Dreams and Visions: Is Jesus Awakening the Muslim World?/Irak - Pada Mulanya, Tuhan Menciptakan Irak

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Pedang-Pedang Bagdad, Jilid 1[sunting]

Tidak dapat disangkal lagi, Iraq bisa mengeluarkan klaim bahwa daerahnya merupakan daerah yang paling banyak dicatat dalam sejarah Alkitab dibandingkan daerah² lainnya di dunia. Daerah Iraq dikenal sebagai "Awal Peradaban" karena alasan yang tepat: Taman Eden dulu ada di sini. Daerah ini dikenal sebagai Mesopatamia kuno, yang berarti "diantara dua sungai." Sungai Eufrat, yang pertama kali disebut di kitab Kejadian 2 di Alkitab, adalah satu dari empat sungai utama yang mengaliri daerah itu, dan sampai sekarang masih membawa kehidupan di daerah Iraq. Ini mungkin sebabnya mengapa Saddam Hussein membangun istananya tepat di sebelah sungai di akhir abad lalu.

Mari telaah beberapa kejadian sejarah yang terjadi di negara yang sekarang kita kenal sebagai Iraq:

  • pemberontakan Menara Babel;
  • Abraham lahir di Ur (Iraq selatan dekat Teluk Persia);
  • Rebekah datang dari desa dekat Haran;
  • Yakub bekerja di sini selama dua puluh satu tahun untuk membayar mahar bagi istrinya, Rachel;
  • Yunus berkhotbah di Niniweh dan memulai apa yang mungkin bisa disebut sebagai kebangkitan iman yang terbesar;
  • Kerajaan Israel Utara ditaklukkan di sini oleh pasukan Assyria; di awal tahun 722 SM;
  • Kerajaan Yudea Selatan ditawan oleh Kerajaan Babylonia di sini, di awal tahun 586 SM;
  • di sinilah tempat di mana Esther menyelamatkan masyarakat Yahudi dari pembantaian massal masa lalu.

Sewaktu ditawan di Kerajaan Babylonia, terjadi satu peristiwa terpenting bagi bangsa Yahudi di Perjanjian Lama, selain peristiwa menyebrangi Laut Merah, di mana Tuhan mengangkat seorang pemuda Yahudi bernama Daniel untuk menjadi penguasa seluruh propinsi setelah dia mampu menafsirkan mimpi Raja Nebukhadnezzar. Selain itu, Babylon merupakan kota kedua yang paling banyak disebut di Alkitab. Kitab Wahyu menutup lingkaran kisah dari kitab Kejadian, dan Babylon sekali lagi menentang Tuhan. Wahyu 18:2 menyebut kota itu sebagai "kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis."

Pada akhirnya, Tuhan membuang Babylon, dan tempat itu tak pernah terlihat lagi. Sementara itu, negara sekelilingnya tetap saja menghasilkan sejarah yang penuh dengan berbagai masalah.

Dia Wajah Irak[sunting]

"Muslim sampai ke akar²nya" mungkin adalah perkiraan kebanyakan orang Amerika terhadap Iraq. Tapi sebenarnya dulu tidak begitu. KeKristenan berakar dalam di tanah Iraq, meskipun sejarah gereja di negara ini tidaklah gemilang. Kepercayaan Kristen di situ bukan berkembang karena usaha missionaris atau pendiri gereja, tapi lebih karena orang² Kristen yang melarikan diri ke pengasingan.

Di abad ke 5 M, seorang pengkhotbah penuh semangat bernama Nestorius berhasil mengembangkan karirnya sampai menjadi pejabat di Konstantinopel, menjadi "gubernur" dan kepala pengajar keKristenan di daerah itu (yang jaman sekarang dikenal sebagai negara Turki). Meskipun mungkin jemaatnya senang mengkuti khotbah² Nestorius, isi ajarannya telah banyak menarik perhatian para pemimpin gereja lainnya di daerah lain dari gereja² yang lebih besar di jaman itu. Nestorius percaya bahwa Yesus punya "roh Tuhan" tapi Dia bukan benar² Tuhan. Pengaruh ajaran Nestorius sangat mengancam doktrin Kristus sebenarnya sehingga Konsul Efesus di 432 secara resmi menolak Nestorius dan ajaran theologinya dan menyingkirkan posisinya di Konstantinopel. Meskipun Nestorius sendiri melarikan diri ke Mesir, banyak pengikutnya yang pergi ke Persia. Daerah itu ternyata merupakan lahan subur bagi pengikutnya. Versi gereja mereka akhirnya terkenla sebagai Gereja Assyria atau Syriak dan bahkan mengirimkan missionaris² kembali ke daerah yang mereka tinggalkan. Saat ini, orang² Kristen Assyria hidup di banyak negara² Timur Tengah, dan meskipun di tahun 1976 pihak gereja secara resmi menolak sebagian kepercayaan Nestoria, penerimaan akan keTuhanan Kristus sepenuhnya tetaplah merupakan hal yang masih diperdebatkan.

