Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 4/Bab 5

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB V

KEKRISTENAN TIMUR BERIKUTNYA

Kala Vasco de Gama memutari Tanjung Harapan, ia memperlebar dunia ras dan agama Latin dalam cara yang nyaris sebanding dengan pengaruh penemuan Amerika oleh Columbus terhadap suku bangsa Teutonik dan cangkupan Protestanisme. Penemuan ulang Dunia Lama hanya berpengaruh kedua dengan penemuan Dunia Baru. Pada abad kelima belas, despotisme Turki membuat sisa wilayah kekuasaan Kekaisaran Bizantium menjadi pembatas besar antara Asia dan Eropa, yang menutup dunia Barat dari hubungan dengan dunia Timur lewat jalan darat lama. Apa yang kemudian dibutuhkan adalah perombakan kebijakan Eropa berikutnya dalam pembangunan Terusan Suez—sebuah rute menuju India yang akan menghindari wilayah Utsmaniyah. Columbus memutuskan untuk menemukan rute tersebut dengan mengelilingi dunia, kala ia mendapati benua baru di tengah perjalanan, dan sangat mengejutkan setiap orang dengan membuat penemuan yang sangat penting. Vasco de Gama mewujudkan niat antusias Genoa dalam cara yang lain dan lebih efektif. Ia mencapai Asia dengan merlayar memutari Afrika. Dampak langsungnya adalah penghimpunan kekuasaan Portugis di India.

Portugis kala datang ke India mendapati Gereja Kristen ditindas oleh tirani Muslim, yang sempat menyambut pergerakan kekuatan Kristen, dengan harapan mengamankan perlindungannya. Walaupun Gereja Siria di India adalah Nestorian dan pendatang baru Eropa adalah Katolik Roma, kala itu tak ada perbedaan gerejawi atau doktrinal yang menonjol. Ini membuat kedua kelompok Kristen tersebut menyatakan musuh bersama mereka, kafir. Persahabatan menjadi menguntungkan. Portugis bangga menemukan teman di wilayah asing, dan Kristen Siria bersyukur karena penyediaan pengamanan dari penindasan yang dialami oleh mereka di bawah kekuasaan Muslim. Pada tahun 1502, mereka memberikan petisi kepada Vasco de Gama yang memintanya untuk menempatkan mereka di bawah perlindungan Raja Portugal, yang dengan menyoroti persoalan tersebut, mereka mengirim tongkat kerajaan lama bekas raja Kristen mereka, sebuah jubah lapis perak dengan tiga lonceng kecil, dan pada saat yang sama menyerahkan plakat-plakat tembaga yang mencantumkan piagam-piagam mereka kepada otoritas Portugis. Ini bukanlah penaklukan. Ini adalah tindakan sukarela seperti Yahudi menyambut Cyrus. Orang-orang sederhana tersebut mengimpikan agar apa yang diambil mereka untuk sebuah suaka benar-benar menjadi penjara, agar para pengirim mereka menjadi penjaga mereka. Mula-mula, kebijaksanaan dari sikap mereka nampak dibenarkan. Persahabatan menyeluruh dijalin antara penduduk lama dan kolonis. Portugis bebas memasuki gereja-gereja Siria, dan mereka giat menghadirinya. Ini adalah satu-satunya kesempatan kala keragaman dari keyakinan dan praktek Roma ditonjolkan dan dipertunjukkan. Kala perubahan sikap pada pihak Portugis timbul, ini menjadi pengaruh produk terburuk dari kekejaman Spanyol—Inkuisisi, dan itu karena keberadaan Yesuit.

Meskipun demikian, Yesuit tak datang mula-mula sebagai inkuisitor. Penjelajahan mereka ke India dilakukan dengan pandangan positif dan konstruktif—bukan kekeliruan, penekanan, penindasan; namun penginjilan, penyebaran injil Kristen di kalangan Muslim dan kaum kafir, penyebaran Gereja di Timur untuk menggantikan sejumlah besar wilayah yang dirampas Reformasi di Barat. Ini menimbulkan gelombang keantusiasan besar. Pemimpinnya menjadi salah satu misionaris paling terberkali, taat, semangat dan suksesi di dunia yang pernah ada—Fransiskus Xaverius, yang kisah hidupnya masuk dalam catatan para orang kudus.

