Deepa dan Cahaya

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pengantar[sunting]

Maria Vina. Penulis tinggal di Tangerang. Kesukaannya menulis berawal dari kegemarannya membaca sedari kecil. Beberapa karyanya pernah dimuat di media lokal maupun nasional. Seperti majalah Bobo, majalah Gadis, koran Kompas Anak, dan koran Minggu Pagi. Beberapa kumpulan cerpen anak dan antologi juga telah diterbitkan.

Tokoh[sunting]

  • Deepa
  • Saka

Lokasi Cerita[sunting]

Taman Nasional, bumi perkemahan.

Premis[sunting]

Tanpa sengaja Deepa dan Saka terpisah dari rombongan dalam perjalanan menuju air terjun. Deepa yang merasa bersalah terhadap Saka, berusaha mencari jalan keluar. Berkat pengetahuannya mengenai sifat-sifat cahaya, Deepa dapat meminta bantuan. Mereka pun dapat berkumpul kembali bersama keluarga mereka.

Deepa dan Cahaya[sunting]

             “Ayo, Saka! Kita akan melihat air terjun,” ajak Deepa pada adik sepupunya itu.

Deepa sekeluarga tengah menghabiskan waktu liburan dengan berkemah di alam bebas. Kali ini Paman, Bibi, dan Saka turut serta.

“Asyik!” seru Saka riang. Berbeda dengan Deepa, ini pengalaman pertama bagi Saka. “Wah, lihat itu, Kak! Sinar mataharinya bergaris-garis,” tunjuk Saka ke arah cahaya matahari yang menerobos ke sela-sela pepohonan. Saka belum pernah melihat pemandangan seperti itu sebelumnya.

Deepa tersenyum mendengarnya. “Itu dikarenakan sifat cahaya yang merambat lurus.”

Ah, Deepa jadi bersemangat menunjukkan banyak hal pada Saka.

“Lihat, Saka! Ini bunga liar. Nah, kalau ini buah berry liar. Bisa dimakan, lho!” Deepa memetiknya lalu memberikan pada Saka.

“Hmm, enak, Kak!” Saka mengacungkan jempolnya.

Seekor kupu-kupu bersayap lebar dan cantik, terbang melintasi Deepa dan Saka. Mereka berdua berpandangan sambil tersenyum. Tak perlu dikomando, keduanya berlari mengejar kupu-kupu itu.

Deepa senang melihat adik sepupunya meningkati petualangan mereka. Akan tetapi, tanpa disadari, mereka berlari terlalu jauh.

“Kak, di mana ayah dan Ibu?” Saka menghentikan langkahnya.

Deepa ikut berhenti sambil memandang sekeliling. Ia tidak melihat papa, mama, om, dan tante. Gawat! Sepertinya mereka terpisah dari rombongan.

“Apa kita tersesat, Kak?” Mata Saka sudah berkaca-kaca.

Deepa jadi merasa bersalah. Seharusnya ia bisa menjaga adiknya dengan benar bukan membuatnya tersesat seperti ini.

Deepa berpikir keras. Tadi kita sedang menuju ke air terjun. Aha! “Jangan khawatir, Saka! Kita coba berjalan mencari sungai. Dengan menyusuri sungai, kita akan sampai di air terjun,” ucap Deepa sambil menggandeng tangan kecil Saka.

Setelah cukup lama mereka berjalan, tampaklah batang sungai yang dicari. Air sungai itu jernih sekali, sampai-sampai dasar sungai terlihat jelas.

Saka belum pernah melihat sungai sebening itu. Ia jadi lupa dengan ketakutannya. Buru-buru ia melepas sepatu untuk mencelupkan kakinya ke sungai.

“Tunggu dulu!” cegah Deepa.

Kakak sepupu Saka mengambil sepotong ranting pohon lalu mencelupkannya ke sungai. Setelah ujung ranting menyentuh dasar sungai, Deepa mengangkatnya kembali.

“Coba kamu berdiri yang tegak!” Deepa kemudian memberdirikan ranting tadi di sebelah Saka.  “Nah, ini adalah batas kedalaman sungai tadi,” tunjuk Deepa pada bagian ranting yang basah.

Saka melongo. Batas ranting yang basah setinggi pundaknya. “Padahal tadi sungainya keihatan dangkal, Kak,” ujarnya keheranan.

Deepa mengangguk. “Itu dikarenakan pembiasan cahaya. Cahaya yang bergerak dari udara ke air akan mengalami pembiasan / pembelokkan (refraksi),” ungkap Deepa.

“Eng, maksudnya apa, Kak?” tanya Saka bingung.

Pensil terlihat patah padahal tidak. Itu karena adanya pembiasan cahaya.

Deepa mengambil gelas plastik bening dari dalam ranselnya, lalu diisinya dengan air sungai. Setelahnya ia mengambil pensil lalu mencelupkan ke air tadi. “Coba Saka perhatikan baik-baik. Apa yang Saka lihat?”

Saka mendekat dan memperhatikan dengan seksama. “Pensilnya terlihat patah, Kak!”

Deepa mengangguk. “Itulah yang dimaksud dengan pembiasan cahaya. Ketika cahaya melewati batas dua medium yang berbeda, maka cahaya akan dibiaskan atau dibelokkan. Itu juga yang meyebabkan dasar sungai terlihat dangkal dari sebenarnya.”

Saka mengangguk-angguk.

Oh, tidak! Gerimis turun. Deepa menarik tangan Saka. Jauhi sungai saat hujan, sebab airnya dapat meluap!

Mereka terus berlari hingga sampailah di depan sebuah gua. Buru-buru mereka masuk ke dalamnya untuk berteduh.

Hujan semakin deras disertai kilat dan bunyi guruh.

