Perjalanan Sang Sepiak

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Perjalanan Sang Sepiak

Erma Br. Ginting

Kisah ini terjadi di sebuah desa yang bernama Simpang Katis. Di Simpang Katis ada sepasang suami istri yang sudah lama menikah, tetapi belum mendapatkan keturunan. Siang malam mereka tidak pernah Ieiah berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak.

Pada suatu subuh saat suaminya masih lelap dalam tidurnya, si istri berdoa. "Ya Allah, berikan aku seorang anak, biar pun sepiak ku kan senang menerimanya," ujar si istri sambil menangis.

Doa sang istri yang tulus ternyata didengar oleh Tuhan. Tidak berapa lama, hamillah dia. Sewaktu mengandung anak itu, sang istri selalu ceria. Tiada hari tanpa syukur dalam hidupnya. Si istri sangat yakin bahwa kehamilannya benarbenar anugerah dari Yang Kuasa. Akan tetapi, saat anaknya lahir, dia terkejut karena anak laki-lakinya lahir dalam keadaan tidak sempurna. Persis seperti isi doanya, putranya hanya memiliki tubuh sepiak, tetapi keterkejutannya tidak berlangsung lama. Beberapa saat sang istri ingat bahwa Tuhan tidak salah dalam memberi. Dialah yang sebenarnya salah dalam meminta. Setelah mengingat hal itu, sang istri tidak merasa kecewa. Dia menerima kenyataan bahwa putranya hanya sepiak. Dengan kenyataan itu juga sang istri akhirnya menamai putranya Sang Sepiak.

Dalam kebahagiaannya ternyata si istri harus menerima kenyataan pahit. Tidak lama sesudah kelahiran putranya, si suami meninggal dunia. Tinggalah si ibu dan anaknya, Sang Sepiak. Dengan segala keterbatasannya si ibu merawat Sang Sepiak. Dalam setiap tindakan dia tidak pernah lupa akan kebesaran Tuhan. Dalam hati si ibu selalu yakin, kalau doa yang salah pun dapat Tuhan berikan, pasti akan lebih mudah lagi bagi Tuhan untuk mengabulkan doa yang benar. Dengan keyakinan itu si ibu selalu berdoa agar Tuhan memberikan kesehatan kepada putranya.

Hari demi hari berlalu, tidak terasa Sang Sepiak sekarang sudah berusia lima belas tahun. Sang Sepiak mulai menyadari bahwa tubuhnya tidak sempurna. Sepiak dijauhi oleh teman-temannya. Karena tidak tahan menrima perlakuan itu, akhirnya Sepiak angkat bicara. "Bu, mengapa bentuk tubuhku seperti ini, tidak sama seperti yang lain?"

“Sabarlah, Nak, ini semua takdir dari Yang Mahakuasa."

“Di mana Yang Mahakuasa itu, Bu. Aku mau menemui dia!”

"Tak seorang pun tahu di mana tempat tinggalnya, Nak!"

"Ibu bohong, kalau Ibu tak tahu di mana Yang Mahakuasa tinggal, dari mana Ibu tahu kalau tubuhku begini, merupakan takdir dari Yang Mahakuasa?"

“Sepiak, dengar ibu. Dahulu Ibu pernah berdoa agar Tuhan mengaruniai seorang anak. Dalam doa Ibu bersedia menerima seorang anak walaupun hanya sepiak. Tidak lama sesudah itu, Ibu hamil dan lahirlah kamu."

“Kalau beriku aku mohon Ibu memberi restu, aku ingin pergi mencari Yang Mahakuasa. Aku mau supaya tubuhku utuh, sama seperti tubuh orang yang Jain."

“Pergilah, Nak, Jbu merestuimu. Saat kepergianmu Jbu akan berdoa agar Yang Mahakuasa Iekas bertemu denganmu.”

Dengan restu ibunya, Sang Sepiak pergi mencari keberadaan Yang Mahakuasa. Desa demi desa sudah ia Jalui. Dalam perjalanan mencari Yang Mahakuasa, Sepiak melewati sebuah pondok. Dalam pondok itu ada beberapa orang yang sedang bermain judi. Orang itu heran melihat wujud Sepiak. Oleh karena itu, mereka memanggil Sepiak.

“Hai anak muda, engkau akan ke mana?"

“Saya akan pergi mencari Yang Mahakuasa supaya Dia memberikan wujud seutuhnya."

“Saya berpesan, kalau kamu bertemu Yang Mahakuasa, katakan bahwa saya ingin Tuhan menyediakan neraka yang paling dalam buat saya."

“Baik kalau begitu, akan aku sampaikan pesanmu.”

