Lompat ke isi

Caca dan Congklak

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Gambar Permainan Tradisional Congklak

Premis Pendahuluan[sunting]

Caca anak berusia 12 tahun menemukan congklak yang berdebu di gudang rumahnya dan jadi penasaran ingin memainkannya. Kakaknya Ayu pun membantu Caca memahami cara memainkan permainan tradisional congklak tersebut dan memberitahu cara tercepat untuk mendapatkan biji terbanyak, namun kemungkinannya kecil. Caca ingin sekali menggunakan cara tercepat, bisakah ia mendapatkan kemungkinan tersebut?

Lakon[sunting]

  1. Caca
  2. Kak Ayu

Lokasi[sunting]

Rumah

Cerita Pendek[sunting]

Di sebuah rumah yang damai di pagi hari. Caca anak berumur 12 tahun bermain bulu tangkis bersama kakaknya Ayu di halaman depan rumah.

"Caca, tangkap!" Seru Kak Ayu. Kak Ayu melempar bola kok terlalu tinggi. Caca berusaha memukulnya namun raketnya tidak sampai.

"Aku cari sebentar ya, kak!" Caca berlari ke samping rumah dekat gudang dan mencari bola kok. Ia cepat menemukannya berada di atas suatu benda berdebu.

"Benda apa ini?" Tanya Caca.

Kak Ayu muncul di belakangnya dan menjawab "Itu congklak. Beda dengan bulu tangkis. Ini permainan tradisional. Terakhir kali kakak memainkan itu sudah lama sekali."

"Jadi ini mainan? Aku mau coba!" Ucap Caca dengan antusias.

"Baiklah, ayo kita bersihkan dulu."

Kakak beradik itu masuk ke dalam rumah dan membersihkan congklak dan kotak yang berisi biji congklak. Kotak tersebut melindungi semua biji yang digunakan untuk bermain congklak. Caca membuka kotak dan mengambil salah satu biji yang merupakan cangkang kerang "Kak, kerangnya tidak ada."

"Ada di dalam. Nanti dia bisa gigit tanganmu."

"Kakak bohong."

Caca tidak mudah ditipu. Kakaknya tertawa dan meletakkan papan congklak yang memiliki 16 buah lubang di meja pendek ruang tamu. Semua lubang itu berbentuk lingkaran menyerupai setengah bola. Lalu ada masing-masing satu lubang berukuran besar berada di kedua ujung papan congklak.

"Nah, lubang besar di sebelah kiri masing-masing adalah milik kita. Sekarang coba masukkan biji kerang ini ke dalam lubang kecil sampai jumlahnya tujuh."

"Kenapa tujuh?" Tanya Caca.

"Karena lubang kecil kita di tiap sisinya ada tujuh. Papan congklak lain jumlahnya bisa berbeda, jadi menyesuaikan jumlah lubang kecilnya."

Mereka mengisi lubang kecil dengan biji congklak. Biji tersebut mengeluarkan bunyi khas saat dijatuhkan pada lubang congklak. Selama mereka menghitung biji di lubang, Kak Ayu menjelaskan aturan dan cara memainkannya.

"Jadi, permainan ini hanya bisa dimainkan oleh dua orang."

"Seperti catur?"

"Benar. Lalu tujuan permainan ini adalah untuk mendapatkan biji sebanyak-banyaknya sampai lawan tidak memiliki biji yang tersisa dan mati."

"Mati?"

"Jika salah satu pemain sudah tidak bisa menjalankan permainan karena kehabisan biji di semua lubang kecil miliknya dan jumlah biji miliknya di lubang besar tidak cukup untuk memulai ronde baru. Kita sudah dapat pemenangnya."

"Uh, Caca belum paham. Bisa contohkan langsung saja, kak?"

"Oh, oke. Kau pasti paham saat memainkannya."


Kak Ayu mencontohkan cara bermain secara langsung sambil menjelaskan.

