Lompat ke isi

Cepat Sembuh, Bumi!

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis

[sunting]

Delapan planet dalam sistem tata surya adalah teman baik. Namun belakangan mereka mencemaskan keadaan salah satu kawan mereka, Bumi, yang kian memburuk. Setelah rangkaian perdebatan, mereka pun berhasil menguak apa penyebabnya.

Lakon

[sunting]
ilustrasi tokoh utama: delapan planet dalam sistem tata surya
  1. Merkurius
  2. Venus
  3. Bumi
  4. Mars
  5. Jupiter
  6. Saturnus
  7. Uranus
  8. Neptunus
  9. Pluto

Lokasi

[sunting]

Sistem tata surya, galaksi bima sakti

Cerita Pendek

[sunting]

Para Planet

[sunting]

Sesungguhnya, alam semesta ini begitu luas dan ada banyak misteri dunia yang belum bisa terpecahkan. Misteri-misteri tersebut seperti makhluk apa saja yang hidup di palung mariana, hilangnya pulau atlantis, atau bahkan jumlah pasti planet di seluruh alam semesta. Ini adalah kisah keseharian delapan planet yang berteman akrab.

Pertama-tama, ketahuilah bahwa planet yang kita tinggali bukan satu-satunya planet yang eksis di dunia ini. Planet yang kita tinggali, Bumi, memiliki satu misi: mengelilingi matahari di rutenya sendiri. Misi itu kurang lebih sama seperti kedelapan planet lainnya, mereka berotasi di rute masing-masing. Selain bumi dan planet-planet lain, ada juga yang disebut satelit dan bintang yang berjumlah milyaran dan terhampar di sekitar matahari. Keseluruhan ini membentuk sesuatu yang disebut “sistem tata surya.”

Lantas, apa sajakah planet-planet itu? Pertama, ada Merkurius yang merupakan planet terdekat dengan matahari. Venus, planet dengan temperatur paling panas. Lalu, Bumi, yang dipenuhi kehidupan adalah planet air karena 80% bagiannya terdiri dari air. Kemudian ada Mars– yang digadang-gadang sebagai satu-satunya planet di tata surya yang bisa kita tinggali selain Bumi. Mars dijuluki sebagai planet merah karena permukaan planetnya yang nampak tandus dan juga berwarna kemerahan. Keempat planet ini disebut sebagai “planet dalam.” Sedangkan empat planet lainnya adalah “planet luar”: Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Suatu ketika, Mars bertanya kepada Bumi yang seperti biasa sibuk berotasi di garis edarnya.

“Apa kau sudah baik-baik saja sekarang, Bumi?”

“Uhuk, uhuk. Aku baik-”

“Sepertinya dia tidak baik-baik saja. Lihat, dia pucat sekali dan tidak berhenti batuk.” cetus Venus menyela ucapan Bumi.

Jupiter yang mendengar obrolan itu, ikut menyahut, “apa kau sungguh sedang sakit, Bumi?” Jupiter adalah planet terbesar sekaligus tertua di tata surya. Dia prihatin terhadap kondisi temannya yang sudah beberapa hari terbatuk-batuk.

“Aku baik-baik saja, kok,” jawab Bumi membalas dengan suaranya yang agak parau.

Saturnus, si planet primadona menggeleng tidak setuju.

“Jangan bohong, Bumi. Aku tahu kau sudah mulai sakit sekarang karena ulah mereka.”

Oh, kalian bertanya kenapa Saturnus disebut primadona? Itu karena dia adalah planet yang sangat cantik, ia memiliki cincin yang terbuat dari bebatuan dan es. Ia juga merupakan planet terbesar kedua setelah Jupiter.

“Mereka? Siapa yang kalian maksud?” Ialah si raksasa es, Uranus, yang kebingungan dengan kalimat Saturnus barusan. Uranus adalah planet yang berotasi menyamping layaknya ban yang menggelinding. Konon katanya hal ini karena terjadinya tabrakan dengan benda langit sebesar bumi dulu kala.

“Siapa lagi?! Tentu saja para manusia bumi itu!” Venus membalas dengan berapi-api.

“Ooohh…” Kedua planet yang terletak paling jauh dari matahari itu ber-oh ria.

“Ah, kau juga tidak tahu kalau yang dimaksud adalah manusia?”

