Cerita Dubes Morgenthau/Bab 17
BAB XVII
ENVER SEBAGAI ORANG YANG MENYATAKAN "KEMULIAAN TERHADAP ARMADA INGGRIS"—PERTAHANAN GAYA LAMA DARDANELLES
Kala keadaan mencapai puncaknya, Enver membujukku untuk mengunjungi Dardanelles. Ia masih yakin bahwa perbentangannya tak tertembus dan ia tak dapat memahami, ujarnya, kepanikan yang kemudian terjadi di Konstantinopel. Ia mengunjungi Dardanelles sendiri, memeriksa setiap meriap dan setiap penempatan, dan ia sepenuhnya yakin bahwa para prajuritnya dapat menghadapi armada Sekutu. Ia membawa serta Talaat, dan dengan melakukannya ia menenangkan kekhawatiran negarawan tersebut. Itni adalah keputusan Enver bahwa, jika aku harus mengunjungi perbentengan, aku akan mendorong agar armada tak pernah dapat melakukannya, dan bahwa aku kemudian akan dapat memberikan jaminan kepada orang-orang bahwa kegembiraan mereka yang ada akan mereda. Aku tak sepakat akan keraguan tertentu seperti apakah dubes harus menyelamatkan dirinya sendiri dari marabahaya keadaan semacam itu—kapal-kapal dibombardir setiap hari—dan menerima undangan Enver.
Pada pagi tanggal 15, kami meninggalkan Konstantinopel di Yuruk. Enver sendiri mendampingi kami hingga Panderma, sebuah kota Asiatik di Laut Marmora. Rombongan meliputi banyak orang terkenal lainnya: Ibrahim Bey, Menteri Kehakiman; Husni Pasha, jenderal yang mengkomandani tentara yang menggulingkan Abdul Hamid dalam revolusi Turki Muda; dan Senator Cheriff Djafer Pasha, tokoh Arab dan keturunan langsung Nabi. Pengikut setianya adalah Fuad Pasha, seorang marsekal lapangan tua, yang menjalani karir berpetualangan; yang disamping umurnya, ia memiliki kemampuan untuk menikmatinya, adalah pemancing tingkat tinggi dan orang yang mampu minum-minum, dan memiliki banyak cerita yang mengisahkan pengasingan, pertempuran dan pelarian seperti halnya Othello. Seluruh orang tersebut kebanyakan lebih tua dari Enver, dan semua dari mereka diturunkan dari leluhur yang sangat berbeda, sehingga kami memperlakukan pertemuan tersebut dengan pertahanan menonjol.
Enver nampak sangat menyoroti kesempatan ini untuk membahas situasi tersebut. Tak lama usai sarapan, ia bersampingan denganku, dan kami bersama-sama datang ke dek. Hari itu merupakan hari dengan matahari yang indah, dan langit di Marmora sangat biru yang hanya kami temukan di belahan dunia ini. Apa yang sangat mengesankanku adalah susananya yang sangat sepi, nyaris selaras dengan perairannya yang tenang. Kapal kami nyaris merupakan satu-satunya yang terlibat, dan laut dalam ini, yang pada waktu biasa merupakan salah satu jalur perdagangan terbesar di dunia, kini menjadi limbah purba. Seluruh pemandangan benar-benar merupakan refleksi kemenangan besar yang menyertai diplomasi Jerman di Timur Dekat. Selama nyaris enam bukan tak ada kapal dagang Rusia yang melewati selat tersebut. Seluruh perdagangan Rumania dan Bulgaria, yang biasanya bergerak ke Eropa melewati laut dalam ini, telah lama lenyap sejak itu. Alasan pasti dari seluruh ketiadaan tersebut adalah blokade Rusia dan isolasi penuh dari sekutu-sekutunya. Banyak fakta yng berarti dalam sejarah dunia tiga tahun terakhir! Dan kini Inggris dan Prancis berniat untuk menerobos keadaan ini; untuk menghubungkan sumber daya militer mereka sendiri dengan pihak sekutu timur besar mereka, dan mengembalikan ribuan kapal ke Dardanelles dan Marmora yang menandakan keberadaan Rusia sebagai kekuatan militer dan ekonomi, dan bahkan, seperti pada peristiwa-peristiwa berikunya yang terjadi, sebagai kekuatan politik. Mereka memandang peristiwa tersebut sebagai salah satu krisis besar dalam perang tersebut.
