Cahaya Bintang

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

[[

]]

Sinopsis[sunting]

Anak usia 10 tahun selalu dihangatkan kebersaannya dengan sang ayah, seorang yang sealu mendukung arah langkahnya. Namanya mencerminkan bagaimana dia bersinar. Seorang anak yang cahayanya pernah dibuat redup oleh orang lain, suatu hari dia hadapi dengan keputusan yang begitu dewasa.

Lakon[sunting]

  1. Bintang Arraya Tsabita/ Bintang
  2. Ayah
  3. Bara
  4. Kepala Sekolah
  5. Pembimbing

Lokasi[sunting]

  1. Rumah Pohon
  2. Sekolah Dasar 16 Sukabumi
  3. Lokasi Lomba KSN

Cerita Pendek[sunting]

Pasang dan Surut[sunting]

Bintang Arrarya Tsabita, atau biasa dipanggil Bintang. Namanya secerah rupa dan isi pikirannya, anak cerdas dari Sekolah Dasar (SD) 16 Sukabumi. Dia tinggal di Kota Satelit yang terletak di pinggir kota dan dikelilingi ribuan tanaman teh. Kesejukan alam dirumahnya selalu menyambut aktivitasnya setiap hari. Kabut awan seperti berjalan mengelilingi pepohonan rindang yang sangat menenangkan para penikmat ketenangan seperti seorang yang bernama Bintang. Meskipun masih menginjak usia 10 tahun, Bintang tidak begitu menyukai keramain atau bahkan kerumunan. Sekalinya Bintang meninggalkan rumah untuk refreshing, dia lebih memilih duduk menenangkan diri di rumah pohon kesayangannya di dekat perkebunan teh yang dikelola keluarganya. Memang tidak besar, tetapi cukup untuk menghilangkan jenuh setelah menghabiskan waktu seharian di sekolah.

“Bintang!” panggil seseorang dari bawah rumah pohon. Ayahnya perlahan mendekat menaiki tangga dan duduk di sebelahnya. Setelah sampai, Ayah Bintang langsung membaringkan tubuh lelahnya dengan beberapa hembusan napas panjang setelah selesai bekerja. Sudah menjadi hal biasa bagi Bintang untuk menemani Ayahnya membaringkan tubuh sejenak di rumah pohonnya itu. Kesehariannya adalah menatap langit yang entah terang atau berkabut dengan mengeluarkan beberapa cerita dari mulut jujurnya. Menceritakan hal apa saja yang ingin dia ceritakan. Entah itu suatu menyenangkan, menjengkelkan, atau bahkan hal-hal kecil yang bisa menghibur Ayah kesayangnnya. Sesuatu yang tidak semua anak dan orang tuanya bisa lakukan di zaman seperti sekarang ini, keterbukaan untuk bercerita dengan keluarga sendiri.

Akhir-akhir ini kegiatan Bintang di sekolah menjadi semakin padat. Menjekati tanggal Kompetisi Sains Nasional (KSN) jenjang Sekolah Dasar yang akan dilaksanakan pekan depan. Para pembimbing lomba terus memberinya makan siang dengan buku-buku tebal dan latihan soal disetiap harinya.

“Bintang, kamu dipanggil Pembimbing di ruang guru” Kata Bara, dari bilik rak buku perpustakaan.

“Ada apa? Kita tidak ada tambahan kan latihan hari ini?”

“Mending kamu langsung kesana aja biar cepat” Bara berbalik arah meninggalkan Bintang dan menuju ruang pembimbing lomba. Dengan cepat Bintang menutup buku tebalnya dan menyimpannya di loker perpustakaan untuk dia baca lagi setelah dari ruang pembimbing.

“Siang bu” Salam Bintang saat memasuki ruang Pembimbing.

“Hai Bintang anak kebanggaan SD 16, saya ingin berbicara denganmu setalah memikirkan beberapa pertimbangan” Sapa Kepala Sekolah yang kehadirannya sangat mendadak untuk Bintang. Dia tidak mengetahui bahwa akan ada Kepala Sekolah di ruangan pembimbing.

“Hai Bu Kepala Sekolah, ada apa ini?” Tanya Bintang bingung.