Fransiskus Xaverius lahir pada tahun 1506, putra bungsu dari bangsawan yang mengabdi pada Raja Aragon. Kala mengajar filsafat di universitas Paris, ia bertemu Ignatius Loyola, yang kala itu mengimpikan kontra-revolusi, yang secara bertahap merasuki kepribadian cendekiawan menonjol, sampai akhirnya Xaverius mengabulkannya menjadi salah satu dari tujuh orang yang pada tahun 1534 menyatakan sumpah Yesuit pertama. Rombongan tersebut berniat datang ke Palestina dalam rangka memindahkan agama para Muslim, dan mereka meninggalkan Paris dan berjalan sampai sejauh Venesia. Perjalanan mereka selanjutnya tertunda, Ignatius memindahkan Xaverius untuk bekerja dalam bidang perawatan rumah sakit. Kemudian, perang timbul antara Republik Venesia dan Kekaisaran Utsmaniyah yang membuat Yesuit meninggalkan rencana upaya pewartaan mereka di Tanah Suci, dan Xaverius kini diperintahkan untuk bergabung dengan Rodriquez dalam misi India. Ia mencapai Goa pada Mei 1542, dan disana menjalankan karir misionaris terkenalnya. Xaverius mendapati Kristen Siria tak menjalankan penginjilan Gereja, sehingga menjadi kelompok eksklusif dan tersendiri selaku kasta keagamaan, menjaga diri dari tetangga Muslim mereka, karena mereka menganggap upaya untuk memindahkan agama orang-orang tersebut mendapatkan penolakan. Contohnya, ia berkata pada suatu kesempatan, kala ia nyaris membaptis anak seorang Muslim, "orang-orang Socotra mulai menangisi Muslim agar tak diberkati; agar mereka tak membiarkan mereka dibaptis, namun banyak mereka memakluminya, dan mereka takkan mengijinkan Muslim manapun menjadi Kristen." "Karena," ujarnya, "mereka dibenci Muslim."

Surat-surat Xaverius mengungkapkan sifat orang bertemperamen dan menyesakkan, seorang Kristen yang sangat taat, benar-benar rendah hati, dan kurang semangat untuk memenangkan jiwa-jiwa. Para biografernya menuturkan karirnya dengan serangkaian mukjizat. Dalam surat-suratnya, ia menyatakan klaim tak melakukan tindakan semacam itu, sebuah kebungkaman yang berbalut kesederhanaan. Dalam keperanian mengadakan perayaannya, ia berujar untuk menikmati hadiah lidah-lidah mukjizat; namun surat-suratnya menunjukkan bahwa ia meminta penerjemah untuk berkomunikasi dengan penduduk asli. Surat-surat tersebut membawa kami dekat dengan sosok sebenarnya, dan membantu kami untuk membentuk gambaran para tenaga kerjanya. Xaverius berjalan melewati jalan-jalan membunyikan lonceng dan mengundang orang-orang—pria, wanita, dan anak-anak—untuk datang dan mendengarkan kotbahnya. Kemudian, ia menuturkan metodenya dalam catatannya sendiri: "Aku dipakai untuk mengkotbahi orang-orang," ujarnya, "pada pagi hari, pada hari Minggu, dan pada hari-hari suci. pada siang hari, aku mengajari pengakuan iman kepada penduduk asli, dan kerumunan yang banyak datang ke gereja yang sulit menampung mereka. Setelah itu, aku ajari mereka Doa Bapa Kami, Salam Maria, Pengakuan Iman Rasuli, dan Sepuluh Perintah Allah. Pada hari Minggu, aku dipakai untuk mengadakan misa untuk para penderita kusta, yang rumah sakitnya dekat dengan kota tersebut, mendengarkan pertobatan mereka, dll." Xaverius mendirikan perguruan di Goa untuk menampung lima ratus murid, yang sebagian didukung oleh pemerintah. Setelah lima bulan pertamanya di Goa, iadikirim dengan tiga murid pada perjalanan misionaris, yang memberikan penjelasan lengkap dalam surat-suratnya kepada Perserikatan di dalam negeri. Berjalan tanpa alas kaki, dengan jubah dan mengenakan topi hitam di kepalanya, ia mendatangi kaum Parava, sekelompok orang muskim dari kasta rendah, yang didampingi olehnya selama lima belas bulan. Seperti misionaris modern kami, ia mendapati Brahmin nyaris tanpa harapan. Kemudian, ia datang ke Travancore, yang separuh kafir dan separuh Muslim. Disana, ia bertutur pada kami bahwa dari desa ke desa ia diterima dengan senang hati. Kemudian, perjalanannya berlanjut ke Ceylon—ke Malaka—ke kepulauan Maluku—ke Jepang. Di Kagoshuma, pulau kecil paling selatan di Jepang, para pengikutnya diancam mati. Bergerak ke utara, ia disambut dengan sambutan yang baik, walaupun ia mendapati gagasan asketisnya tak serta merta diterima disana seperti halnya di India. Meskipun haus akan penaklukan dunia untuk Kristus dan Gereja-Nya, ia berencana mendatangi Tiongkok, dan mengumpulkan sejumlah uang yang banyak untuk misi besar di Kekaisaran Timur, kala ia terserang demam kala perjalanannya. Ia wafat di Sanchan, pada usia empat puluh tujuh tahun (tahun 1552). Jumlah karya luar biasa yang disertai oleh Xaverius sepanjang masa hidupnya, dan keantusiasan semangatnya menjadi inspirasi, menyematkan namanya di antara para tokoh utama Gereja Universal. Kisah perjalanan berbuahnya dari daerah ke daerah terbaca seperti pengulangan catatan perjalanan St. Paulus dalam Kisah Para Rasul. Di sisi lain, kami harus menerima sejumlah laporan kesuksesannya dengan keraguan. Contohnya, apa yang kami pikirkan kala kami mendapatinya menulis dalam salam satu suratnya, "Dalam tempo empat bulan, kami mengkristenkan lebih dari 10.000 orang"? Apakah jumlah tersebut dilebih-lebihkan, atau Kristen sangat ajaib, atau mereka mendapatkan mukjizat bak kala Pentakosta.