Akankah Inggris dan sekutu-sekutuny berhasil dalam upaya ini? Akankah kapal-kapal mereka di Dardanelles menggebuk perbentengan, memecahkannya, dan kembali membuat Rusia menjadi pasukan permanen dalam perang? Itulah yang menjadi subyek utama yang dibahas oleh Enver dan aku, kala selama nyaris tiga jam kami berjalan naik turun di dek. Enver kembali menyebut "kepanikan konyol" yang menghampiri nyaris seluruh kelas di ibukota. "Bahkan meskipun Bulgaria dan Yunani sama-sama berbalik menyerang kami," ujarnya, "kami harus mempertahankan Konstantinopel sampai akhir. Kami memiliki serangkaian meriam, serangkaian amunisi dan kami menempatkannya di daratan, sementara kekuatan-kekuatan Inggris dan Prancis mengambang. Dan laju alami selat terlalu besar yang kapal-kapal kecil dapat melakukan kemajuan kecil melawannya. Aku tak peduli apa yang orang lain pikirkan. Aku belajar masalah ini melebihi orang lainnya, dan aku merasa bahwa aku benar. Sepanjang aku menjadi kepala Depaetemen Perang, kami tak perlu menyerah. Selain itu, aku tak mengetahui apa yang kapal-kapal Inggris dan Prancis bawakan. Mendadak mereka menyerbu Dardanelles, merebut Marmora dan mencapai Konstantinopel; apa kehendak baik yang mereka lakukan? Mereka dapat membombardir dan menghancurkan kota, aku kira; namun mereka tak dapat merebutnya. Karena mereka hanya memiliki sedikit pasukan untuk mendarat. Kala mereka mengirim pasukan besar, mereka akan benar0benar terjebak dalam perangkap. Mereka mungkin dapat bertahan disana sepanjang dua atau tiga pekan sampai makanan dan suplai mereka semua habis dan kemudian mereka berkehendak untuk berbalik pergi—menyerbu selat kembali, dan kembali mempertaruhkan resiko pemusnahan. Pada waktu ini, mereka akan memperbaiki benteng, mengirim pasukan, dan menyiapkan diri mereka sendiri untuk kami. Ini nampak bagiku sebagai usaha yang sangat konyol."
Aku kemudian bertanya kenapa Enver memakai Napoleon sebagai modelnya, dan dalam ekspedisi Dardanelles, ia kini nampak memandang kesempatan Napoleonik. Kala kami mondar-mandir di dek, ia berhenti pada suatu kesempatan, memperlihatkanku dalam jarak dekat, dan berujar:
"Aku harus turun dalam sejarah sebagai pria yang menyatakan kemuliaan pada Inggris dan armadanya. Aku harus menunjukkan bahwa AL-nya tak terkalahkan. Aku berada di Inggris beberapa tahun sebelum perang dan membahas posisi Inggris dengan banyak tokoh utamanya, seperti Asquith, Churchill, Haldane. Aku berujar kepada mereka bahwa tindakan mereka itu salah. Winston Churchill menyatakan bahwa Inggris dapat mempertahankan dirinya sendiri dengan AL-nya sendiri, dan bahwa ia tak memerlukan tentara besar. Aku berkata kepada Churchill bahwa tak ada kekaisaran besar yang dapat bertahan tanpa memiliki AD dan AL. Aku menemukan bahwa wacana Churchill adalah sesuatu yang tertonjolkan di belahan manapun di Inggris. Hanya ada satu ornag yang aku temui yang sepakat denganku, itu adalah Lord Roberts. Sehingga, Churchill kini telah mengirim armadanya kesini—mungkin untuk menunjukkanku bahwa AL-nya dapat melakukan semua yang ia katakan untuk dapat melakukannya. Kini kami melihatnya."
Enver nampak menghargai ekspedisi AL-nya sebagai tantangan pribadi di Tuan Churchill kepada dirinya sendiri—nyaris seperti kelanjutan argumen mereka di London. "Anda juga harus memiliki pasukan besar," ujar Enver, merujuk kepada Amerika Serikat.
