makhluk yang berbeda, dan ada ayam jantan di halaman, aku bisa mengaguminya saat dia berdiri di atas dinding kayu. Dia jelas jauh lebih penting daripada penunjuk angin di atap sana, yang meskipun berada di tempat tinggi, bahkan tidak bisa berderit, apalagi berkokok. Lagipula, dia tidak punya ayam betina atau anak ayam, hanya memikirkan dirinya sendiri, dan berkarat hijau. Tapi ayam jantan di halaman itu benar-benar seperti ayam jantan sejati. Gaya berjalannya seperti tarian, dan kokoknya seperti musik. Ke mana pun dia pergi, semua orang langsung tahu. Betapa hebatnya dia! Jika saja dia mau datang ke sini, bahkan jika itu berarti dia akan memakan aku habis, tangkai dan semuanya, itu akan menjadi kematian yang indah,” kata mentimun itu.

Pada malam hari, cuaca menjadi sangat buruk. Induk ayam, anak-anak ayam, bahkan ayam jantan sendiri mencari perlindungan. Angin kencang merobohkan sekat yang memisahkan dua halaman dengan suara keras. Genteng-genteng pun jatuh berhamburan dari atap, tetapi ayam penunjuk arah angin tetap berdiri kokoh. Ia bahkan tidak berputar. Sebenarnya, ia memang tidak bisa berputar, meskipun baru saja dibuat dan masih segar. Ia "lahir" dalam keadaan dewasa sepenuhnya, dan sama sekali tidak mirip dengan burung-burung yang terbang di bawah lengkung langit, seperti burung gereja dan burung layang-layang. Ia memandang rendah burung-burung kecil itu, menganggap mereka hanya sekadar burung yang bercicit dengan ukuran kecil, yang diciptakan hanya untuk bernyanyi. Burung merpati, menurutnya, memang berukuran besar dan bersinar di bawah sinar matahari seperti mutiara, sehingga sedikit menyerupai dirinya sebagai ayam penunjuk arah angin. Namun, ia menganggap mereka gemuk dan bodoh, hanya memikirkan makan sepuasnya. "Selain itu," katanya, "mereka adalah makhluk yang sangat membosankan untuk diajak berbicara."

Burung-burung pengembara sering mengunjungi ayam penunjuk arah angin dan menceritakan kisah-kisah dari negeri asing, tentang rombongan besar yang melintas di udara, serta cerita-cerita seru tentang pertemuan dengan perampok dan burung pemangsa. Cerita-cerita ini sangat menarik ketika didengar untuk pertama kalinya, tetapi ayam penunjuk arah angin tahu bahwa mereka selalu mengulang cerita yang sama, sehingga lama-kelamaan menjadi membosankan. "Mereka membosankan, begitu pula semua orang lainnya, tidak ada yang pantas untuk diajak bergaul. Semuanya melelahkan dan bodoh. Dunia ini tidak ada artinya—hanya dipenuhi dengan kebodohan," katanya.

Ayam penunjuk arah angin adalah sosok yang disebut "sombong," dan sifat itu saja sebenarnya bisa membuatnya menarik di mata sang mentimun jika saja dia mengetahuinya. Namun, perhatian sang mentimun hanya tertuju pada ayam jantan di halaman, yang akhirnya benar-benar muncul di halamannya sendiri, sebab badai dahsyat itu telah berlalu, tetapi angin kencang telah merobohkan pagar kayu.

"Apa pendapat kalian tentang kokokanku tadi?" tanya ayam jantan halaman kepada para induk ayam dan anak-anaknya. Kokok itu terdengar agak kasar dan kurang anggun, tetapi mereka tidak mengkritiknya. Sebaliknya, mereka melangkah ke atas tumpukan kotoran sambil memandang sang ayam jantan yang berjalan dengan gagah, seolah-olah ia seorang ksatria. "Tanaman kebun," katanya kepada mentimun. Sang mentimun mendengar kata-kata itu dengan penuh perasaan, kata-kata itu menunjukkan bahwa sang ayam jantan halaman mengenalinya. Dia pun melupakan kenyataan bahwa ayam jantan itu sedang mematuk dan memakannya—sebuah kematian yang membahagiakan! Lalu para induk ayam berlari mendekat, diikuti oleh anak-anak mereka, karena di mana satu ayam berlari, yang lain pasti mengikutinya. Mereka berkaok-kaok dan mencicit sambil memandang sang ayam jantan dengan bangga, karena mereka merasa terhormat menjadi miliknya. "Kukuruyuk!" kokoknya dengan penuh percaya diri. "Anak-anak ayam di kandang ini akan tumbuh menjadi unggas besar jika suaraku terdengar di seluruh dunia." Para induk ayam dan anak-anak mereka berkaok-kaok, mencicit, dan mendengarkan dengan penuh antusias. Kemudian sang ayam jantan memberi mereka kabar besar. "Seekor ayam jantan bisa bertelur," katanya. "Dan apa yang kalian pikir ada di dalam telur itu?" Dalam telur itu terdapat seekor basilisk. Tak ada yang dapat menahan pandangan terhadap basilisk. Manusia tahu kekuatanku, dan sekarang kalian juga tahu apa yang aku mampu lakukan, dan betapa terkenalnya aku ini." Dengan kata-kata ini, ayam jantan di halaman itu mengepakkan sayapnya, mengangkat jambulnya, dan berkokok lagi, hingga mereka semua gemetar, bahkan ayam betina dan anak ayam, namun mereka bangga bahwa salah satu dari ras mereka memiliki ketenaran seperti itu di dunia. Mereka berkeriuk dan berkokok hingga ayam jantan di atap mendengarnya: ia sudah mendengar semuanya, namun tidak bergerak sedikit pun. "Semua itu omong kosong," kata sebuah suara dari dalam ayam penunjuk arah, "ayam jantan di halaman tidak bertelur, sama seperti aku, dan aku terlalu malas. Aku bisa saja bertelur telur angin jika aku mau, tapi dunia ini tidak layak untuk telur angin. Sekarang aku tidak berniat untuk duduk di sini lebih lama lagi.” Setelah itu, ayam jantan penunjuk arah itu terjatuh ke halaman. Dia tidak membunuh ayam jantan di halaman, meskipun induk ayam mengatakan dia berniat melakukannya. Dan pesan moralnya adalah, “Lebih baik berkokok daripada terlalu sombong dan akhirnya jatuh."

Sumber: The Farm-yard Cock and the Weather-Cock di Wikisource