Selain itu, misionaris Xaverius mengenalkan Inkuisisi ke India. Ia melakukannya dengan membakar sekelompok orang, bukan karena ia ingin agar ia dapat mengubah agamanya dengan memaksa kafir masuk Gereja—tujuan semacam itu tak dilakukan di wilayah tersebut; namun karena ia ingin mendapatkan pekanan tertentu untuk pertumbuhan dan aap yang ia anggap kesehatan Gereja yang dilepaskan dengan cara tersebut. Lembaga tersebut tak dibentuk untuk menghimpun landasan tersebut. Mereka menuntut dalam rangka menangkis batu serangan. Dalam sebuah surat yang ditulis menjelang akhir tahun 1545, Xaverius meminta Raja Portugal untuk mengadakan Inkuisisi dalam rangka memeriksa "pengaruh Yahudi" yang menyebar di wilayah kekuasaan Timur-nya. Lima belas tahun berlalu sebelum keinginan misionaris tersebut diterima. Xaverius wafat delapan tahun sebelum kengerian menindas wilayah temuan Spanyol yang timbul pada kelompok pekerjanya. Sehingga, ia tak disebut ikut serta dalam kekejamannya, dan ia seharusnya tak memegang tanggung jawab atas dampak dari kekeliruannya. Pada tahun 1560, salah satu dari empat cabang Inkuisisi dibentuk di Goa. Seluruh inkuisitor diangkat oleh Raja Portugal, dan pemilihan mereka disahkan oleh Paus. Utamanay ditujukan untuk pembetulan Kristen, ini juga dipakai melawan Yahudi, Muslim dan bahkan kafir. Meskipun mereka dihukum mati karena bida'dah, kebanyakan dari mereka dihukum atas dakwaan penyihir. Inkuisisi di Goa berlangsung sampai tahun 1812, kala tindakan tersebut ditiadakan lewat dekrit dari wali pangeran, Don José, di Rio Janeiro. Lama sebelumnya, ini dilakukan sangat buruk dalam meruntuhkan wilayah India Portugis.

