Lompat ke isi

Armenia yang Terampas/Bab 6

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas


BAB VI


PEREKRUTAN UNTUK HAREM-HAREM KONSTANTINOPEL


Para pengasingan dari kotaku dibawa ke sebuah kemah di luar Arabkir. Pada hari ketiga, perbukitan di sekeliling kami memutih karena kedatangan pasukan Kurdi Aghja Daghi. Mereka menunggu sampai larut malam dan kemudian mereka bergerak ke arah kami. Mereka berjumlah ratusan, dan ketika mereka berniat mencari wanita untuk uang, mereka mulai mengumpulkan para gadis dan wanita muda.

Aku berusaha untuk menutupi diriku sendiri ketika seberombongan kecil orang Kurdi datang mendekat. Namun, aku terlambat. Mereka membawaku pergi, dengan puluhan gadis lain dan istri muda dari rombongan yang ditangkap. Mereka membawa kami ke rumah-rumah mereka di sepanjang lembah, perbukitan dan gurun di luar. Disana, mereka melucuti pakaian yang masih melekat di badan kami. Dengan tongkat panjang, mereka menunjukkan para gadis yang menjerit, atau yang memberontak kepada mereka. Mereka dipukuli sampai daging mereka ungu dengan darah mengalir. Hatiku sendiri sangat dipenuhi pikiran dari ibuku yang terluka dan malang. Aku tak dapat menangis. Aku bahkan tak kuat untuk melawan mereka ketika mereka mulai mengambil orang-orang yang diambil oleh orang-orang Turki dan Kurdi dari para wanita yang ditangkapi oleh mereka.

Ketika orang-orang Kurdi berniat untuk memperlakukan kami dengan buruk, mereka membuat kami terpojok, dalam keadaan masih telanjang, ke kuda mereka. Setiap gadis, dengan tangan mereka terikat di belakang punggungnya, diikat kakinya sampai ujung tali yang dipasangkan di sekitaran leher kuda. Kemudian, mereka meninggalkan kami—mereka maupun kuda-kuda mereka tak dapat melarikan diri.

Aku seringkali terpukau semenjak aku datang ke Amerika, di tempat kehidupan sangat berbeda dari daerahku, ketika setiap orang baik mendatangiku dapat membayangkan penderitaan pada malam itu saat aku terbaring di bawah sinar bulan, tanganku terikat dan kakiku tertahan pada hewan yang menggelisahkan tersebut.

Nampak terjadi sedikit tragedi di daerah tersebut—sangat sedikit penderitaan yang sebenarnya. Aku dapat sangat meyakini bahwa, dengan aku bebas dari berbulan-bulan saat ini, terdapat daratan yang tidak ada hukuman dalam meyakini Tuhan.

Ketika fajar menyingsing, orang-orang Kurdi datang untuk melepas kuda-kuda mereka. Ini adalah kekhasan orang-orang Kurdi yang paling ganas sekalipun para tawanan mereka selalu dibiarkan makan. Orang-orang Kurdi akan merampok atau melecehkan korban-korban mereka, khususnya wanita Kristen, namun mereka tak akan mencuri makanan mereka. Ketika tawanan mereka tak memiliki makanan, mereka akan membaginya dengan mereka. Orang-orang Kurdi lebih ringan tangan ketimbang orang-orang Turki, dan nyaris semua kejahatan para bandit gurun pasir tersebut terinspirasi oleh para majikan Turki mereka.

