Lompat ke isi

Sejarah Zionisme, 1600-1918/Volume 1/Bab 21

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

BAB XXI.

INGGRIS DAN YAHUDI DI TIMUR

Damaskus dan Rhodes, 1840—Tuduhan anti-Yahudi—Wacana Yahudi di Inggris dan Prancis—Dua pandangan—Penindasan dan gagasan Zionis—Kesulitan inisiatif Yahudi—Sir W. R. W. Wilde.

Pada waktu itu, kejadian karakter kaut menggetarkan Yahudi di Timur. Pemukim Yahudi di Damaskus dan Rhodes ditujukan pada 1840 dalam penindasan kejam atas dakwaan palsu nan jahat bahwa mereka memakai darah manusia untuk perayaan Paskah Yahudi. Pada 7 Februari, seorang Imam Katolik bernama Patri Tomas mendadak menghilang dari kawasan Damaskus tempat ia bermukim. Karena ia terakhir kali nampak di dekat tempat cukur Yahudi, tempat tersebut dirampas dan diperiksa, dan akhirnya ditujukan untuk penyiksaan. Dalam kekejamannya, ia menuduh beberapa Yahudi utama membuat Padri Tomas meninggal. Sebagian besar Yahudi langsung dilempar ke penjara, dan kebarbaran paling keras tumbul pada mereka agar mendorong mereka untuk mengaku. Sebuah banding dibuat kepada Mehemet Ali, Pasha Mesir, untuk menghentikan kengerian tersebut, dan ia mengeluarkan perintah untuk diberlakukan, memerintahkan agar persoalan tersebut harus diselidiki di hadapan pengadilan yang terdiri dari para konsul Mesir yang secara khusus ditugaskan untuk keperluan tersebut. Pada masa akhir dari tahun tersebut, Yahudi dari Rhodes dituduh menculik pemuda Yahudi untuk tujuan membunuhnya, dan memakai darahnya pada Paskah Yahudi, namun setelah pengadilan dan penyelidikan panjang, dakwaan tersebut dinyatakan palsu. Dalam kasus tersebut juga kebarbaran besar muncul, dan Porte, dalam rangka menunjukkan esensi ketidakadilan yang dilakukan kepada Yahudi, menggulingkan Pasha Rhodes.

Peristiwa tersebut membangkitkan Israel dari keterpurukan berkepanjangan. Mereka menyetir wacana publik Yahudi di seluruh belahan dunia, dan secara khusus di Inggris dan Prancis. Seperti seluruh penindasan, mereka dijadikan untuk menghimpun solidaritas Yahudi. Hal pertama yang dilakukan adalah untuk menyelamatkan para martir tak bersalah; selain kebutuhan pertanyaan yang timbul soal bagaimana mencegah serangan serupa terhadap nyawa Yahudi, dan atas penghormatan terhadap agama Yahudi. Ini dibutuhkan untuk membangkitkan protes kuat melawan tuduhan yang buruk tersebut, untuk membuat perwakilan kepada Pemerintah untuk melindungi dan membantu Yahudi tertindas.

Sampai titik tersebut, para pemimpin Yahudi dari seluruh ranah opini menyusuri jalan yang sama. Ini hanya berada pada tahap yang kepedulian tempat umum dan penglihatan politik telah membagikan kelompok. Untuk hal tersebut, ini nampak mudah untuk mengurai seluruh kesulitan dan seluruh pertentangan secara cepat oleh beberapa keumuman, yang pikiran semacam itu diciptakan dengan unsur kebenaran, dan pertanyaan yang mereka anggap tak berguna. Penindasan yang dikatakan adalah fenomena temporer, dan akhirnya pembelaan harusnya menjadi temporer. Namun apakah penindasan Yahudi benar-benar hanya bersifat temporer? Apakah tak semua kerusuhan dan tuduhan terhubung dalam satu rantai? Jika tidak, untuk hal tertentu, apa dampak posisi dini dan tak menentu dari bangsa tanpa tanah air? Para dermawan yang berpandangan pendek, yang dipicu oleh ketakkeraguan dari hal tersebut, dianggap sebagai fakta soal apa mereka mengetahui soal kenyataan dari satu-satunya kemungkinan. Tak ada keraguan sebagaimana kepercayaan baik mereka, maupun keharusan kekeliruan liar apapun yang dikaitkan dengan mereka. Mereka mengambil satu bagian kebenaran, yakni, bahwa keadilan harus diterapkan pada Yahudi. Dengan mengaitkan pertanyaan kebangsaan dan wilayah, mereka tak memiliki pengalaman. Mereka mengetahui sedikit kondisi negara-negara tempat masyarakat Yahudi tinggal; psikologi masyarakat non-Yahudi di negara-negara tersebut tak diketahui pada mereka.