Sikap Gereja Roma terhadap bida'ah sangat berdampak pada Gereja Siria di India. Pada tahun 1546, Fransiskan mendirikan perguruan di Crangamore dengan tujuan melatih para imam keyakinan Katolik Roma untuk menjadi rohaniwan dalam Gereja Siria. Namun, ini tak pernah mendatangkan jamahan terhadap penduduk. Yesuit melakukan hal yang lebih baik dengan perguruan mereka di Vaipicotta, yang didirikan lebih dari empat puluh tahun kemudian. Meskipun demikian, orang-orang Siria memegang kepercayaan dan kebiasaan mereka. Mar Abraham, seorang catholicos, dituduh atas berbagai dakwaan oleh Aleixo Menezes, "uskup agung Goa dan primat seluruh India." Namun, ia enggan mengajukan otoritas asing tersebut. Kala ia wafat, pada tahun 1597, deakon agungnya, Gregorius, diangkat menjadi penerusnya meskipun dilarang paus. Sosok tersebut memberitahukan Menezes bahwa Gereja Siria tak memiliki hubungan dengan paus Roma. Ini adalah bahan untuk pertikaian sengit. Namun, ras-ras India Selatan tak dapat berharap untuk menghimpun kemerdekaan Teutonik. Pertentangan Siria kepada Roma ditekankan oleh sinode Diamper yang diadakan dua tahun kemudian (tahun 1599). Perbedaan antar dua kelompok tersebut berujung pada klimaks pada sinode tersebut, yang menyerukan "agar meningkatkan iman Katolik di kalangan Siria di Malabar," bersamaan dengan penumpasan bida'ah dan pendirian penyatuan dengan kepausan. Kelompok kepausan menganggap bahwa sebelum skisma Nestorian pada abad kelima, Gereja Siria tunduk pada Roma. Sinode tersebut mengakhiri perpisahan yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun. Meskipun orang-orang Siria diundang, sinode tersebut didominasi oleh gerejawan Katolik Roma, yang memutuskan agar penduduk asli Kristen diwajibkan untuk mengajukan diri. Sinode tersebut dimulai dengan mengecam Nestorius dan menghormati Maria selaku "bunda Allah." Kemudian, sinode tersebut memasukkan hari-hari orang kudus Roma ke kalender Nestorian, menganathemakan catholicos Babilonia, mendirikan otoritas Paus, memerintahakn reformasi moral di Gereja, memajukan Yesuit untuk berkotbah di gereja-gereja Siria, memerintahkan selibasi rohaniwan, dan mewajibkan imam yang menikah untuk berpisah dengan istrinya. Satu dampak lainnya dari dekrit sinode tersebut adalah pemusnahan kitab-kitab madah bakti lama yang dianggap berada di luar pengakuan. Setiap kitab yang mengandung doktrin bida'ah yang dapat ditemukan akan dibakar. Pada kenyataannya, tak ada upaya untuk memasukkan gereja kuno tersebut selaras dengan Roma dan di bawah otoritas mutlak Paus. Dan Kristen Siria mengajukan diri. Seratus lima puluh tiga imam dan enam ratus enam puluh orang awam menandatangani dekrit-dekrit sinode tersebut.

Ini adalah pengajuan, namun pengajuan paksa. Selkma lebih dari setengah abad, api pertikaian menjalar, dan pada tahun 1653 mereka bertikai dalam bara yang terbuka. Seorang sosok bernama Atalla (i.e. Theodore), uskup yang waktu itu ditahbiskan oleh catholicos Babilonia, dan diangkat oleh gerejawan tertinggi Gereja Siria, kala mendarat di Mailapore, ia ditangkap oleh otoritas Portugis, dikirim ke Goa, dan dihadapkan pada Inkuisisi. Perlakuan uskup baru tersebut membuat orang-orang Siria meradang. Mereka berkumpul bersama dalam jumlah ribuan mengelilingi salib Coonen di desa dekat Cochin, dan menyatakan sumpah yang mengecam para uskup Portugis. Karena uskup Siria mereka sendiri ditahan di tangan musuh, orang-orang tersebut memilih penggantinya, Mar Thomas i., untuk pemerintahan temporer dari provinsi tersebut. Namun, dampaknya adalah perpecahan Gereja Siria, satu pihak mengikuti Gereja Kepausan sebagai Romo-Siria, sementara jiwa-jiwa yang lebih peduli kembali ke pemakaian Siria. Kelompok pertama, yang dikenal sebagai Puthencoor, atau komunitas baru, kini diperkirakan berjumlah sekitar 110.000, sementara kelompok kedua, Palayacoor, atau komunitas lama, berjumlah sekitar 330.000.

Sepuluh tahun kemudian, Belanda merebut Cochin. Para penguasa baru memerintahkan gerejawan Katolik Roma asing untuk keluar dari wilayah tersebut, dan orang-orang Siria tetap menerima uskup-uskup mereka dari catholicos Babilonia. Namun pada tahun 1665, Gregorius, metropolitan Jacobite Yerusalem, nampak berada di kalangan Kristen Siria di Malabar. Orang-orang pada waktu itu berada dalam keadaan tanpa uskup tahbisan, komunikasi dengan catholicos terputus. Selama dua belas tahun, mereka dilayani oleh Mar Thomas, uskup yang dipilih oleh mereka, namun tak menerima penahbisan episkopal. Gregorius kini menahbiskan Thomas pada jabatan tersebut, aats permintaan rombongannya, disamping fakta bahwa metropolitan adalah anggota persekutuan lain yang menjalin hubungan ekskomunikasi menguntungkan dengan Gerejanya. Gregorius menetap di wilayah tersebut mengurusi perkara Gereja bersama dengan Thomas. Dalam cara ini, Gereja Nestorian di India berada di bawah naungan Jacobite—secara sukarela, dan nampaknya tanpa kesadaran apapun terhadap ketidaklaziman dari tindakannya. Mereka tak memiliki kesempatan terhadap kondisi perbedaan pada dogam-dogma teologi yang didatangkan. Sehingga, hal-hal tersebut berlangsung sampai akhir abad tersebut, nampaknya memberikan kemunculan ketidaksamaan ajaran atau pertikaian adat. Gereja diperintah oleh serangkaian prelatus Jacobite, beberapa diantaranya mengupayakan reformasi terapan, namun nampaknya tak pernah menonjolkan peminatan teologi apapun dalam penekanan mereka sendiri. Buktinya, teologi telah mati di Gereja, dan vitalitas Gereja itu sendiri tidak terlalu nampak. Namun, arus bungkam mengalir pada pihak Jacobite. Ini ditunjang oleh apa yang awalnya terjadi pada abad kedelapan belas, kala Mar Gabriel, seorang uskup Nestorian, datang ke Malabar. Baik metran (metropolitan) maupun umatnya akan mengakuinya atau mengijinkannya untuk berkotbah di gereja-gereja. Namun, tindakan tersebut lebih dikarenakan polemik ketimbang pertentangan lokal terhadap bida'ahnya, karena ia disebut sebagai musuh Jacobit. Ia dapat mengerahkan kelompok kecil Siria yang dibawa balik olehnya ke Nestorianisme lama mereka. Pada tahun 1751, patriark Jacobite Antiokia mengirim sejumlah salinan liturgi Jacobite, namun hanya pada satu kesempatan, pada tahun 1770, metran ditahbiskan oleh patriark Jacobite. Kemudian, orang-orang yang banyak diperhatian pertanyaan tatanan mendapati keraguan terkait status imamat Gereja Siria di India. Dalam kebanyakan kasus, penahbisan nampaknya dinyatakan tak biasa.