Pandangan Gereja Assyria yang lemah akan Kristus menjelaskan, setidaknya sebagian, mengapa keKristenan di Persia hancur lebur ketika daerah itu diserang Islam. Tanpa pandangan yang tepat akan Yesus, gereja di manapun tak akan bisa bertahan teguh. Jika Yesus, yang merupakan kepala gereja, tampak lemah, bagaimana mungkin gereja itu bisa jadi kuat?

Aspek yang paling bermasalah dari sistem kepercayaan Iraq ini adalah effeknya terhadap para jemaat gerejanya. Pengertian bahwa Yesus bukan Tuhan membuat setiap orang Assyria menjadi lemah jika berhadapan dengan Islam yang begitu mendominasi - sampai orang itu bertemu dengan Yesus sendiri yang begitu besar pengaruhnya.

Berdiri Membela Saddam[sunting]

Rasa panik terasa membara di pasir datar di kedua sisi jalan raya berjalur empat di Kuwait. Yousef Samuel mengernyit sewaktu sebuah misil Hellfire (Api Neraka) menderu menggelegar di atas kepalanya. Dia menoleh ke arah jalur peluru dan jarah diantara tank², truk², bus² - semua kendaraan bermotor yang bisa dipakai pasukan Iraq - berbaris sejauh lebih dari tigapuluh jajaran sepanjang jalan raya dan juga di atas pasir. Setiap kendaraan yang terjebak tergilas oleh tank atau hancur dihantam peluru² helikopter Amerika.

Misil Hellfire yang hampir merusak gendang telinga Yousef menghajar sebuah truk militer, menghancurkan tubuh² manusia yang menumpang truk itu ke segala arah. Penjajahan Saddam Hussein atas Kuwait berakhir di gurun pasir di sepanjang jalan raya dari Kuwait City ke Basra. Bagaimana - atau mengapa - dia bisa berjalan kaki sampai sejauh ini tidaklah bisa dijelaskan oleh Yousef, meskipun nasibnya jelas lebih baik daripada para prajurit yang naik kendaraan yang menjadi target penembakan di sepanjang jalan.

Sewaktu dua prajurit berlari ketakutan melalui dirinya, Yousef menangkap sebuah tangannya dan berteriak, "Jangan lari! Aku yakin Tuhan bersama kita!"

Prajurit itu merenggutkan lengannya agar lepas dari genggaman Yousef, tapi sewaktu matanya yang marah menatap wajah Yousef, dia berhenti. Orang yang memegang lengannya itu tampak pernah dikenalnya.

Yousef telah terkenal sebagai prajurit yang selamat dari pertempuran sengit. Keajaiban bagaimana dia bisa selamat dalam perang sengit itu begitu terkenal sehingga prajurit² lainnya ingin dekat bersamanya, bahkan tidur di sebelahnya agar ikut terlindung. Dari waktu ke waktu, tampaknya Allah atau kekuatan illahi melindungi nyawanya. Misil² berterbangan dan lalu mendarat menghancurkan semua prajurit di peletonnya, kecuali Yousef. Penembakkan² dari pihak musuh membunuhi begitu banyak tentara Iraq, tapi Yousef, meskipun ikut bertempur dengan berani, tetap tak terluka. Dia tidur di dipan militer biasa sedangkan prajurit lainnya bersembunyi dan tidur di lorong bawah tanah, akan tetapi dia selalu selamat dari serangan² di malam hari tanpa terluka apapun. Dan sekarang, bahkan dalam pembantaian besar²an yang dikenal sebagai Jalan Raya Kematian, dia dan kedua teman prajuritnya selamat. Rencana komandannya untuk membunuh Yousef juga gagal di kesempatan ini.

