Lompat ke isi

Hans Andersen's Fairy Tales/The Little Mermaid

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Hans Andersen's Fairy Tales  (1888)  oleh Hans Christian Andersen
The Little Mermaid

diterjemahkan oleh Chantique

Putri duyung.—Laut yang tenang.

THE LITTLE MERMAID

Jauh di tengah lautan, di mana air lautnya berwarna biru seperti bunga milu biru yang sangat indah, dan sejernih kristal, laut itu sangat, sangat dalam. Begitu dalam, hingga tidak ada tali yang bisa menjangkaunya: bahkan jika banyak menara gereja disusun bertumpuk-tumpuk sekalipun, tetap tidak akan bisa mencapai dari dasar hingga ke permukaan air. Di bawah sana, tinggal Raja Laut dan rakyatnya.

Kita tidak bisa membayangkan kalau di dasar laut tidak ada apa-apa kecuali hambaran pasir kuning yang luas. Tidak, tentu saja tidak; bunga dan tumbuhan yang paling unik tumbuh di sana; daun dan batangnya begitu lentur, sehingga sedikit saja terjadi guncangan, maka mereka akan tampak bergerak seolah-olah memiliki nyawa. Ikan-ikan, baik yang besar dan yang kecil, meluncur di antara cabang-cabang tumbuhan itu, seperti burung yang terbang di antara pepohonan di daratan.

Di tempat terdalam dari semuanya, terdapat istana Raja Laut. Temboknya terbuat dari karang, dan jendela-jendela panjang yang bergaya gotik dan terbuat dari amber yang paling jernih. Atapnya terbentuk dari kerang-kerang yang membuka dan menutup seiring dengan aliran air yang melewatinya. Mereka sangatlah indah, karena di setiap kerang terdapat mutiara berkilauan, yang pantas menjadi mahkota bagi seorang ratu.

Sudah bertahun-tahun Sang Raja laut telah menjadi duda, dan ibunya yang sudah tua membantu mengurus rumah tangganya. Ia adalah seorang wanita yang sangat bijaksana, dan sangat bangga terhadap darah bangsawannya, oleh karena itu, Ia memakai dua belas tiram pada ekornya, sementara para duyung lain, walaupun juga dari kalangan bangsawan, mereka hanya diizinkan untuk memakai enak tiram saja.

Namun, Ia memang patut untuk mendapatkan banyak pujian, karena perhatian yang Ia berikan pada semua putri, yaitu cucu-cucunya. Mereka adalah enam anak yang cantik, tetapi anak yang paling kecil merupakan yang paling cantik di antara mereka semua, kulitnya sehalus dan seindah kelopak mawar, dan matanya yang berwarna biru terlihat seperti laut terdalam. Namun, seperti semua duyung lainnya, Ia tidak memiliki kaki, melainkan sebuah ekor sebagai gantinya. Sepanjang hari, mereka senang bermain di aula-aula besar istana atau di antara bunga-bunga yang tumbuh dari dinding-dindingnya. Jendela-jendela besar yang terbuat dari amber dibiarkan terbuka lebar, sehingga ikan-ikan dapat berenang masuk, persis seperti burung layang-layang yang masuk ke dalam rumah kita ketika jendela rumah terbuka. Bedanya, ikan-ikan itu berenang mendekati para putri, makan dari tangan mereka, dan membiarkan diri mereka dielus.

Di luar istana, terdapat sebuah taman yang indah, di sana tumbuh bunga-bunga berwarna merah terang dan biru tua, serta bunga-bunga yang tampak seperti nyala api. Buah-buahannya juga berkilauan seperti emas, sementara daun dan batangnya bergoyang terus-menerus. Tanahnya sendiri merupakan pasir terbaik, tetapi berwarna biru seperti api belerang yang terbakar. Segala sesuatu di sana diselimuti oleh cahaya biru yang aneh, seolah-olah dikelilingi oleh udara dari atas, di mana langit biru bersinar menggantikan kegelapan kedalaman laut. Dalam cuaca tenang, matahari dapat terlihat, menyerupai bunga berwarna ungu dengan cahaya yang memancar dari kelopaknya.