Bab baru dalam sejarah gereja lama tersebut dibuka dengan pengenalan pengaruh Inggris di bawah naungan Church Missionary Society. Gereja Nestorian berhak nampak bahwa apa yang paling dibutuhkan yang paling pertama adalah pendidikan, karena Kristen Siria, rohaniwan serta awam, ditemukan tenggelam dalam penghirauan. Menurutnya pada tahun 1813, sebuah perguruan dibuka. Para misionaris Inggris diterjunkan dalam harapan agar jika kekeliruan Roma dapat dihapuskan, Gereja Siria akan kembali ke kesederhanaannya. Namun, pengalaman panjang menunjukkan bahwa tugas pemulihan Kristen injili akan mengharuskan reformasi yang lebih radikal. Mula-mula, metran-metran asli menyambut kerjasama misionaris tersebut; namun kemudian jiwa pertikaian terwujud pada para pendatang asing tersebut. Kekeliruan dibuat oleh Uskup Heber di Bombay yang sangat menghormati uskup, yang dikirim ke Malabar oleh patriark Jacobite Antiokia untuk menaungi metran penduduk asli, namun ini berujung pada sosok yang sangat tak diinginkan. Pada tahun 1835, Uskup Wilson mengadakan konferensi dengan rohaniwan Siria, dan memberikan mereka beberapa nasehat terbaik atas kebutuhan pelatihan pelayanan, pendirian sekolah-sekolah, penggunaan bahasa sehari-hari dalam doa, pengenalan akan Injil, dan penunjangan lainnya, yang nampaknya mereka wujudkan, namun mereka sepenuhnya menghiraukannya kala ia meninggalkannya, bahkan mengirimkannya kembali 1.000 rupee yang ia berikan kepada mereka. Mungkin, suatu hal dikatakan untuk pihak Siria pada kasus ini. Kala kesempurnaan menjadi nasehat uskup baik tersebut. ia datang pada perjalanan pemeriksaan selaku "Metropolitan India Britania" pertama. Kami dapat memahami dengan apa perasaan pemimpin gereja kuno, bangga akan sejarah mereka yang bermula dari Zaman Apostolik, akan menarik kunjungan dari rohaniwan Inggris tersebut dengan gelarnya yang tersuara tinggi, khususnya jika mereka memperkenankan agar Uskup Wilson—seperti yang diharapkan—tak berkaitan dengan penaungan Inggris.

Setelah itu, Gereja Siria memutus hubungan dengan Church Missionary Society. Tak lama kemudian, Mar Athanasius Mathew, sosok asal Malabar, menjadi metran. Sosok baik tersebut berkarya selama bertahun0tahun untuk reformasi Gereja-nya, disamping pertentangan dan perlawanan lokal. Posisinya lebih ambisius, karena, usia membanggakan dirinya kala ditahbiskan oleh patriark Antiokia, ia menyangkal bahwa otoritas prelatus menggulingkannya. Usai kematiannya, pertanyaan pengganti terhadap keuskupan tersebut didatangkan ke pengadilan-pengadilan hukum dan menimbulkan litigasi sepuluh tahun. Pertanyaan tersebut utamanya ditujukan pada hak patriark Jacobite Antiokia terhadap supremasi atas Gereja Siria di India. Pada penekanan fakta tersebut, ia hanya dapat menahbiskan satu metran yang diterima oleh Gereja tersebut, Mar Athanasius, sepanjang masa Jacobite. Pihak yang berlawanan mendasarkan klaim mereka atas kemerdekaan pada sejarah awal Gereja kala bersekutu dengan catholicos Nestorian di Babilonia dan mengirimkan perintahnya darinya, serta otonomi kebiasaannya sendiri. Namun, keputusan yudisial tersebut diserahkan kepada calon Jacobite, Mar Dionysius Joseph.