Sepiak kemudian melanjutkan perjalanannya. Kadang panas matahari menembus ubunubunnya, tetapi Sepiak tidak menghiraukannya. Hujan yang mengguyur tubuhnya pun tidak menjadi halangan bagi Sepiak demi mewujudkan keinginannya.

Sewaktu Sepiak melewati desa berikutnya, ia bertemu dengan seorang pemuda. Sepiak yakin bahwa pemuda ini baru saja selesai sembahyang. lni terbukti karena si pemuda sedang melipat sejadah di atas ;>ebuah batu dan si pemuda juga mengenakan peci. Ketika melihat Sepiak lewat, si pemuda bertanya.

“Hai Jang, kamu mau ke mana?"

“Saya mau mencari Yang Mahakuasa untuk memohon agar tubuhku yang hanya sepiak ini menjadi utuh."

“Bolehkah aku titip pesan buat Yang Mahakuasa?”

"Tentu saja boleh, memangnya Kakak mau pesan apa?"

“Begini, kalau kamu bertemu dengan Yang Mahakuasa, tolong beritahukan kepada-Nya bahwa saya mau supaya Yang Mahakuasa menyediakan surga yang paling dalam untuk saya. Saya berhak mendapatkan itu karena saya tidak pernah meninggalkan sembahyang lima waktu. Buktinya, coba kamu lihat batu itu. Batu itu sampai berbentuk karena saya selalu menggunakannya untuk sembahyang.”

Sang Sepiak mengalihkan pandangannya. Memang betul ucapan pemuda ini pikirnya.

“Baiklah, kalau Kakak maunya begitu. Aku akan menyampaikan pesan Akak saat aku bertemu dengan Yang Mahakuasa.”

Setelah beristirahat sejenak, Sepiak pun melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanan yang panjang itu, Sepiak melewati sebuah kebun yang penuh dengan pohon binjai. Sepiak berpikir alangkah sejuk jika dia berteduh sejenak di bawah pohon bijai tersebut. Sewaktu Sepiak berteduh, seorang bapak tua datang menghampirinya.

“Hendak ke mana Jang panas terik begini jalan sendiri?"

“Oh Bapak, saya mau mencari Yang Mahakuasa untuk memohon agar diberikan tubuh yang utuh."

“Ke mana kamu mau mencarinya, Jang?"

“Ke mana sajalah Pak, saya yakin berkat dora dari Ibu, saya akan bertemu dengan Yang Mahakuasa jika waktunya tiba."

“Kalau begitu, bolehkah saya titip pesan untuk Yang Mahakuasa?"

“Boleh saja Pak, memang Bapak mau pesan apa?"

“Jang, coba kamu perhatikan pohon binjai ini. Buahnya lebat, tetapi rasanya kurang manis sehingga agak sulit memasarkannya. Jika kau bertemu dengan Yang Mahakuasa, katakan bahwa saya sangat mengharapkan buah binjai ini manis. Jadi, saya akan mudah menjualnya."

“Baiklah Bapak, saya tidak akan melupakan pesan itu.”

Setelah hilang penat di kakinya, Sang Sepiak kembali melanjutkan pencariannya. Dia melangkah ke mana arah yang diinginkan hatinya. Sang Sepiak membiarkan hatinya memimpin langkahnya. Terkadang kakinya menginjak duri, tetapi tidak dihiraukannya.

Betapa semangatnya Sepiak, dia adalah manusia biasa. Tubuhnya tidak mampu lagi diajak kompromi. Semangat hati yang berkobar kalah oleh keinginan tubuh yang fana. Antara sadar dan tidak sadar Sang Sepiak akhirnya tertidur di bawah pohon di pinggir jalan setapak. Dalam tidurnya Sang Sepiak bermimpi. Dia bermimpi mendengar sebuah suara, tetapi dia tidak melihat si empunya suara itu.

“Hai Sang Sepiak mengapa engkau mencariku?"

“Siapakah Anda?" tanya Sepiak.

“Akulah yang engkau cari. Akulah Yang Mahakuasa itu."

“Yang Mahakuasa, aku mencari engkau karena aku ingin supaya Yang Mahakuasa memberikan tubuh yang utuh. Kata ibuku bahwa Yang Mahakuasa sanggup menjadikan tubuhku sempurna."

“Aku mampu memenuhi keinginanmu, asal engkau memenuhi syarat yang aku minta."

“Katakanlah syarat itu, aku akan berusaha melakukannya."

“Syaratnya engkau harus selalu sembahyang lima waktu. Jangan sekali pun engkau meninggalkannya."

“Kalau begitu, aku akan melaksanakannya dengan baik, tetapi ada pesan yang harus aku sampaikan kepada Yang Mahakuasa."

“Pesan apa? Sampaikanlah! Aku siap mendengarkan engkau?"