Ketika mereka bersantap roti dan meminum air yang mereka bawa kepada kami, orang-orang Kurdi menaikkan kami ke kuda-kuda mereka dan bergerak menuju ke utara. Jumlah para gadis lebih banyak dari orang-orang Kurdi, dan kami seringkali bergantian agar membagi beban ganda di antara kuda-kuda.

kami tak tahu kemana kami dibawa, maupun apa yang terjadi. Setelah berjam-jam berkendara, akumerawat seorang Kurdi yang—entah karena ia baik hati atau suka berbincang—menjawab pertanyaan-pertanyaan permohonanku. ia berkata kepadaku bahwa Pasya agung berada di Egin, sebuah kota di sebelah utara, yang datang dari Konstantinopel secara khusus untuk mengambil kepentingan terhadap gadis-gadis Armenia. Kata orang Kurdi tersebut, Pasya ini bahkan membayar uang kepada gadis-gadis Kristus yang sehat dan memohon dibawa ke hadapannya.

Egin berada di tepi Kara Su. Dari Erzindjan, Shabin Kara-Hissar dan Niksar, ribuan orang Armenia didatangkan ke Egin. Disana, sepasukan khusus telah ditugaskan untuk melakukan pembantaian terhadap orang-orang Kristen. Semuanya mengelilingi perbukitan dan dataran di luar sejumlah besar jasad yang masih tak tertutupi. Kami melintasi selokan-selokan panjang yang telah digali oleh para tahanan yang dibebaskan dari penjara-penjara Turki untuk keperluan tersebut, dan dalam upaya dibuat untuk mengubur jasad-jasad orang Armenia. Namun para tahanan yang dalam keadaan lapar dapat keluar dari pekerjaan mtersebut agar mereka diberi kebebasan, dengan kaki dan tangan pria dan wanita yang masih timbul dari pasir yang telah digali di sekitaran mereka.

Terdapat banyak orang Armenia kaya di Egin. Tempat tersebut merupakan tempat pertemuan karavan-karavan kaya dari Samsoun, Trebizond dan Marsovan, yang menuju ke Harpout dan Diyarbekir. Selama bertahun-tahun, penduduk Turki dan Armenia telah menjadi tetangga yang baik. Ketika perintah pertama untuk deportasi dan pembantaian mencapai Egin, para wanita Armenia kaya lari ke teman-teman Turki mereka, para istri agha dan bey kaya, dan memohon mereka untuk memperantarai mereka. Pada waktu itu, ada seorang misionaris Amerika di rumah sakit di Egin yang menjadi penerjemah yang ditugaskan pada Kedutaan Besar Amerika Serikat di Konstantinopel. ia diberi ijin dari Kaimakam untuk mengirimkan pernyataan melalui telegraf ke Duta Besar Amerika Serikat, Tuan Morgenthau, untuk para penduduk Kristen di kota tersebut.

Pada waktu itu, para wanita Armenia kaya memberikan seluruh perhiasan, peralatan perak dan barang berharga lainnya kepada para istri perwira Turki, dan cara ini memberikan janji agar mereka tak akan dijamah sampai pernyataan datang dari Konstantinopel. Dubes AS memohon kepada Talaat Bey, Menteri Dalam Negeri, dan Enver Pasha, Menteri Perang, agar mengijinkan orang-orang Armenia di Egin untuk tetap tak diganggu di rumah-rumah mereka.

Terdapat percekcokan besar di antara orang-orang Kristen di Egin. Beberapa hari kemudian, rombongan pengasingan pertama dari desa-desa di bagian barat mencapai kota tersebut pada perjalanan mereka menuju selatan. Mereka berjalan selama tiga hari dan diperlakukan kejam oleh para zaptieh yang mengawasi mereka. Para gadis mereka diambil dan wanita muda mereka dipermainkan para prajurit tersebut. Mereka juga meminta air dan roti, dan pasukan Turki tak memberikan apapun kepada mereka.

Orang-orang Armenia di Egin terketuk hatinya dengan kondisi para pengasingan tersebut, namun mereka khawatir untuk menolong mereka. para pengungsi berkemah pada malam hari di lapangan kota tersebut. Pada malam hari, para zaptieh dan prajurit bebas berbuat apapun terhadap wanita muda yang masih ada di antara para pengasingan tersebut dan jeritan mereka menggetarkan hati para penduduk. pada pagi hari, pendeta Armenia di kota tersebut tak dapat bertahan lebih lama lagi—ia datang ke lapangan dengan roti beserta air dan berdoa. Kaimakam telah menyaksikan kejadian semacam itu!

