Alaska dari Bulan
Premis
[sunting]Seorang gadis kecil bernama Alaska yang seumur hidup tinggal di Bulan memutuskan untuk pindah rumah ke planet Bumi.
Lakon
[sunting]Anak Bintang
Papa
Mama
Lokasi
[sunting]Planet Bumi
Planet Bulan
Cerita Pendek
[sunting]I. Asal-usul Alaska
[sunting]Ada seorang manusia yang tinggal di Bulan; ia adalah anak perempuan dan namanya adalah Alaska, seperti nama negara. Tadinya, Alaska tinggal sendirian di planetnya yang berjarak empat ratus kilometer atau setara dengan perjalanan satu malam dengan kereta api. Planet tempat Alaska tinggal bernama Bulan. Sebenarnya, planet Bulan sendiri adalah sebuah planet satelit, yaitu planet kecil yang mengorbit planet yang lebih besar. Tugas Bulan adalah menyeimbangkan gerak jalan planet Bumi supaya jalannya tidak oleng.
Penampilan planet Bulan terlihat seperti planet Bumi yang ditelanjangi. Kamu takkan bisa menanam bunga krisan di sana karena Bulan terbuat dari batu, dan kamu juga takkan mampu memanggang lapis surabaya karena panas planetnya akan menghanguskan adonan kue menjadi arang. Alaska hanya bisa melakukan dua hal di planet Bulan; merayakan ulang tahunnya setiap delapan belas jam sekali dan mengamati bintang-bintang, karena langit planet Bulan selalu cerah dan terang.
Pada satu malam, Alaska sedang mempelajari rasi-rasi bintang. Lalu ia mulai penasaran tentang planet Bumi yang selalu ditemani planet Bulan. Dari jauh, planet Bumi berwarna biru dan hijau, bentuknya bundar seperti bentuk bola basket raksasa. Indah sekali, Alaska berpikir. Alaska bertanya kepada Anak Bintang; Hai, bintang, bagaimana cara untuk pergi ke Bumi?
Anak Bintang berkedip sekali, lalu ia tersenyum melihat kesungguhan Alaska. Anak Bintang menjawab:
“Untuk mengunjungi Bumi,
Kamu harus terlahir sebagai anak manusia.”
Alaska mengikuti arahan Anak Bintang selanjutnya; carilah bantuan bintang-bintang yang jatuh di Bumi, karena mereka semua mendengar setiap permohonan dan doa orangtua Bumi yang ingin memiliki anak. Alaska akan membutuhkan orangtua untuk menjaga, merawat dan melindungi selama masa tinggalnya di Bumi. Lewat bantuan bintang-bintang jatuh, Alaska pun akhirnya mendengar permohonan sepasang orangtua Bumi dan memilih mereka.
Setelah membereskan tempat tidur dan merapikan planetnya, Alaska meninggalkan planet Bulan. “Tolong jaga planetku ya, Anak Bintang,” pinta Alaska sebelum ia pergi. “Planetku butuh banyak bintang, ia suka ditemani.”
“Baiklah,” Anak Bintang mengangguk. “Alaska, kamu yakin mau pergi ke Bumi?”
“Tentu,” Alaska tersenyum riang.
“Nanti kalau sudah sampai, kamu panggil orangtuamu Papa dan Mama, ya?” kata Anak Bintang.
Alaska mengangguk mantap.
II. Alaska di Bumi
[sunting]Hari pertama Alaska tiba di planet Bumi lumayan berat. Alaska tiba sebagai seorang bayi, dan tubuh Alaska cuma sebesar buah semangka. Kulitnya kemerahan karena menempuh perjalanan antar-galaksi yang jauh, dan Alaska menangis semalaman. Bayi Alaska yang mungil ditimang-timang dengan sayang oleh mamanya, sementara papanya mengurus surat-surat resmi yang mencatat kedatangan Alaska di Bumi. Sambil menatap langit malam lewat jendela besar rumah sakit, mama dan papanya Alaska tersenyum penuh syukur dan berterima kasih kepada bintang-gemintang yang telah memberikan Alaska kepada mereka.
