Daerah Istimewa (Bagian Kedua)
Kategori
[sunting]Fiksi/Cerita bersambung
Pengantar
[sunting]Penulis
[sunting]Penulis bernama lengkap R. Ananta Kusuma Wibawa. Alumnus S1, Fakultas Hukum, Universitas Surabaya (Ubaya) Surabaya, tahun 1995. Berprofesi sebagai seorang advokat dan sejak tahun 2010, sering menjadi tenaga ahli fungsional dalam progam-program penyusunan kebijakan publik di berbagai instansi pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur.
Email: akwibawa88@gmail.com
Tema
[sunting]Cerita Satir Kriminal.
Sasaran
[sunting]Pembaca umum.
Sinopsis
[sunting]Tradisi, budaya, dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu sindikat kejahatan terorganisir di Amerika Serikat mengalami batu uji yang sangat bermakna dalam proses pengambilan keputusannya. Upaya penentuan kebijakan terhadap pengelolaan Las Vegas sebagai Daerah Istimewa menjadi perdebatan seru di antara para anggota Sindikat Nasional.
Lakon
[sunting]- Kanselir Komisi, Suchowsky.
- Ketua Komisi, Salvatore Castellano.
- Don Joseph Magadino
- Mickey Rossen,
- Jonathan “Jonah” Bernstein
- Louie Mastroianni
- Santino Magadino
- Gaetano Tramonti
Lokasi
[sunting]The President Hotel, Atlantic City, New Jersey. Amerika Serikat
Cerita Bersambung Bagian Kedua
[sunting]Setelah menghela nafas sejenak, Castellano angkat bicara, “Semua ini saya yakin berangkat dari rasa kebersamaan yang tinggi di antara kita selaku anggota sindikat. Saya hanya ingin menegaskan bahwa tidak ada sama sekali upaya menggeser nilai-nilai keadilan dalam mengelola kebijakan sindikat.”
Seakan membutuhkan persetujuan tersirat dari Don Magadino, dia pun menatap mata seniornya. “Di usia enam puluh tahun sindikat kita, saya hanya ingin menghadirkan suatu kehidupan yang lebih demokratis dalam organisasi kita. Tidak ada yang salah sama sekali atas kebenaran sejarah teman-teman dari kelompok Yahudi. Namun menurut saya, sudah saatnya kita membagi tanggung jawab terhadap Vegas dengan mencoba untuk mengelolanya secara bergiliran di antara anggota sindikat kita. Jika teman-teman Yahudi bisa merasakan nilai lebih dalam mengelola Vegas, saya pikir tidak ada salahnya jika anggota keluarga yang lain juga bisa merasakan hal yang sama. Itulah demokrasi, yang mana semua berjalan berdasarkan sama rasa, sama rata, dan tidak menonjolkan keistimewaan kelompok atau golongan.”
“Demokrasi? Demokrasi macam apa, yang terhormat ketua?” Jonathan “Jonah” Bernstein, tokoh terkemuka Las Vegas, pengelola utama dari Desert Inn serta pelindung the Flamingo’s, tidak sabar lagi untuk menyela.
Segera dia menyambung, “Kami tidak asing dengan demokrasi. Selama ini, kami selalu mengikuti sistem sindikat dengan senang hati walau kami hanya punya hak bicara dengan bahasa isyarat, alias tanpa hak suara. Kami juga pernah menanggung biaya terbesar saat sindikat berkeputusan memberi dukungan pada presiden flamboyan itu di pesta demokrasi Amerika Serikat 1960. Demokrasi yang nyaris membuat kita terhempas dalam prahara akibat kebijakannya, saat berkuasa, menghantam kita. Saya hanya ingin mengingatkan, jangan sampai demokrasi tidak menghargai kesetiaan para pelakunya. Mohon tidak melewati batas, tuan.”
“Omong kosong, Jonah!” sergah Louie Mastroianni seraya berdiri dan menghantam meja. Tampaknya dia tidak tahan lagi mendengar gelombang sanggahan dari kelompok Yahudi yang seakan tidak bisa berhenti.