Ia mengirim para prajurit untuk mengirim pendeta tersebut ke hadapannya. Ia juga mengirim dua puluh pengusaha Armenia utama dan membawa mereka ke ruangannya. Ketika orang-orang Armenia berdatangan, para prajurit tersebut dikerahkan terhadap pendeta tersebut dan mulai menyiksanya, menarik rambutnya dan memelintir jari tangan dan kakinya dengan penjepit, yang merupakan penyiksaan yang disukai Turki. para prajurit menanyainya ketika mereka memelintir penjepit mereka:

“Apakah kami tak menasehati mereka untuk memberontak? Apakah kami memberikan senjata kepada mereka yang diseludupkan pada roti?”

Pendeta tersebut menyangkal seraya berteriak. Dua puluh pria dibariskan di satu sisi ruangan. Dalam tipu dayanya, Kaimakam telah mengerahkan para prajuritnya di kejauhan dari orang-orang Armenia. Ketika pendeta tersebut terus disiksa dan jeritannya melemah menjadi erangan, orang-orang Armenia tak dapat bertahan lebih lama lagi. Mereka menghadapkan diri mereka sendiri kepada para penyiksa—yang tak menyerang mereka, namun memohon belas kasihan terhadap pria suci tersebut. Kemudian, para prajurit melompati mereka dan membunuhi mereka semua.

Kaimakam melaporkan ke Konstantinopel bahwa tak mungkin lebih lama lagi untuk mengulur perintah Kementerian untuk membiarkan orang-orang Armenia di Egin untuk menetap—bahwa mereka telah memberontak dan menyerang para prajuritnya dan bahwa ia terpaksa membunuhi dua puluh orang dari mereka. Talaat Bey mengirim balik jawaban terkenal yang kini membakar dalam hati tiap orang Armenian di dunia—tanpa memandang dimana ia berada—karena mereka semua telah mendengarnya. Jawaban Talaat Bey adalah:

“Apa yang kamu lakukan dengan orang-orang Kristen itu menghibur.”

Usai jawaban ini dari Talaat Bey, Kaimakam mengeluarkan proklamasi yang memberikan orang-orang Armenia dari Egin hanya dua jam untuk bersiap dideportasi. Para wanita mengepung para perwira dan berkata kepada mereka: “Lihat, kami memberikan batu-batuan berharga kami kepada istri-istrimu, dan kami memberikan mereka banyak lira untuk diberikan kapadamu. Istri-istrimu menjanjikan perlindungan kepada kami, dan kami tak melakukan hal apapun untuk merusak kepercayaanmu. Pria-pria kami tak menyerang para prajuritmu dengan kekerasan.”

Namun para perwira hanya menatapi mereka. “Aku mengambil perhiasanmu dan uangmu apapun caranya,” jawab mereka.

Dalam dua jam, mereka dikumpulkan—semuanya orang Armenia di kota tersebut. Para prajurit datang di antara mereka dan mengambil banyak wanita muda. Disana, mereka merebut biara Kristen yang tepat di luar kota. Disana, terdapat sejumlah gadis Armenia lain bermukim sebagai murid.

Orang-orang Armenia memiliki banyak gerobak keledai dan kuda. Wanita berkata kepada mereka bahwa mereka akan dibawa kesana. para prajurit membagi para wanita dalam lima kelompok, mengikat mereka dengan tali dan merekatkan satu tali di setiap gerobak. Kemudian, mereka menggerakkan para keledai beserta kuda dan memaksa para pria untuk untuk menggerakkan gerobak-gerobak tersebut dengan para wanita mereka yang terikat. para prajurit tak mengijinkan para suami atau saudara atau putra untuk berbicara kepada para wanita mereka, tak peduli sekeras apa tangisan mereka ketika gerobak-gerobak tersebut ditarik.