"Aku tak dapat meyakini," ujarnya, "bahwa Inggris berniat untuk bergerak ke Dardanelles karena Rusia membujuknya. Kala aku berada di Inggris, aku berbincang dengan Churchill soal kemungkinan perang umum. Ia menanyaiku apa yang Turki akan lakukan dalam kasus semacam itu, dan berkata bahwa, jika kamiberpihak pada Jerman, armada Inggris akan bergerak ke Dardanelles dan merebut Konstantinopel. Churchill tak berniat untuk menolong Rusia—ia memajukan ancaman yang dibuat kepadaku pada waktu itu."
Enver berbicara dengan keputusan dan ketentuan mutlak. Ia berjuar bahwa nyaris seluruh kerusakan yang dialami benteng luar telah diperbaiki, dan bahwa Turki memiliki metode pertahanan terhadap keberadaan musuh kecil yang terduga. Ia menunjukkan kepahitan besar melawan Inggris. Ia menuduh mereka berniat untuk menghasut para pejabat Turki dan bahkan berkata bahwa mereka telah menyiapkan upaya terhadap nyawanya sendiri. Di sisi lain, ia tak menyimpan pertemanan tertentu terhadap Jerman. Tindakan berlebihan Wangenheim menyebabkannya sangat iritasi, dan Turki, ujarnya, juga tak melakukan apapun dengan para pejabat Jerman.
"Turki dan Jerman," imbuhnya, "tak peduli satu sama lain. Kami dengan mereka karena ini merupakan kepentingan kami dengan mereka; kami dengan mereka karena kepentingan kami. Jerman akan membekingi Turki sepanjang membantu Jerman; Turki akan membekingi Jerman sepanjang menolong Turki."
Enver nampak sangat menekankan kedekatan wawancara mereka dengan hubungan pribadi intim yang mereka himpun satu sama lain. Ia nampak meyakini bahwa ia, Enver besar, Napoleon dari Revolusi Turki, tak terikat dalam membahas perkara negaranya dengan dubes sebenarnya.
"Kau tau," ujarnya, "bahwa tak ada seorang pun di Jerman yang Kaisarnya berbincang sedekat aku berbincang denganmu sekarang."
Kami mencapai Panderma pada sekitar pukul dua. Disini, Enver dan kendarannya merapat ke pesisir dan rombongan kami muali bergerak lagi, kapal kami dayang ke Gallipoli menjelang siang. Kami berlabuh di pelabuhan dan menjalani semalaman di dalamnya. Sepanjang sore, kami dapat mendengar meriam-eriam membombardir perbentengan, namun keberadaan perang dan kematian tak berdampak pada semangat para tamu Turki-ku. Kejadian tersebut merupakan kelakar besar bagi mereka. Mereka menjalani beberapa bulan dalam keadaan yang keras, giat kerja dan kini kami berperilaku layaknya para pemuda yang habis pulang dari liburan. Mereka menuturkan lelucon, mengisahkan cerita, menyanyikan jenis lagu-lagu kesukaan, dan bermain gurauan kekanak-kanakan satu sama lain. Meskipun berusia nyaris sembilan puluh tahun, Yang Mulia Fuad mengembangkan kualitas besar sebagai penghibur, dan fakta bahwa rekan-rekannya menjadikannya banyak memainkan kuda mereka hanya nampak untuk menambahkan kenikmatannya pada kesempatan tersebut. Hiburan tersebut mencapai puncaknya kala salah satu temannya menuangkannya segelas eau-de-cologne. Priyayi tua tersebut menunjukkan minuman baru pada suatu kesempatan dan kemudian mengencerkannya dengan air. Aku berkata bahwa cara sebenarnya menguji raki, minuman Turki populer, adalah dengan mencampurnya dengan air. Jika berubah menjadi putih dengan perlakuan tersebut, ini merupakan hal yang sebenarnya dan dapat diminum dengan aman. Nampaknya air memiliki dampak yang sama dengan eau-de-cologne, pada isi dari gelas Fuad, setelah diuji coba, berubah menjadi putih. Sehingga, priyayi tua tersebut menuangkan seluruh hal ke tenggorokannya tanpa mengumurnya —banyak hiburan lucu dari para pelakonnya.