“Tentu saja terkait KSN, kali ini saya ingin kamu tidak lagi mengikuti KSN Matematika. Akan tetapi, saya ingin kamu mewakili sekolah kita di KSN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)” Melihat Bintang bingung, Pembimbing KSN menjelaskan maksud dari perkataan kepala sekolah, apabila pekan depan Bintang bukan mengikuti KSN Matematika, tetapi KSN IPA dengan alasan Bara (anak Kepala Sekolah) yang merasa tidak sanggup untuk mempelajari semua materi IPA dalam waktu dekat.

“Tapi bu, waktu perlombaan bisa dihitung hari dan saya selama ini hanya mempersiapkan matematika untuk perlombaan besok. Ini tidak fair bu! Lalu bagaimana dengan perwakilan KSN Matematika?”

“Ya memang tidak fair Bintang, tapi saya yakin kamu bisa karena kamu anak cerdas di sekolah kita ini. Untuk KSN Matematika akan diwakili oleh Bara sebagai gantinya. Kalian bertukar saja.” Jawab Kepala Sekolah dengan mudahnya.

“Hah? Ini kenapa si sebenarnya? Kenapa jadi bertukar seperti ini?Saya tidak mau dan saya mau tetap di KSN Matematika bu!” Pinta Bintang yang masih terlalu bingung dengan keadaannya saat ini.

“Tidak bisa, keputusan saya mutlak untuk kalian bertukar. Kalau kamu tidak menyanggupi, tidak masalah untuk saya tidak mengirimkan perwakilan KSN IPA dan hanya mengirim perwakilan KSN Matematika atas nama anak saya Bara.” Setelah menutup perbincangan tersebut, Bara dan Kepala dSekolah meninggalkan Bintang di ruang pembimbing. Bintang masih merasa berantakan dan butuh berpikir jernih untuk menyikapi keadaan yang baru saja terjadi. Pembimbing memperbolehkan Bintang pulang lebih awal untuk memberi bintang waktu memikirkan bagaimana keputusan yang akan dia ambil terkait permintaan Kepala Sekolah.

Perlu dicoba[sunting]

Pergi ke rumah pohon menjadi pelarian ternyaman untuk Bintang, apalagi dengan masalah Kepala Sekolah yang menjelajahi isi kepalanya benar-benar membuat Bintang ingin berteriak sekeras mungkin. Bintang perlu menenangkan diri dan membutuhkan saran dari ayah kesayangannya seperti biasa. Setelah bercerita dan mendiskusikannya dengan ayah, Bintang memutuskan untuk tidak menyerah dengan KSN tahun ini dan tetap pergi sebagai perwakilan di bidang IPA. Mengandalkan materi yang sudah dia pelajari sebelumnya dan menambah jam belajar di setiap malam, Bintang yakin bisa melakukan yang terbaik. Ditambah lagi setiap setiap hari Bintang berpapasan dengan Bara yang juga menyiapkan KSN Matematika sebagai penggantinya, membuat Bintang semakin menggebu-gebu agar bisa berhasil di kompetisi itu.

“Ayah, aku tidak yakin bisa memberikan medali untuk ayah tahun ini.” Keluh Bintang pada ayahnya saat menghabiskan sarapan.

“Bintang, kamu tahu kenapa Ayah dan Ibu dulu memberi kamu nama Bintang Arraya Tsabita?” Bintang hanya menggelengkann kepala dan sibuk mengacak-acak makanan di piringnya.

“Lihat Ayah! Bintang, kamu selalu menjadi penerang untuk kehidupan Ayah, selalu menjadi medali kebanggan Ayah, bahkan kamu selalu menjadi pemenang di hati Ayah. Jadi, kamu tidak perlu tertekan dengan perlombaan kali ini, lakukan yang terbaik dengan modal apa yang sudah kamu miliki di hati, otak, dan perbuatan baik kamu. Bintang bisa?.” Tidak lama, Ayah Bintang memeluknya erat sebagai sinyal penenang anak kebanggannya.