Sejam di luar kota, para prajurit membantai para pria. Kemudian, mereka melepas ikatan para wanita dan menyiksa waktu. Setelah beberapa jam, mereka membantai para wanita yang masih hidup.

Kaimakam mengirim para perwira ke biara tempat wanita muda ditahan. Mereka menghadapkan mereka kepada para dokter Turki, yang menguji para gadis yang ditangkapi tersebut dan memilih mereka yang sehat dan kuat. Dari situ, pasukan Turki mengharuskan semua gadis yang terpisah untuk berdiri terpisah dari orang yang bukan gadis. Tunangan dan istri muda kemudian berkata bahwa mereka akan dikirim ke Konstantinopel, untuk dijual disana entah sebagai gundik atau budak petani Turki. Para gadis tersebut berkata kepada mereka bahwa mereka dapat menyelamatkan nyawa mereka jika mereka menyangkali agama mereka dan menerima Muhammad. Beberapa dari mereka didorong agar sepakat. Seorang Imam menyatakan rek’ah kepada mereka, dan mereka dikirim dalam keadaan tanpa harapan—entah dijadikan istri atau lebih buruk lagi.

Seorang gadis, putri pemimpin Armenia yang menjadi deputi dari distrik tersebut untuk Parlemen Turki, memiliki penampilan yang sangat cantik, dan seorang perwira menginginkannya untuk dirinya sendiri. Ia berkata kepadanya:

“Ayahmu, ibumu, saudaramu dan dua saudarimu telah terbantai. Para tante dan pamanmu beserta kakekmu terbantai. Aku berharap untuk menyelamatkamu dari penderitaan yang akan kami lakukan, dan nasib yang tak diketahui akan menimpa para pagis yang menjadi Muslim sekarang, dan nasib yang diketahui yang akan menimpa orang-orang yang baru lahir. Kini, jadilah gadis turki yang baik dan kau akan menjadi istriku—aku akan menjadikanmu, bukan sebagai gundik, namun istri, dan kamu akan hidup bahagia.”

Apa yang gadis tersebut jawab dan sangat dikenang baik oleh orang-orang Turki yang mendengarnya yang mereka katakan pada diri mereka sendiri sampai diketahui di seluruh distrik. Ia sangat menatapi wajah perwira Turki tersebut dan berkata:

“Ayahku tidak mati. Ibuku tidak mati, Para saudara dan saudariku, dan paman dan tante dan kakekku tidak mati. Mungkin benar kamu membunuh mereka, namun mereka tinggal di Surga. Aku harus hidup dengan mereka. Aku tak akan layak untuk mereka jika aku tak benar di hadapan Tuhan mereka dan aku. Aku dapat tinggal di Sungai dengan mereka jika aku menikahi pria yang tak aku cintai. Perlakukan aku dengan apa yang kamu harapkan.”

Para prajurit membawanya pergi. Tak ada orang yang tahu apa yang kemudian terjadi padanya. Para gadis lainnya yang menolak “beralih keyakinan” diberikan kepada para prajurit untuk dijual ke para agha dan bey. Sejingga tak ada orang Kristen yang dibiarkan hidup di Egin, kecuali para gadis kecil di harem-harem orang kaya—yang bernasib lebih buruk daripada mati.

Ketika orang-orang Kurdi menghampiriku dan gadis yang yang diculik denganku, kami sampai ke pusat kota Egin. Kami memohon kepada mereka untuk menghindarkan kerumunan pria dan wanita Turki di jalanan karena kami telanjang. Mereka tak menurutinya.