“Pesan pertama datang dari seorang penjudi. Dia ingin supaya Yang Mahakuasa menyediakan neraka yang paling dalam untuknya. Dia sadar bahwa dosanya sangat besar sehingga neraka yang paling dalam setimpal dengan dosanya."

“Suruhlah dia sembahyang lima waktu, maka aku akan menyediakan surga yang terdalam untuknya. Apakah masih ada pesan yang lain?"

“Ada, pesan ini datang dari seorang pemuda yang rajin sembahyang lima waktu. Sampai-sampai batu tempat dia melakukan sembahyang sudah berbentuk. Katanya dia ingin supaya Yang Mahakuasa menyediakan surga yang terdalam untuknya."

“Katakan pada pemuda itu bahwa aku akan menyediakan neraka yang paling dalam untuknya. Dia tidak layak masuk surga karena dia sangat sombong. Sembahyang lima waktunya tiada berarti bagiku, karena kesombongannya lebih besar daripada amal baktinya. Apakah masih ada pesan yang lain?"

“Benar, pesan ini datang dari seorang bapak yang mempunyai pohon binjai. Bapak itu sangat mengharapkan supaya Yang Mahakuasa menjadikan buah binjainya berasa manis."

“Suruhlah dia sedekah buah binjai, pasti semua buah binjainya akan berasa manis. Syaratnya dia harus memberi sedekah tanpa pamrih.”

Setelah mendengar semua itu, terbangunlah Sang Sepiak dari tidurnya. Betapa bahagia hatinya karena ternyata tubuhnya sudah utuh. Saat itu juga Sang Sepiak langsung berdoa dan mengucap syukur kepada Yang Mahakuasa yang telah memberinya tubuh yang utuh. Dia juga bersyukur karena Yang Mahakuasa memberinya ibu yang taat dan tabah menjalani kehidupan ini. Setelah selesai berdoa, Sang Sepiak melangkah pulang. Dia sangat bahagia.

Dalam perjalanan pulang Sang Sepiak sengaja menemui bapak tua pemilik binjai itu. Dia menyampaikan pesan Yang Mahakuasa. Bapak tua itu sangat senang dan dia pun menjalankan pesan ang Mahakuasa. Ternyata benar, buah binjainya berasa sangat manis.

Di desa yang dilewati Sepiak berikutnya, dia sengaja menemui si pemuda yang rajin sembahyang. Sang Sepiak pun menyampaikan pesan Yang Mahakuasa kepada pemuda itu. Saat mendengar pesan itu si pemuda sangat terpukul. Dia merasa Yang Mahakuasa benar-benar tidak adil. Dia marah kepada Yang Mahakuasa dan akhirnya jadi gila.

Dalam bahagianya Sang Sepiak tak lupa bahwa dia harus menyampaikan pesan Yang Mahakuasa kepada si penjudi. Jadi saat melewati pondok tempat para penjudi itu Sang Sepiak menyempatkan diri untuk berbicara dengan si penjudi yang pernah menitip pesan kepadanya.

Setelah mendengar pesan Yang Mahakuasa, si penjudi sangat bersyukur. Dia sadar bahwa Yang Mahakuasa ternyata masih memberi ampun baginya. Pada saat itu juga dia meninggalkan meja judi. Dia berjanji akan menjalankan sembahyang lima waktu. Jadilah dia seorang yang sangat alim dalam hidupnya.

Sang Sepiak merasa kewajibannya menyampaikan pesan dari Yang Mahakuasa sudah selesai. Pulanglah Sang sepiak ke rumah ibunya. Sewaktu sang ibu melihat Sang Sepiak, dia sangat terkejut. Dan si ibu sangat bahagia karena ternyata Yang Mahakuasa benar-benar mendengarkan doanya.

Sang sepiak pun tetap menjalankan sembahyang lima waktu. Dia tidak pemah melupakan pesan Yang Mahakuasa. Tetapi pada suatu hari saat berkerja di ladang, Sang Sepiak kelelahan. Karena terlalu Ieiah dia ketiduran dan sembahyangnya terlewatkan. Begitu bangun dari tidurnya, Sang Sepiak menemukan tubuhnya sudah kembali seperti semula. Matanya tinggal satu, kakinya tinggal satu, tangannya juga tinggal satu.

Sang Sepiak sangat menyesal karena telah melalaikan pesan Yang Mahakuasa. Dia menyesal karena lebih mengutamakan pekerjaan daripada sembahyang. Tapi penyesalan Sang sepiak tiada guna. Apa mau dikata nasi telah menjadi bubur. Dia menerima takdirnya kembali menjadi sepiak yang dulu.

Keterangan:

  • Sepiak artinya sebelah
  • Jang singkatan dari Bujang, sebutan untuk leleki bujang
  • Akak singkatan dari kakak, panggilan untuk pria yang dianggap lebih tua oleh penyapa