Lompat ke isi

Cerita Dubes Morgenthau/Bab 20

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas


BAB XX

PETUALANGAN LAIN PEMUKIM ASING

Deportasi Gallipoli memberikan beberapa gagasan kesulitanku dalam upaya untuk memenuhi tugasku sebagai perwakilan kepentingan Sekutu di Kekaisaran Utsmaniyah. Sehingga, meskipun diwarnai kebencian, dalam tubuh para pejabat Turki sendiri berperilaku sangat baik. Mereka menjanjikanku pada mulanya agar mereka akan memperlakukan musuh asing dengan baik, dan akan mengijinkan mereka menetap di Turki, dan menuruti pekerjaan yang mereka geluti, atau meninggalkan kekaisaran tersebut. Mereka nampak meyakini bahwa dunia akan menghakimi mereka, setelah perang berakhir, bukan dengan alasan mereka memperlakukan warna mereka sendiri namun dengan alasan mereka memperlakukan warga negara musuh. Hasilnya adalah warga Prancis, warga Inggris atau warga Italia menikmati keamanan yang lebih besar di Turki ketimbang warga Armenia, warga Yunani atau warga Yahudi. Meskipun bertentangan dengan sifat baik ini, unsur jahat masih mewujudkan dirinya. Dalam surat kepada Kemenlu, aku menyebut pengaruh yang bekerja melawan warga asing di Turki. "Dubes Jerman, "Aku tulis pada 14 Mei 1915, "tetap beritahu tentang Turki soal pengerahan sikap penindasan dan penahanan sandera pada warga blok-blok berkepentingan. Aku menentang perlawanan menonjol dari kolega Jermanku dalam mendorong untuk menerima ijin keberangkatan warga dari kewarganegaraan di bawah perlindungan kami."

Para pejabat Turki kini dan dulu akan melakukan pembalasan terhadap salah satu warga asing musuh mereka, biasanya diwarnai luka, atau sakit hati, yang terdampak pada warga mereka sendiri di negara-negara musuh. Tindakan semacam itu menimbulkan banyak peristiwa menonjol, semuanya nampak dalam sorotan yang mereka sorot terhadap karakter Turki dan metode Teutonik.

Pada suatu siang, aku duduk dengan Talaat, membahas persoalan-persoalan rutin, kala teleponnya berdering.

"Pour vous," ujar Menteri tersebut, menyerahkan penerimanya kepadaku.

Itu adalah salah satu jurutulisku. Ia berujar kepadaku bahwa Bedri telah menangkap Sir Edwin Pears, memasukkannya ke penjara, dan merampas seluruh suratnya. Sir Edwin adalah salah satu pemukim Inggris terkenal di Konstantinopel. Selama empat puluh tahun, ia mempraktekkan hukum di ibukota Utsmaniyah. Ia juga menulis banyak untuk pers pada masa itu, dan menerbitkan banyak buku yang memberikannya ketenaran sebagai otoritas tentang sejarah dan politik Dunia Timur. Ia berusia sekitar delapan puluh tahun dan dimuliakan dan berpenampilan khas. Kala perang dimulai, aku menerima janji khusus dari Talaat dan Bedri bahwa, tanpa tedeng aling-aling, Sir Edwin Pears dan Prof. Van Millingen dari Robert College harus diusik. Pesan telepon tersebut yang aku kini terima—dengan rasa penasaran, dalam keberadaan Talaat—nampak menandakan bahwa janji tersebut telah dipatahkan.

Aku kini beralih ke Talaat dan membicarakan perlakuan yang tak membuat upaya untuk menimbulkan ketidaksenanganku.

"Apakah semua janjimu menguntungkan" tanyaku. "Dapatkah kau menemukan segalanya yang lebih baik untuk dilakukan ketimbang mengusik pria tua terhormat seperti Sir Edwin Pears? Apa yang ia pernah lakukan kepadamu?"

"Mari, mari, janganlah gelisah," ujar Talaat. "Ia hanya dipenjara beberapa jam, dan aku akan menyaksikan bahwa ia dibebaskan."