Setiap putri memiliki sebidang kecil tanah di taman, tempat mereka bisa menggali ataupun menanam sesuai keingan mereka. Salah satu dari mereka mengatur petak bunganya agar dapat berbentuk paus, sementara yang lain merasa akan lebih baik jika membuatnya menyerupai figur putri duyung kecil, tetapi, petak milik putri bungsu berbentuk bundar seperti matahari, dan dihiasi dengan bunga-bunga semerah sinar matahari saat senja. Dia adalah anak yang aneh, pendiam, dan penuh pemikiran, sementara saudari-saudarinya merasa senang dengan benda-benda menakjubkan yang mereka temukan dari bangkai kapal.

Putri bungsu tersebut hanya peduli dengan bunga-bunga merahnya yang cantik sepeti matahari, dan sebuah patung marmer yang indah. Patung yang menggambarkan seorang pemuda tampan, yang diukir dari batu putih murni, yang jatuh ke daasar laut dari kapal karam. Dia menanam pohon dedalu tangis berwarna merah muda di samping patung itu. Pohon itu tumbuh dengan megah dan segera menggantungkan cabang-cabang segarnya di atas patung tersebut, sehingga hampir mengenai pasir biru di bawahnya. Bayangan itu berwarna ungu, dan bergoyang ke sana kemari seperti dahan-dahannya; seakan-akan mahkota pohon dan akarnya sedang bermain, dan mencoba untuk saling berciuman.

Bagi dirinya, tidak ada yang dapat memberinya kebahagiaan sebesar mendengar cerita tentang dunia di atas permukaan laut. Dia suka membuat neneknya yang sudah tua itu untuk menceritakan semua yang dia tahu tentang kapal-kapal, kota, manusia, hingga binatang yang ada di daratan. Baginya, mendengar bahwa bunga-bunga di daratan memiliki aroma, tidak seperti yang ada di bawah laut, sangatlah mengagumkan dan indah, mendengar bahwa pohon-pohon hutan berwarna hijau, dan bahwa ikan-ikan yang berada di antara pohon-pohon dapat bernyanyi begitu merdu, hingga mendengarnya saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Neneknya senang menyebut burung-burung kecil sebagai ikan, karena jika tidak, sang putri tidak dapat memahaminya, sebab dia belum pernah melihat burung.

"Ketika usiamu mencapai lima belas tahun," kata sang nenek, "kamu akan diperbolehkan untuk pergi ke dunia luar, duduk di batu di bawah sinar bulan, sementara kapal-kapal besar berlayar, dan kamu akan bisa melihat hutan-hutan serta kota-kota yang ada."

Pada tahun berikutnya, salah satu dari para putri akan berusia lima belas tahun, tetapi karena selisih usia dari setiap putri adalah satu tahun, yang paling muda harus menunggu lima tahun sampai gilirannya tiba untuk naik ke permukaan laut, dan melihat dunia seperti kita. Namun, mereka berjanji untuk menceritakan kepada yang lain tentang apa yang mereka lihat pada kunjungan pertama mereka, dan apa yang menurut mereka paling indah. Karena nenek mereka tidak dapat menceritakan semuanya, ada begitu banyak hal yang jadi ingin mereka ketahui. Tidak ada yang sangat menantikan gilirannya tiba seperti si putri bungsu, dia yang harus menunggu paling lama, dan yang sangat pendiam dan bijaksana.

Pada malam hari, sang putri bungsu sering berdiri di dekat jendela yang terbuka, memandang ke atas melalui air laut biru yang gelap, dan melihat ikan-ikan yang berenang sambil memercikkan sirip dan ekor mereka. Ia bisa melihat bulan dan bintang bersinar secara samar-samar, tetapi melalui air, semua terlihat lebih besar dibandingkan yang terlihat langsung dari mata kita. Ketika ada sesuatu seperti awan hitam yang melintas diantara dirinya dan cahaya yang terpancar, ia tahu bahwa ada sesuatu seperti paus yang sedang berenang di atasnya, atau sebuah kapal penuh dengan manusia, yang tidak akan pernah membayangkan kalau seorang putri duyung cantik yang sedang berdiri di bawah mereka, mengulurkan tangan putihnya ke arah lunas kapal mereka.