Pada pagi hari, kami mulai berjalan lagi. Kami kini datang ke Dardanelles, dan dari Gallipoli kami berlayar nyaris dua puluh lima mil ke Tchanak Kalé. Pada sebagian besar bagian selat tersebut tak dimengerti dan, dari sudut pandang militer, tidaklah berpengaruh. Aliran tersebut berlebar sekitar dua mil, dua sisinya adalah dataran rendah dan rawa, dan hanya ada sedikit desa yang menunjukkan tanda kehidupan. Aku berujar bahwa terdapat sedikit perbentengan kuno, meriam-meriam yang ditinggalkan pada Marmora, tempat yang didirikan disana pada paruh awal abad kesembilan belas untuk tujuan menghindari kapal-kapal bersinggungan masuk dari utara. Namun, perbentengan tersebut sangat tersembunyi agar aku tak dapat melihatnya. Para tetamuku memberitahuku bahwa mereka tak memiliki kekuatan tempur, dan, sehingga, tak ada di bagian utara selat, dari Point Nagara sampai Marmora, yang dapat memberikan perlawanan terhadap armada modern apapun. Kepentingan utama yang ditemukan olehku di bagian Dardanelles ini murni bersifat sejarah dan legenda. Kota kuno Lampsacus nampak di wilayah modern Lapsaki, tepat berseberangan dari Gallipoli, dan Nagara Point merupakan situs Abydos kuno, yang desa Leander dipakai untuk berencang sepanjang malam di sepanjang Hellespont sampai Hero—sebuah nasib yang diulang sekitar seratus tahun lampau oleh Lord Byron. Disini juga terdapat Xerxes yang melintas dari Asia ke Yunani pada jembatan perahu, melabuhkan ekspedisi terkenal yang menjadikannya pemimpin umat manusia. Aku pikir, jiwa Xerxes seperti yang aku lalui tempat kemunculannya, masih sangat aktif di dunia! Jerman dan Turki menemukan pemakaian yang kurang romantis untuk hal ini, bagian tersempit Dardanelles, di tempat mereka mengerahkan kabel dan serangkaian ranjau dan jaring anti-kapal selam—sebuah alat yang, yang harus aku sebutkan, tak menahan perahu-perahu bawah air Inggris dan Prancis keluar dari Marmora dan Bosphorus. Tak sampai kami memutari titik bersejarah Nagara bahwa monotoni pesisir datar memberikan tempat pada pemandangan yang lebih beragam. Di sisi Eropa, tebing-tebing kini mulai terkikis air, mengingatkanku pada Palisades di sepanjang Hudson, dan aku melihat serangkaian bukit dan gunung yang setelah itu menghimpun batu-batu sandungan yang tragis pada pasukan-pasukan Sekutu. Penghimpunan wilayah selatan Nagara, dengan banyak bukit dan rintangan, menjadikannya jelas kenapa para insinyur militer memilih wilayah Dardanelles sebagai bagian terbaik yang diadaptasi untuk pertahanan. perahu kami kini mencapai apa yang mungkin titik paling mengarah ke seluruh selat—kota Tchanak, atau, yang memberikan nama Eropa modernnya, Dardanelles. Pada waktu-waktu normal, ini dijadikan pelabuhan 16.000 orang, rumah-rumahnya yang berbahan kayu, merkas besar perdagangan wol dan produk lainnya dan menjadi stasiun militer penting selama berabad-abad. Kami katakan, armada Inggris telah membombardir kota tersebut. Sehingga, pernyataan ini nampak sangat memungkinkan, karena aku hanya melihat satu rumah yang terserang, dibuktikan oleh serangkaian rudal yang diarahkan ke dekat perbentengan.
Djevad Pasha, Kepala Panglima Turki di Dardanelles, mendatangi kami dan membawa rombongan kami ke markas besar. Djevad merupakan pria berbudaya dan bersikap menyenangkan dan ramah. Kala ia berbincang dalam bahasa Jerman, aku tak membutuhkan penerjemah. Aku sangat terpukau oleh pertahanan yang diperlakukan terhadapnya oleh para perwira Jerman; bahwa ia menjadi Kepala Panglima dalam palagan perang, dan bahwa para jenderal Kaiser merupakan bawahannya, menjadi makin nampak. Kala kami memasukki kantornya , Djevad berhenti di depan sebuah torpedo, yang dipasang di tengah halaman, yang dijadikan sebagai souvenir.
"Terdapat kejahatan besar!" ujarnya, menyerukan perhatianku pada relik tersebut.