Kami dibawa ke halaman bangunan besar, yang aku pikir adalah gedung pemerintahan. Dalam kondisi memalukan, disana kami menemukan ratusan wanita Armenia muda lain, yang diculik dari rombongan pengasingan dari distrik-distrik Erzinjdan dan Sivas. Beberapa orang telah ada disana selama berhari-hari. Kebanyakan dari mereka tak berpakaian seperti halnya kami. Beberapa orang kehilangan pikiran mereka dan menjadi gila. Semuanya dilakukan untuk tontonan masyarakat yang bersama dengan Pasya agung, yang baru datang ke Egin pada malam sebelumnya.

Mereka kemudian mengetahui setelah kedatangan kami, Pasya ini adalah Kiamil Pasya, dari Konstantinopel. Saat itu, ia sangat tua, tak lebih dari delapan puluh tahun, ia membawa diriku dengan sangat teratur dan tegas. Sesekali, pada beberapa tahun sebelumnya, ia telah menjadi gubernur Aleppo dan dikenal di seluruh dunia karena kekejamannya terhadap orang-orang Kristen pada saat itu.Ia diketahui bertanggung jawab atas pembantaian tahun 1895, dan bahwa ia sempat dilengserkan dari jabatan atas permintaan Inggris, hanya untuk menghormati masa pensiunnya dengan pelantikan jabatan tinggidi Konstantinopel.

Bersama Kiamil Pasya, terdapat pula Bukhar-ed-Din Shakir Bey, yang, setelah aku pahami, adalah utusan Talaat Bey dan Enver Pasha.

Sebuah resimen prajurit datang dari Konstantinopel dengan Kiamil Pasya, dan berkemah tepat di luar kota tersebut. Resimen tersebut kemudian dikenal sebagai “Kasab Tabouri,” “resimen penjagal,” karena keterlibatannya dalam pembantaian lebih dari 50.000 orang-orangku, di bawah perintah Kiamil Pasya.

Kiamil Pasya dan Boukhar-ed-Din-Shakir Bey datang ke bangunan tempat kami didatangkan dan duduk di belakang meja di ruangan besar. Kami dibawa dalam jumlah dua puluh orang pada sekali waktu. Bahkan, orang-orang yang tak berbusana diperintahkan untuk berbaris di hadapan mejanya.

Pasya dan bey tersebut melirik kami secara brutal ketika kami berdiri di hadapannya. Itu yang terjadi pada orang-orang yang datang kepada masyarakat denganku, adalah apa yang terjadi pada semua orang lainnya.

“Yang Mulia Sultan, dalam kemurahan hatiku, mohon belas kasihan kepadamu, yang mewakili kalangan gadis Armenia berbahaya,” kata Boukhar-ed-Din-Shakir, seraya Kiamil menatap kami dalam keadaan diam. “Kamu telah terpilih dari banyak orang untuk menerima pemberkatan dari rasa sayang Yang Mulia. Kami diambil ke kota-kota besar Islam, di tempat kamu akan ditempatkan di bawah perlindungan kekaisaran di sekolah-sekolah yang didirikan untukmu, dan tempat kamu memahami hal-hal yang ditujukan untuk kamu ketahui, dan melupakan ajaran-ajaran orang tak percaya. Kamu akan diperlakukan baik dan dinikahkan sebagai kesempatan untuk dibesarkan dalam rumah-rumah Muslim yang baik, di tempat perilakumu akan ditempa.”

Itu adalah kata-katanya, karena aku benar-benar dapat mengingatnya. Tak ada gadis yang menjawabnya. Kami tahu lebih baik untuk menerima keyakinan dalam perjanjian Turki, dan kami tahu apa yang terjadi adalah kemurtadan yang ditunjang janji.

“Orang-orangmu yang yang berkehendak untuk menjadi Muslim akan mengokohkan kesiapan kami,” lanjut bey.

Meskipun aku tak dapat memahaminya, aku tak dapat menyalahkan orang-orang yang memberikan jalan saat ini. Pasya dan Bey tersebut tak berkata apa-apa lagi. Mereka hanya membakar kami dengan mata dingin berkilauan mereka, dan menunggu. Rombongan tersebut sangat ketakutan. Nyaris separuh gadis jatuh ke lutut atau lengan para gadis yang lebih kuat, dan mereka akan setuju seraya menangis.

