Lompat ke isi

Laras dan Warisan Buku Ayahnya

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
(Dialihkan dari Pengguna:Suryajayadi)

Laras dan Warisan Buku Ayahnya

[sunting]

Tepat hari ini, Ayu Laras, merayakan hari ulang tahunnya yang ke-10. Selalu ada kejutan setiap dirinya berulang tahun, terutama dari kakeknya. Pada ulang tahun sebelumnya, kakeknya memberikannya hadiah selembar kain tenun khas Sumba dengan sebuah buku ensiklopedia kain nusantara.

Kejutan dari yang lainnya juga tidak kalah menarik tentunya. Hanya saja kakeknya selalu memberikan hadiah yang tidak hanya menarik, namun juga bermanfaat dan membuka wawasannya. Buku ensiklopedia kain yang diberikannya pada ulang tahun sebelumnya, membuat gadis kecil tersebut mengetahui jika Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke memiliki banyak jenis kain tradisional yang indah. Ayu Laras hanya memiliki beberapa koleksi kain tradisional, seperti: Songket Bali, Endek Bali, Gringsing, Batik Solo, dan termasuk Tenun Sumba hadiah kakeknya. “Kira-kira hadiah menarik apakah yang bakal diberikan kakek di Ulang Tahun ini?” demikian gumamnya dalam hati, beberapa hari menjelang hari ulang tahunnya.  

Satu hari menjelang hari ulang tahunnya, kabar buruk menghampiri. Paman Made berkabar jika kakek Ayu Laras jatuh sakit. Laras yang mendengar kabar tersebut sedih, dan segera menelpun balik kakeknya. “Pekak, kocap sungkan, sungkan napi? sampun maubad?” itulah yang disampaikan Laras kepada kakeknya dalam bahasa Bali, yang berarti ‘Kakek, kabarnya kakek sakit, kakek sakit apa? Sudah berobat’.  Kakeknya senang menerima telepon dari cucunya, dan menyampaikan bahwa dirinya tidak mengalami sakit yang parah dan sudah dirawat dengan baik oleh nenek dan keluarganya di kampung. Dia pun masih ingat bahwa besok adalah hari ulang tahun cucunya, dan berjanji akan sembuh besok.  Sekalipun demikian, Laras tetap tidak tenang mendengar kabar tersebut. Laras memutuskan jika besok akan menjenguk kakeknya.

Keesokan harinya, sepulang dari sekolah, Laras segera menyiapkan ranselnya. Keinginan untuk menjenguk kakeknya tidak terbendung lagi. Dia tampaknya sudah tidak memikirkan jika hari itu adalah ulang tahunnya. Bagi Laras, kesembuhan kakeknya adalah yang terpenting saat ini.

Ibu Laras-pun memaklumi perasaan putrinya. Rasa sayang Laras kepada kakeknya sungguh besar. Apalagi Laras adalah seorang anak yatim. Ayahnya meninggal saat Laras berusia satu (1) tahun. Laras kemudian tumbuh besar di bawah asuhan kakek, nenek, ibu, dan paman bibinya di kampung. Saat Laras berusia lima (5) tahun, Ibunya diterima bekerja selaku dosen di salah satu perguruan tinggi. Laras-pun tinggal terpisah dengan keluarganya di kampung.

Perjalanan Laras menuju kampung kakek-neneknya memakan waktu selama kurang lebih tiga (3) jam. Sepanjang perjalanan, Laras sangat mencemaskan kakek dan ingin segera tiba di kampung. Ibunya pun menghibur dengan mengalihkan perhatiannya pada banyak hal. Di tengah perjalanan, ibunya mampir di sebuah toko kue ternama. Ibunya ingat bahwa hari itu adalah hari ulang tahun anaknya, dan dia membelikan kue puding cokelat kesukaaan anaknya. Tidak lupa juga membeli kue untuk kerabatnya di kampung.