Pada sekitaran masa itu, surat-surat kabar menyoroti pengiriman kapal selam Inggris, yang berlayar dari Inggris ke Dardanelles, melewati ladang ranjau, dan mentorpedo kapal perang Turki Mesudié.
"Bahwa torpedo tersebut yang melakukannya!" ujar Djevad. "Anda lihat puing-puing kapal kala kau pergi."
Perbentengan pertama yang dikunjungi olehku adalah Anadolu Hamidié (yakni, Hamidié Asiatik) yang berada di tepi perairan tepat di luar Tchanak. Rasa terpukau pertamaku adalah bahwa aku berada di Jerman. Para perwiranya seluruhnya adalah orang Jerman dan di setiap tempat, orang-orang Jerman membangun persinggahan berbahan pasir dan bahan lainnya yang memperkuat penempatannya. Disini, bahasa Jerman, bukan Turki, yang menjadi bahasa yang terdengar di setiap sisi. Kolonel Wehrle, yang memanduku ke tempat-tempat persinggahan tersebut, memperlihatkan kesenangan terbesar yang ditunjukkan pada mereka. Ia memiliki kebanggaan artis sederhana dalam karyanya, dan berujar kepadaku bahwa kebahagiaan telah datang pada waktunya kala Jerman baru-baru ini menghadapkan dirinya pada perang. Ia berujar, seluruh hidupnya dijalankan dalam praktek-praktek militer, dan, seperti kebanyakan orang Jerman, ia mengupayakan manuver, pertempuran, dan bentuk pertikaian lainnya. Kala ia mengerahkan lima puluh orang, ia telah menjadi kolonel, dan ia khawatir bahwa karirnya akan berakhir tanpa pengalaman militer yang sebenarnya—dan kemudian menjalani hal yang terjadi dan disini ia menembakkan meriam dan rudal asli dalam berjuang menghadapi musuh Inggris yang sebenarnya! Tak ada kebrutalan dalam perilaku Wehrle. Ia merupakan seorang pria "gemütlich" asal Baden, dan selama ini disukai. Sehingga, ia sepenuhnya dipenuhi dengan jiwa "Der Tag." Sikapnya singkatnya adalah orang yang menjalani hidupnya-waktu mempelajari perdagangan dan siapa yang kini mengambil kesempatan yang menguntungkannya. Namun, ia mengarahkan sorotan terhadap karakter dan pasukan militer Jerman yang benar-benar menyebabkan perang.
Merasa diriku sendiri benar-benar berada di negara Jerman, aku bertanya kepada Kolonel Wehrle soal kenapa hanya ada sangat sedikit orang Turki di sisi selat tersebut. "Anda tak menanyaiku pertanyaan tersebut pada siang ini," ujarnya seraya tersenyum, "kala Anda berjalan ke sisi lainnya."
Lokasi Anadolu Hamidié nampak ideal. Tempat tersebut berada di kanan tepi perairan, dan terdiri dari—atau setidaknya pada saat itu—sepuluh meriam, setiap orang sepenuhnya memeriksa Dardanelles. Berjalan di atas sandaran, aku melihat jelas selat tersebut, dan Kum Kalé, di pintu masuk, sekitar lima belas mil jauhnya, berdiri sepenuhnya. Tak ada kapal perang yang dapat memasuki perairan tersebut tanpa datang langsung dalam penglihatan sepenuhnya dari pasukan meriamnya. Sehingga, perbentengan itu sendiri, pada sorotan tak profesional seperti diriku sendiri, tidaklah terlalu memukau. Sandaran dan perlintasan sebetulnya adalah tumpukan tanah, dan berdiri saat ini kala tempat tersebut dirampungkan oleh para konstruktor Prancis mereka pada 1837. Terdapat keyakinan umum bahwa Jerman sepenuhnya memodernisasi pertahanan Dardanelles, namun ini tak benar pada masa itu. Meriam-meriam yang mempertahankan Benteng Anadolu Hamidié berusia lebih dari tiga puluh tahun, semuanya merupakan model Krupp tahun 1885, dan bagian luar beberapa dari mereka memberikan bukti pada masanya. Rangkaian terjauhnya hanya berjarak sekitar sembilan mil, sementara rangkaian kapal tempur yang berada di depan mereka berjarak sekitar sepuluh mil, dan bahwa Queen Elizabeth tak jauh dari sebelas mil. Sosok-sosok