Beberapa minggu sebelumnya, Yousef telah menyatakan rasa kecewanya akan rasa hina yang diakibatkan Saddam Hussein pada negaranya dan Yousef malahan mengungkapkan rasa hormat pada pihak musuh yakni Amerika. Sebagai akibatnya, dia bersama dua puluh lima tentara lainnya yang dianggap membangkang dikirim ke Basra, di mana mereka akan dibunuh di garis depan peperangan. Akan tetapi dia bisa merasakan Tuhannya - bukan tuhan Allah yang haus darah atas teman² prajuritnya - telah melindungi nyawanya untuk alasan tertentu. Suatu hari dia berharap dia bisa tahu.

Pencarian yang Mendesak[sunting]

Kisah Yousef yang beruntung bisa hidup terus tidaklah begitu mencengangkan dibandingkan dengan pertemuannya secara pribadi dengan Tuhan yang telah menjamin keselamatan dirinya. Yousef yang berusia sembilan belas tahun itu hidup di Baghdad sebelum perang terjadi. Untuk meneruskan tradisi keluarga, dia menghadiri upacara ibadah di Katedral St. Maria yang merupakan bangunan yang bersejarah. Katedral ini merupakan pusat kegiatan Gereja Assyria, dan juga pusat kehidupan spiritual Yousef. Dia tidak ingin bersikap suam² kuku saja dengan agamanya, tapi akan Nestorian di gerejanya telah membuat Yousef tidak begitu mengenal sosok Yesus yang mereka hormati di setiap hari Minggu. Yousef tidak tahu apakah ada pengalaman lain yang lebih dalam dengan Tuhan selain dari ibadah² rutin dan rasa bangga atas warisan budaya leluhur yang telah berlangsung enam abad sebelum Islam ada. Tapi dia ingin tahu lebih jauh daripada itu.

"Siapakah Engkau, Tuhan?" Yousef berdoa di ruang tengah di rumah orangtuanya dengan lampu penerang yang redup di suatu malam. "Apakah Engkau punya perhatian padaku sehingga Engkau ingin aku melakukan sesuatu bagiMu - atau apakah Engkau itu benar² ada?" Dia mengulangi lagi pertanyaan² yang dia bawa dalam doa di rumah kosong itu, setiap kali dia berada sendirian di situ.

Yousef menaruh punggung tangan kanannya di atas dahinya dan berbaring dengan lesu di atas sofa. Sewaktu otot² tubuhnya mengendur, suatu pikiran muncul dalam benaknya, ingatannya mengenang perkataan pak pendeta di hari Minggu lalu tentang pentingnya untuk meminta ampun. Nah, itu dia, pikir pemuda itu, suatu pencerahan tiba. Desakan ini. Lubang menganga dalam jiwaku. Aku merasa malu pada keberadaanku!

"Aku butuh seseorang untuk mengampuni dosa²ku!" Yousef meneriakkan kata² itu ke arah yang paling masuk akal baginya, yakni ke arah atas.

Pemuda itu memandang plafon ruangan yang dicat di atas kepalanya. Dia tidak yakin berapa lama dia mengamati sebuah lubang di plafon itu sebelum pikirannya mulai memproses apa yang dia lihat. Permukaan datar plafon itu terkikis dari pusat seakan air telah menemukan lubang sekecil lubang jarum, dan lubang itu semakin membesar dalam waktu sedetik saja. Tapi tak ada air yang tampak. Cahaya yang membara tampak di tepi lubang menganga itu dan sesuatu muncul dari plafon itu. Otak Yousef berusaha mengerti kejadian tak masuk akal yang dilihatnya, yang masuk melanda kesadarannya. Dia lalu melihat wajah orang. Lubang itu melebar lebih besar lagi dan menampakkan figur seorang pria. Meskipun tubuh pria itu tampak di atas Yousf, sejajar dengan posisi sofa, yang tampak adalah Dia bagaikan berdiri di tempat.

Yesus. Yousef hanya bisa berpikir tentang nama itu. Lidahnya membeku di langit² mulutnya, sehingga dia tak mampu mengeluarkan suara apapun. Engkau adalah Yesus. Apakah yang Kau inginkan dariku?

Sebagai jawaban atas pertanyaan²nya, plafon itu menutup kembali, mengakhiri penglihatannya akan Orang dari surga tersebut. Yousef mendengar sebuah suara menangis dari suatu arah - tapi bukan tangisan kesedihan. Apakah ini tangisan sukacita? Lalu keadaan terasa sunyi senyap sewaktu ruangan itu menjadi gelap. Dia tetap berbaring di sofa selama beberapa menit dengan perasaan terpesona ... dan yakin bahwa dirinya telah diampuni.

