Tahu Sama Tahu/Menikah/Rumah Tangga

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Selesai menjalani bulan madu yang penuh cinta dan sukacita, langkah berikutnya adalah mengarungi hidup sebagai sepasang suami istri.

Hak Suami[sunting]

Hak Istri[sunting]

Anak[sunting]

Anak adalah buah cinta sebagai hasil pernikahan yang halal dan legal. Kualitas hidup anak dikelola sejak anak belum dilahirkan, yakni dari perilaku sang calon ayah dan calon ibu.

Prinsip Pendidikan Anak[sunting]

  • Tegas dan konsisten. Anak harus dididik tentang ketegasan dan konsistensi. Ayah dan ibu harus satu kata dalam melarang atau membolehkan sesuatu. Jika ayah dan ibu tidak sepakat tentang pelarangan sesuatu, maka anak pun belajar untuk mengabaikan. Konsistensi berarti pelarangan bersifat final dan bukan kondisional. Misalnya ketika anak marah dibolehkan ini itu, ketika anak senang dilarang ini itu.
  • Kasih sayang yang mendidik. Kasih sayang tidak berarti harus selalu memanjakan anak. Terlebih lagi ketika anak berhadapan dengan kakek neneknya yang cenderung (selalu) memanjakan cucu mereka. Baik ayah dan ibu harus mengelola kedekatan anak dengan kakek neneknya agar mereka tidak tumbuh sebagai anak manja yang tidak mengenal kata tidak.
  • Pendidikan agama. Pendidikan moral dari perilaku orangtua yang menjadi teladan juga harus diikuti dengan pendidikan agama sebagai bekal sejak dini bagi anak untuk mengenal Tuhannya. Tidak ada kata terlalu dini untuk mengajarkan pendidikan agama dalam bentuk apapun kepada anak. Bagi kaum muslim, bukanlah hal yang aneh jika anak berusia 5 tahun sudah bisa menghafal al-Quran 30 juz sebagaimana tradisi kaum terdahulu yang menghasilkan ulama besar.

Konflik[sunting]

Dua orang yang berlainan jenis, berbeda latar belakang, dan berbeda keluarga tentu saja mudah menimbulkan konflik. Bahkan pasangan kembar identik saja tidak mungkin selalu memiliki keinginan dan pikiran yang sama setiap saat. Oleh karena itu perbedaan yang muncul perlu dikelola dan ditangani dengan baik agar kehidupan rumah tangga berjalan dengan harmonis hingga akhirat kelak.

Tips[sunting]

  • Sabar. Baik suami maupun istri lebih baik memperbesar sabar dalam setiap konflik atau perbedaan. Tentu saja berbuat sabar bukanlah hal yang mudah karena pasti mengorbankan pikiran dan perasaan. Namun hasil terbaik dari setiap konflik lebih mudah dicapai dengan sabar. Sabar dengan memberikan toleransi kepada pasangan bahwa mereka orang yang berbeda jalan pikiran, cara bertindak, dan yang penting adalah menuju ke tujuan yang sama.
  • Kesamaan bukanlah jaminan keharmonisan. Kesamaan satu sama lain antara suami dan istri memang memudahkan komunikasi dan ketertarikan satu sama lain. Namun pada saatnya harus menghadapi pasangan setiap hari, lebih mudah menemukan perbedaan (meskipun sangat kecil) ketimbang kesamaan. Bahkan bisa jadi melupakan sama sekali kesamaan yang dimiliki masing-masing. Oleh karena itu lebih baik belajar untuk berbeda lebih awal sehingga stres tidak makin meningkat gara-gara dari waktu ke waktu semakin tidak menemukan kecocokan atau kesamaan.
  • Wanita lebih mengedepankan perasaan. Secara naluri, wanita mengedepankan perasaan dalam bertindak. Hal ini perlu dipahami oleh suami kepada sang istri tersayang. Tindakan dan komentar aneh dari sang istri banyak didasari oleh perasaannya yang memang bisa sangat fluktuatif. Contoh:
    • Istri stres karena berat badan bertambah, namun merasa makanannya kurang bergizi untuk menyusui anaknya.
    • Istri yang suka bersosialisasi dengan tetangga untuk membicarakan problem rumah tangga yang dihadapi sehari-hari. Suami bisa menganggap sang istri suka membuka aib rumah tangga. Sementara sang istri merasa membicarakan problem dengan orang lain dapat menyelesaikan masalahnya.
  • Pria lebih mengedepankan akal. Idealnya, sang istri bisa memahami bahwa sang suami bertindak berdasarkan akal dan logika semata, dan tidak ada maksud (langsung) untuk meremehkan sang istri. Contoh:
    • Suami yang 'pelit' membelikan perabot rumah tangga yang berumur pendek dan berharga tinggi seperti elektronik.
    • Suami kekeuh tidak mau berhenti dan bertanya, ketika tersesat mencari arah jalan karena merasa mampu mengatasinya dengan GPS atau peta.
  • Lebih banyak mendengar. Secara psikologis, wanita cenderung untuk membicarakan masalahnya, mengungkapkan uneg-uneg, dan mungkin dianggap cerewet oleh suami. Sedangkan pria cenderung untuk tekun mencari solusi atas masalah, dan tertantang untuk menemukan solusi tersebut, dan mungkin dianggap tidak banyak bertindak oleh istri. Oleh karena itu psikolog banyak menyarankan agar suami lebih banyak mendengar istri, meskipun hal ini tidak absolut. Karena bisa jadi justru sang istri yang lebih ingin mendengar ungkapan hati dari sang suami. Silakan diukur pada pasangan masing-masing untuk menentukan siapa yang akan (berkorban) lebih banyak mendengar.