Neptunus mengangguk, membuat Uranus tersenyum senang karena bukan dia satu-satunya yang tidak tahu. Planet kedelapan, Neptunus, aku yakin kalian pernah mendengarnya. Namanya terinspirasi dari nama Dewa Laut dalam mitologi Romawi. Kita bisa menganggapnya sebagai saudara kembar Uranus karena warna dan ukurannya mirip dengan Uranus: keduanya dipenuhi oleh lapisan es. Bahkan sifat mereka pun sepertinya serupa layaknya saudara.

Pedebatan

[sunting]

“Tapi,” Neptunus menimpali setelah jeda beberapa detik. “Kenapa malah manusia yang disalahkan? Bukankah itu normal bagi planet-planet kita menua dan menjadi rusak karena tabrakan asteroid atau badai?”

“Itu benar, tapi, dalam kasus Bumi, manusia memang pantas disalahkan,” kata Saturnus, kemudian lanjut menjelaskan.

“Mereka tidak lagi menjaga dan melestarikan bumi. Penggunaan listrik berlebihan, penebangan liar, asap kendaraan bermotor, belum lagi banyaknya sampah plastik yang mereka gunakan. Semua itu memicu global warming yang merusak ekosistem dan alam.”

“Semua yang manusia lakukan itu sangat ceroboh dan seenaknya sendiri! Bagaimana bisa mereka begitu egois? Bukankah harusnya mereka menjaga bumi baik-baik agar anak cucu mereka bisa bertahan lama?”

“Tidak semua manusia seperti itu, kok. Ada juga manusia yang berusaha mengurangi polusi dan memelihara alam semampu mereka.” Bumi kembali bersuara, membela manusia-manusia kecilnya yang dikambing hitamkan.

“Tetap saja, mayoritas manusia tidak lagi peduli padamu, Bumi. Kenapa kau malah membela mereka?” Mars tidak seemosional Venus, tapi dia cukup heran karena Bumi terus memihak kepada manusia, alih-alih teman-temannya sendiri.

“Ya, jika mereka peduli, mereka akan mengelola sampah mereka dengan baik. Itu bahkan tidak sulit. Mereka hanya perlu memasukan sampah mereka dan memisahkannya antara organik dan non-organik agar bisa didaur ulang, membudayakan penggunaan kendaraan umum, hemat listrik dan mengurangi pemakaian plastik.”

Keenam planet itu mengangguk setuju, puas atas penjabaran Jupiter. Sedikit penjelasan tentang Jupiter, dia sebenarnya juga memiliki cincin seperti Saturnus. Hanya saja, cincin yang mengelilinginya lebih tipis, sehingga ia tidak seeksis Saturnus.

“Benar. Aku harap akan semakin banyak manusia yang peduli dan beralih dari pemakaian plastik. Aku dengar, mereka sudah banyak menemukan alternatifnya.”

Venus masih terlihat jengkel. “Tidak usah berharap banyak pada manusia. Mereka itu faktanya hanya bisa merusak!”

“Sudahlah, kawan-kawan,” Merkurius akhirnya memotong, “jangan berdebat lagi. Kalian hanya membuat Bumi sedih. Aku yakin manusia akan segera sadar bahwa tindakan mereka itu merusak tempat tinggal mereka yang mereka sayangi.”

Kedelapan planet akhirnya kompak terdiam. Merkurius memang menyimpan kejutan, terlepas dari ukurannya yang paling kecil diantara semua planet, dia adalah planet yang unik. Merkurius tidak memiliki satelit ataupun atmosfer. Namun melihat bagaimana dia melerai para planet, pastilah dia memiliki simpati yang paling besar dan hati yang paling hangat.

“Ya! Lagipula, seharusnya aku yang lebih sedih!”

Sebuah suara tiba-tiba melengking nyaring di tengah-tengah kesunyian itu, terdengar amat dongkol. Itu adalah Pluto, yang sedari tadi menyimak obrolan para planet.

“Setidaknya, Bumi masih dianggap sebagai planet! Sedangkan, aku? Kalian tahu bagaimana para manusia konyol itu menyebutku? Ya, mereka menyebutku planet kerdil! Kerdil! Huh, dasar makhluk tidak tahu sopan santun!”

Mereka semua tertawa seketika, sementara Pluto masih memasang ekspresi memberengut. Jelas sekali dia tidak terima disebut “kerdil.” Ketika tawa mereka reda, Mars melirik ke arah Bumi, kawan baiknya, yang ikut tersenyum lebar. Dalam diam, dia berkata dalam hati, cepat sembuh, Bumi!

TAMAT.