Namun, sejarah bertentangan dengan optimisme tinggi mereka, dan dalam pikiran benar-benar memikirkan orang-orang yang timbul keraguan akan apakah masa depan orang Yahudi dapat diamankan oleh pertahanan serambangan dan pemulihan langsung. Ini akan dihimpun untuk para optimis untuk mengencam kekhawatiran dari jenis ini sebagaimana jika mereka menjadi bida'ah. Mereka bukanlah aspirasi reaksioner; maupun mereka merupakan pendahuluan dari jiwa penghirauan terhadap kebijakan di luar batas kebijaksanaan manusia. Mereka berada dalam kenyataan dampak logis dari pengalaman dan pengamatan. Mereka mengungkap perwujudan sebenarnya dari masalah Yahudi, yang dikecilkan dan direndahkan oleh optimisme umum.

Perkara Damaskus, seperti peristiwa serupa dan setelahnya, menguji aspirasi Zionis, bukan karena Zionisme sebenarnya menjadi perwujudan penindasan, namun karena mengukai situasi Yahudi yang sebenarnya, yang, saat masa damai yang singkat, ia jelas-jelas tak memahami atau memutuskan untuk meliriknya.

Walau jauh dari sebab nyata—sebab nyata adalah seluruh sejarah Yahudi—penderitaan Yahudi selalu menjadi stimulus perasaan nasional Yahudi. Kasus Mortara pada 1860 membangkitkan Alliance Israélite Universelle, penindasan yang dimulai pada 1882 sampai pergerakan “Pecinta Zion,” dan perkara Dreyfus pada 1894 sampai pamflet Negara Yahudi buatan Herzl, 1896, yang memicu Zionisme modern. Dalam cara yang sama, perkara Damaskus dan Rhodes menjadi penyebab langsung perjalanan Montefiore, para perwakilan untuk Mehemet Ali terhadap para martir tak bersalah dan pendirian koloni-koloni Yahudi di Palestina, dan masyarakat di Inggris untuk dukungan kolonisasi Palestina. Sejumlah Yahudi di berbagai negara, dan khusus di Inggris, mulai menanyai diri mereka sendiri: Akankan segala penderitaan tersebut berakhir? Jawabannya adalah: Dua hal yang dibutuhkan:—

(1) Perlindungan Britania Raya terhadap Yahudi di Timur.

(2) Kolonisasi Palestina.

Wacana masyarakat kini mengambil hal berbeda; dan, apa yang lebih penting, karakter kesulitan dan pertentangan yang umum timbul telah menjadi sepenuhnya berbeda. Orang-orang mulai menyelidiki tentang Yahudi sendiri: akankah mereka atau akankah mereka tidak memutuskan untuk membentuk masyarakat baru untuk kolonisasi Palestina? Penjelasan besar menudul bahan diskusi yang berkembang. Esensi politik masa itu mengharuskan definisi, argumen, dan pembuktian, dimana agama yang mengisi perbandingan sebenarnya untuk insting pewahyuan, dan menempatkan seluruh persoalan pada ranah perasaan devosional atau pembayangan yang dinaikkan.

Akankah Yahudi pergi ke Palestina?

Dalam ranah hal apapun, seringkali tak dapat terjadi aagr sebuah negara bergerak dengan cepat sekuat apapun, walau pada saat yang sama mengalami perubahan damai dan selaras. Sehingga sebuah bangsa dapat nyaris berkembang dalam sehari. Kekaisaran akan menguap dalam kekhawatiran atau meledak dalam semangat. Namun kala perubahan keras semacam itu biasanya menjadi mengganas dan destruktif. Bangsa yang sangat terdemoralisasi akan ditinggalkan dengan sendirinya dalam kenangan sampai mimpi ambisi, mengalihkan penorehan pada pedang, dan menerobos perbatasan untuk menaklukan dunia. Bidang baru untuk keinginan besar atau kesenangan, penemuan benua, pengesahan mendadak wilayah subur atau tambang kekayaan, yang kini telah berdiri mengalihkan ras kuno dan ningrat menjadi segerombolan petualang. Namun ini menjadi sangat langka, nyaris tak disamakan, bagi orang-orang damai untuk menemukan pembukaan baru secara keseluruhan sesekali. Kemudian, terdapat keraguan soal keinginan Yahudi untuk penebusan.

