Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 2/Bab 2

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB II

SENI RUPA BIZANTIUM

Sifat-sifat kehidupan Gereja pada masa itu sangat jelas ditekankan pada seni rupa dan sastranya. Dengan mempelajari tulisan-tulisan kontroversial pada masa itu, kami dapat menerima beberapa sorotan terhadap kondisi intelektual para uskup dan teolog utama lainnya. Namun kala kami melirik gereja-gerejanya, dengan lukisan dan mozaiknya, kebanyakan masih ada, atau datang dari khayalan yang mereka buat dan lewat alat perencanaan, fotografi, dan deskripsi, mereka benar-benar sangat mendekatkan kehidupan sebenarnya pria dan wanita yang mengikuti misa Kristen pada zaman Kekaisaran Yunani. Kontroversi ikonoklastik yang timbul seawal-awalnya pada abad kedepapan memaksa perhatian para sejarawan ke satu fase dari persoalan tersebut, dan pengaruhnya tak dapat ditimbang atau signifikansinya menghadapkan mata pikiran kami pada konsep suasana terlihat yang berubah. Namun lebih dari itu, kami memerlukan beberapa gagasan dari tempat besar yang diduduki oleh kesenian dalam Gereja Timur dalam rangka memahami kehidupan dan sifat masyarakat yang mengkomposisikannya. Dean Stanley menekankan bahwa musik berada pada Gereja Barat, gambar-gambar berada pada Gereja Timur. Mereka mengekspresikan warna, perasaan, bahkan semangat agama.

Dalam menyoroti persoalan tersebut, kami mula-mula akan melirik ke arsitektur gereja-gereja, dan kemudian menyoroti kesenian gambar pada tembok yang mereka bubuhkan.

Arsitektur Bizantium adalah satu-satunya gaya bangunan yang dapat benar-benar menjadi arsitektur Kristen berdenominasi. Kami terpikat untuk menyatakan soal keutamaan tatanan Gothik. Namun luasnya, usianya, maupun cikal bakalnya membenarkan kami dalam melakukannya. Katedral-katedral Inggris kami dan gereja-gereja besar prancis terkadang disebut sebagai perwujudan gagasan Kristen, dengan misteri jauhnya dan aspirasi yang didengungkannya. Rangkaian tiang dan puncak berkubah yang penjang, seperti bangunan berbatu, lengkungan berujung lancip, "penempatan yang kaya akan jendela," menara-menara dan puncak-puncak, kapel yang sangat menyamping, tempat perlindungan—semuanya sangat selaras dengan simetri tertata dan menjelaskan kecantikan siang hari dari kuil-kuil Yunani yang sempurna dan diisi sendiri. Sehingga, kami menempatkan mereka sebagai pencurahan perbedaan esensial antara jiwa Kristen dan jiwa paganisme klasik. Agar lebih akurat, kami harus berujar bahwa Gothik, yang kaya akan warna kala mula-mula dihasilkan sebagai bentuk bersama, hanya benar-benar mewakili pemikiran abad pertengahan dan kehidupan barat laut Eropa. Itu adalah Anglo-Saxon dan Franka. Kami mendapati sedikit hal tersebut di Eropa selatan. Di Italia, gaya-gaya Romawi dan Romanesque terjamah sampai berkembang menjadi Renaiscent. Kami mendapati arsitektur Gothik di utara Italia, Toskana, dan sebagian kecil Roma, namun hanya sebagai pengunjung eskotik, temporer, asing. Produk paling bergemilangnya, Giotto's Campanile di Firenze, karya tersebut berarsitektur yang kaya akan hiasan, dengan garis-garis lurusnya dan sudut sebenarny, dan puncak horizontalnya, memiliki banyak penekanan Romanesque terhadapnya. Selain itu, perlu diakui bahwa seluruh St. Paolo di luar kota Roma benar-benar mewakili zaman awal arsitektur Kristen Eropa selatan dan kemudian St. Petrus.

