Aldi, Jangan Meminta-minta!

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pengantar[sunting]

Tentang Penulis[sunting]

Yuni Yustikasari adalah seorang penulis, blogger, dan penerjemah. Karyanya berupa cerpen dan puisi dimuat dalam beberapa buku antologi dan situs media online. Selama 2022, ia telah menerjemahkan lebih dari 50 buku anak dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia, bekerja sama dengan Badan Bahasa Kemdikbud. Ia rutin menulis di blognya: yuniyustikasari.com. Pada akhir tahun 2021, ia diamanahi menjadi ketua Forum Lingkar Pena Cabang Banjarmasin. Selain aktif menulis, ia juga mendalami agama Islam dan mengajar mengaji dengan metode At-Tibyan (tahaji). Perempuan yang lahir dan besar di Banjarmasin ini sekarang tinggal di Jakarta Selatan bersama suaminya.

Premis Cerita[sunting]

Ayah menegur Aldi karena meminta-minta kepada ibu dan kakaknya. Aldi pun memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang tambahan tanpa meminta-minta. Ternyata, ia menemukan hal cara seru untuk melakukannya.

Cerita Pendek[sunting]

Uang Kertas dan Uang Logam

Sore-sore begini, Rivaldi biasanya bermain game di ponselnya. Ia hanya diizinkan bermain game di sore hari. Jadi, Rivaldi tidak pernah melewatkan waktu main game-nya karena waktunya sangat singkat. Namun, sore itu Rivaldi dipanggil Ayah. Ayah meminta Rivaldi untuk menemaninya duduk di teras samping sambil makan kue. Meski enggan meninggalkan game-nya, Rivaldi menurut. Rivaldi suka menghabiskan waktu berdua saja dengan ayahnya.

Setelah melahap beberapa potong kue dan minum teh, Ayah memulai pembicaraan serius. Rupanya ini bukan duduk-duduk minum teh biasa. Ayah punya suatu misi memanggil Rivaldi. Pasalnya, sudah tiga hari ini Rivaldi meminta uang kepada Ibu dan Kak Rina tanpa sepengetahuan Ayah. Padahal, Ayah sudah memberinya uang saku mingguan.

“Aldi,” Ayah memulai. “Ayah dengar kamu beberapa hari ini minta uang kepada Ibu dan kakakmu. Apakah itu benar?”

Sambil mengunyah kue, Rivaldi menjawab, “Benar, Ayah.”

“Boleh ceritakan pada Ayah alasan tindakanmu itu?”

“Karena aku ingin menabung, Ayah! Aku ingin punya banyak uang saat liburan semester nanti.” Rivaldi memandang Ayah sambil nyengir.

“Oh, begitu…” Ayah mengangguk-angguk. “Tapi, bukankah kamu sudah Ayah beri uang saku mingguan? Apakah kamu tidak menyisihkan uang saku mingguanmu untuk menabung?”

“Aku sudah menyisihkan sebagian uang sakuku, tapi jumlahnya masih sedikit. Kalau minta sama Ibu dan Kak Rina, kan, uangku jadi cepat banyak.”

“Hahaha.” Jawaban Rivaldi membuat Ayah menggeleng-gelengkan kepala. “Kamu ingin punya banyak uang secara cepat rupanya.”

Rivaldi ikut-ikutan terkekeh.

“Oke, Ayah paham. Tapi tahukah kamu, Nak? Meminta-minta bukanlah perbuatan terpuji.”

Rivaldi menggaruk tengkuknya. Padahal, Rivaldi sangat senang ketika menerima uang dari Ibu dan Kak Rina. Mengapa tidak boleh meminta-minta pada mereka?

“Ketika kamu meminta-minta, kamu mendapatkan uang dari orang lain tanpa berbuat sesuatu untuk mereka. Padahal, boleh jadi orang lain itu memerlukan uangnya untuk hal lain yang mereka butuhkan.”

Rivaldi mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Ayah.

“Jadi, yang kulakukan itu tidak tepat, ya, Ayah? Menurut Ayah, bagaimana caranya agar aku bisa mendapat uang tambahan? Aku, kan, tidak mendapatkan gaji seperti Ayah.”

Ayah tersenyum mendengar pertanyaan Rivaldi. “Coba kamu pikirkan, kenapa Ayah mendapat gaji?”

“Karena Ayah bekerja di kantor.” Rivaldi menjawab dengan cepat. Masa begitu saja ditanyakan? Jawabannya kan sudah jelas, pikir Rivaldi.

“Tapi kenapa mereka mau menggaji Ayah? Apakah mereka memberi uang kepada Ayah secara cuma-cuma?”