Meskipun ada sedikit tanda perjuangan dalam Gereja Siria selaku organisasi, kebanyakan pemuda dari persekutuan tersebut datang untuk belajar di Universitas Madras. Sehingga, mungkin, Kristen St. Thomas terdidik akan datang untuk memutuskan mengenalkan metode yang lebih tercerahkan dalam perlakuan Gereja mereka, seperti perluasan pendidikan dan pelatihan rohaniwan yang lebih tinggi; namun kehendak tersebut hanya menjadi persoalan jika mereka masih setia pada kepercayaan dan gereja bapa-bapa mereka usai mengikuti budaya Barat.

Gereja-gereja Siria yang nampak di India selatan pada masa sekarang dibangun dengan lengkungan Muslim, atap miring, dan tembok kokoh. Secara garis besar, bangunan tersebut diwarnai merah, dan terbuat dari batu persegi dan dipoles dengan bahan tambang. Bangunan tersebut dipasangi lonceng dengan gaya penduduk asli. Pengunjung dari luar garis misi modern dapat mendengar suara lonceng gereja di antara perbukitan, menandakan bahwa wilayah beberapa gereja lama Kristen Siria.

Terakhir, kami menelusuri Kristen Siria di Tiongkok. Cikal bakalnya tak ditemukan, dan beberapa orang meragukannya pernah berdiri. Namun ada bukti jelas bahwa para misionaris Nestorian awal atau penerus mereka menjamah ke bagian dalam Kekaisaran Timur tersebut. Pada tahun 1625, Yesuit mendapati prasasti marmer, setinggi 7½ kaki dan panjang nyaris 4 kaki, dikubur di bawah reruntuhan di Singanfu, sebuah kota besar di Sungai Kuning, dulunya ibukota kekaisaran. Prasasti tersebut berjudul "Sebuah monumen memperingati pengenalan dan pengesahan nilai luhur Ta t'sin di kerajaan tengah." Di bagian atas, terdapat ukiran salib, yang diberi keterangan dalam bahasa Siria dan Tionghoa, mula-mula menjelaskan serangkaian doktrin Kristen, dan kemudian mencatat peristiwa utama misi Siria di Tiongkok. Prasasti tersebut mengisahkan bagaimana seorang misionaris bernama Olopan datang dari Yudea ke Tiongkok pada tahun 636, kabur dari marabahaya lewat darat dan laut, dan dipertemukan oleh pejabat kaisar dan masuk ke istana kekaisaran di tempat hukumnya diuji, dengan hasil bahwa kebenarannya diakui. Sehingga, menurut prasasti tersebut, kaisar mengeluarkan edik yang menyanjung Kristen, memerintahkan pembangunan gereja, dan mengutus dua puluh satu orang untuk melayaninya. Sehingga, ini adalah permulaan. Kemudian menyusul kisah misi dari tahun 636 sampai tahun 780 (dalam inskripsi 1092 era Yunani). Mula-mula, mereka meraih kesuksesan, dan Kristen tak tersentuh. Ini berlangsung selama dua generasi. Pada tahun 699, terjadi perubahan, dan Gereja ditindas. Penindasan kedua terjadi empat belas tahun kemudian. Setelah itu, Kristen kembali memasuki masa bahagia. Ini terjadi di bawah Kaisar Hinem-cum. Pada masa berikutnya, misi kedua muncul, yang membuat banyak gereja dibangun, dan Kristen dilindungi oleh serangkaian kaisar. Prasasti tersebut juga mencantumkan daftar rohaniwan.

Keantikan dan kepastian dari prasasti tersebut bukannya di atas naungan. Prasasti tersebut dapat menyatakan bahwa jika perjuangan besar dibuat pada masa awal, indikasi lainnya akan nampak pada masa kini. Catatan yang diambil dari misi tersebut oleh para kaisar dan perlindungan dan bantuan aktif mereka tentunya menonjol. Prasasti tersebut menyebutkan pengesahan yang tak dimajukan. Menurutnya, beberapa orang memandang bahwa seluruh hal merupakan pemalsuan Yesuit. Namun, ini sangatlah tak mungkin. Apa motif yang akan membuat orang-orang tersebut membelot dari pihak kepausan yang menghasilkan bukti palsu berkaitan dengan keantikan yang dimuliakan dan bekas status tinggi Gereja Siria? Disamping itu, kami memiliki bukti keberadaan Kristen di Tiongkok tak jauh dari masa prasasti tersebut.