Kemudian, jika kami beralih ke ranah waktu, rangkaian terbatas seni rupa Gothik akan sama-sama nampak. Hal ini timbul pada abad kedua belas idan menurun pada abad keenam belas. Hal ini tak berkembang secara penuh selama lebih dari tiga atau empat ratus tahun. Bahkan di utara, hal ini didahului oleh Romanesque, khususnya dalam jenis yang umum disebut Norman, dan disusul oleh Renaiscent. Di inggris, Durham besar dan banyak struktur gereja dan katedral lainnya pada abad kedua belas dan sepenuhnya menampilkan klaim unik dari hal yang ditekankan untuk mewakili zaman kuno, dan Katedral St. Paulus adalah penyelarasan terdatar dari pergantiannya. Kekristenan nyaris berusia dua ribu tahun; pemakaian arsitektur Gothik dilakukan kurang dari seperlima pada masa itu.

Penekanan ketiga menyoroti pertanyaan cikal bakal. Teori-teori cetusan tentang simbolisme Gothik harus memberikan tempat pada pembentukan jenis yang sangat berbeda kala kami menyoroti gaya-gaya kontinenetal terkait dengan cikal bakalnya. Kemudian, hal ini nampak bahwa penekannya tak timbul dala landasan dampak yang dihaseilkan lewat penyilangan lengkungan bundar dalam hiasan tembok—seperti di Norwich dan banyak tempat lainnya. Secara struktural, ini datang dari keinginan untuk menunjang pada kubah berbentuk barel Romawi—untuk memperkuatnya dengan mengangkat tengahnya, sehingga mengadaptasinya menjadi atap miring dengan memberikan puncak kubah berdekatan dengan rintangan atap, dan pada saat yang sama mendekatkan kubah pada transept, kapel, dan jendela. Jenderal berujung biasanya mengikuti ujung kubah di atasnya. Tak diragukan bahwa syarat utara membantu perubahan unsur-unsur Gothik tertentu. Bagian atap digunakan untuk menurunkan salju. Jenderal besar akan baik untuk penerangan dalam cuaca buruk dan berawan. Bangunan tersebut kemudian diberikan hiasan. Kala kaca patri diperkenalkan, hal ini akan dibutuhkan untuk dijadikan bangunan yang lebih besar. Kemudian beralih menjadi jendela besar, dengan memperlebar tembok, yang akan menghimpun bobot dan dorongan pada apa yang masih dibutuhkan untuk mendukung penopang, yang dianggap oleh beberapa pihak menjadi unsur esensial dari arsitektur Gothik, suatu unsur karakteristiknya. Sehingga, kami memiliki sistem penyeimbangan, kepercayaan dan perlawanan kepercayaan, dan sehingga terjadi pendekatan terampil dari titik dukung dan pergesekan pada penyingkiran penuh tembok bangunan, seperti pada Sainte Chapelle di Paris, di Beauvais, dan di Amiens. Semua itu tanpa ragu menjadi perkembangan barat dan timur yang ditempatkan dalam dunia Kristen. Selain itu, ini bukanlah arsitektur khusus agama. Kami memiliki beberapa contoh Gothik terbaik pada bangunan-bangunan penting dan balai-balai kota Ypres dan Bruges, Louvain dan Brussels. Lengkungan lancipnya berasal dari Timur, yang dipakai sepanjang berabad-abad sebelum muncul di Barat. Namun, ini bukanlah cikal bakal atau pemakaian Kristen, namun Muslim. Sehingga, ini sebetulnya tak sesuai untuk menyatakan bahwa unsur tersebut diadopsi di Eropa Barat tepat usai Perang Salib, yang membuka kembali komunikasi dengan Timur. Pada saat yang sama, arsitektur tersebut dikembangkan langsung oleh pasukan invasi Muslim di Sisilia dan oleh bangsa Moor di Spanyol.

