Lompat ke isi

Bunga Kuning yang Mekar Hanya pada Sore Hari

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis

[sunting]

Tika menyukai rumpun bunga berwarna kuning di depan rumah Sasha dan ingin memiliki tanaman bunga itu juga di halaman rumahnya, namun hal itu tidak bisa terwujud karena ayah Tika adalah seorang tukang kayu sehingga rumahnya penuh dengan debu serbuk kayu.

Tokoh Cerita

[sunting]
  1. Tika sebagai tokoh utama
    Tika
  2. Sasha sebagai teman Tika
    Sasha

Cerita pendek

[sunting]

Tika senang berkunjung ke rumah Sasha. Bukan karena rumahnya dekat dengan persawahan sehingga udaranya terasa lebih sejuk. Bukan pula karena Sasha selalu menjamunya dengan minuman cokelat panas yang lezat saat Tika berkunjung. Hal yang paling menarik perhatian Tika adalah bunga-bunga berwarna kuning yang rimbun di depan rumah Sasha. Bunga itu berbentuk terompet. Jumlah kelopak bunga itu sangat banyak, sebanyak daun-daun berserakan di halaman rumah tua yang sudah lama tidak ditempati. Bunga itu terlihat istimewa di mata Tika sehingga ketika minum cokelat panas, dia selalu menghadap ke arah bunga-bunga itu berada. Ketika Sasha mengajaknya bicara, Tika akan sesekali melirik bunga itu.

Tika sangat senang dengan bunga berwarna kuning itu. Sebetulnya dia punya mimpi untuk punya banyak tanaman di halaman rumahnya. Namun rumahnya yang dipenuhi mebel, kayu, dan debu-debu serbuk kayu tidak cocok untuk kehidupan tanaman jenis manapun. Belum lagi ketika Ayah Tika mulai mengecat kaca yang sudah diberi gambar bunga tulip dengan sebuah alat semprot cat. Cat yang keluar dari alat semprot itu berbentuk gas. Maksudnya ialah cat itu keluar dalam bentuk seperti udara, seperti saat kita melicinkan pakaian dengan alat semprot pelicin pakaian, apa yang keluar dari alat semprot untuk melicinkan baju itu juga berbentuk seperti udara, hanya saja baunya sangat wangi. Cat semprot yang dipakai ayah Tika ini berbau tidak sedap. Ayah Tika selalu pakai masker yang berbentuk aneh saat mengecat menggunakan alat itu. Apabila cat itu mulai disemprotkan, dinding, lantai keramik, atau apapun yang terkena cat itu teksturnya akan berubah menjadi sangat kasar. Lantai yang terkena akan susah untuk dibersihkan dan tanaman yang terkena semprotan cat pun akan mati. Ibu Tika pernah menanam biji cabai rawit di halaman samping rumah. Tika berada di samping ibunya ketika ia memasukkan biji mungil itu ke dalam tanah lalu menguburnya lagi dengan tanah. Tika yang mengambil sedikit air di gelas untuk menyiram tanaman itu. Hal itu dilakukan Tika dengan senang hati karena kata ibu Tika, biji mungil itu bisa berganti menjadi tanaman yang tingginya seleher Tika. Tanaman itu bisa berbuah lebat sehingga kalau membutuhkan cabai, ibu Tika tidak perlu repot-repot lagi pergi ke pasar. Setelah seminggu, tanaman itu tumbuh cukup besar. Tika selalu berkata "Wah..." setiap kali melihat tanaman itu tumbuh satu senti. Tanaman itu sudah setinggi lutut Tika ketika seorang kepala desa di desa sebelah ingin memesan kaca bergambar bunga tulip pada ayah Tika. Jarak antara tanaman cabai dengan tempat ayah Tika menyemprot tanaman cabai memang sangat dekat seperti jarak antara alis dengan mata. Gas warna itu mengenai sebagian besar daun tanaman cabai. Setelah itu, Tika melihat tanaman cabai tidak berwarna hijau lagi. Ada warna biru samar yang tak bisa dihilangkan di sana. Ketika Tika menyentuh daun itu, ia seperti menyentuh gaun boneka barbienya yang berkelap-kelip dan terasa kasar. Keesokan harinya tanaman itu pun mati. Belakangan Tika tahu bahwa alat semprot yang digunakan ayah untuk mewarnai kaca dan yang membuat tanaman cabai mati itu bisa disebut spray gun. Ibu Tika yang memberitahu. Itu nama lain dari cat semprot itu dalam bahasa Inggris. Karena susah diucapkan, Tika hanya menyebutnya cat semprot.

Suatu kali saat Tika dan Sasha duduk di tangga teras rumah Sasha, Tika bertanya pada Sasha, "Apa nama bunga yang berwarna kuning di depan kita ini?"

"Aku tidak tahu, aku biasanya hanya menyebutnya bunga kuning," jawab Sasha.

Sasha kemudian berjalan sebentar ke arah bunga yang berada di dekat pagar itu. Ia lalu memetik sesuatu seperti bola hitam yang ukurannya tidak lebih besar dari bola kelereng. Sasha memberitahu Tika kalau itu adalah biji dari tanaman bunga kuning itu.