Boukhar-ed-Din-Shakir mengibas tangannya ke para prajurit, yang mengarahkan atau membawa para gadis tersebut ke ruangan lain. Kami tak pernah mendengar mereka kagi. Kiamil masih nampak dingin dan diam kepada orang-orang yang menolak. Bey tak berkata sepatah katapun, namun mengangkat tangannya lagi. Kemudian, para prajurit mulai memukuli kami dengan cambuk keras yang panjang.

Mereka jatuh ke lantai di bawah cambukan. Para prajurit terus memukuli kami dengan pelan, yang mengatur cambukannya—aku dapat merasakannya sekarang, orang-orang yang bertahan, memotong tali cambukan yang dipakai oleh orang-orang Turki terhadap para penjahat yang mereka pukuli sampai mati. Seorang gadis menjerit untuk kemurahan hati dan meneriakkan nama Allah. Mereka membawanya ke ruang lainnya. Yang lainnya tak dapat mengeluarkan sepatah kata dari tenggorokannya. Ia melepaskan tangannya dari Pasya dan Bey, menerima cambukan di tangannya dan pergelangan tangannya sampai mereka melihat bahwa ia menyerah. Ketika ia juga dibawa ke luar. Yang lainnya pingsan, hanya yang bangkit dari pukulan yang tak dapat berhenti.

Sebanyak dua kali, aku kehilangan kesadaran. Pada kali kedua, aku tak sadar sampai kejadian tersebut berakhir dan, dengan lainnya yang masih membenarkan agama mereka, telah pergi ke halaman. Aku berpikir terdapat lebih dari empat ratus wanita muda di halaman ketika aku mula-mula dibawa kesana. Tak lebih dari dua puluh lima orang denganku saat ini—semua orang lainnya dipukuli sampai murtad. Tak ada orang yang dapat mengisahkan apa yang terjadi pada mereka. Kiamil dan Boukhar-ed-Din Shakir dikatakan mengirim lebih dari seribu gadis Armenia ke persinggahan Kiamil di Bosforus, di tempat mereka dirawat sampai kecantikan mereka pulih dan jiwa mereka sepenuhnya patah, ketika mereka dibawa ke para bey dan pasya kaya yang menjadi rekan politik Kiamil, Boukhar-ed-Din-Shakir Bey, dan Djevdet Bey dari Van.

Mereka berjaga di halaman selama empat hari, dengan tanpa bersantap selain sepotong roti setiap hari. Tiga wanita muda meninggal akibat luka mereka. Seringkali, pria dan wanita Turki akan datang ke melihat ke lapangan dan mengejek kami. Para anak laki-laki Turki terkadang diijinkan untuk melempari batu ke kami.

Pada hari keempat, kami dibawa oleh para zaptieh untuk bergabung dengan rombongan ribuan wanita dan anak-anak atau lebih yang didatangkan pada malam itu dari Baibourt. Seluruh wanita dalam rombongan tersebut berusia menengah atau sangat tua, dan anak-anak yang sangat kecil. Para gadis dan wanita muda ditinggalkan ketika rombongan tersebut mencapai Egin, dibawa ke kota tersebut untuk menghadap Kiamil dan Boukhar-ed-Din-Shakir Bey. Para anak laki-laki yang sudah besar diculik oleh orang Sirkasia. Nyaris tak ada bayi, karena bayi-bayi tersebut telah meninggal entah ketika ibu mereka diculik atau dibunuh oleh para prajurit.

Dengan rombongan tersebut, mereka datang tujuh jam dari kota tersebut dan berhenti disana untuk menunggu rombongan pengasingan yang lebih besar dari Sivas dan Erzindjan, yang bertemu di titik pada jalan menuju Diyarbekir.