Begitu putri tertua berumur lima belas tahun, ia diizinkan untuk pergi ke daratan. Saat ia kembali, ia memiliki banyak sekali hal untuk diceritakan, tetapi yang menurutnya paling indah adalah berbaring di bawah sinar bulan, di atas gundukan pasir, pada laut yang tenang yang dekat dengan pantai, dan memandang sebuah kota besar di dekatnya, di mana semua lampu berkelip-kelip seperti ratusan bintang, mendengar suara alunan musik, suara kereta kuda, suara orang-orang berbicara, serta suara lonceng gereja yang bergema riang dari menara-menaranya yang tinggi. Tetapi, karena ia tidak dapat pergi melihat semua itu secara langsung, keinginannya menjadi bertambah besar. Oh, betapa antusiasnya sang adik bungsu mendengar cerita itu! dan setelahnya, ketika ia berdiri di dekat jendela menatap melalui air laut niru yang gelap, dia membayangkan kota besar, dengan segala kesibukan dan keramaiannya, dan bahkan membayangkan dirinya dapat mendengar suara lonceng gereja bergema hingga ke bawah laut.

Pada tahun berikutnya, sang putri kedua diiizinkan untuk pergi ke daratan, dan berenang ke mana pun yang Ia mau. Ia naik tepat saat matahari mulai terbenam, dan menurutnya, itu adalah pemandangan terindah yang Ia lihat. Seluruh langit tampak seperti emas, sementara awan-awannya berwarna ungu dan merah muda, yang tidak dapat ia gambarkan, melayang-layang di atasnya. Sekawanan angsa liar terbang lebih cepat daripada awan, ke arah matahari terbenam, terlihat seperti tudung putih panjang yang membentang di sepanjang lautan. Ia pun juga berenang menuju matahari, namun, sang matahari tenggelam ke dalam ombak, dan warna kemerahannya memudar dari awan dan laut.

Kemudian giliran putri ketiga pun tiba, dia yang paling berani di antara yang lain, dan dia berenang ke sungai besar yang bermuara ke laut. Di tepiannya, ia melihat bukit-bukit hijau yang dipenuhi tumbuhan merambat yang indah, istana dan kastil mengintip dari balik pepohonan megah di dalam hutan. Dia mendengar burung-burung berkicau, dan sinar matahari begitu terik sehingga Ia terpaksa harus menyelam ke dalam air untuk menyejukkan wajahnya yang terbakar. Di sebuah sungai kecil, ia menemukan sekelompok anak manusia kecil, sedang telanjang, dan bermain di dalam air, ia ingin bermain bersama mereka, tetapi mereka melarikan diri dengan ketakutan; dan kemudian seekor binatang kecil berwarna hitam muncul di tepi air; binatang itu adalah seekor anjing, tetapi ia tidak mengetahuinya, karena ia belum pernah melihat anjing sebelumnya. Hewan itu menggonggong begitu keras hingga ia ketakutan dan buru-buru kembali ke laut lepas. Namun, ia berkata bahwa ia tidak akan pernah melupakan hutan yang indah, bukit-bukit hijau, dan anak-anak kecil yang bisa berenang di air meskipun mereka tidak memiliki ekor ikan.

Putri keempat lebih pemalu dari yang lainnya, dia memilih tetap berada di tenggah laut, tetapi menurutnya keindahannya sama seperti di dekat daratan. Dia bisa melihat sejauh bermil-mil di sekelilingnya, dan langit di atas tampak seperti lonceng kaca. Dia sempat melihat kapal juga, tetapi dari jarak yang jauh mereka terlihat seperti burung camar. Lumba-lumba bermain di ombak, dan paus besar menyemburkan air dari lubang hidungnya hingga tampak seperti seratus air mancur sedang berlangsung di setiap arah.

Ulang tahun putri kelima jatuh pada musim dingin, jadi saat gilirannya tiba, Ia dapat melihat hal-hal yang belum pernah dilihat oleh saudarinya yang lain. Lautnya tampak berwarna hijau, dan gunung-gunung es besar mengapung di sekitarnya. Ia berkata kalau setiap gunung es itu terlihat seperti mutiara, tetapi jauh lebih besar dan lebih megah daripada gereja-gereja yang dibangun oleh manusia.

Sumber: The Little Mermaid di Wikisource