“Harap tertib, Louie! Kita bukan di era si Kepala Batu, Al Capone!” seru Kanselir Schowsky mengingatkan.
“Demi Tuhan, Kanselir. Apa mereka itu tidak ingat bahwa kelompok Chicago, Florida, dan New Orleans yang akhirnya harus maju sebagai patriot untuk melaksanakan hukuman mati terhadap Sang Presiden!” balas Mastroianni dengan nada tinggi.
Dia pun ganti memberi paparan, “Kami harus memilih para penembak jitu dan operator terbaik di antara anggota kita yang ditanam dalam dinas intelijen negara dan sekaligus melenyapkan mereka usai operasi berlangsung. Semata untuk mendukung tertib Prinsip Omerta dalam organisasi serta melindungi kepentingan organisasi yang lebih besar. Operasi Giovanni di Dallas itu membuat investasi sumber daya manusia kita dalam tubuh dinas intelijen negara menjadi musnah. Apakah pengorbanan kami itu hanya dipandang sebelah mata dalam sejarah kita? Hah! Tampaknya rekan Yahudi kita yang terhormat kurang memiliki literatur yang lengkap saat menata kronika sejarah organisasi kita. Mereka ...”
“Cukup Louie,” potong Castellano dengan nada datar namun berwibawa.
Seakan ingin segera menunjukkan langkah pamungkas, Castellano menyampaikan permohonan dukungan pada Magadino, “Selaku salah satu pendiri sindikat yang tinggal, saya kira Don Magadino dapat menyampaikan pandangannya dengan pikiran yang lebih jernih terhadap permasalahan ini.”
Sistem Nilai, Tradisi, dan Adat
[sunting]Suasana hening sesaat. Semua mata delegasi memandang ke arah Sang Sesepuh yang sedang menunggu sodoran pengeras suara dari putranya, Santino Magadino.
“Baiklah rekan-rekan sekalian,” Magadino memperdengarkan suaranya yang terasa parau karena faktor usia dan kesehatan yang mulai menurun. “Saya turut gembira atas perkembangan ini. Bahwa di tengah-tengah ancaman persaingan yang semakin kuat dari kartel Kolombia, Triad Cina, dan Yakuza Jepang, organisasi kita menunjukkan kedalaman visi sebagai pendukung sistem nilai Amerika Serikat yang berbasis pada demokrasi. Ini berarti kitalah yang akan mampu bertahan hidup dalam masyarakat ini. Karena kita mampu menyerap tradisi masyarakat dan bangsa ini seutuhnya dalam mekanisme kehidupan dan pengelolaan organisasi kita.”
Sesepuh organisasi itu tercenung sejenak. “Sudah barang tentu saya mendukung sepenuhnya upaya kita untuk memperkuat hal-hal positif itu. Karena dengan begitu, kita akan sanggup menentang disintegrasi di antara kita. Lebih penting lagi, semua itu untuk memperkuat pijakan kita di tanah harapan ini.”
Raut wajah para delegasi Yahudi nampak berkerut tegang demi mendengar uraian sesepuh yang dihormati seluruh anggota sindikat tersebut. Mereka sangat khawatir apabila si pemegang suara istimewa itu akan memberikan dukungan mutlak bagi kebijakan Ketua Komisi.
Seraya tersenyum lebar, namun lebih nampak seperti seringai tengkorak pada bendera bajak laut, Magadino melanjutkan, “Jika demikian halnya, di samping Las Vegas akan mulai dikelola secara bergiliran, maka sudah selayaknya kita harus hapuskan kebisuan di kalangan teman-teman Yahudi. Berikanlah hak bersuara seluas-luasnya bagi mereka pada setiap ajang pengambilan keputusan dalam sindikat. Bukan sekedar hak bicara. Selama ini mereka tidak memiliki hak itu karena dibatasi adat istiadat mafia Italia.”