Kini mari kita beralih ke arsitektur Bizantium. Gaya arsitektur tersebut mendominasi Kristen Timur dari abad keenam sampai zaman kami sendiri. Selama empat belas ratus tahun, ini menjadi satu sistem yang disusul oleh bagian timur dunia Kristen. Dari permulaan, gaya arsitektur tersebut diselaraskan pada Kekaisaran Bizantium, dan sehingga gaya arsitektur tersebut menyebar sampai sejauh Ravenna di Italia, ibukota Eksarkat, dan memberikan kami salah satu produk paling kuar biasa di St. Markus di Venesia. Selain itu, arsitektur tersebut tak hanya menyebar ke daerah yang lebih besar dan mendapatinya berkembang pada masa yang lebih lama ketimbang Gothik. Tak seperti sistem tersebut, gaya arsitektur tersebut dapat diklaim cikal bakal Kristen murninya. Gaya arsitektur tersebut dikembangkan di tanah Kristen dan melayani keperluan Kristen. Dari permulaan, gaya arsitektur tersebut secara khusus menjadi arsitektur Gereja. Gaya arsitektur tersebut adalah sebuah gaya bangunan yangberubah untuk keperluan khusus pertemuan ibadah wajib Kristen seperti yang diterapkan di Gereja Yunani. Gothic, seperti yang digambarkan di katedral-katedral kami, adalah adaptasi gagasan utara, yang memisahkan diri mereka sendiri dari Gereja, terhadap kewajiban Katolik abad pertengahan di utara Alpen. Bizantium adalah satu jenis arsitektur yang dapat diklaim bersifat gerejawi dalam cikal bakalnya dan tujuannya.

Sebelum perkembangan gaya Bizantium, bangunan gereja merupakan adaptasi arsitektur Romawi yang dipakai Kristen. pada awalnya pertemuan diadakan di ruang-ruang rumah, di bagian Bait Yerusalem, mungkin di bagian balainya. Ibadah di katakombe singkatnya diatur pada tempat kumpul di makam-makam martir. Yustinus Martir menyatakan bahwa Kristen tak bergantung pada tempat keramat untuk pertemuan mereka, karena mereka dapat beribadah di tempat manapun. Selain itu, kala jumlahnya berkembang, Kristen membutuhkan bangunan dengan ukuran yang layak untuk mengadakan kongregasi besar. Pada saat yang sama, Gereja mulai menempatkan harta benda di bangunan-bangunan. Kami mendapatkan contohnya pada zaman kekuasaan Aleksander Severus (tahun 230) di Roma, dan juga pada zaman kekuasaan Aurelianus di Antiokhia (tahun 270–275), kala kaisar menerapkan bagian ortodoks dari Gerreja untuk memutuskan hak mereka untuk mengambil pendirian dari bangunan di Antiokhia yang disediakan oleh Paulus Samosata untuk mengadakan konsili, sepanjang ia menikmati perlindungan dari Ratu Zenobia. Aurelianus memberikannya kepada orang-orang "agar para uskup Kristen dari Italia dan Roma saling sapa." Pada masa itu, terdapat banyak bangunan gereja penting. Penindasan Diokletianus dimulai dengan penghancuran gereja besar di Nikomedia, sesuai dengan edik kekaisaran untuk pemusnahan besar gereja-gereja. Pada zaman Konstantinus, kami mendapati zaman pembangunan gereja besar-besaran, dan kini menjadi struktur yang nampak lebih luar biasa ketimbang pada masa sebelum pengakuan kekaisaran terhadap Kristen. Kaisar sendiri mengedepankan promosi kerja, khususnya di kota baru Konstantinopel, selain juga di Yerusalem dan Betlehem.