"Ooh, bentuknya seperti itu," komentar Tika. Walaupun bentuknya kecil, Tika mengingat kalau bentuk biji cabai jauh lebih kecil daripada biji bunga ini. Tika terus memperhatikan Sasha yang berdiri di dekatnya sambil berusaha membuka biji bunga kuning itu. Ternyata isinya semacam tepung.

"Kata nenekku, ini bisa dibuat bedak." Tika terkejut, isinya terlalu sedikit untuk bisa berfungsi sebagai bedak yang akan menutupi seluruh wajah Tika. Tika membayangkan betapa melelahkannya untuk membuka banyak sekali biji bunga itu satu per satu hanya untuk mengoleskannya sekali pada seluruh wajah.

"Bunga ini juga aneh, hanya mekar saat sore," Sasha memberitahu.

"Jadi kalau pagi bunganya tidak mekar?" Tika bertanya.

"Tidak," jawab Sasha. Ia mengingat kalau biasanya saat berangkat sekolah, Sasha melihat bunga itu masih menguncup. "Sepertinya bunga kuning ini kesukaanmu, ya?" Sasha bertanya pada Tika. "Kenapa kamu tanya begitu?" Tika bertanya balik.

"Kamu selalu memperhatikan bunga itu saat berkunjung," ucap Sasha. Tika tertawa mendengar ucapan teman sebangkunya itu. Ternyata Sasha memperhatikan kebiasaan Tika saat berkunjung ke rumahnya. Sasha kemudian menjelaskan kalau bunga favoritnya adalah putri malu. Bunga itu banyak tumbuh di pinggir sawah yang ada di belakang rumah Sasha. Pada Minggu pagi saat Sasha dan kakak perempuannya yang berusia 17 tahun berolahraga, Sasha sering menghabiskan waktu istirahat setelah berolahraga dengan menyentuh daun-daun putri malu. "Rasanya menyenangkan," cerita Sasha. "Ketika disentuh, tiba-tiba daunnya tertutup." Sasha kemudian melanjutkan kalau Sasha ingin menanam bunga itu di halaman samping rumahnya. Ada banyak tempat kosong di sana, tetapi kakak Sasha tidak setuju karena putri malu termasuk tanaman liar. Ibu Sasha juga memiliki pendapat yang sama dengan kakak Sasha. Hal itu membuat Sasha kecewa. Sasha ingin sekali memelihara putri malu. Ia tidak menganggap putri malu sebagai bunga liar.

Tika sendiri juga mengetahui tentang tanaman yang diceritakan Sasha. Tanaman itu memang menarik, tapi Tika tidak menyukainya karena suatu kali Tika pernah tak sengaja menginjak duri tanaman itu saat sedang tidak memakai sandal karena bermain hujan-hujan. Rasanya sakit sekali. Telapak kaki Tika hampir berdarah. Semenjak saat itu ketika melihat tanaman putri malu, Tika selalu mengingat telapak kakinya yang kesakitan sehingga tidak lanjut bermain hujan-hujan. Tetapi Tika tidak menyatakan ataupun menunjukkan ketidaksukaannya pada putri malu di depan Sasha. Tika ingat pesan ayahnya untuk menghargai atau tidak mencela kesukaan orang lain, apalagi saat ini, Sasha benar-benar ingin memelihara putri malu. Selain itu, Tika tahu betul bagaimana rasanya menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa didapatkan. Tika menginginkan bunga kuning di halaman rumah Sasha ini juga tumbuh di halaman rumah Tika. Tetapi tentu tidak bisa, halaman rumah Tika penuh dengan tumpukan kayu mahoni yang menjulang tinggi sampai pernah melebihi leher Tika. Ayah Tika juga juga menjual kayu mahoni, di samping menjual kaca bunga tulip dan menjual mebel.

Tika memegang pundak Sasha kemudian berkata, "Aku harap saat dewasa nanti kita bisa mendapatkan semua yang kita inginkan."

Sasha tersenyum.

Di sekolah

[sunting]

Bunga kuning itu ternyata memiliki nama. Namanya adalah bunga pukul empat. Tika mengetahui nama bunga itu saat membuka buku lembar kerja siswa yang didapatkan dari sekolah. Informasi itu ada di dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Dalam buku itu Tika mengetahui kalau bunga ini dinamai bunga pukul empat karena memang hanya mekar di sore hari pada pukul empat sore. Tika keheranan bagaimana bisa tumbuhan punya jadwal seperti Tika yang punya jadwal mandi dan gosok gigi. Penyebab bunga pukul empat punya jadwal seperti itu ternyata adalah karena rangsangan cahaya matahari. Yang lebih menarik lagi bagi Tika adalah dalam satu pohon, bunga pukul empat bisa memiliki lebih dari dua warna. Artinya dalam satu tanaman, bisa ada warna lain selain kuning, warna putih misalnya. Tika kemudian berimajinasi kalau pohon mangga di rumah tantenya juga bisa demikian. Dalam satu pohon mangga, terdapat juga buah kelengkeng dan rambutan. Tika buru-buru menepuk jidatnya sendiri karena imajinasinya yang tiba-tiba kemana-mana itu. Penjelasan di buku itu dan kekaguman Tika terhadap berbagai tanaman membuat sesuatu di dalam hati Tika bertumbuh, yaitu keinginan bahwa suatu hari nanti Tika akan menjadi botanis atau ahli tanaman. []