"Jadi kita mulai permainan dengan mengambil semua biji di salah satu lubang kecil milik kita sendiri. Ini daerah kakak, itu daerahmu."

"Berarti tujuh lubang di sisiku milikku dan di seberangnya milik kakak."

"Iya. Setelah itu kita bermain dengan cara menjatuhkan satu biji pada tiap lubang yang dilewati searah jarum jam sampai habis di satu lubang. Seperti ini."

Kak Ayu mulai bermain dengan suara dentingan antar biji kerang di tiap lubang. Setiap satu putaran dimasukkan ke dalam lubang besar.

Kling! Kling!

"Wah! Keren!" Sahut Caca sambil bertepuk tangan kecil.

"Kalau biji terakhirmu jatuh di lubang besar. Kamu bisa mengambil lagi biji di lubang manapun di daerahmu."

"Oke! Aku paham. Lalu?"

"Lalu, kalau biji terakhirmu jatuh di lubang kecil yang terisi, kamu bisa ambil semua biji di lubang itu dan lanjut main lagi meskipun di lubang lawan."

"Tidak berhenti?"

"Tidak. Kita hanya akan berhenti setelah biji di tangan jatuh di lubang kosong."

"Begitu. Kalau bijinya jatuh di lubang kosong milik lawan?"

"Oh! Kalau bijimu jatuh di lubang kosong daerah lawan. Kau langsung berhenti bermain. Tapi..." Kak Ayu berhenti bicara sejenak.

"Tapi?"

"Ini yang paling seru dari permainan ini."

"Apa itu?!"

Kak Ayu menyeringai lebar melihat Caca yang penasaran. Kak Ayu mengambil seluruh biji di satu lubang papan congklak dan memindahkannya pada lubang di hadapannya. Ia membuat posisi biji papan congklak yang paling memuaskan. Hasilnya ada satu lubang milik Caca yang kosong.

"Caca, perhatikan baik-baik! Kalau biji terakhirmu jatuh di lubang kosong di daerahmu sendiri," Kak Ayu menjatuhkan satu biji di lubang kosong itu. Caca diam memperhatikan, lalu pandangannya berpindah ke lubang di hadapan milik kakaknya yang penuh biji.

"Tepat di seberangnya, lubang milik lawan akan menjadi milikmu. Sebanyak apapun bijinya, semuanya akan jadi milikmu."

Kak Ayu mengambil semua biji di lubang miliknya, termasuk satu biji terakhir tadi, semuanya langsung masuk ke lubang besar milik Caca. Suara tubrukan antar biji kerang saling bersinggungan di lubang besar milik Caca.

Kling! Kling! Kling!

"Wah! Semuanya? Jadi itu cara cepat menang ya, kak?!"

"Iya! Kesempatan itu tidak mudah didapatkan. Tapi tetap ada kemungkinannya meski kecil."

"Caca kurang lebih sudah mengerti. Jadi ayo mulai!"

Mereka melakukan suit. Caca menang, jadi dia main lebih dulu.

Ronde Pertama[sunting]

Kling! Kling!

Waktu bermain terus berjalan. Caca adalah anak yang cepat belajar daam memainkan permainan tradisional itu. Kak Ayu senang bisa mengingat kenangannya bermain bersama ibunya. Mereka anak piatu, ayahnya pergi bekerja dan pulang sebulan sekali.

Setelah belasan menit mereka bermain, jumlah biji di lubang besar keduanya beda tipis. Caca ingin sekali menemukan cara cepat tadi. Tapi posisi biji di daerahnya tidak memungkinkan. Kali ini giliran Kak Ayu yang bermain. Ia menyisakan satu lubang dengan biji yang banyak. Itu adalah target Caca. Mau tidak mau ia harus menunggu sampai permainan kakaknya berhenti dan lubang dengan biji banyak itu tidak habis.

Kling!

Kling!

Biji terakhir Kak Ayu habis di target Caca. "Ups. Bijinya banyak banget." Kak Ayu mengambil semua biji di lubang yang menjadi target Caca.