“Iya Ayah, aku itu kan anak cerdasnya Ayah... Walaupun waktu persiapanku tidak lama, setidaknya aku sudah belajar dan berusaha lebih ekstra untuk kompetisi kali ini.” Bintang tersenyum mencium tangan Ayahnya lalu berpamitan untuk lomba.

Setibanya di lokasi KSN, hati Bintang masih merasa tenang, tidak ada tanda-tanda muncul rasa panik yang berlebih. Sikapnya seolah mulai percaya diri untuk segera menyelesaikan semua soal yang ada di lembar pertanyaan kompetisi.

“Eh Bintang...semoga ngga lupa ya sama yang sudah dihafalin. Soalnya kan seminggu aja persiapannya.”Bara menghampiri dengan didampingi Kepala Sekolah.

“Oh ya tentu! Setidaknya aku berusaha dan tidak mundur sebelum berperang.” Jawab Bntang mempertegas kepercayaan dirinya.

Percakapan antara Bintang dan Bara selasai tidak lama setelah bel berbunyi menandakan kompetisi akan segera dimulai. Bara dan Kepala sekolah pergi menuju titik kumpul peserta KSN Matematika. Sedangkan Bintang didampingi pembimbing segera berkumpul ke titik kumpul peserta KSN IPA. Adanya penjelasan singkat dari panitia lomba dan tidak lama setelah itu, KSN setiap bidang lomba pun dimulai ditandai bengan suara bel 3 kali. Dipertengahan proses pengerjaan soal, Bintang merasa soal-soal yang sudah dia kerjakan tidak semenakutkan apa yang dia bayangkan. Perasaannya semakin tenang, dia tidak ingin pikirannya diisi dengan pemikiran negarif dari dalam dirinya sendiri. Berusaha membaca dengan teliti satu-persatu pertanyaan yang disajikan dan memberi jawaban yang tepat. Dia pun berhasil menyelesaikan 100 pertnyaan tepat waktu tanpa memunculkan rasa panik yang berlebih dari dalam dirinya sendiri.

Dalam proses perlombaan, Bintang berhasil memasuki babak penyisihan (babak ke-2) untuk menentukan siapa yang berhak mendapat juara pertama, kedua, dan juga ketiga. Beberapa pendukung SD 16 Sukabumi sudah hadir di podium untuk menyaksikan perlombaan. Tidak absen juga, Ayah Bintang turut mendukung putri kecilnya. Pembimbing, Kepala Sekolah, dan Bara juga menjadi penonton di kursi podium karena Bara tidak lolos babak penyisihan. Rasa tidak suka Bara terhadap Bintang terlihat jelas menyelimuti raut wajahnya. Rasa jengkel karena hanya bisa menyaksikan Bintang dan bukan dirinya yang di kursi peserta lomba menjadi suatu hal yang sangat Bara benci. Sejak lama Bara memang ingin menjatuhkan Bintang atau setidaknya ingin sekali bisa mengalahkannya dengan cara apapun yang dia inginkan. Namun, tidak pernah didapatkan karena semua usaha yang Bara lakukan adalah dengan melakukan kecurangan.

Para penonton mulai ramai menyuarakan jagoan masing-masing. Ayah Bintang mengangkat spanduk bertuliskan “Bintang Tsabit ayah kamu bersinar sangat terang. Semangat juaranya Ayah!.” Bintang ngacungkan jempol dengan mata berkaca-kaca dan tersenyum tenang. Selama ada orang yang paling berhaga dalam hidupnya selalu mendukung dan percaya pada Bintang, dia tidak masalah dengan apa isi pikiran orang lain terhadapnya. Bintang menekan tombol bel dengan keberanian dan memberi jawaban yakin kepada juri untuk setiap pertayaan satu persatu. Suasana tegang sejenak. Waktu satu jam babak penyisihan terasa seperti hanya melewati waktu satu menit. Hasil pemenang lomba langsung dapat terlihat dari poin terbesar babak pertama dan babak penyisihan. Akhirnya Bintang dapat membuktikan bahwa dirinya bisa dan usahanya tidak sia-sia. Setelah menerima medali dari panitia, Bintang langsung berlari untuk memeluk Ayah yang ada di hadapannya.

“Terima kasih Ayah.” Bisik Bintang dalam pelukan sang ayah.

TAMAT