“Seram sekali!” pekik Saka.

Untung saja Deepa selalu membawa senter di ranselnya. Senter merupakan salah satu sumber cahaya.

Kilat kembali menyambar! Saka menutup mata sambil kedua tangan menutupi telinganya.

“Ayo kita berhitung!” ajak Deepa.

Satu, dua, …,  setelah hitungan ketujuh, bunyi guruh menyusul.

“Ayo, hitung lagi!” ajak Deepa lagi begitu cahaya kilat kembali muncul. Kali ini ada sembilan hitungan.

“Kamu tidak perlu khawatir lagi. Jumlah hitungan semakin banyak, itu tandanya petir sudah bergerak menjauh.” Deepa berusaha menenangkan Saka.

“Kenapa bisa seperti itu, Kak?” tanya Saka tidak mengerti.

Deepa menjelaskan dengan sabar. “Kilat dan guruh sebenarnya terjadi bersamaan. Kilat  lebih dulu sampai, dikarenakan kecepatan rambat cahaya lebih cepat dari bunyi. Semakin panjang jarak keduanya berarti semakin jauh letak petir tersebut.”

Saka sudah terlihat sedikit tenang sekarang.

senter merupakan salah satu sumber cahaya selain matahari.

Hujan belum juga reda. Sambil menunggu, Deepa mengajak Saka bermain tebak bayangan. Deepa mengarahkan cahaya senter ke dinding gua. Ia lalu membentuk sesuatu dengan kedua tangan. Tampak bayangan dari tangan Deepa pada dinding gua.

“Kupu-kupu!” tebak Saka.

“Benar!” Kali ini Deepa kembali membentuk bayangan yang lain untuk ditebak.

“Memangnya bagaimana bisa terjadi bayangan, Kak?” tanya Saka setelah mereka selesai bermain tebak bayangan.

“Bayangan terjadi apabila cahaya terhalang suatu benda. Seperti tadi. Ada bagian cahaya yang terhalang oleh tangan Kakak, bukan?” jelas Deepa,

Saka mengangguk tanda mengerti.

Akhirnya hujan pun reda. Mereka berdua keluar dari gua. Matahari mulai muncul kembali. Cuaca di daerah pegunungan memang gampang berubah. Sebentar panas, sebentar hujan.

Deepa tiba-tiba menepuk keningnya. “Ya, ampun! Kenapa baru terpikir sekarang.”

“Ada apa, Kak?” tanya Saka heran.

Deepa tidak menjawab pertanyaan Saka. Ia sibuk merogoh tangannya ke dalam ransel. “Ketemu!” seru Deepa senang.

Deepa menggenggam sebuah cermin. Kemudian ia sibuk berlari ke sana-kemari.

“Tertutup pohon.”

“Kurang tinggi.”

“Nah, ini baru pas!”

Deepa berdiri di atas batu lalu ia mengarahkan cermin ke cahaya matahari. Tampak pantulan cahaya yang mengenai cermin.

“Sedang apa, Kak?” lagi-lagi Saka dibuat kebingungan dengan ulah kakak sepupunya itu.

“Sedang mengirimkan tanda SOS, yaitu tanda meminta bantuan,” jawab Deepa sambil terus mengirimkan SOS.

“Memangnya bisa, Kak? Dengan apa?” Saka masih belum paham.

“Dengan bantuan pantulan cahaya pada cermin ini. Cahaya dapat dipantulkan (refleksi). Pantulan itu nanti akan dilihat oleh orang lain. Wah, ada yang membalas pesan Kakak,” pekik Deepa senang.

Saka menghampiri Deepa dan berdiri di sebelahnya. Ia juga melihat dari jauh ada sebuah pantulan cahaya yang berkedip-kedip. Iramanya sama seperti yang Kak Deepa lakukan tadi.

Deepa terus mengirim tanda SOS, sampai tak lama datanglah dua orang penjaga hutan.

“Halo, kalian pasti Deepa dan Saka?” sapa salah satu dari mereka.

Deepa dan Saka mengangguk lega. Rupanya Ayah dan Paman telah melaporkan kepada petugas hutan jika Deepa dan Saka tersesat.

Kedua penjaga hutan tadi lalu mengantarkan mereka kembali ke tenda mereka. Di sana Papa dan Mama Deepa juga Ayah dan Ibu Saka langsung menyambut kedatangan mereka berdua dengan lega.

Keesokan harinya, mereka kembali mendatangi air terjun yang kemarin sempat tertunda. Kali ini Deepa dan Saka lebih berhati-hati dalam berjalan. Mereka tidak mau tersesat kembali.

"Wah, bagus sekali!” seru Saka sambil memandang takjub ke arah air terjun yang mengalir deras. “Lihat, Kak! Ada Pelangi di dekat air terjun itu!”

Deepa mengangguk sambil tersenyum melihat Saka yang kini tengah asyik menyebutkan warna-warna Pelangi.

Pelangi terjadi ketika cahaya terkena titik-titik air. Cahaya yang tadinya berwarna putih, terurai menjadi tujuh warna. Itu karena Cahaya dapat diuraikan (dispersi).

Deepa jadi tersadar jika sejak kemarin, ia dan Saka banyak dibantu oleh cahaya. Mulai dari pembiasan cahaya, bayangan, dan pantulan cahaya. Kini mereka juga tengah menikmati keindahan Pelangi.

Terima kasih, cahaya! Ucap Deepa dalam hati. (vin)

Glosarium[sunting]

Refraksi: Penyimpangan / pembelokan arah rambat gelombang.

Medium: Alat / sarana

SOS: Save Our Soul, sebuah sandi permintaan bantuan.

Refleksi: pantulan

Dispersi: Penguraian atau pembiasan warna