Kanon Teodorus, uskup Edessa pada tahun 800, disebut sebagai "Metropolitan Tiongkok, India, dan Persia, Merozit dari Siam, dari Razich, dari Harinos, dari Samarcand, yang berjarak jauh dan bertempat pada pegunungan curam dan laut bergejolak yang terhalang dari kedatangan empat utusan tahunan dari catholicos, dan sehingga mengirim laporan mereka setiap enam tahun."

Pada tahun 845, Kaisar Wu Tsung memerintahkan 4.600 biara Buddha untuk dihancurkan, dan pada saat yang sama memerintahkan tiga ratus imam asing "untuk kembali ke kehidupan sekuler, agar kebiasaan kekaisaran dapat diselaraskan olehnya."

Selain itu, dua penjalajah Arab pada abad yang sama meninggalkan catatan penemuan Kristen mereka di Tiongkok. Salah satu dari mereka, Ebn Wahab, menyebutkan perbincangannya dengan kaisar soal isi Perjanjian Lama dan Baru. Indikasi lain Kristen Siria di Tiongkok nampak dalam penemuan manuskrip Siria pada tahun 1725 yang berisi semumlah besar Perjanjian Lama dan kumpulan kidung yang ditujukan untuk warga Tiongkok.

Pada abad kesepuluh—kala Eropa Barat memasuki abad kegelapan—Nestorian memperkenalkan kristen ke wilayah Tartar. Tiga abad kemudian (tahun 1274), Marco Polo berujar bahwa ia melihat dua gereja di kota Cingianfu yang dibangun oleh Nestorian. Ia berujar bahwa "Khan Agung mengangkat baron yang bernama Mar Sarghis [? Sergius], seorang Kristen Nestorian, menjadi pemimpin kota tersebut selama tiga tahun. Dua gereja dibangun pada masa itu."Penjelasan lebih lanjut dari Marco Polo menyebutkan beberapa orang yang disebut Alan yang menjadi Kristen, namun diusir dari kota kala mereka didapati mabuk.

Legenda Prester Yohanes, yang tersebar dan lama diyakini di Timur, menjadi liar dan fantasitf, berdasarkan pada gagasan perbincangan suku Mongol bernama Karith, yang tinggal di sekitaran Tiongkok. Tokoh utama legenda tersebut dikatakan merupakan raja dari suku tersebut, dan tinggal di Kara-Korum, sebuah kota di Orchar yang berjarak sekitar enam ratus mil dari barat Pekin. Nama dan gelar aslinya adalah Ung atau Avenk Khan; namun datang di bawah pengaruh Kristen Siria yang memindahkan agamanya, dan kemudian ia menerima nama baptis dan gelarnya, Malek Juchana, yang artinya Raja Yohanes. Kemenakannya, yang juga menjadi Kristen, dikatakan menikahi Tuli, putra Genghis Khan. Jika cerita itu benar, seperti Bertha dari Canterbury, ia mengenalkan iman Kristen ke istana suami pagannya, yang membuat serangkaian raja suku Karith menganut Kristen.

Pada tahun 1145, uskup Siria Gabala (Jibal, di Laodicea, Siria), yang datang ke Eropa untuk menghadap Paus Eugenius iii., melaporkan bahwa tak lama sebelumnya, sosok bernama Yohanes, yang tinggal di Timur jauh, raja dan imam Nestorian, yang diklaim merupakan keturunan dari tiga raja bijak, berperang dengan raja Samiard dari Medes dan Persia, dan merebut ibukotanya Ecbatan. Berniat untuk mendatangi Yerusalem, ia terhenti di Tigris dan rombongannya sakit. Kemungkinan kisah tersebut merujuk pada serbuan oleh beberapa pangeran Armenia. Proyek Perang Salib menyelamatkan Yerusalem dan penghentiannya di Tigris tak menekankan pengutusan ke Tiongkok.

Sebesar-besarnya ketenaran Yohanes yang misterius, yang diyakini lebih dari sosok mistis atau nyata di lebih dari satu tempat, hal ini dipersengketakan. Contohnya, Frater William dari Rubruch, yang menelusuri Marco Polo selama beberapa tahun, dan menjelajahi wilayah Timur dari 1253 sampai 1255 kala menyebut pemimpin Mongolia terkenal, berujar, "Nestorian dipakai untuk memanggilnya Raja Yohanes, dan berujar kepadanya sebanyak sepuluh kali melebihi hal yang sebenarnya, karena ini merupakan cara Nestorian yang datang dari wilayah tersebut. Dari ketiadaan, mereka akan membuat cerita besar, dan sehingga laporan besar datang terkait Raja Yohanes ini; meskipun kala aku datang melalui wilayah padang rumputnya, tak ada orang yang mengetahui apapun darinya yang menyelamatkan beberapa Nestorian."

