Raja Panatih dan Kuau Putih

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Raja Panatih dan Kuau Putih

Rony Amdriansyah Sastra

Cerita rakyat yang berjudul "Raja Panatih dan Kuau Putih" ini berasal dari daerah Enim Sumatra Selatan.

Ada seorang raja mempunyai ladang yang cukup luas. Raja itu mempunyai seorang istri bernama Rejeni dan anak raja yang tertua bernama Putri. Putri sudah bertunangan dengan seorang pemuda pendatang yang tampan dan baik hati.

Pada suatu hari, sang Raja membuat bubu. Ketika melihat ayahnya membuat bubu, Putri tidak suka karena bubu dapat merusak habitat ikan yang ada di air sungai. "Hai Ayah, berhentilah membuat bubu jahat seperti itu. Kalau bubu dipasangkan, ikan akan mengena.” Putri berusaha menasihati ayahnya.

Setelah mendengar celotehan anaknya, sang Raja tidak menghiraukan. "Kalau mendapat ikan, engkau tidak boleh memakannya."

Setelah mendengar ayahnya berkata seperti itu, Putri pun menjawab, “Ya. Saya tidak akan memakannya kalau mendapat ikan."

Keesokan hari bubu itu selesai dikerjakan. Sang Raja tidak sabar untuk menguji coba hasil karyanya sendiri. Ia berharap ikan akan banyak terperangkap di dalam bubu. Sang Raja pun pergi ke sungai. Setelah sang Raja di sungai, bubu diletakkan perlahan-lahan di pinggiran sungai yang aliran airnya cukup deras.

Setelah menunggu satu malam, sang Raja kembali ke sungai untuk memeriksa bubu yang sudah dipasang di pinggiran aliran sungai yang cukup deras. Dengan sangat hati-hati dan berharap-harap cemas bubu pun mulai diangkat oleh sang Raja.

"Waw banyak benar ikannya," kata sang Raja. Betapa terkejutnya, ternyata banyak ikan yang terperangkap ke dalam bubu.

Dengan hati yang gembira, Raja berkata, "Tidak sia-sia hasil jerih payahku." Dengan langkah yang pasti raja membawa pulang ikan-ikan hasil tangkapan ke pondok.

Setelah di pondok, raja tak sabar untuk memanggil istrinya, "Rejeni!" katanya. Banyak benar hasil bubuku hari ini. Raja teringat dengan janji Putri. "Oh ya, Putri jangan disuruh memakannya.”

Putri mendengar ucapan ayahnya tersebut. “Ya!" kata Putri. "Saya tak akan memakannya.” Putri menjawab seruan ayahnya tersebut.

Sang Raja rupanya tidak sabar ingin merasakan gulai ikan hasil masakan Rejeni. "Olahlah! Gulailah," kata Raja. Hari menjelang siang seperti biasa sang Putri pergi ke sungai untuk mandi membersihkan tubuhnya, mencuci rambut, dan mencuci beberapa helai pakaian. Putri sangat menikmati rutinitasnya tersebut.

Cukup lama Putri berada di sungai, tak terasa terik matahari sudah merasuki tubuhnya. Setelah pekerjaan semuanya selesai, Putri kembali ke pondok. Betapa terkejutnya Putri, karena pintu pondok sudah tertutup.

Putri pun penasaran, untuk menghilangkan rasa penasaran tersebut, Putri memberanikan diri mengintip dari sela-sela lubang pintu. Putri melihat dengan asyik dan lahapnya ayah, ibu, dan adiknya menikmati gulai ikan hasil masakan ibunya.

Putri pun mencari alasan untuk bisa masuk. "Ibu buka pintu! Saya mau mengambil sisir," kata Putri.

Setelah mendengar teriakan anaknya tersebut, sang Raja mengalihkan perhatian istrinya. "Tambahkan kuah, patahkan kepalanya!"

Ketika mendengar hal itu, Putri menunduk, ia duduk di beranda. Lalu, Putri berseru, "Ibu buka pintu! Ambilkan baju! Saya kedinginan sekali di luar sini Bu. Saya baru selesai mandi di sungai." Putri berusaha meyakinkan ibunya.

Raja tidak memperdulikan anaknya. "Tambah kuah. Patahkan kepalanya! Putri jangan ditinggali,” kata Raja.

Putri sangat sedih ketika mendengarkan perkataan ayahnya tersebut. Karena merasa tidak dipedulikan lagi, Putri pun ingin mengubah dirinya menjadi kuau putih. "Ibu saya akan menjadi kuau putih saja." Karena Putri tidak bisa menahan kesedihan, air matanya berlinang.

Dengan sangat terpaksa Putri mengepak-ngepakkan tangan minta menjadi kuau putih. Perlahan-lahan dari tubuh Putri telah keluar bulu-bulu halus dan dua buah sayap. Setelah semuanya sempurna, Putri menjadi kuau putih. Dengan sangat hati-hati Putri mencoba mengepakkan sayapnya. Dan, Putri berhasil, dia sudah dapat terbang ke sampiran kain.

Ketika melihat kejadian tersebut, orang-orang kampung merasa terharu dan sedih. Mereka pun segera memberitahukan kepada raja. Mereka berkata, "Oi, Raja bukalah pintu! Anakmu telah menjadi burung, telah hinggap di sampiran kain,"

Raja pun tidak menghiraukan perkataan orang-orang kampung tersebut. "Tidak mungkin,” kata raja. "Orang akan dapat menjadi burung.”