Caca seketika hilang harapan. Lubang yang penuh biji sudah diambil kakaknya. Raut kecewanya tidak bisa disembunyikan.

"Ini baru ronde pertama. Masih ada kesempatan." Kak Ayu mengedipkan satu matanya dan membuat Caca kembali bersemangat.

"Oh iya!"

Ronde pertama telah selesai. Pemenangnya adalah Kak Ayu dan dia memiliki biji lebih banyak di lubang besar. Di sisi lain, Caca masih bisa memulai ronde kedua yang menyisakan hanya beberapa biji di lubang besarnya.

"Aku pasti bisa menang kali ini!"

"Semangat yang bagus, Caca!"

Ronde Kedua[sunting]

Kak Ayu mulai lebih dulu. Namun kali ini Caca bisa lebih menikmati permainan tradisional itu.

Kling! Kling!

Congklak, Dakon, Dhakonan, Maggaleceng, Macala, apapun sebutan lainnya sesuai daerah tidak mengubah pandangan Caca terhadap permainan ini. Baginya, permainan ini sangat indah. Biji yang berupa kerang kecil di tangannya terasa licin dan berkilauan. Dentingannya seperti sihir di telinga. Sihir yang menenangkan. Biji congklak memang tidak harus dari kerang, bisa saja dari biji tumbuhan atau batu kecil. Begitu pula papannya, bisa terbuat dari kayu atau plastik. Papan congklak yang dimainkan mereka terbuat dari kayu berwarna cokelat dengan hiasan di sekitarnya.

"Wah. Caca sudah jago main, ya?"

Caca tersadar dari pikirannya. Ia bingung melihat kakaknya tertawa lepas.

"Kenapa, kak? Kakak tertawa seperti orang kesambet.."

"Itu!" Kak Ayu setengah berteriak kegirangan.

Caca kembali melihat papan congklak dan melihat tumpukan biji di salah satu lubang milik kakaknya. Tapi lubang yang berhadapan dengannya tidak kosong.

"Itu..sedikit lagi! Kakak tidak mau kasih tahu, ya! Nanti kakak kalah."

"Hah? Sebentar!"

Ada dua lubang kecil secara berurutan tepat di sebelah lubang besar milik Caca yang berisi satu biji. Dia tadinya ingin mengambil satu biji di lubang kedua agar bisa mengambil biji yang sangat banyak di daerah milik kakaknya. Tapi setelah Caca berpikir dua kali, ia baru paham. Caca mengambil satu biji di lubang pertama yang langsung masuk ke lubang besar. Akhirnya lubang pertama kosong. Posisi menguntungkan itu didapatkannya. Caca menahan napas. Dia lalu mengambil satu biji di lubang kedua dan dipindahkan ke lubang satu yang kosong.

Mati. Biji Caca mati di daerahnya sendiri. Oleh karena itu, ia bisa mengambil keuntungan biji di lubang yang ada di seberangnya. Lubang seberang penuh dengan biji kerang sampai tumpah dari papan congklak. Caca mendapatkan seluruh biji di hadapannya.

"Akhirnya Caca berhasil! Kakak bangga!"

"Hore!"

Setelah itu, ronde kedua masih berlanjut. Tapi sudah diketahui siapa pemenangnya. Kak Ayu hanya kurang beberapa biji untuk memulai ronde ketiga. Caca pun memberikan biji yang dibutuhkan kakaknya.

"Ayo main lagi kak. Kali ini kakak jangan mengalah ya!"

"Jadi sekarang kita main serius? Baiklah!"

Mereka berdua pun bermain congklak hingga lelah dan lapar. Mereka pun merapikan papan permainan tradisional mereka beserta bijinya. Kak Ayu bersiap memasak untuk makan siang. Sedangkan Caca tidak mengembalikan permainan tradisional itu di gudang, melainkan menyimpannya di sudut istimewa di dalam rumah untuk dimainkan kembali di lain waktu.