Menjelang sore, Laras akhirnya tiba di kampung halamannya. Segera gadis kecil itu menemui kakeknya yang ketika itu sedang dibaluri boreh (lulur obat tradisional).  Laras memeluk kakeknya erat-erat, tidak peduli tubuh kakeknya yang sedang dibaluri ramuan. Chopin, anjing kintamani peliharaan kakeknya, juga ikut nimbrung saat keduanya berpelukan. Seolah ingin ikut berpelukan. Neneknya pun mengusir chopin karena mengganggu kemesraan kakek dan cucunya.

Setelah beberapa saat, Kakeknya pun melepaskan pelukannya dan menyampaikan sesuatu kepada cucunya. “Laras, pekak masih ingat, jika  hari ini adalah hari ulang tahun cucu kesayangan pekak. Laras mau pekak beri hadiah apa?” Laras menjawab dalam bahasa Bali bercampur Indonesia, “Beh pekak inget dogen. Laras sing ngidih hadiah apa-apa. Bagi Laras, kesembuhan kakek, kesehatan nenek juga keluarga di sini adalah hadiah utama buat Laras”. Kakeknya pun terharu mendengar jawaban cucunya tersebut.

Saat itu, hari sudah memasuki sore menjelang malam. Laras dan keluarganya berkumpul bersama-sama. Ada banyak sajian yang dihidangkan saat itu, mulai dari: pisang goreng, ubi rebus, jagung rebus, pudding cokelat, kopi, teh, dan masih banyak lainnya. Itu semua disajikan untuk merayakan hari ulang tahun Laras. Tetangga pun berdatangan ikut nimbrung. Chopin, anjing kintamani peliharaan kakek Laras juga sibuk menyambut tetangga yang datang dengan gonggongannya. Sebuah pesta perayaan ulang tahun yang berkesan bagi Laras yang tak terduga.

Di tengah hangat suasana berkumpul itu, kakek kemudian mengajak Laras untuk menerima sebuah hadiah. Laras terkejut dan bingung, sebab kakeknya yang sakit masih sempat menyiapkan hadiah untuknya. Kakeknya mengajak Laras dan ibunya memasuki sebuah kamar, ditemani nenek dan kerabat lainnya.  

Kamar itu adalah perpustakaan kecil milik almarhum ayahnya. Sekalipun ayahnya sudah lama meninggal, kamar itu tetap bersih dan harum.  Laras ingat betul, jika di kamar inilah dia diasuh oleh kakek dan neneknya sembari menunggu ibunya pulang dari bekerja. Di kamar inilah Laras mulai mengenal huruf dan angka. Di kamar inilah Laras belajar menggambar dan mewarnai bersama kakeknya, sambil disuapi makanan lezat oleh neneknya. Banyak hal yang Laras ketahui melalui kamar ini.

Lalu, mengapa dirinya diajak memasuki kamar ini? Laras masih tampak kebingungan. Dia semakin bingung, ketika melihat ibunya tiba-tiba berlinang air mata. “Laras, inilah hadiah di hari ulang tahunmu yang ke sepuluh”. Laras terdiam dan masih belum mengerti.  “Inilah hadiah dari almarhum ayahmu”, ibunya menimpali, sembari memeluk Laras erat-erat. Laras-pun juga tidak bisa menahan tangisnya.

Laras akhirnya mengerti, jika buku-buku inilah yang akan dihadiahkan kepada dirinya. Laras memang gadis kecil yang suka membaca. Tidak hanya gemar membaca, Laras juga seorang gadis kecil yang suka menulis dan membuat konten video. Kemanapun dirinya pergi, Laras selalu membuat konten tentang tempat yang dirinya kunjungi. Banyak followers yang mengikuti akun sosial medianya. Laras sangat sibuk dengan kegiatannya, dan melupakan satu tempat yang penuh arti bagi dirinya, yakni perpustakaan ayahnya. Di hari ulang tahun inilah, Laras disadarkan akan hal itu.

