Lompat ke isi

Botang Sang komandan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Kata Pegantar Cerita ini ditulis oleh Ririn Humaera, untuk diikut-sertakan dalam lomba menulis cerpen untuk anak WikiBuku: Proyek Yuwana.

Premis Cinta Tanah Air tidak hanya serimonial semata, tapi usaha menjaga tanah, air dan segala isinya.

Lakon

Botang ( Botana Blue Tang) Paracanthurus Hepatus  
Ibu.

Cerita Pendek Botang Sang komandan

Suatu hari di kedalaman terumbu karang, Botang sedang menikmati sarapannya yang agak tidak tepat waktu. Sesekali ia melihat ke cakrawala, sinar matahari sudah membentuk sudut 45 derajat masuk menyinari karang-karang. Tak ada yang istimewa, hari ini terlihat akan seperti hari-hari biasanya. Begitu yang Botang pikirkan sembari melahap cacing yang masih tetap berjuang untuk melepaskan diri.

Botang, nama lengkapnya Botana Blue Tang. Ikan biru yang dalam film lebih dikenal sebagai Dori, teman Nemo dalam bertualang. Meski bernama Blue Tang, tidak semua tubuhnya berwarna biru. Ekor Botang berwarna kuning, dan bagian atas tubuhnya terdapat corak hitam.

Masih asik dengan makanannya, tiba-tiba Botang dikejutkan oleh lengkingan suara Ibu dikejauhan.

“Botang, cepat sembunyi!

Begitu terkejutnya Botang dengan suara ibu, memberi kesempatan untuk cacing meloloskan diri dan secepatnya menyelinap ke celah karang sempit. Botang kehilangan sarapannya.

Belum sempat Botang menjawab panggilan, Ibu sudah berada di sampingnya dan menyuruh Botang bergegas. Botang yang tak paham apa yang sedang terjadi tanpa banyak tanya mengikuti Ibu berenang. Ibu menyelinap di antara celah karang, Botang pun melakukan hal yang sama. Tak sempat bertanya, Botang sudah teralihkan dengan apa yang disaksikannya. Sekumpulan manusia yang biasanya turun untuk menikmati alam bawah laut kali ini tampak berbeda gerak geriknya.

Orang-orang berbaju hitam ketat, dengan sepatu karet serta tabung oksigen di punggung. Biasanya mereka hanya berenang kesana kemari, namun kali ini sedikit berbeda. Mereka membawa selembar kain. Dua Warna, merah dan putih. Botang tahu, itu adalah kain yang sama yang di ikatkan di atas tiang pada kapal-kapal nelayan. Perlahan dua penyelam mulai mengangkat kain secara bersamaan, seolah sedang mengibarkannya. Kemudian mereka saling bergandeng tangan, lambang persaudaraan. Sedang penyelam lain meletakan tangan kanan disamping kepala. Mereka memberi penghormatan kepada Merah Putih.

“Apa yang mereka lakukan, Bu?” Botang bertanya pada Ibu untuk mengobati rasa penasarannya.

“Mereka sedang melakukan upacara bendera nak.” Ibu Menjawab sekedarnya.

“Jadi Kain berwarna merah dan putih itu adalah bendera, Bu?” Botang bertanya lagi.

“Betul nak, Itu Sang Saka Merah Putih. Bendera negara kita, Indonesia.”

“Lalu mengapa mereka melakukannya upacara bendera pada hari ini ?”, rasa penasaran Botang belum hilang sepenuhnya.

“Karena hari ini tanggal 17 Agustus, Nak. Hari dimana Negara kita memperoleh kemeredekaan. Hari dimana sejak saat itu kita memperoleh kebebasan. Hari dimana kita mendapat perlindungan dalam hukum negara kita.”

Botang mengangguk tanda ia paham. Tapi masih ada yang membuatnya penasaran. Jadi kembali ia bertanya.

“Mengapa mereka melakukannya ditempat kita, bu? Bukankah lebih mudah untuk melakukannya di daratan?” Botang bertanya kembali.

“Mungkin untuk menunjukan semangat perjuangannya, nak. Melakukan di daratan tentu tidak akan sesulit saat melakukan di lautan.