Model untuk arsitektur gereja bukanlah kuil pagan, yang dianggap tak layak untuk keperluan ibadah umum. Kuil adalah rumah dewa, bukan tempat pertemuan. Disini, para pendeta disakralkan, dan para umat berdoa, membuat sumpah, menyatakan nazar. Terdapat perayaan khusus, dan beberapa kuil yang menjadi tempat perayaan misteri. tak ada fungsi yang mewajibkan balai pertemuan besar dibutuhkan oleh kongregasi Kristen. Meskipun demikian, walaupun dalam beberapa kasus, seperti pada Pantheon di Roma, sebuah kuil pagan yang kemudian ditahbiskan menjadi Gereja Kristen, umat Kristen tak mengambil kuil sebagai model untuk tempat ibadah mereka. Mereka mendapatinya dalam basilika, atau Balai Kehakiman, kantor hukum Romawi. Akibatnya, gereja-gereja besar disebut "basilika." Eusebius memberikan kami deskripsi terawal dari gereja semacam itu dalam catatannya soal bangunan baru di Tyre, yang didedikasikan untuk konsili Arian. Tempat tersebut berada di ruang terbuka besar yang ditutup oleh tembok, dan disepakati melalui serambi yang megah, yang berujung pada atrium segi empat, dikelilingi dengan serambi dalam ruangan, dan memiliki air mancur di tengah untuk membasuh tangan dan kaki, seperti yang kita kini saksikan di masjid-masjid Islam; di luar atrium adalah basilika yang sebenarnya, sebuah bangunan yang diatapi dengan kayu cedar dan memiliki ruang samping dan galeri. Terdapat kursi untuk uskup dan kelompok rohaniwannya di sekitaran altar pada ujung gereja, dipagari dari sisa bahan dari pengerjaan bangunan. Konstitusi Apostolik diketahui tak membuat pemisahan semacam itu antara rohaniwan dan kaum awam, menunjukkan bahwa pembatas signifikan ini harus menjadi inovasi terbaru, karena keberadaan pengerjaan kami saat ini tidaklah lebih awal ketimbang abad keempat. Sehingga, kami membacanya mengikuti pengarahan untuk penataan gereja:—

"Dan mula-mula, lekas bangun memanjang, dengan kepalanya di timur, dengan ujung di dua sisi di ujung timur; dan sehingga akan seperti kapal. Di tengahnya, lekas tempatkan kursi uskup, dan di setiap sisinya kelas diduduki presbiteri; dan lekas deakon berdiri nyaris serombongan, dalam kain hadiah kecil dan tertutup, agar mereka seperti marinir dan manajer kapal: dengan bersamaan dengan itu, lekas kaum awam duduk di sisi lain, dengan seluruh keheningan dan tatanan baik. Dan lekas wanita mendudukan diri mereka sendiri, mereka juga menjaga keheningan. Di tengah-tengah, mari pembaca berdiri pada beberapa tempat tinggi."

Ini ditempatkan sebagai metode yang diikuti sampai abad keempat. Pemisahan rohaniwan dari kaum awam oleh layar yang ditujukan untuk mengasimilasi Perjamuan Kudus yang masih lebih pada misteri-misteri pagan, dan membuatkannya pengurbanan yang ditawarkan oleh pendeta alih-alih partisipasi makanan yang dilakukan oleh orang-orang itu adalah fungsi utamanya. Meskipun Gereja Barat mengadopsi gagasan pengurbanan penuh tak menyoroti rohaniwan seperti yang dilakukan di Gereja-gereja Timur; hal ini diisi dengan pengerjaan, meninggalkan pendeta yang bertugas yang dipandang penuh. Disini, kami memiliki salah satu perbedaan paling menonjol antara Gereja-gereja Timur dan Barat.

Dari zaman Konstantinus sampai zaman Yustinianus, gereja Romawi dari basilika dihimpun. Pada abad keenam, tatanan baru yang kami ketahui sebagai Bizantium muncul, dan kebangkitannya disinkronkan dengan dorongan besar pembangunan gereja yang diberikan oleh kaisar. Perkembangan tersebut sebagian dikaitkan dengan pengaruh arsitektur Persia pada cabang Yunani dari kekaisaran. Namun meskipun stimulus datang dari tetangga timur, sistem itu sendiri menjadi pengembangan sah dari gaya Romawi sebelumnya. Ini bukanlah gaya asli, maupun dibenarkan pada gagasan utama apapun. Hal ini utamanya merupakan perpaduan pelengkung Romawi dengan kolom dan arkitraf Yunani. namun perpaduan tersebut benar-benar berlebihan, karena secara struktural lengkungan ditopang dengan arkitraf. Sehingga, kolom dan arkitraf berkaitan dengan permukaan tembok untuk keperluan hiasan. Mereka sebetulnya bertahan, sementara seluruh perhatian penghias dikaitkan pada pemajangan bersama bagian dalam dengan lukisan dinding, emas dan mosaik.