Ia berniat untuk menghubungi Bedri lewat kawat, namun gagal. Pada kali ini, aku mengetahui bahwa Bedri sangat perlu memahami metode operasinya. Kala Bedri benar-benar diharapkan untuk dihubungi lewat telepon, ia merupakan orang paling dapat diakses di dunia. Kala keberadaannya di ujung kawat lainnya dapat terhubungi, pencarian paling menyakitkan tak dapat mencapai tempat ia berada.. Kala Bedri memberikanku janjinya sendiri agar Sir Edwin tak diusik, ini adalah kesempatan kala Prefek Kepolisian yang tujuakan agar ia sendiri tetap tak dapat diakses.

"Aku harus tetap di ruangan ini sampai kau menghubungi Bedri," ujarku kepada Talaat. Turki besar tersebut menyikapi keadaan tersebut dengan lelucon bagus. Kami menunggu waktu yang tepat, namun Bedri berhasil dalam menghindari pertemuan. Akhirnya, aku memanggil salah satu jurutulisku dan berujar kepadanhya untuk keluar dan memburu prefek yang hilang tersebut.

"Katakan pada Bedri," ujarku, "bahwa aku menahan Talaat di kantornya sendiri dan bahwa aku harus tak membiarkannya pergi sampai ia dapat memerintahkan Bedri untuk membebaskan Sir Edwin Pears."

Talaat sangat menikmati komedi situasi tersebut. Ia mengetahui cara-cara Bedri yang bahkan lebih baik ketimbang yang aku lakukan dan ia sangat berminat dalam memantau apakah aku harus berhasil dalam menemukannya. Namun dalam suatu kesempatan, telepon berdering. Itu adalah Bedri. Aku berujar kepada Talaat untuk membujuknya agar ia pergi ke penjara dengan kendaraannya sendiri untuk membawa Sir Edwin Pears.

"Mohon jangan membiarkannya melakukan itu," jawab Bedri."Kesempatan semacam itu akan membuatku dibodohi dan menghancurkan pengaruhku."

"Baguslah," jawabku, "Aku harus menunggu sampai 6.15. Jika Sir Edwin tak dikembalikan ke keluarganya pada waktu itu, aku harus datang ke Markas Besar Kepolisian dan membawanya."

Kala aku kembali ke Kedubes, aku dihentikan di kediaman Pears dan berniat untuk menghampiri Nyonya Pears dan putrinya.

"Jika ayahmu tak kesini pukul 6.15," ujarku kepada Putri Pears, "mohon biarkan aku mengetahuinya secara langsung."

Pada kali ini, teleponku berdering. Itu adalah Putri Pears, yang memberitahuku bahwa Sir Edwin telah dipulangkan.

Keesokan harinya, Sir Edwin menghampiri kedubes untuk berterima kasih kepadaku atas upayaku memperantarainya. Ia berujar kepadaku bahwa Dubes Jerman juga mengupayakan pembebasannya. Pernyataan tersebut mengejutkanku, karena aku tak mengetahui orang lain memiliki kesempatan untuk membuat pergerakan, semenjak setiap hal terjadi kala aku berada di kantor Talaat. Separuh jam setelahnya, aku bertemu Wangenheim sendiri. Ia diturunkan dalam acara penyambutan Nyonya Morgenthau. Aku menyebutkan kasus Pears dan bertanya kepadanya apakah ia memakai pengaruh tertentu dalam mengabulkan pembebasannya. Pertanyaanku sangat menghentaknya.

"Apa?" ujarnya. "Aku membantumu untuk memastikan pembebasan orang itu! Der alte Gaunert! (Bajingan tua.) Kenapa, aku adalah orang yang membuatnya tertangkap!"

"Apa yang kau menentangnya?" tanyaku.

"Pada 1876," jawab Wangenheim, "orang itu pro-Rusia dan melawan Turki!"