Semakin merasa tidak dihiraukan, Putri yang berwujud kuau putih, mulai mengepak-ngepakkan sayapnya kembali, terbang, dan hinggap di atas pondok orang lain. Ketika melihat kuau putih terbang semakin tinggi, orang-orang kampung semakin risau. "Oi, Raja, anakmu terbang ke atas pondok orang lain." "Telah menjadi burung, menjadi kuau putih. Mau ditangkap tidak dapat lagi.”

Putri yang sudah berwujud kuau putih memberikan pesan kepada ayah dan ibunya. Lalu, kata Putri, "Makanlah kalian kenyang-kenyang, saya terbang menjadi kuau putih!" Setelah berkata kuau putih mulai mengepak-ngepakkan sayapnya kembali dan terbang hingap di pohon ara yang tinggi. Dia terbang tinggi.

Akibat peristiwa tersebut, raja dan anaknya, Putri, menjadi buah bibir orang-orang kampung. Lalu, orang kampung mendatangi kekasih Putri. Kekasih Putri adalah pemuda pendatang. Mereka menceritakan apa yang telah terjadi terhadap Putri, yaitu Putri telah menjadi kuau putih karena merasa tidak diperdulikan lagi oleh keluarganya. Kuau putih telah terbang dan hinggap di pohon ara.

Setelah mendengar hal itu, pikiran pemuda pendatang menjadi linglung dan bingung, seakan-akan tidak percaya apa yang telah diceritakan oleh orang-orang kampung. Kekasihnya telah menjadi burung. Dengan cepat sang pemuda pendatang mendatangi pohon ara yang dihinggapi oleh kuau putih. Kuau putih hendak ditangkap, tetapi tidak dapat. Dia telah terbang ke atas pohon ara yang tinggi dan telah bercampur dan menyatu dengan burung lain.

Pemuda pendatang tidak cepat berputus asa, dia mencari akal untuk bisa menangkap kuau putih jelmaan dari kekasih pujaannya tersebut. Pemuda pendatang mendatanginya dengan membawa sehelai kain. Dengan sangat perlahan-lahan dan hati-hati, pohon ara tinggi itu dinaikinya. Ia meraba-raba perlahan dan duduk di dahan pohon ara besar tersebut. Untuk mengelabui kuau putih, dia berselimut kain putih.

Ketika melihat itu, burung-burung berada di dalam pohon ara yang lain mendekati pemuda pendatang yang berkain putih dan meniti dahan kayu ara. Pemuda pendatang dititi oleh burung-burung itu. Ketika burung-burung lain meniti, kuau putih ikut meniti pula. Kuau putih tidak tahu bahwa ia sedang meniti kekasihnya. Pemuda pendatang tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah ada di depan mata. "Cas .. . ops." Kaki kuau putih ditangkap oleh pemuda pendatang.

“Nah . . . alhamdulillah, inilah yang selalu kutunggu dan kurindukan kuau putih ."

“Kerjaku tidur di sini tidak ada yang lain hanya untuk mencarimu, menangkapmu, dan mengembalikanmu seperti seorang putri.”

Kuau putih tertangkap dan dibawa turun. Setelah sampai di bawah Sang Putri diletakkan di tanah, dalam sekejap kuau putih berubah kembali menjadi Putri, gadis yang dicintainya. Sang pemuda pendatang sangat gembira karena pujaan hati telah kembali seperti semula. Dan, dia merasa tidak sia-sia pencarian dan penantiannya selama ini.

Untuk memberitahukan keberhasilannya itu kepada raja dan orang-orang kampung, sang pemuda pendatang mengajak Putri pulang dan menghadap Tuan Panatih. Ketika melihat kedatangan pemuda pendatang dan Putri, orang-orang kampung sangat senang dan gembira. Orang-orang kampung memberitahukan kabar gembira ini kepada Raja Panatih. Kata orang-orang kampung, "Hai Raja Panatih, anak Tuan sudah kembali, sudah menjadi Putri dan dibawa oleh pemuda pendatang.”

Raja Panatih terkesan angkuh. Setelah mendengar berita tersebut dari orang-orang kampung, Raja Panatih merasa tidak percaya. "Ah, tidak mungkin, kami sudah menjadi kerak tikar, sudah kurus kering memikirkan Putri itu." Raja Panatih sudah merasa gundah dan gelisah. "Kapan dia mau pulang?”

Setelah mendengar jawaban tersebut, orang-orang kampung berusaha meyakinkan Raja Panatih, "Oi, benar. lni dia. Lihatlah dulu anakmu sudah menanti di luar! Bukalah pintunya!”

Akhirnya, Raja Panatih dengan terpaksa membuka pintunya. Ketika pintu dibuka, memang benar pemuda pendatang itu telah membawa Putri. Raja Panatih sangat gembira dan Raja Panatih sangat menyesali dan meminta maaf kepada anaknya. Raja Panatih sangat berterimah kasih kepada pemuda pendatang.

Raja Panatih pun merestui pernikahan Putri dengan pemuda pendatang. Setelah mendengar persetujuan dari Raja Panatih, pemuda pandatang dan Putri sangat gembira. Akhirnya, jerih payah dan doa mereka membawa hikmah yang besar. Kemudian, mereka berdua bersatu dalam ikatan perkawinan.