Kening Rivaldi berkerut. Kenapa, ya? Ia berdiam selama beberapa saat untuk memikirkan jawabannya. Rivaldi mengambil cangkirnya dan meminum tehnya sambil berpikir.

“Oh, aku tahu!” Serunya. Ia teringat Ayah pernah bercerita tentang pekerjaannya di kantor. “Mereka menggaji Ayah karena Ayah membuat surat-surat dan mengarsipkan dokumen. Ayah membantu perusahaan Ayah agar bisa berjalan dengan baik. Mereka membutuhkan keahlian Ayah, makanya mereka menggaji Ayah untuk pekerjaan itu.”

“Nah, betul sekali! Begitulah cara kita mendapatkan uang. Ayah membantu perusahaan dengan keahlian Ayah, lalu perusahaan menggaji Ayah. Dengan gaji yang Ayah dapatkan, Ayah bisa memenuhi kebutuhan hidup. Ayah dan kantor Ayah saling membantu. Karena tidak ada seorang manusia pun yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Kita memerlukan petani untuk mendapatkan beras. Kita memerlukan guru untuk mengajari kita. Kita memerlukan pedagang untuk mendapatkan barang-barang yang kita butuhkan. Semua saling melengkapi. Dengan cara itulah kita bisa mendapatkan manfaat, berupa uang, barang, ataupun jasa yang kita butuhkan. Bukan dengan meminta-minta.”

Rivaldi mengangguk-angguk lagi. Ia kini mulai mengerti maksud Ayah.

“Jadi, maksud Ayah, jika aku ingin mendapatkan uang tambahan, aku perlu melakukan sesuatu yang diperlukan orang lain?”

“Betul. Kita bisa melakukan sesuatu untuk mendapatkan imbalan. Namun, ingat, sesekali kita juga perlu melakukan sesuatu untuk beramal, karena melakukan kebaikan itu membuat kita bahagia.”

“Oh, aku mengerti!”

“Nah, sekarang coba kamu pikirkan bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan uang tambahan. Keahlian apa yang kamu miliki? Kemampuan apa yang kamu punya? Apa yang bisa kamu tukarkan dengan uang dari orang lain?”

Sesudah percakapan itu, Rivaldi tidak lagi meminta uang kepada ibu dan kakaknya. Rivaldi memutar otak memikirkan apa hal yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan uang tambahan.

Sebuah ide muncul di kepala Rivaldi ketika melihat seorang pengemudi ojek online. Aha! Rivaldi pun menyusun rencana.

Keesokan harinya, Rivaldi menjalankan rencananya. Ia mendatangi sekelompok ibu-ibu yang sedang mengobrol di pinggir taman. Lalu ia mendatangi setiap tetangganya. Terutama ia mendatangi tetangganya yang sudah sepuh, para kakek dan nenek. Tujuannya satu: Rivaldi menawarkan jasa titip ke warung di depan komplek.

Warung yang letaknya di depan komplek itu menjual cukup banyak barang. Hampir semua keperluan rumah tangga ada di sana. Bahkan alat-alat tulis untuk anak sekolah. Rivaldi memberikan harga jasa titip yang lebih murah dari ojek online. Ia juga punya peluang yang lebih besar melalui tetangganya yang sudah berumur. Setahu Rivaldi, kebanyakan para kakek dan nenek itu tidak bisa menggunakan aplikasi ojek online, sehingga tawaran Rivaldi sangat berguna bagi mereka.

“Baiklah, Aldi. Besok sore kamu ke rumah Tante, ya.” Tante Irma berujar.

“Sabtu nanti Ibu ada acara yasinan di musala. Kamu mau tidak mengantarkan nasi kotak dari rumah Ibu ke musala? Harus beberapa kali mengangkut,” tanya Bu Pinkan. Rivaldi menyanggupinya.

“Bisa aku titip sekarang?” Tanya Nenek Safinah yang rumahnya berseberangan dengan Rivaldi. “Gulaku habis, sedangkan aku ingin minum teh.”

“Bisa, Nek!” Jawab Rivaldi antusias.

Rivaldi pun menjalankan usaha pertamanya. Ia mengayuh sepeda ke warung di depan komplek dan membeli pesanan Nenek Safinah. Tanpa berlama-lama, ia mengantarkan pesanan Nenek dan mendapatkan upah seperti yang disepakati.

Setelah beberapa hari menjalankan usaha jasa titip itu, Rivaldi menyadari satu hal. Ternyata, ada waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk mendapatkan uang. Pantas saja Ayah berkata meminta-minta itu tidak baik, karena itu hanya memanfaatkan kebaikan orang lain.

Sejujurnya, Aldi lebih senang mendapatkan uang dengan usaha sendiri daripada meminta kepada orang lain. Mengapa? Karena ia melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.

TAMAT