Itu adalah kenangan lama Jerman! Pada 1876, Sir Edwin menulis banyak artikel untuk London Daily News, menyebutkan pembantaian Bulgaria. Pada waktu itu, laporan kejahatan besar tersebut umumnya tak dipercaya dan surat-surat Sir Edwin menempatkan seluruh fakta tak terbantahkan kepada para penutur bahasa Inggris, dan banyak melakukan emansipasi Bulgaria dari kekuasaan Turki. Tindakan penghinaan dan penugasan jurnalistiknya membuat Sir Edwin sangat terkenal dan kini, setelah empat puluh tahun, Jernam memutuskan untuk menghukumnya dengan menempatkannya ke penjara Turki! Pertentangan Turki memberikan ketonjolan melebihi sekutu-sekutu Jerman mereka, karena mereka tak hanya memberikan kebebasan dan surat-surat kepada Sir Edwin, namun mengijinkannya untuk pulang ke London.

Namun, Bedri sedikit tersinggung dengan campur tangan suksesku dalam peristiwa tersebut dan memutuskan untuk memperhitungkannya. Selain Sir Edwin Pears, barister penutur bahasa Inggris paling terkenal di Konstantinopel adalah Dr. Mizzi, warga Malta, berusia 70 tahun. Kekuasaan pemerintahan telah tersakiti olehnya, karena ia menjadi pendiri Levant Herald, sebuah surat kabar yang menerbitkan artikel-artikel yang mengkritik Komite Persatuan dan Kemajuan. Pada tengah malam dari peristiwa Pears, Bedri datang ke rumah Dr. Mizzi pada pukul sebelas, membangunkan pria tua tersebut dari kasur, menangkapnya, dan menempatkannya di kereta menuju Angora, Asia Kecil. Kala wabah tipus mengerikan timbul di Angora, ini bukanlah tempat kediaman yang diinginkan untuk sosok Dr. Mizzi selama bertahun-tahun. Keesokan paginya, kala aku mendengarnya untuk pertama kalinya, Dr. Mizzi berada dalam perjalanan menuju tempat pengasingannya.

"Kali ini, aku mengantarmu!" ujar Bedri, dengan tawa senang. Ia bersikap baik terhadapnya dan memohon seperti anak-anak. Pada akhirnya, ia "diserahkan" ke Dubes Amerika, yang sedang tertidur di kasurnya kala pria tua tersebut dibawa menuju ke kamp demam di Asia Kecil.

Namun keberhasilan Bedri tak sepenuhnya rampung, setelah semua ini. Atas permintaanku, Talaat mengirim Dr. Mizzi ke Konia, alih-alih Angora. Terdapat seorang misionaris Amerika, Dr. Dodd, yang menjalankan rumah sakit. Aku memutuskan agar Dr. Mizzi dapat diberi ruangan yang bagus di gedung tersebut, dan disana ia singgah selama beberapa bulan, dengan bantuan beruntun, makanan yang baik, lingkungan yang sehat, semua buku yang ia inginkan, dan satu hal yang tak akan membuatnya sengsara—sebuah piano. Sehingga aku masih menganggap bahwa penghormatan antara Bedri dan diriku sedikit lebih baik ketimbang sebelumnya.

Pada awal Januari 1916, suatu pesan menyatakan bahwa Inggris memperlakukan buruk para tahanan perang Turki di Mesir. Tak lama setelah itu, aku menerima surat dari dua orang Australia, Komandan Stoker dan Letnan Fitzgerald, memberitahuku bahwa mereka ditahan selama sebelas hari dalam tahanan yang lembab dan mengerikan di Jawatan Perang, dengan tanpa pendampingan selain serombongan hama yang mengerikan. Dua perwira AL tersebut dayang ke Konstantinopel pada salah satu armada kapal selam buatan Amerika terkenal yang melakukan perjalanan dari Inggris, di bawah pemanduan di Dardanelles, dan dayang ke Marmora, di saat beberapa pekan mereka menteror dan mendominasi laut dalam tersebut, yang menempatkan tempat akhirnya dengan melabuhkan seluruh kapal. Kapal selam menonjol yang mendatangkan korespondenku, E 15, ditangkap Dardanelles, dan kru dan para perwiranya dikirim ke penjara militer Turki di Afium Kara Hissar, Asia Kecil. Kala kabar dugaan perlakuan buruk tahanan Turki di Mesir beredar, para tahanan tersebut melihat keduanya dibawa ke Konstantinopel dan ditahan lagi. Stoker dan Fitzgerald mendapatkan hal yang kurang menguntungkan, dan ditempatkan di sel bawah tanah mengerikan selama sebelas hari. Aku langsung memajukan persoalan tersebut dengan Enver dan menyarankan agar dokter dan pejabat netral meneliti orang-orang Turki di Mesir dan melaporkan soal kebenaran kisah tersebut. Kami menerima pesan bahwa laporan itu palsu, dan bahwa, pada kenyataannya, para tahanan Turki di tangan Inggris menerima perlakuan yang baik.