Kedua rombongan tersebut melintas melewati Jurang Divrig, yang berjarak dekat. Para pengasingan dari Erzindjan tak pernah menghampiri kami. Mereka didatangkan ke jurang tersebut oleh Kasab Tabouri, resimen penjagal, dan semuanya dibantai. Terdapat empat ribu orang dalam rombongan tersebut. Tepat setelah pembantaian tersebut rampung, para pengasingan dari Sivas datang ke jurang tersebut dari sisi lain.

Para prajurit Kasab Tabouri berniat untuk mengerahkan tenaga mereka dalam membunuh 4,000 orang pengasingan dari Erzindjan dalam jangka waktu pendek sebelumnya, sehingga mereka jadikan olahraga penyambutan terhadap orang-orang dari Sivas, yang berjumlah lebih dari 11.000 pria, wanita dan anak-anak.

Sebagian dari resimen tersebut berdiri berbaris di sekitaran tepi jurang sampai para pemimpin Armenia dayang untuk melihat. Kepanikan sempat terjadi pada para orang pengasingan, dan mereka berbalik untuk melarikan diri, di samping pengawal mereka. Namun mereka menemukan sebagian resimen tersebut, yang menyadari dan dikerahkan di belakang mereka dan memotong pelarian mereka dari perangkap.

Ketika resimen tersebut menghadang, ribuan wanita, dengan para bayi dan anak-anak di genggaman mereka, memanjati tebing pada setiap sisi perlintasan sempit, dibantu para pria mereka, yang masih berada di jalan untuk berjuang dengan tangan dan batang mereka melawan para prajurit bersenjata.

Namun para zaptieh yang menyertai rombongan tersebut mengepung dasar tebing dan menangkapi para wanita yang melarikan diri. Kemudian, Kasab Tabouri membantai para pria sampai tak ada yang tersisa. Sejumlah pria yang meninggal berada di antara jasad-jasad teman mereka, dan sehingga menjabut nyawa mereka.

Sebagian para prajurit kemudian memanjati tebing di tempat para wanita bertahan. Mereka mengambil para bayi dari lengan para ibu dan melemparnya ke tebing ke para kamerad yang berada di bawah, yang menangkapi sebanyak mungkin orang yang didapat dengan bayonet. Ketika para bayi dan gadis kecil semuanya dijatuhkan dengan cara ini, para prajurit menghibur diri mereka semdiri sesambil membuat para wanita melompat—membidik bayonet kepada mereka, atau memukuli mereka dengan serentetan senapan sampai para wanita tersebut, dalam keputusasaan, lempat untuk menyelamatkan diri mereka sendiri. Ketika mereka bergulung ke dasar jurang, Para prajurit di bawah menyerang mereka dengan batu-batuan keras atau membidik bayonet mereka sehingga mereka akan bergulung ke mereka. Sebagian besar wanita berebut memanjat setelah jatuh dan para prajurit terpaksa memanjati kembali tebing tersebut, hanya untuk mendorong ke bawah.

Kasab Tabouri melakukan olahraga ini sampai gelap. Mereka diperintahkan untuk berjalan pada malam tersebut menuju Tshar-Rahya, sebuah desa yang berjarak tiga jam dari tebing tersebut, sehingga ketika kegelapan datang dan mereka melakukan permainan tersebut, mereka berkumpul dan menyanyi bersama, beberapa dengan bayi di bayonet mereka, yang lainnya dengan anak-anak yang sudah besar pada bopongan mereka, yang sangat dihibur dengan kejutan semacam itu. Beberapa orang menyelamatkan seorang gadis dari tumpukan jasad dan mengkirabnya dalam keadaan memalukan yang tak dapat dikatakan ke barak-barak Tshar-Rahya.

Hanya 300 dari seluruh 11.000 orang pengasingan yang hidup dan dapat berkirab di bawah arahan para zaptieh yang masih mengawal mereka. Mereka menemui kami di tempat mereka berhenti.