Romawi menciptakan kubah dan meninggalkan contoh paling menonjol dari struktur terkait di Pantheon; namun mereka tak mengembangkan gagasan asli ini, menunjukkan bahwa mereka hanya dapat menerapkannya pada bangunan melingkar. Semenjak mereka mewajibkan pemakaian lengkungan terhadap basilika mereka pada bagian atapnya, hal sederhana ini menjadi bentuk barel. kini, karakteristik utama arsitektur Bizantium adalah pengembangannya terhadap metode peratapan dengan kubah. Contoh paling menonjol dari karya ini adalah gereja besar St. Sophia di Konstantinopel, yang menjadi bangunan kebanggaan Yustinianus. Dua gereja sebelumnya telah terbakar pada tahun 404, dalam masa kekuasaan Krisostom, dan penerusnya pada tahun 532. Dengan penuh perkataan, St. Sophia buatan Yustinianus—yang kini masih berdiri dan dipakai sebagai masjid—bukanlah arsitektur Bizantium khas. Bangunan tersebut sangat unik. Tak ada jenis yang menandinginya. Bangunan tersebut tak pernah benar-benar ditiru. Arsitek terkenalnya, Anthemius, memiliki sifat bangga karena menghasilkan karya tanpa tanding atau sandingan pada sepanjang masa pembangunan. "St. Sophia," ujar M. Bayet, "memiliki kemajuan ganda dari penandaan kemajuan gaya baru dan mencapai proporsi pada waktu yang sama karena tak pernah dilampaui di Timur." Perlakuan paling khusus dari reka cipta tersebut dan penjunjungan kegemilangannya adalah adaptasi kubah, yang hanya nampak pada bangunan melingkar, untuk bangunan persegi panjang dalam artian serangkaian kubah kecil yang diisi pada ruang sudut dan memasang kubah lain yang berada di atasnya, sampai kubah tengah besar melampaui semuanya, dan seluruh sudut nampak dari bawah memiliki dampak kubah besar dalam luas ruang yang tinggi. Arsitektur Bizantium yang juga ikut mengadaptasi kubah pada garis lurus, terkadang membuat bangunan tersebut nampak melingkar, atau dalam artian lain, tak pernah selaras dengan kegemilangan St. Sophia.

Meskipun demikian, pencapaian struktural ini adalah unsur utama St. Sophia, bagian lain dari basilika Yustinianus, yang lebih gampang ditiru, menjadi sifat khas arsitektur Bizantium. Ini adalah kekayaan dari penghimpunan dekoratif. Pada penghiasan St. Sophia, bahan-bahan terkaya—emas, perak, besi, bebatuan antik—dipakai dengan peletakan tak disangka. Kubah besarnya dibangun dengan genting putih dari Rhodes, seperlima bobot genting biasa. Tak lama setelah bangunan tersebut dirampungkan, bangunan tersebut runtuh akibat gempa. Bangunan tersebut dibangun ulang dengan lebih kuat, dan berdiri sepanjang sekitar empat belas abad sampai zaman kami sendiri. Ambo ditempatkan di dekat bagian tengah, terbuat dari marmer paling indah dan disertai dengan kubah dan salib emas, yang dibiayai dari pendapatan Mesir selama setahun. Pafuan suara dipisahkan dari ruangan dengan layar perak padat. Altarnya terbuat dari emas yang dihimpun dengan perhiasan alih-alih kubah emas dan salib terbuat dari empat batang perak. Permukaan bagian dalam kubah dan dinding ditutupi sepenuhnya dengan mozaik besar, terdiri dari tokoh-tokoh agung, pada lantai di beberapa tempat terbuat dari emas, dan lainnya diwarnai biru tua. Namun, beberapa diantaranya berusia lebih tua ketimbang zaman Yustinianus. Pada malam hari, kala seluruh bangunan tersebut diterangi dengan menyalakan 6.000 batang lilin, dampaknya sangat besar. Yustiniaus nampak sangat bangga dengan basilikanya di Konstantinopel ketimbang penaklukan jenderal besarnya Belisarius, yang membalasnya pada suatu waktu dengan bagian terbaik dari wilayah barat kekaisaran tersebut yang direbut, atau kodifikasi hukum Romawi yang menyematkan mnamanya menjadi secara sangat familiar dikaitkan pada sejarah selanjutnya. Kebenaran tak akan membolehkan kami untuk berpikir bahwa karya tersebut dilakukan sendiri oleh kejayaan Allah. Jiwa yang sangat signifikan pada seluruh keindahan yang dihasilkan menjadikannya hal terkenal Yustinianusd alam penuturannya: "Aku memukulmu, Salomo."