Setelah perang selesai di Iraq, Yousef tidak punya kerjaan dan tidak punya uang. Meskipun dia berhasil selamat dari pembantaian di jalan raya dahulu dan penglihatan atas Yesus masih berbekas jelas dalam hatinya, veteran perang muda ini tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah masa perang. Telah lama dia merasakan adanya sesuatu yang kurang dalam hidupnya, bahkan setelah dikunjungi Yesus secara ajaib pula. Dia merenung apakah sebenarnya tujuan hidupnya sehingga dia selalu merasa begitu tak yakin. Ya, menikah memang telah membuat hidupnya lebih bermakna, dan bergabung bersama militer telah menambah keyakinan dirinya bahwa dia dengan berani bisa mengabdikan diri bagi suatu missi. Akan tetapi apakah ada makna hidup lainnya di luar itu semua?

Magdy dan Yousef telah membicarakan hal ini berkali-kali. Temannya dengan jelas menganggap pertanyaan Yousef itu memang layak dipikirkan. Dia juga yakin jawaban akan datang kelak. Dia sangat yakin bahwa Yousef tidak akan menemukan jawabannya di Iraq, sehinga di minggu sebelumnya Magdy telah memberi Yousef uang sebaganyak $100 dan menyuruh Yousef dan istrinya meninggalkan Iraq menuju Yordania. Tapi dia mengajukan satu syarat: "Sebelum engkau pergi, " kata Magdy, "Aku ingin menunjukkan sesuatu di rumahku." Apapun yang dia ingin perlihatkan terjadi di malam itu.

Temannya yang murah hati itu bertemu dengan Yousef di pintu rumahnya. "Senang melihatmu, teman. Aku bersyukur engkau bisa memenuhi janji ketemu ini."

"Aku gak akan membatalkan janji dengan orang yang telah memberiku begitu banyak uang," kata Yousef sambil tersenyum dan memeluk pundak Magdy sambil mencium kedua pipinya.

"Aku berjanji menunjukkan padamu sesuatu yang istimewa." Magdy memberi isyarat dengan jarinya agar Yousef mengikutinya berjalan masuk ke dalam rumahnya. Dia berhenti di depan sebuah pintu. Magdy membuka pintu dan mengulurkan lengan kanannya untuk mempersilakan Yousef masuk ke dalam ruangan.

"Mereka tidak melakukan ini hanya karena kami tahu engkau akan datang malam ini, Yousef."

Kedua mata Yousef menatap wajah Magdy lalu dengan perlahan beralih ke dalam ruangan itu. Yousef mengenali orang² di dalam ruangan itu, istri Magdy, ibunya, saudara perempuannya dan ketiga anak²nya. Keenam orang itu bersimpuh di sekeliling ruangan. Istri Magdy membuka kedua matanya dan memandang pada Yousef sambil tersenyum, Kedua sikutnya masih bertumpu di atas kursi berlapis kain yang digunakannya untuk menopang tubuhnya saat bersimpuh.

Yousef menyapa wanita itu dengan senyuman, lalu dia menatap Magdy yang sudah siap menjelaskan apa yang sedang terjadi.

"Mereka berdoa bagimu." Magdy berhenti sebentar untuk memberi kesempatan temannya mengerti ucapannya. "Kami merasa terdorong berdoa bagimu sejak beberapa saat yang lalu, dan kami berdoa di sini setiap malam di waktu yang sama."

Yousef merasa wajahnya merona karena rasa sungkan.

"Kami telah berdoa bagimu, Yousuf, dan ketahuilah bahwa Tuhan akan bertemu denganmu di Yordania. Kami punya teman² di sana di mana engkau dan Raina bisa tinggal bersama mereka."

Tuhan tidak menunggu lama untuk bertemu dengan Yousef. Teman² tersebut membawa Yousef dan Raina ke gereja di hari pertama mereka tiba di Amman. Meskipun upara ibadahnya yang rumit membingungkan Yousef, tapi khotbah dari pendeta dengan mudah dimengertinya. Pesan khotbah seakan-akan disusun khusus bagi orang Kristen Assyria seperti Yousef yang yakin bahwa Yesus lebih besar daripada Muhammad, tapi derajatnya lebih rendah daripada Tuhan yang Maha Kuasa. Pak pendeta menyatakan judul khotbahnya dan setiap perkataannya diikuti dengan kesimpulan bahwa "Yesus itu benar² Tuhan dan tidak kurang dari itu!"