Sisi demi sisi dengan perhatian mereka terhadap tanah kelahiran mereka, esensi rumah yang lama hilang membentnag dalam pada hati masyarakat Yahudi, dan tergambar padanya lewat penglaman panjang dalam lagu dan doa terasa di hati, dalam keinginan dan harapan, bukan dalam upaya pemberontakan. Namun dapatkah Yahudi oleh diri mereka sendiri, sebagai seluruh bangsa, atau masyarakat tercerai berai dan terpisah, sebagai minoritas tanpa pertahanan dan tertindas, mengambil kenyataan dari harapan menekan mereka? Walau ini adalah skema politik internasional, membuat Yahudi akan meningkatkan suara mereka dan memulai pengerjaan jika mereka berharap untuk melihat penyertaannya.

Sir William Robert Wills Wilde (1815‒1876) menulis:—

“Orang-orang luar biasa tersebut, yang disegani Penguasa, para keturunan patriark dan nabi, dan aristokrasi bumi, nampak di Yerusalem untuk laju besar, dan di bawah aspek dan dalam karakter yang sepenuhnya berbeda dari kala mereka hadir di tempat lain di muka bumi. Di negara lain, nama Yahudi diasosiasikan dengan kelicikan, tipu daya, riba, lalu lintas dan seringkali kekayaan. Namun disini, selain pengikisan lazim dan penderitaan yang didapatkan dari ras yang dibenci, dibebani, dan diasingkan, mereka terkibat di bawah kemiskinan ekstrim, dan mengenakan aspek orang bersedih dan merenung; terselimuti atas kebesaran jatuh mereka sebagai sebuah bangsa, dan atas penghimpunan kota yang sempat menjadi kebanggaan mereka. Disini, perampas beralih menjadi peziarah, pedagang menjadi imam, dan kreditur menjadi penyuplai tangisan....” “Ini mengherankan, ... untuk membaca indikasi penghimpunan keterikatan Yahudi dengan udara dan tanah, tertuang dalam tulisan-tulisan Yahudi; ... ‘Udara tanah Israel,’ ujar salah satu tulisan, ‘membuat seseorang menjadi bijak’; tulisan lainnya berujar, ‘ia yang berjalan empat kubit di tanah Israel pantas menjadi putra kehidupan yang akan datang.’ Sosok Bijak besar bakal mencium perbatasan Tanah Suci, untuk memulihkan reruntuhannya, dan menggulung diri mereka sendiri dalam abunya.”

Penyarian berikut ini diambil dari Der Orient, sebuah surat kabar Jerman. Kami nampak tersentuh pada pergerakan Yahudi kontinental dalam hubungan dengan krisis di Suriah:—

“Mereka memiliki negara, warisan bapa mereka, sempurna, loebih berbuah, sangat cocok untuk perdagangan, ketimbang sebagian besar belahan dunia menonjol di dunia. Dilewati oleh Taurus yang mendalam, pesisir Efrat tercinta, stepa ringan Arabia dan bebatuan Sinai, negara mereka terbentang sepanjang pesisir Laut Tengah, dimahkotai oleh pohon-pohon cedar bermenara Lebanon, sumber ratusan cabang dan anak sungai, yang menyebarkan keberbuahan atas daerah berpasir.... Sebuah tanah kejayaan! terletak di ujung terjauh laut yang menghubungkan tiga perempat dunia, yang Foenisia ... mengirim sejumlah armada mereka ke pesisir Albion, dekat Laut Merah dan Teluk Persia; ... negara pusat perdagangan antara timur dan barat. Setiap negara memiliki pelandasannya; setiap orang memiliki alamnya sendiri.... Tak ada orang di bumi yang hidup dengan sangat benar pada panggilan mereka dari mula-mula sebagaimana yang mereka lakukan.

“Arab telah mengutamakan bahasa dan negara asalnya; di Nil, di gurun pasir, sampai sejauh Sinai, dan di luar Yordania, ia menyantapi unggas-unggasnya/ Di dataran tinggi Asia Kecil, bangsa Turki menaklukan negara kedua untuk dirinya sendiri, tempat kelahiran Osman; namun Palestina dan Suriah diduduki. Sepanjang berabad-abad, medan tempur antara para putra Altai dan gerombolan Arab, penduduk Barat dan Persia yang separuh nomadik, tak ada yang dapat mendirikan diri mereka sendiri dan emnghimpun kebangsaan mereka: tak ada bangsa yang dapat mengklaim nama Suriah. Perpaduan pertikaian dari seluruh suku dan bahasa, sisa-sisa migrasi dari utara dan selatan, mereka mengusik satu sama lain dalam kedudukan tanah kejayaan tempat para bapa mereka selama berabad-abad mengosongkan kebahagiaan dan duka, dan kala setiap golongan tercurah dengan darah para pahlawan mereka kala jasad-jasad mereka dikuburkan di bawah reruntuhan Yerusalem....”