Meskipun kegemilangan pembangunan St. Sophia tak pernah dilampaui oleh bangunan-bangunan berikutnya, terdapat gereja di Salonica yang nampak dijadikan tiruannya. Sejak zaman Yustinianus, basilika Latin mengalami penurunan dan mereka memiliki gereja dengan kubah, tembok luar datar, dan hiasan dalam ruangan yang kaya akan lapisan emas, mozaik, fresko, dan hal-hal utama—yang terkenal adalah St. Markus di Venesia. Karya Bizantium sebelumnya diilustrasikan pada wilayah Barat di Ravenna dan Sisilia. Ini adalah gaya arsitektur gereja Yunani menonjol.

Manuskrip-manuskrip kini mula meniru gaya dekoratif arsitektural tersebut. Biara Laurentianus di Firenze yang menyimpan manuskrip Siria dibangun seawal-awalnya tahun 586, dengan hiasan Bizantium indah pada nyaris setiap bagian.

Pada masa yang sama, ukiran diurungkan. Terdapat patung-patung kaisar dan relief timbul tentang peristiwa keagamaan pada masa sebelumnya, namun pahatan bersifat jarang dipakai di Timur untuk patung-patung Kristus, Bunda Maria, atau para orang kudus. Ini adalah titik kala Gereja Timur berbeda dari Barat, kala patung menjadi unsur paling menonjol dari hiasan gereja dan sangat berkaitan dengan ibadah. Tak ada patung di gereja-gereja Timur. Sengketa ikonoklastik kemudian mengarahkan perhatian kami, meskipun umumnya dikatakan berkaitan dengan "pemujaan gambar," merujuk kepada lukisan-lukisan, satu-satunya jenis citra yang dipuja di bagian Yunani dari dunia Kristen. Tak pernah ada Gereja pada tingkat apapun yang melarang pemakaian gambar-gambar padat. Hal ini nampak pada jenis pemahaman dan perhatian yang diberlakukan oleh mereka. Mula-mula, ketakutan pemberhalaan pagan berhadangan dengan pemberhalaan Kristen. Kemudian, tanpa ragu, perang muslim terhadap berhala akan mempertahankan Kristen Timur dari mengikuti contoh saudara Barat mereka untuk hal yang sangat memalukan. Kala para penyembah gambar ditentang oleh para Ikonoklas atas dasar pemberhalaan, mereka lebih mampu mempertahankan gambar-gambar mereka ketimbang mereka dapat mempertahankan patung-patung yang lebih seperti berhala-berhala pagan. Pemahatan hanya dipakai untuk relief timbul pada keduanya dan untuk keperluan dekoratif arsitektural lainnya. Di Ravenna, figur manusia terbengkalai, dan mereka memiliki domba, merpati, merak, wadah air, monogram, salib. Karya abad ketujuh di Venesia menggambarkan para rasul sebagai dua belas domba.