Tuhan muncul di hadapanku. Hikmat baru dari penglihatannya beberapa tahu yang lalu menimbulkan rasa sukacita yang menggetarkan seluruh tubuh Yousef. Sama seperti lubang membesar di plafon rumah orangtuanya dulu, Yousef merasa jiwanya berkembang membesar menerima kenyataan yang mengejutkan itu. Dahulu tatkala mengalami penglihatan itu di usia 19 tahun, pengertiannya tentang Yesus telah kecil dan tidak berubah.

Di hari Minggu di gereja Yordania tersebut, Yousef menyadari bahwa dia dulu dia menganggap Yesus yang muncul di hadapannya sebagai utusan illah isaja, sederajat dengan seorang malaikat kiriman Tuhan pencipta jagad raya. Pikiran yang mendambakan tujuan khusus bagi hidupnya seakan terlupakan dalam benaknya. Mengenal Sosok Ajaib ini terasa sudah cukup baginya. Yousef dulu tidak pernah membuat keputusan apapun untuk membuat Orang ini berkedudukan spesial bagi dirinya, tapi di hari itu, dia dan Raina bertekad dengan sepenuh hati untuk hidup bagi Yesus "baru" yang sekarang mereka akui sebagai Tuhan mereka. Sejak saat itu, tiada apapun yang lebih penting bagi Yousef lagi. Dia merasa janjinya dulu untuk berbakti pada pasukan militer - dan bahkan janji setianya pada istrinya yang tercinta - tampak kecil saja dibandingkan dengan apa yang dia tawarkan pada sang Juru Selamat dan Tuhan bagi jiwanya.

Rania dan Yousef tinggal di Yordania selama dua tahun, pertama-tama sebagai murid² jemaat yang lain dan lalu sebagai guru² pembimbing rohani bagi masyarakat Iraq yang melarikan diri akibat peperangan di tanah air mereka. Karena merasa bahagia dengan persekutuan umat Kristen di Amman, pasutri muda usia dari Baghdad ini merasa mereka bisa tinggal di Yordania selama bertahun-tahun. Akan tetapi secara perlahan Roh Manusia yang telah dilihat Yousef di plafon dulu mendorong mereka ke arah yang lain - kembali ke tempat asal mereka - dan hasrat untuk melakukan sebuah missi muncul kembali dalam hati mereka. Saat itu adalah tahun 2007, dan mereka akan kembali ke kota yang berdasarkan statistik merupakan kota paling berbahaya bagi warga sipil.

Pedang-Pedang Bagdad, Jilid 2[sunting]

Saddam Hussein tidak pernah mengaku kalah perang. Egonya yang sangat besar tidak pernah mau mengakui pembantaian yang dialami tentaranya yang disaksikan oleh Yousef Samuel di jalan raya ke Basra. Dia juga tak mau mengakui kekalahan perang delapan tahun Perang Iran-Iraq. Di akhir tahun 1988, sebagian pengamat melihat keadaan Iraq adalah, paling sedikit, keadaannya sama dengan Iran. Tapi banyak pula pengamat yang menyatakan bahwa sebenarnya Iraq kalah perang. Bukannya bereaksi sesuai dengan keadaan saat itu, Saddam malahan membangun tugu peringatan kemenangan besar Iraq atas Iran.

Dua pedang raksasa sepanjang 130 kaki (91,4 m) dibangun di atas alun² kota Baghdad dan dinamakan sebagai Monumen Pedang² Silang. Monumen ini merupakan warisan dari seorang pemimpin yang gagal, yang mendesain sendiri bentuk patungnya. Nama lain bagi monumen ini adalah Busur Kemenangan, yang mengingatkan monumen peringatan Jendral Titus yang bernama sama di Roma.

Beberapa ratus helm tentara Iran, yang berlubang karena tembakan peluru, diletakkan di bagian dasar kedua pedang itu, sebagai penghormatan bagi tentara Iraq yang berhasil menembak kepala musuh yang berani mendekatinya. Tapi tak ada helm dari musuh²nya yang terakhir. Tentara Amerika tidak hanya berhasil memenangkan perang penuh kekerasan lawan tentara Saddam, tapi juga berhasil memenangkan hati sebagian orang² Iraq juga. Seorang prajurit AS menunjukkan pada seorang Iraq jalan ke kemenangan spiritual yang membimbingnya untuk melakukan perjalanan menolong Yousef Samuel menemukan tujuan hidupnya yang dulu sering dipertanyakannya.

