Jalur Kereta Api di Nusantara

Transportasi sungai yang awalnya memiliki peran penting dalam mobilitas dan perekonomian masyarakat secara bertahap mulai tergeser oleh perkembangan transportasi darat, khususnya kereta api. Selain pesatnya pembangunan jaringan kereta api, pendangkalan sungai juga menjadi faktor utama berkurangnya fungsi sungai sebagai jalur transportasi. Ketersediaan sarana transportasi yang memadai semakin dibutuhkan seiring dengan meningkatnya arus perdagangan hasil perkebunan untuk ekspor sejak diberlakukannya sistem Tanam Paksa.
Gagasan pembangunan jaringan kereta api pertama kali dikemukakan oleh Kolonel Jhn. Van Der Wijk dan mendapat dukungan dari J. Trom, seorang insinyur yang menjabat sebagai kepala bagian pengairan dan bangunan. Pada tahun 1860, Raja Willem III menugaskan Menteri Urusan Jajahan, T.J. Stilcjes, untuk melakukan penelitian terkait rencana tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, T.J. Stilcjes merekomendasikan agar jalur rel dibangun melalui rute Ungaran-Salatiga. Perusahaan swasta Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) memulai pembangunan jalur kereta api di Indonesia pada 17 Juni 1864, dimulai dari Desa Kemijen, Semarang. Enam tahun kemudian, tepatnya pada 10 Agustus 1870, kereta api pertama mulai beroperasi. Pada tahun 1874, jalur kereta api tersebut telah mencapai Yogyakarta.Semarang dipilih sebagai lokasi awal pembangunan rel kereta api karena memiliki peran strategis bagi Pemerintah Kolonial Belanda. Selain berfungsi sebagai pusat administrasi, Semarang juga menjadi pusat perdagangan, terutama untuk komoditas utama saat itu, yaitu gula.[1]
Pembangunan Jalur Kereta Api di Jawa Timur
[sunting]
Setelah Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) memulai pembangunan jalur kereta api hingga Yogyakarta, perusahaan kereta api negara, Staatsspoorwegen Maatschappij mulai membangun jalur kereta api pada tahun 1875 di Surabaya, Jawa Timur. Berdasarkan Staatsblad (Stbl) 1875 No. 141, pemerintah menyerahkan lahan kepada Staatsspoorwegen Maatschappij untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan Surabaya hingga Malang. Selanjutnya, Staatsspoorwegen Maatschappij melanjutkan pembangunan jalur kereta api di Jawa Timur berdasarkan penyerahan lahan dari pemerintah yang diatur dalam berbagai Staatsblad sebagai berikut: [2]
- Stbl. 1878 No. 201: Kertosono-Blitar
- Stbl. 1880 No. 138: Madiun-Surakarta
- Stbl. 1881 No. 14: Pasuruan-Probolinggo
- Stbl. 1884 No. 110: Surabaya-Kalimas
- Stbl. 1893 No. 214: Probolinggo-Panarukan
- Stbl. 1893 No. 296: Malang-Blitar
- Stbl. 1895 No. 212: Tarik-Kalimas
- Stbl. 1898 No. 13: Kalisat-Banyuwangi
- Stbl. 1899 No. 272: Gubeng-Kalimas
- Stbl. 1904 No. 11: Madiun-Suromoto
- Stbl. 1904 No. --- : Situbondo-Panji
- Stbl. 1910 No. 477 : Krian-Gempolkerep
- Stbl. 1916 No. 36 : Rogojampi-Benculuk
- Stbl. 1918 No. 346 : Gempolkerep-Ploso
- Stbl. 1919 No. 53 : Balong-Slahung
- Stbl. 1919 No. 312 : Tulungagung-Tugu
Pembangunan Jalur Kereta Api di Jawa Tengah
[sunting]
Pembangunan jalur kereta api oleh Staatsspoorwegen Maatschappij di Jawa Tengah dilakukan berdasarkan penyerahan lahan dari pemerintah yang diatur dalam Staatsblad sebagai berikut: [2]
- Stbl. 1884 No. 110: Yogyakarta-Cilacap
- Stbl. 1912 No. 312: Tulungagung-Tugu
Pembangunan Jalur Kereta Api di Jakarta dan Jawa Barat
[sunting]
Sebelum Staatsspoorwegen Maatschappij memulai pembangunan jalur kereta api di Surabaya pada tahun 1875, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij telah lebih dahulu membangun jalur kereta api Jakarta-Bogor setelah memperoleh izin penyerahan lahan dari pemerintah berdasarkan Staatsblad 1870 No. 4. Peresmian pengoperasian jalur Jakarta-Bogor berlangsung secara bertahap sebagai berikut[2] :
- 15 September 1871: Jakarta Kota - Gambir
- 16 Juni 1872: Gambir - Jatinegara
- 31 Januari 1873: Jatinegara - Bogor