yang diberikan olehku ke Anadolu Hamidié juga menjelaskan seluruh meriam di perbentengan lainnya yang dipakai. Sehingga, sejauh laju rangkaian yang terjadi, armada Sekutu menyatakan memiliki superioritas, dan Queen Elizabeth sendiri memiliki seluruh unsur pemanfaatannya. Meskipun demikian, perbentengan tersebut berisi sangat banyak suplai amunisi. Pada masa itu, kota-kota Eropa dan Amerika mencetak cerita-cerita bahwa segerbong kereta rudal dan meriam datang melalui Rumania dari Jerman ke Dardanelles. Dari fakta yang aku pelajari pada perjalanan ini dan kemudian aku menyadari bahwa laporan tersebut murni bersifat fiksi. Sejumlah kecil "kepala merah"—yang merupakan proyektil potong tanpa senjata hanya dipakai untuk penyerangan pihak-pihak yang mendarat—telah dibawa dari Adrianopel dan dikerahkan di Hamidié pada waktu kunjunganku, namun barang tersebut berjumlah sedikit dan tak bernilai dalam kapal-kapal tempur. Aku memajukan penekanan ini pada Hamidié karena ini merupakan perbentengan paling penting di Dardanelles. Sepanjang seluruh bombardemen, peristiwa tersebut melibatkan lebih banyak tembakan Sekutu ketimbang pihak lainnya, dan mencapai setidaknya 60 persen. Seluruh kerusakan dialami pada kapal-kapal yang diserang. Ini adalah Anadolu Hamidié yang, dalam bombardemen besar 18 Maret, menenggelamkan Bouvet, kapal tempur Prancis, dan yang dalam sepanjang serangan mencacatkan beberapa unit lainnya. Seluruh perwiranya adalah Jerman dan terdiri dari delapan puluh lima persen dari orang yang ditugaskan datang dari kru-kru Goeben dan Breslau.
Diantar kendaraan, kami melewati sepanjang jalan militer menuju Dardanos, melewati jalan puing-puing Mesudié. Baterai Dardanos sepenuhnya adalah orang Turki seperti halnya Hamidié adalah Jerman. Meriam-meriam di Dardanos dibuat lebih modern ketimbang yang ada di Hamidié—meriam-meriam tersebut adalah model Krupp tahun 1905. Disini juga dikerahkan satu-satunya baterai baru yang Jerman dirikan pada masa kunjunganku. Ini terdiri dari banyak meriam yang mereka ambil dari kapal-kapal perang Jerman dan Turki kemudian disandarkan di Bosphorus. Beberapa hari sebelum pemeriksaan kami, armada Sekutu memasuki Teluk Erenkeui dan membuat Dardanos mangalami bombardemen mengerikan, bukti-bukti yang aku lihat pada setiap pihak. Lahan berukuran nyaris setengah mil nyaris nampak sepenuhnya bergejolak. Ini nampak seperti foto-foto yang dilihat olehku pada medan-medan tempur di Prancis. Disamping seluruh hukuman ini, hal anehnya adalah bahwa baterai-baterai mereka sendiri masih utuh; tak ada meriam tunggal yang dihancurkan, ujar pemanduku kepadaku.
"Usai perang berakhir," ujar Jenderal Mertens, "kami datang untuk mendirikan tempat wisaya besar disini, membangun hotel, dan menjual relik-relik kepadamu orang-orang Amerika. Mereka tak harus banyak melakukan ekskavasi untuk menemukannya—armada Inggris melakukan itu untuk kami sekarang."
Ini diujarkan seperti lelucon kelewatan, sehingga pernyataan tersebut menjadi benar secara harfiah. Dardanos, di tempat pengerahannya berada, adalah salah satu kota terkenal pada zaman kuno. Pada zaman Homerik, tempat tersebut adalah bagian dari kepangeranan Priam. Sisa-sisa ibukota dan kolom masih nampak. Dan kerangka-kerangka dari armada Sekutu ini terdiri dari banyak relik yang terkubur selama ribuan tahun. Salah satu temanku menyimpan kendi airyang mungkin dipakai pada zaman Troy. Kefektifan tembakan meriam modern dalam ekskavasi bukti peradaban yang lama hilang menggetarkan—meskipun sialnya relik-relik tersebut tak selalu didatangkan untuk pengerahan.