Bersama-sama tiga juta Muslim Syiah Iraq lainnya, Hassan hidup di seberang Sungai Tigris dari Baghdad, di Kota Sadr (ini adalah nama kota yang asli; Saddam dahulu menamakan kota itu sebagai Kota Saddam). Dibesarkan di keluarga radikal Syiah, Hassan bahagia bisa hidup di tengah² Muslim yang berpikiran sama dengannya yang menjuluki tempat tinggalnya sebagai Kota Revolusi karena mereka membenci Saddam dan Muslim Sunni. Akan tetapi, dia tidak begitu merasa bahagia dengan kepercayaan Islam yang hanya menjanjikan kemarahan dan kekerasan seumur hidup saja. Bagi para Muslim fundamentalis, begitu dia menyadari, Islam itu lebih bersifat sebagai jati diri daripada sekedar agama saja. Hassan tidak melihat peranan Islam seperti itu bagi dirinya.

"Apakah ini akan menolongku mengerti makna mimpi²?" Hassan mengamati buku kecil di tangan kanannya dan lalu menatap wajah prajurit Amerika yang memberi buku itu padanya.

"Mimpi²?"

"Mimpi² yang kualami tentang Yesus. Hal ini seringkali terjadi pada diriku."

Pemimpin platun yang berpatroli di perumahan Hassan tersenyum. "Engkau sering bermimpi tentang Yesus?"

"Ya. Setiap kali aku terbangun dari mimpi² itu, aku merasa punya harapan bahwa sebentar lagi aku akan mengerti mengapa Dia berbicara seperti itu padaku." Hassan memandang Alkitab Perjanjian Baru dan mengangkatnya di hadapan prajurit Amerika itu. "Apakah ini akan memberitahu aku apa yang aku perlu tahu tentang Dia? Apakah buku ini akan menjelaskan lebih jauh tentang iman tentang Dia yang kau sampaikan padaku?"

"Engkau akan mendapat berkat jika engkau membacanya, Hassan. Dan engkau akan mengetahui betapa berharganya Yesus dalam mimpimu itu jika Dia menjadi temanmu."

Letnan Clint, begitulah Hassan menyebut tentara Amerika itu, dengan cepat menjelaskan padanya bagaimana caranya bisa berteman dengan Yesus, dan pemuda Iraq itu dengan senang menerima tawaran tersebut. Dia dengan lahap membaca kitab Perjanjian Baru dan menjadi teman dekat sang Juru Selamat yang datang dalam mimpi²nya. Pertemuannya dengan cinta kasih Tuhan mendorongnya untuk membagi pengalamannya - sebagian orang mengatakan dia terlalu berani melakukan ini - pada siapapun yang bersedia mendengarnya.

Hassan tidak sabar untuk menunggu pertemuan² yang biasanya dilakukan di hari biasanya. Hasrat yang sangat kuat untuk memperkenalkan Yesus pada orang lain mendorongnya untuk menemukan tempat di mana dia bisa bertemu orang sebanyak mungkin. Hasrat ini membawanya ke tempat Busur Kemenangan Saddam, di mana dia mulai membagi traktat Alkitab pada berbagai orang. Di tempat itu juga dia menemukan seorang pemuda lain yang secara diam² menyampaikan kabar tentang Yesus pada siapapun yang bersedia mendengarkan.

Yousef Samuel menatap tajam dengan penuh rasa heran, seakan-akan dia sedang menatap suatu penglihatan yang lain. Seorang pria berdiri sejauh 6 meter dari dirinya, membagi-bagi traktak Alkitab pada orang yang sedang berlalu-lalang. Dia lalu berjalan ke arah orang itu sambil melalui orang² banyak yang berjalan di bawah patung kedua pedang. Akhirnya Yousef berdiri di sebelah Hassan, hanya berjarak sepanjang lengan saja, dan menatap tajam pada pemuda yang membagi-bagi pamflet.

"Apa kabar, teman?"

Kepala Hassan dengan cepat menoleh ke arah suara itu, kedua matanya penuh curiga.

"Atau mungkin aku harus berkata, 'Lagi ngapain, wahai saudaraku dalam Kristus?' Apakah kau ini ingin dibunuh?"