Kemudian, aset jalur Jakarta-Bogor milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij dibeli oleh Staatsspoorwegen Maatschappij berdasarkan Staatsblad 1913 No. 469. Selain mengakuisisi aset tersebut, Staatsspoorwegen Maatschappij juga membangun jalur kereta api di Jakarta dan Jawa Barat berdasarkan penyerahan tanah dari pemerintah yang diatur dalam Staatsblad berikut[2]:
- Stbl. 1876 No. ---: Jakarta Kota - Tanjung Priok
- Stbl. 1878 No. 204: Bogor - Cicaleng
- Stbl. 1886 No. 254: Cicalengka - Garut
- Stbl. 1886 No. ---: Warungbandrek - Kasugihan
- Stbl. 1886 No. ---: Jakarta - Anyer
- Stbl. 1898 No. 222: Jakarta - Karawang
- Stbl. 1900 No. 8: Karawang - Padalarang
- Stbl. 1902 No. 17: Rangkas - Labuhan
- Stbl. 1909 No. 477: Cikampek - Cirebon
- Stbl. 1910 No. 175: Jatibarang - Indramayu
- Stbl. 1909 No. 198: Tasikmalaya - Singaparna
- Stbl. 1911 No. 7: Banjar - Parigi
- Stbl. 1912 No. ---: Cilegon - Merak
- Stbl. 1912 No. 32: Cirebon - Kroya
- Stbl. 1913 No. 469: Jakarta - Bogor (dibeli dari NISM)
- Stbl. 1916 No. 36: Karawang - Rengasdengklok
- Stbl. 1916 No. 65: Rancaekek - Tanjungsari
- Stbl. 1920 No. 150: Dayeuhkolot - Majalaya
- Tanah Abang - Manggarai
- Angke - Kampung Bandan
Pembangunan Jalur Kereta Api di Sumatera
[sunting]
Pemerintah kolonial Belanda mengembangkan jaringan transportasi darat berupa jalur kereta api di beberapa wilayah utama di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Di Pulau Sumatera, Staatsspoorwegen Maatschappij memiliki beberapa cabang yang mengelola jalur kereta api di berbagai daerah. Di Sumatera Barat, jaringan ini dikenal dengan nama Staatsspoorwegen ter Sumatera Westkust, sementara di Aceh dikelola oleh Atjeh Staatsspoorwegen. Di Sumatera Utara, jalur kereta api dikelola oleh perusahaan Deli Spoorweg Maatschappij, sedangkan di Sumatera Selatan, pengelolaannya berada di bawah Zuid Sumatera Staatsspoorwegen. Pengembangan jaringan ini bertujuan untuk memperlancar distribusi hasil bumi dan mendukung kepentingan ekonomi kolonial di wilayah-wilayah tersebut.[3]

Pemerintah kolonial Belanda menginisiasi proyek pembangunan jalur kereta api di Pulau Sumatera sebagai bagian dari upaya memperluas jaringan transportasi darat. Di Sumatera Utara, pembangunan jalur kereta api dimulai pada tahun 1886 dan berlangsung selama lebih dari lima dekade hingga selesai pada tahun 1937. Sementara itu, di Sumatera Barat, proyek pembangunan jalur kereta api dimulai pada tahun 1891 dan rampung pada tahun 1921. Wilayah terakhir yang mendapatkan pembangunan jaringan kereta api adalah Sumatera bagian Selatan. Pembangunan di wilayah ini dimulai pada tahun 1914 dan berhasil diselesaikan pada tahun 1933. Jalur-jalur ini dibangun untuk mendukung aktivitas ekonomi, khususnya dalam pengangkutan hasil bumi dan komoditas ekspor yang menjadi andalan pemerintah kolonial.[4]
Daftar Referensi
[sunting]- ↑ Ratnawati, Y. (2014). Perkembangan perkeretaapian pada masa kolonial di Semarang Tahun 1867-1901. Journal of Indonesian History, 3(2). https://journal.unnes.ac.id/sju/jih/article/view/7329
- ↑ 2,0 2,1 2,2 2,3 Zen, Drs. Dasrin. (2000). Tanah Kereta Api. Bandung : PT Kereta Api (Persero).
- ↑ Prayogo, Y.B. (2017). Kereta Api Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Jogja: Bangkit Publisher.
- ↑ Oktaviani, A., Mahdi, S. S., & Rachmedita, V. (2024). Perkembangan Transportasi Kereta Api sebagai Penunjang Industri Perkebunan di Keresidenan Lampung 1830-1933. Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah, 8(1), 101-112.