Pada sekitaran waktu tersebut, aku dipanggil ke Monsinyur Dolci, Delegasi Apostolik untuk Turki. Ia menyinggung soal Letnan Fitzgerald, yang ia katakan kala itu menjadi tahanan perang di Afium Kara Hissar.

"Aku sangat meminatinya," ujar Monsinyur Dolci, "karena ia bertunangan dengan putri Perwakilan Inggris untuk Vatikan. Aku berujar kepada Enver mengenainya dan ia berjanji agar ia akan menerima perlakuan istimewa."

"Apa nama pertamanya?" tanyaku.

"Jeffrey."

"Ia menerima 'perlakuan istimewa'," jawabku. "Apakah kau tau bahwa ia berada di tahanan di Konstantinopel saat ini?"

Biasanya, M. Dolci sangat terganggu namun aku membujuknya lagi, berkata bahwa bawahanku akan membebaskannya dalam beberapa hari.

"Kau melihat cara memalukanmu memperlakukan sosok muda tersebut," aku kini berujar kepada Enver, "Anda harus melakukan suatu hal untuk melakukan perbaikan."

"Baiklah, apa yang akan kau sarankan?"

Stoker dan Fitzgerald menjadi tahanan perang, dan, menurut aturan lazin, akan dikirim kembali ke kamp penjara setelah dibebaskan dari tahanan mereka. Aku ingin mengusulakan agar Enver harus memberikan mereka liburan delapan hari di Konstantinopel. Aku memasuki ranah kesempatan dan orang tersebut dibebaskan. Mereka tentunya menyatakan permintaan maaf. Mereka menjalani dua puluh lima hari di tahanan, dengan tanpa kesempatan untuk mandi atau cukur, dengan tanpa penggantian pakaian atau kebutuhan hidup apapun. Namun Tuan Philip mengambil tugas, memberikan kebutuhan kepada mereka, dan dalam periode singkat mereka menghadapkan kami dengan dua perwira AL Inggris muda dan tampan. Pembebasan delapan hari mereka beralih menjadi prosesi kemenangan, tanpa didampingi selalu oleh perwira Turki penutur bahasa Inggris. Monsinyur Dolci dan Kedubes Amerika menghibur mereka saat makan malam dan mereka melakukan kunjungan menyenangkan di Kolese Putri. Kala waktu dayang untuk kembali ke kamp penjara mereka, pria mud atersebut menyatakan bahwa mereka akan terbiasa menjalani sebulan berikutnya di tahanan jika mereka dapat memiliki masa kebebasan di kota tersebut kala dibebaskan.

Selain semua yang telah terjadi, aku harus selalu mengadakan pertemuan dengan Enver menanggapi perlakuannya terhadap Fitzgerald. Aku berujar kepada Menteri Perang tersebut soal pertunangan Letnan tersebut.

"Apakah kau memikirkan ia dapat dihukum?" tanyaku. "Kenapa tak kau biarkan pemuda tersebut pulang dan menikahi kekasihnya?"

Pernyataan tersebut langsung mengeluarkan sisi sentimental Enver.

"Aku melakukannya," jawabnya, "jika ia akan memberikanku kata kehormatannya untuk tak melawan Turki lagi."

Fitzgerald sebetulnya memberikan janji tersebut, dan persinggahan singkatnya di tahanan tersebut menghasilkan pembebasannya dari tahanan dan mengambalikan kebahagiaannya. Karena Stoker yang malang tak memiliki hubungan percintaan yang dapat membenarkan permohonan serupa dalam kasusnya, ia kembali ke tahanan di Asia Kecil. Namun, ia melakukan ini dalam jiwa yang sangat semangat yang menguntungkan tradisi terbaik AL Inggris.