“Selain itu,” tambahnya. “Kesempatan untuk menduduki jabatan Ketua Komisi tidak lagi hanya diperuntukkan bagi anggota sindikat yang berdarah murni Italia. Oleh karenanya, saya mencalonkan Kanselir Suchowsky untuk bersedia menjadi Ketua Komisi pada pemilihan tahun depan. Bersedia Kanselir?”
Sungguh tak terduga ketika Kanselir Michael Suchowsky, yang juga berdarah Yahudi, dengan tanpa emosi menjawab, “Saya bersedia.” Kini ganti Ketua Komisi dan sejumlah keluarga Italia yang terperangah. Sementara Jonah dan Rossen hanya bisa saling pandang tanpa bisa mengerti bagaimana harus bersikap. Tenggorokan mereka terasa tersekat. Semua delegasi siap menunggu simpulan akhir yang lebih tegas.
Epilog
[sunting]“Ini bukan panggung opera, teman-teman sekalian,” ucap Suchowsky kalem seraya melepas kacamata myopinya. “Berdasarkan perhitungan yang rinci dari para akuntan kita, maka di awal tahun 1960, saya pernah menyatakan bahwa kita sudah lebih besar dari US Steel. Itu artinya cabikan besar dari “Kue Amerika” telah menjadi milik kita. Roda perekonomian bawah tanah kita kuasai karena kita sangat paham budaya buruk bangsa ini yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi individualistis.”
Suchowsky mengangkat telunjuknya, seakan menekankan perhatian. “Di situlah ceruk-ceruk kesenjangan kesejahteraan antar masyarakat terbuka sangat lebar sehingga mampu kita jadikan pasar riil bagi distribusi barang dan jasa kita. Segala praktik ilegal tidak lebih merupakan lahan tidur yang banyak orang merasa malu untuk menjalankannya, namun sebenarnya berdampak ekonomi dahsyat.”
“Yah...baiklah.” Sang Kanselir membuka lebar kedua tangannya sembari mengangkat bahu. “Setiap pesta selalu menyisakan piring-piring kotor dan senyatanya, tiada satu lembaga publik pun, baik negara maupun gereja, yang sanggup membersihkan itu semua tanpa campur tangan kita. Kita bukan lagi cabang Naples, Palermo, maupun Sisilia. Tetapi kita adalah bagian penting dari Amerika Serikat,”
Mengundurkan kursinya, dia berdiri dan berjalan ke hadapan para delegasi. Magadino dan Castellano sama-sama melipat tangan mereka di dada masing-masing. Perhatian mereka sepenuhnya pada Sang Kanselir.
“Era Daerah Istimewa Vegas sudah berakhir. Karena yang disebut keistimewaan itu sendiri adalah ...Kita. Camkan itu,” pungkas Sang Kanselir dengan penuh keyakinan bagai seorang negarawan yang mengakhiri pidato politiknya.
Beranjak berdiri, Ketua Komisi dan para delegasi sontak bertepuk tangan keras-keras. “Hidup Demokrasi! Viva Sindikat!” seru delegasi Yahudi berulang-ulang.
Sementara di ballroom, Sinatra, sedang membawakan lagu ketiga, terhitung sejak awal pertunjukannya tadi. “♪ Somewhere... beyond the sea...Somewhere waiting for me ♫ ...”
TAMAT
Daerah Istimewa (Bagian Pertama)
Keterangan
[sunting]Cerita ini sepenuhnya fiktif , walau sebagian nama tokoh, kejadian, tempat kejadian, ataupun cerita memiliki kesesuaian dengan penulisan sejarah, baik resmi maupun tidak resmi di manca negara. Semata-mata hanya bentuk dramatisasi cerita.
- Prinsip Omerta adalah salah satu kode etik sikap dan perilaku para anggota mafia yang melarang terjadinya kebocoran suatu rahasia kepada publik maupun penegak hukum untuk menjaga keamanan organisasi. Sering disebut juga sebagai Kode Tutup Mulut (Code of Silence)
- US Steel adalah kependekan dari United States Steel Corporation, yaitu pabrik baja swasta Amerika Serikat berpenghasilan terbesar di tahun 1959, mengalahkan badan usaha milik negara Amerika Serikat, National Steel.