Laras melihat koleksi-koleksi buku milik ayahnya. Ada banyak buku yang dikoleksinya, mulai dari buku sejarah, kebudayaan, kesehatan, seni, ensiklopedia, kamus, sastra, dan banyak hal lainnya. Buku-buku itu sebagian besar berbahasa Inggris dan sebagaiannya lagi berbahasa Indonesia. Ada pula buku-buku koleksinya ayahnya yang ditulis dalam bahasa Belanda. Laras teringat cerita ibunya, jika ayahnya sewaktu muda pernah kuliah di salah satu universitas di negeri Belanda.

Saat Laras asyik melihat koleksi buku almarhum ayahnya, Kakeknya membuka sebuah lemari berukir yang di dalamnya terdapat peti-peti kayu. Perhatiannya kemudian mulai tertuju pada peti-peti kayu itu, dan Laras dibuat penasaran olehnya. Di dalam peti itu tersimpan lembaran-lembaran daun lontar yang ditulis dengan aksara tradisional. Laras penuh antusias melihat lontar tersebut, untuk pertama kalinya.

“Inilah yang namanya lontar, Laras. Ini adalah koleksi keluarga kita yang diwarisi sejak turun temurun. Dulu sebelum leluhur kita mengenal kertas dan buku, seperti inilah caranya orang mencatat dan menuliskan pengetahuannya.” Demikian penjelasan kakeknya.

Paman Made ikut menimpali penjelasaan kakek Laras, “Kalau sekarang orang mencatat sesuatu itu dengan membuat konten di sosial media, seperti yang Laras sering upload di sosial media”. Semua yang ada di ruangan itu tertawa mendengar celotehan paman Made yang terkenal humoris itu.

“Gara-gara bisa membaca lontar inilah, ayahmu bisa bersekolah hingga ke negeri Belanda” Demikian neneknya menambahkan, sambil menjewer telinga paman Made “Beda dengan pamanmu yang satu ini, yang sangat malas membaca”.

Paman Made yang dijewer kupingnya pun ikut menyahut “Makanya Laras, jangan seperti paman made, tirulah almarhum ayahmu. Bacalah habis semua buku koleksi ayahmu ini nak.” demikian ungkapnya, sembari mengelus kupingnya yang kesakitan karena dijewer oleh nenek Laras.

Tiba-tiba Laras berlinang air mata, teringat akan almarhum ayahnya. Meski tidak merasakan secara penuh kehadiran ayahnya, namun sejatinya ayahnya telah meninggalkan warisan harta yang luar biasa berharga. Laras berjanji akan semakin gemar membaca. Laras juga berjanji akan semakin giat dalam belajar bahasa dan aksara Bali, karena selama ini mata pelajaran itu sangat membosankan baginya.

Kemudian Laras mengambil gawai miliknya dan membuat sebuah konten. “Hay guys, hari ini aku berulang tahun yang ke-10. Makasi yang udah ngucapin selamat ulang tahun buat aku. Oh ya, aku saat ini merayakan ulang tahun di kampung halaman bersama kakek-nenek, ibu, dan juga paman bibiku. Ini mereka semua lhoo, ini kakek aku, ini nenek aku, ini paman Madeku yang imut, bibiku yang cantik, dan ini ibuku. Oh ya temen-temen, di ulang tahunku ini aku untuk pertama kalinya mengetahui lontar. Keluargaku ternyata memiliki beberapa koleksi lontar lo. Namun sayang, karena aku males belajar bahasa Bali akhrinya aku nda bisa membaca lontar-lontar ini. Padahal almarhum ayahku bisa bersekolah ke Belanda karena bisa membaca lontar. Hari ini aku berjanji akan mulai mencintai dan rajin belajar aksara Bali. Hari ini juga aku berjanji pada akan merawat koleksi-koleksi buku dari ayahku ini.”

Saat Laras asyik membuat konten bersama keluarga, tiba-tiba Chopin anjing peliharaan kakeknya ikut masuk ke dalam kamar. Anjing itu seolah tak terima jika dirinya tidak dilibatkan dalam konten ulang tahunnya Laras. Laras pun merekam aksi Chopin yang mengibas-ibaskan ekornya dengan penuh gembira.

I Kadek Surya Jayadi
[sunting]