Alaska tidak tahu bagaimana caranya untuk membuat kaki, tangan dan kepalanya menjadi besar. Namun dengan bantuan mama dan papa, mereka memberi Alaska susu sebelum dan sesudah tidur. Hal ini membantu tulang-tulang Alaska bertumbuh besar. Setelah itu, Alaska ingin tahu bagaimana cara mamanya menggapai gagang pintu atau bagaimana cara papanya menyalakan lampu.
Alaska banyak belajar bagaimana cara menggunakan tubuhnya. Alaska belajar bagaimana cara menggerakkan jari-jari kaki dan tangannya, bagaimana caranya menggunakan kaki-kakinya untuk berjalan, bagaimana caranya menggunakan jari-jarinya untuk memegang sendok, bagaimana caranya meringkuk, bagaimana caranya merangkak, bagaimana caranya berdiri dengan kedua kaki sendiri tanpa dituntun mama dan papa, bagaimana caranya berjalan, bagaimana caranya berlari, bagaimana caranya berjinjit untuk meraih mainan yang ada di atas kepalanya, dan bagaimana caranya melompat. Kemudian Alaska belajar bagaimana caranya membentuk suara dan menemukan suaranya sendiri. Mama dan papa Alaska gembira ketika Alaska berhasil memanggil mereka.
Ketika lengan Alaska sudah sepanjang ranting daun dan tinggi badannya setinggi bangku taman, Alaska mulai belajar menggunakan indera perasa untuk mengecap bagaimana manisnya rasa kecap, perbedaan antara buah ceri dan apel, rasa gurih dari kuah sop masakan mamanya, hangatnya nasi hangat yang baru matang, dan rasa pedas yang ia benci setelah menggigit cabai. Alaska juga belajar mengamati; yang mana berbeda dari melihat. Alaska mengamati bagaimana bentuk wajanya yang bulat mirip papanya, rambut keritingnya hampir sama dengan mamanya, bentuk hidung mamanya yang sama seperti miliknya, Alaska juga belajar mengamati huruf dan angka, terutama bagaimana huruf membentuk kata dan sekelompok kata membentuk kalimat. Alaska senang dengan permainan kata; ia menyukai palindrom atau kata yang dibaca dari depan atau belakang sama saja, contohnya kata katak, kodok, malam, isi dan tamat.
Mama dan papa belum menamai anak mereka sampai suatu hari, papa Alaska membentangkan peta dunia di meja makan. “Papa mau kamu memilih nama dari sini,” papanya mengajak.
“Namaku? Buatku sendiri?” Alaska bertanya.
Papanya mengangguk. “Iya, supaya mama dan papa bisa memanggil kamu kalau kita jauh.”
Tadinya Alaska menunjuk El Savador, sebuah republik di Amerika Tengah. “Coba nama yang lain, sayang,” papanya kurang setuju.
“Kalau ini?” negara yang dimaksud bertuliskan ALASKA.
“Alaska. Boleh juga,” papanya menyetujui.
Dari sanalah asal-usul nama Alaska berasal.
Setelah Alaska bertambah besar, Alaska mulai mengenali sesuatu yang tak terlihat namun menggerakkannya dari dalam hati; hal itu bernama perasaan. Kalau perasaan Alaska tidak enak, perutnya akan mulas. Kalau perasaan Alaska gembira, ia akan tertawa bersama dengan orangtuanya. Kalau perasaan Alaska sedang sedih, Alaska biasanya menangis. Alaska merasakan rasa senang, duka, marah, patah hati, kecewa dan rasa penasaran.
Selama bertahun-tahun setelahnya, Alaska mencoba untuk mengekspresikan dan memahami perasaan yang bervariasi dan menarik. Alaska sesegukan, tertawa, berteriak, berlari kabur, bernyanyi, melukis, menari, mencintai dan dicintai. Yang paling penting diantara semuanya adalah Alaska menjalani hidup. Ketika saatnya Alaska untuk kembali ke planetnya tiba nanti, Alaska akan merasa berat untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Bumi yang luar biasa asing dan indah itu.