Para jenderal Turki sangat membanggakan pertikaian yang terjadi pada baterai Dardanos melawan kapal-kapal Inggris. Mereka akan membawaku ke meriam-meriam yang telah melakukan pelayanan yang baik dan memastikan keampuhannya. Untuk kepentinganku, Djevad memanggil Letnan Hassan, perwira Turki yang mempertahankan posisi ini. Ia adalah rekan kecil, dengan rambut hitam, sangat sederhana dan nyaris terhalang pada keberadaan jenderal-jenderal besar tersebut. Djevad menampar kedua pipi Hassan, sementara perwira tinggi Turki lainnya menjambak rambutnya. Orang akan memikirkan bahwa ia adalah anjing kepercayaan yang hanya menunjukkan beberapa jasa kesetiaan.
"Ini adalah orang sepertimu yang dibuat para pahlawan besar," ujar Jenderal Djevad. Ia bertanya kepada Hassan untuk menjelaskan serangan tersebut dan cara ini membuahkan hasil. Letnan mendadak dengan cepat mengisahkan ceritanya, meskipun ia bersikap nyaris menangis oleh perlakuan para pemimpinnya.
"Terdapat masa depan besar bagimu dalam ketentaraan," ujar Jenderal Djevad, kala kami terbagi dari pahlawan ini.
"Masa depan" Hassan yang malang datang dua hari berikutnya kala armada Sekutu melancarkan serangan terbesarnya. Salah satu tembakan mengenai persinggahannya, yang diapaht, menewaskan satu pasukan muda. Sehingga, perilakunya pada hari aku mengunjungi baterainya menunjukkan bahwa ia menganggp pujian jenderalnya sebagai ganti rugi yang layak bagi seluruh orang yang ia buat menderita atau semua orang yang ia dapat cederai.
Aku sangat terpikiran oleh fakta bahwa armada Sekutu, disamping pengeluaran amunisi besarnya, tak dapat menyerang penempatan Dardanos tersebut. Aku biasanya mula-mula berpikir bahwa kegagalan semacam itu menandakan pengerahan yang kurang, namun pemandu Jermanku berujar bahwa ini bukanlah masalahnya. Seluruh salah tembak ini sepenuhnya menggambarkan hal yang lebih familiar bahwa kapal tempur yang cepat dikerahkan berada di bawah pergerakan besar dalam penembakan di perbentengan yang disempurnakan. Namun terdapat titik lain yang melibatkan baterai Dardanos. Pemanduku mengarahkan perhatianku ke lokasi ini. Tempat tersebut berada di atas bukit, dengan pemandangan kapal-kapal sepenuhnya, membentuk dirinya sendiri sebagai bagian dari kaki langit. Dardanos sebetulnya terdiri dari lima kubah baja, masing-masing dipersenjatai dengan meriam, didukung oleh parit lengkung.
"Itu," ujar mereka, "adalah hal paling sulit di dunia untuk diserang. Ini sangat berbeda dengan apa yang mudah terlihat, namun seluruh hal tersebut adalah ilusi."
Aku tak memahami sepenuhnya penglihatan situasi tersebut; namun nampak bahwa kaki langit tersebut menciptakan sejenis fatamorgana, sehingga hal tersebut biasanya tak memungkinkan untuk menyerang hal apapun di tempat tersebut, kecuali akibat kecelakaan. Pemantik meriam dapat dikerahkan apa yang nampak menjadi penglihatan sempurna, sehingga tembakannya akan bergerak liar. Catatan Dardanos telah menjadi keterkejutan kecil. Menjelang 18 Maret, kapal-kapal menembakan sekitar 4.000 tembakan. Satu kubah telah diserang oleh sebuah pecahan, yang juga menggoreskan cat, yang lainnya telah diserang dan nampak membengkok, dan yang lainnya diserang di dekat pangkalan dan potongan nyaris seukuran tangan manusia telah diletuskan. Namun tidak ada satu meriam pun yang nampak rusak. Delapan orang tewas, termasuk Letnan Hassan, dan sekitar empat puluh orang luka-luka. Ini adalah peristiwa penghancuran.
"Ini adalah ilusi optik yang menyelamatkan Dardanos," ujar salah satu orang Jerman.