Wajah Hassan berkurang ketegangannya, penuh rasa lega bahwa orang yang menyapanya bukanlah musuh. "Aku harus memberitahu banyak orang tentang siapa Dia." Hassan menunjuk arah dengan mata dan jarinya, ke daerah melampaui kedua pedang. "Mengapa kau tidak menolong aku saja?" Dia tersenyum dan menganggukkan kepala pada Yousef.

Niat Hassan membagi traktat sudah tampak jelas sangat kuat. Tapi sebagai orang militer, Yousef merasa Hassan lebih mengikuti nalurinya saja dan kurang bertindak rasional. "Mungkin aku bisa menolongmu." Yousef menganggukkan kepala saat dia bicara. "Dan aku mulai dengan membelimu secangkir kopi. Gimana?"

Sewaktu kedua pria itu mencicipi kopi mereka di warung kopi yang tak jauh dari patung dua pedang, Hassan menjelaskan bahwa Letnan Clint, satu²nya orang Kristen yang bisa dipercayanya yang pernah bicara dengannya, telah dipindahtugaskan ke Kota Sadr hanya beberapa hari saja setelah dia memberi kitab Perjanjian Baru pada Hassan. Dia telah menemukan sumber rahasia untuk mendapat traktat² yang dibagikannya tapi selama ini dia seorang diri saja mempelajari Alkitab untuk mengetahui lebih jauh hubungan barunya dengan Yesus.

Sewaktu dia mendengarkan kisah Hassan, suatu rencana mulai terlintas dalam pikiran Yousef. Ini adalah rencana yang diyakininya merupakan tujuan mengapa dia harus kembali ke Iraq, merupakan alasan mengapa dia selama bertahun-tahun dilatih di Yordania, dan sekarang menjadi missi bagi hidupnya. Yousef mulai bertemu dengan Hassan setiap hari dan melatih iman Kristennya.

Hassan adalah yang pertama dan banyak orang² Kristen baru lainnya. Para pelatih iman Kristen sekarang bertebaran di seluruh Iraq. Mereka memimpin gereja rahasia di berbagai rumah di malam hari, memuji Yesus, berdoa dan mengingat ayat² Alkitab. Kebanyakan para pemimpin gereja rahasia bawah tanah bersikap hati² untuk membagi Injil pada siapa dan dimana, tapi Hassan masih harus belajar bagaimana bersikap lebih hati².

Dan Sekarang ...[sunting]

"Hassan sangat ingin menginjili keluarga² Muslim Syiah," ingat Yousef. "Dia bisa melihat mereka sangat beriman teguh pada Islam. Dia berkata hatinya sedih bagi mereka. Dia ingin menghubungi setiap Muslim Syiah, tapi orang² jadi curiga, dan nyawanya seringkali terancam karenanya. Maka aku bilang padanya agar dia berjalan saja melalui perumahan mereka - dengan diam² - dan menyentuh rumah sebanyak mungkin sewaktu mereka berdoa bagi mereka."

Dari usaha berdoa diam² setiap hari bagi para Muslim di Kota Sadr, Hassan sekali lagi bertindak lebih berani lagi dalam menyampaikan imannya. Yang paling terakhir, dia berusaha menginjili umat Muslim Syiah saat mereka merayakan hari raya Ashura. Ibadah Ashura ini dilakukan setahun sekali untuk mengenang kematian cucu Muhammad yang merupakan pendiri Islam Syiah, Husain Ali, di Karbala. Upacara ibadah Ashura itu penuh darah dan mengerikan.

Umat Muslim Syiah berjejalan di jalanan sambil menangis dan meratap. Para pemimpin Syiah berkhotbah tentang kehebatan Ali dan apa yang bisa dilakukan jika dia diakui sebagai pemimpin umat Islam. Para pria Syiah mengayunkan cambuk dan rantai untuk memukuli tubuh mereka sendiri sampai berlumuran darah. Hal ini dilakukan sebagai manifestasi fisik atas perang rohani yang terjadi tapi tak nampak.

Hassan berperang dalam doa dan mengumumkan kebenaran Yesus di tengah² kegelapan menghancurkan setiap tahun, kadangkala berperang rohani mengakibatkan sakit fisik dalam memenuhi dorongan hatinya untuk menginjili. Dia tidak menahan diri apapun jika dia membagi tentang Yesus - dan ini berarti dia sekarang tentu sudah meninggal dunia.