Ketidaksenangan Frater William terhadap Nestorian tidaklah adil. Mereka bukan pihak yang menciptakan legenda tersebut. Cikal bakal sevebarbta daru legenda tersebut ditemukan di Barat, di tempat legenda tersebut bertumbuh menjadi laporan soal perjalanan dunia Timur yang jauh, dan sehingga dibawa ke wilayah yang dihuni oleh Nestorian, yang tak ragu untuk menyambut cerita tersebut dan tak mengulang untuk menyebarkannya.

Katolik Roma diperkenalkan ke Tartar dan Tiongkok pada abad ketiga belas, kala Paus Nikolas iv. mengirim Yohanes de Monte Corvino ke istana Kublai Khan, pendiri dinasti Yuen atau Mongol di Tiongkok. Terputus dari komunikasi dengan Eropa, misionaris tersebut berkarya sampai wafat pada usia tujuh puluh delapan tahun (tahun 1307), dan meninggalkannya terjemahan seluruh Perjanjian Baru dan Mazmur dalam bahasa Tartar. Terdapat surat-surat yang masih ada yang—jikalau asli—berisi permintaan Kublai Khan kepada Paus untuk mengirim seratus misionaris ke wilayahnya. Ketegangan dalam kepausan di dalam negeri menghentikan pewartaan misionaris yang dijanjikan. Pada abad keenam belas, misi Yesuit di Tiongkok yang direncanakan oleh Xaverius dilaksanakan oleh Padri Ricci, yang berlabuh ke Shacking dan melakukan perjalanan ke Pekin, mendirikan misi pada perjalanan melewati Nauchang Fu, Suchow Fu, dan Nanking Fu. Ia wafat pada 1610. Pada 1631, para misionaris Dominikan dan Fransiskan datang ke Tiongkok, dan kontroversi pusat dengan Yesuit menjadi berdampak. Ketegangan juga timbul dari perpecahan dinasti Ming dan kebangkitan kekuatan Manchu.

Pada tahun 1637, Yesuit menerbitkan 340 risalah tentang agama, filsafat, dan matematika dalam bahasa Tionghoa. Para pewarta Gereja dan kepausan dituduh berniat mengadaptasi keyakinan dan kewajiban Kristen ke gagasan dan kebiasaan Tionghoa. Mereka bahkan berhasil memindahkan agama Chung-chi, yang menjadi kaisar Kristen pertama dari ras Mongolia. Pada kematiannya, para mandarin, yang memegang jabatan pemerintah pada masa mudanya, berbalik melawan Yesuit, yang hak-haknya membuat mereka menjadi sangat iri, dan mengadakan penindasan (tahun 1664). Pemimpin Yesuit, Yohanes Adam Schaal, yang kala itu merupakan tetua, yang memegang tempat kehormatan di istana, dijebloskan ke penjara dan kemudian dieksekusi, sementara misionaris lainnya dibawa ke pengasingan. Sekitar lima tahun kemudian, pewaris muda, Kang-hsi, memegang pemerintahan dan sempat menarik kebijakan pemerintahan tersebut, dan memanggil lagi Yesuit. Kaisar baru dianggap sebagai sosok bangsawan dan berjiwa murni. Sehingga, kebangkitan Tiongkok di bawah pengaruh Eropa yang kami saksikan saat ini nampaknya dijanjikan dua ratus tahun lalu.

Kaisar terkenal Kang-hsi tetap menghargai Yesuit sepanjang masa pemerintahannya selama enam puluh tahun, dan membangunkan gereja megah untuk mereka di Pekin. Pada kematian kaisar tersebut pada tahun 1722, penganakemasan kekaisaran terhenti, dan pengaruh Yesuit menurun. Namun, Katolik Roma sejak itu diklaim memiliki status politik di kekaisaran.

Misi Protestan di Tiongkok dimulai pada tahun 1807 oleh Dr. Morrison. Pada tahun 1907, terdapat 3.719 misionaris Protestan di kekaisaran tersebut, dengan 9.998 pelayan penduduk asli, 154.142 komunikan, 706 stasiun dan 3.794 stasiun luar, 366 rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan, 2.139 sekolah harian, 42.738 murid, 255 sekolah asrama dan perguruan tinggi, yang menampung 10.227 murid.