Pemulaan agama diberikan pada gambar-gambar yang tak bernah berkaitan dengan nilai artistik mereka. Beberapa lukisan terjelek menerima penghormatan tertinggi pada zaman kuno, cikal bakal legendanya, atau kekuatan mukjizat yang dikaitkan dengannya. Di Gereja St. Silvester di Roma, terdapat potret Kristus yang dikatakan dikirim ke Abgarus dari Edessa, diserahkan pada gereja St. Sophia di Konstantinopel, dan sehingga memindahkannya pada tempat penyimpanan saat ininya. Salah satu relik di vatikan adalah potret yang, menurut legenda, ditekankan pada kerajinan tangan yang ditujukan St. Veronica kepada Juruselamat pada perjalanan-Nya ke Salib. Terdapat dua gambar paling berharga dari seluruh gambar yang dianggap dari titik pendirian umat, tak didatangkan ke ranah kesenian Kristen. Karya-karya tersebut masuk pada kategori relik fantastik. Kesenian Kristen terawal yang didapati oleh kami berada pada katakombe-katakombe yang sepenuhnya mengikuti model lukisan Yunani dan Romawi kontamporer. Tema-temanya utamanya tentang kisah Alkitab atau Daniel di kandang singa, gembala baik, dll; dan penjiwaannya sangat menekan. pada masa penindasan, Kristen tak mengambil kesenangan dalam keadaan penyiksaan; maupun mereka kemudian mewakili jenis wajah asketis. Gambar-gambar Penyaliban muncul pada masa berikutnya, dan sangat mewakili para orang kudus yang berpuasa dan para martir yang menderita. Penampilan muda dan tenang Yesus, terkadang dilambangkan oleh Orfeus, atau meniru gaya Apollo, timbul pada zaman Bizantium dalam bentuk Kristus, Raja di atas tahtanya, kegemilangan, ketakjuban, layak untuk disahkan. Tembok-tembok gereja Bizantium dihiasi dengan fresko atau mozaik dengan ilustrasi sejarah Perjanjian Lama dan Baru. Tujuannya adalah mendidik, dalam rangka agar, seperti yang diujarkan oleh St. Nilus, "Orang-orang yang tak membaca kitab suci dapat memahaminya dari gambar-gambar, tindakan yang baik dari orang-orang yang melayani Allah dengan taat." Untuk alasan yang sama, peristiwa kemartiran, yang dihindari oleh gereja perdana, kini ditampilkan dengan realisme brutal. Awalnya, obyek dalam pemandangannya selaras dengan Alkitab bergambar modern kami, gambar-gambar ruang sekolah, dan pameran lentera balai misi. Kala gambar Kristus mula-mula disembah, kemudian gambar-gambar Bunda Maria dan para orang kudus timbul untuk tujuan yang sama.

Walaupun sengketa ikonoklastik berujung pada penghancuran gambar-gambar, yang tak nampak pada banyak karya seni berharga, hilang ditelan bumi dalam persoalan tersebut. Namun kemenangan pemuja gambar memberikan dorongan besar pada kesenian melukis dan karya mozaik yang disusul oleh zaman kebangkitan dalam Gereja Yunani. Kemudian, kami mendapati satu titik kala suatu pihak datang untuk membebaskan pikiran mereka dari kesempitan pendirian Barat jika mereka memahami hal yang sangat berbeda dari sejarah Gereja di Timur. Mereka dihargai berkaitan pada masa itu, antara kisah pendek Charles Agung dan Alcuin di daratan utama serta Raja Alfred dan Bede di Inggris di satu sisi, dan kebangkitan besar di bawah naungan St. Bernard, dengan kebangkitan skolatisisme dan arsitektur Gotik di sisi lain, sesuai yang terjadi pada "zaman kegelapan." Tak diragukan, terang pembelajaran tetap dihidupkan oleh para biarawan bahkan pada masa pemekarannya; namun sedikit percikan terjadi melebihi pancaran cahaya remang-remang melalui serambi redup. Hiasan manuskrip pada masa itu berkarakter Bizantium. Seni rupa Barat telah mati. Namun pada saat itu, kesenian bangkit di Timur dan menunjukkan kehidupan dan kebebasan yang tak pernah dicapai sebelumnya. Hal ini dimajukan lebih lanjut, tidak pada Perang Salib, yang mempromosikan perebutan tempat-tempat suci Timur dari penodaan kafir, yang membuat keruntuhan dan kengerian bagi Kristen Yunani.