“Sepertinya jawaban Ibu benar, lihatlah mereka sudah mengakhirinya. Mereka nampak kesusahan, hari ini arus juga cukup kuat.”

“Jadi apa yang kamu pelajari hari ini, nak?” Ibu bertanya.

“Aku akan melakukan hal yang sama tahun depan, Bu.”

“Apa yang akan kamu lakukan?” Ibu memasang wajah penasaran.

“Aku akan berenang ketepian, dan memberikan penghormatan sejenak di daratan.”

Ibu tertawa mendengar jawaban lugu dari anaknya, lalu berkata “Nak, tidak begitu cara menunjukan perjuangan.”

“Tapi mereka melakukannya, Bu!”

“Nak, mereka melakukannya, karena mereka tau mereka sanggup melakukannya. Mereka punya tabung oksigen yang membuat mereka tetap bertahan di dalam air. Tapi kamu tidak punya cadangan air yang bisa membuatmu tetap hidup walau sejenak di daratan. Jika anak Ibu ingin melakukan sesuatu, lakukanlah dalam batas kesanggupanmu.” Ibu mencoba memberi arahan kepada Botang.

Botang termenung, ia tau Ibunya benar.

“Nak, Upacara Bendera 17 Agustus bukan seremonial belaka. Bukan tentang memberi penghormatan saja. Tapi tentang bagaimana kamu menunjukan rasa cinta terhadap tanah air. Tentang bagaimana kamu menjaga alam Indonesia ini. Lihatlah mereka, hanya bertahan 5 menit untuk upacara bendera, mengapa mereka tidak meluangkan lebih banyak waktu untuk membersihkan sampah plastik ini.” Ibu menunjuk Botol plastik yang tersangkut diantara karang.”

Botang tak bisa menjawab perkataan Ibu. Tak ada satu pun dari kata-kata Ibu yang salah. Kini dalam hatinya tertanam pendirian yang kokoh. Ia akan menemukan satu hal yang bisa dilakukan pada upacara bendera tahun depan.


Satu Tahun Kemudian

17 Agustus, pukul 09.45 WIB. Detik-detik proklamasi, sekelompok penyelam bersiap melakukan pengibaran bendera di kawasan Gosong Laut. Salah satu titik penyelaman kelas dunia yang berada di Sumatera Barat. Gosong Laut memiliki hamparan terumbu karang indah yang menjadi rumah beraneka ikan dan juga merupakan jalur perlintasan penyu menuju pulau saat hendak bertelur.

Botang yang telah menunggu selama 365 hari akhirnya bisa menunjukan rasa cinta tanah airnya. Botang telah berjuang lebih dari 2 bulan untuk meyakinkan teman-temannya agar rela bergabung hari ini dalam pelaksanaan upacara bendera. Bagian tersulit adalah saat-saat ia harus meyakinkan kerabatnya Yetang. Ikan Kuning dengan nama lengkap Yellow Tang.

Saat pengibaran Sang Merah Putih, Botang memberi komando kepada rekan-rekannya. Seketika ikan beraneka warna berbaris dalam kelompoknya, memberi penghormatan kepada Sang Saka. Para penyelaman yang tak menyangka hal ini akan terjadi, terkagum-kagum dibuatnya. Melihat ikan-ikan yang biasanya bersembunyi saat mereka tiba, untuk kali ini bergabung memberi penghormatan. Ini adalah upacara terbaik yang pernah mereka saksikan, selain potongan-potongan gambar dari upacara bendera pertama, 17 Agustus 1945.

Upacara berjalan dengan khidmat, Botang terharu dengan upacara bendera pertamanya. jika saja para penyelamam bisa merasakan kebahagiaan dari Botang, mereka pasti akan menghabiskan sisa oksigen di dalam tabung untuk aksi bersih-bersih laut. Tapi semua tak seperti pemikiran Botang, perlahan para penyelaman bergerak ke permukaan. Botang terdiam, matanya menatap botol plastik dari kejauhan. Ternyata bagi mereka ini hanya seremonial belaka. Rasa cinta tanah air yang para penyelam miliki tak membuat Botang merasakan kemerdekaan dari sampah plastik. Botang sang komandan tertunduk sedih. -TAMAT-