Lompat ke isi

Cita-Cita Zizi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Premis

[sunting]

Zizi mendapat tugas mengarang tentang cita-cita dari wali kelasnya, namun dia mengalami kesulitan memulai karangannya.

Lakon

[sunting]
  1. Zizi
  2. Bu Linda
  3. Vania
  4. Bunda

Lokasi

[sunting]

Kamar Zizi

Cerita pendek
[sunting]
Zizi sedang mengarang

Zizi menatap kertas di hadapannya. Di kertas itu tertulis sebuah judul karangan berbunyi ‘Bila Aku Besar Nanti’. Sudah hampir setengah jam Zizi menulisnya, namun ia belum juga memulai karangannya. Ada apa dengan Zizi? Biasanya dia dengan lancar menulis apa yang ada di dalam pikirannya. Sudah berkali-kali ia berhasil meraih juara di berbagai lomba mengarang. Mengapa kali ini ia mengalami kesulitan? Teringat lagi oleh Zizi pertanyaan Bu Linda tadi siang di kelas setelah memberi tugas murid-murid kelas 5 untuk menulis karangan tentang cita-cita mereka. “Zizi, kamu mau jadi apa kalau sudah besar nanti?” tanya Bu Linda. Zizi terdiam mendengar pertanyaan wali kelasnya itu. “Zizi mau jadi dokter, Bu,” bukan Zizi yang bersuara tapi Vania yang duduk di sampingnya. “Benar Zizi? Cita-citamu ingin menjadi dokter?” tanya Bu Linda lagi.

“I...iya Bu,” jawab Zizi akhirnya.

“Ibu yakin jika kamu rajin belajar dan terus mempertahankan prestasimu sebagai bintang kelas, kamu bisa mencapai cita-citamu itu,” kata Bu Linda. Lalu Bu Linda menanyai satu persatu cita-cita murid kelas 5 lainnya. Ada yang bercita-cita jadi dokter seperti Zizi, ada yang ingin jadi guru, presiden, tentara, bintang film, dan lain-lain.

“Nah, nanti karangan tentang cita-cita itu kalian buat di selembar kertas dan besok dikumpulkan,” kata Bu Linda setelah menanyai semuanya.

“Ah, biarlah,” gumam Zizi dan mulai menulis kalimat pembuka karangannya : Bila aku besar nanti aku ingin menjadi dokter. Namun baru selesai kalimat itu ditulisnya, tiba-tiba Zizi meremas kertas itu dan melemparkannya ke tempat sampah di samping meja belajarnya. Tapi gumpalan kertas itu mengenai pinggiran tempat sampah dan jatuh ke lantai. Zizi merobek selembar kertas lagi dari buku tulisnya lalu menulis judul karangannya seperti tadi dan kembali terdiam. Tok...tok...tok...Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Rupanya bunda, begitu Zizi memanggil ibunya, yang datang. “Zizi sedang mengerjakan tugas apa?” tanya bunda. “Tugas mengarang, Bunda,” sahut Zizi pelan. Bunda melihat kertas yang ada di atas meja belajar. “Oh, tugas mengarang tentang cita-cita jika kamu sudah besar nanti ya?” terka bunda. Zizi mengangguk, “Iya, Bunda.” “Zizi mau jadi apa kalau sudah besar nanti? Dulu katanya ingin jadi dokter seperti Tante Mita?” tanya bunda. Zizi terdiam sesaat sebelum menjawab, “Iya, Bunda. Tapi...” suara Zizi terhenti dan ia tiba-tiba memeluk bundanya erat-erat. “Kenapa, Sayang?” tanya bunda seraya membelai rambut anaknya itu, “Zizi sebenarnya tidak ingin jadi dokter?” Zizi menganggukkan kepala di pelukan bundanya. “Lalu cita-cita Zizi sebenarnya apa dong?”

“Sebenarnya Zizi ingin jadi pengarang,” jawab Zizi pelan.

“Jadi pengarang? Oh, itu cita-cita yang bagus.” Zizi memandang wajah bundanya, seolah tak percaya apa yang didengarnya.

“Bunda tidak marah?” tanya Zizi.

“Kenapa Bunda harus marah?” tanya bunda heran.

“Karena Zizi tidak ingin jadi dokter.”

“Oh, tentu saja tidak. Apapun cita-citamu, Ayah dan Bunda akan selalu mendukungnya. Jika Zizi kelak jadi pengarang, pasti Ayah dan Bunda akan bangga membaca buku-buku karyamu.” “Betul, Bunda?” “Duh, kamu ini,” kata bunda gemas sambil memencet hidung anaknya itu, “Kapan Bunda bohong? Tapi sebelum Zizi menjadi pengarang, ada yang harus Zizi kerjakan.” “Apa itu, Bunda?” “Ya tentu saja Zizi harus menyelesaikan tugas mengarang dari ibu guru terlebih dulu,” ujar bunda sambil tersenyum. “Oh, pasti, Bunda. Nanti kalau sudah selesai Bunda boleh baca deh,” suara Zizi terdengar ceria. “Nah, selamat bekerja pengarang kesayangan Bunda,” kata bunda seraya mengecup kening Zizi dan kemudian meninggalkan kamar. Kini Zizi jadi semangat lagi melanjutkan karangannya. Ia mulai menulis kalimat pembukanya : Menjadi seorang pengarang, itulah cita-citaku bila aku besar nanti. Setelah itu kata-kata selanjutnya pun mengalir lancar dari pulpen di jari-jari mungil penulis cilik kita.