Dreams and Visions: Is Jesus Awakening the Muslim World?/Israel, Gaza, dan Tepi Barat - Tembok-Tembok Masih Berjatuhan

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Yesus yang Asli Mohon Berdiri Dong?[sunting]

Di Timur Tengah, ada tiga kepercayaan kuno: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Aku ingin menyimpulkan setiap kepercayaan ini dan mengapa kusimpulkan begitu.

Yudaisme - Pengetahuan[sunting]

Kata yang tepat bagi Yudaisme adalah pengetahuan. Jika engkau pergi ke Tembok Barat di Yerusalem, engkau akan menemukan para Yahudi Orthodox berdoa di sana. Di sebelah bagian untuk kaum pria di Tembok itu adalah Scriptorium, di mana para rabi dan ahli agama Yudaisme melakukan tradisi mempelajari Taurat dan Mishnah. Mishnah disebut juga sebagai Taurat Oral, dan kata ini bisa diterjemahkan sebagai "untuk mempelajari, menelaah" atau "mengulangi kembali."

Jikalau para ahli Yudaisme tidak sedang mempelajari kitab² sucinya, mereka mempelajari hal² lain dan akan sangat menguasai hal itu pula. Bangsa Yahudi memenangkan 20% dari seluruh Penghargaan Nobel meskipun jumlah mereka hanyalah 0.2% dari seluruh populasi dunia.[1] Ini berarti mereka memenangkan sekitar 110 kali lebih banyak daripada orang lain.

Kesukaan belajar itu juga tampak di kehidupan sehari-hari, begitu yang dijelaskan seorang wanita Yahudi padaku. "Para ibu Amerika umumnya mengatakan pada anak² mereka, 'Jangan lupa bekal makan siangmu,'" katanya. "Tapi para ibu Yahudi mengatakan pada anak² mereka, 'Jangan lupa buku² kalian!'" Tak jadi masalah apakah orang Yahudi itu relijius atau tidak, pengetahuan tetapi saja menjadi hal utama baginya.

Islam - Kekuasaan[sunting]

Bagi Islam, kata yang kupilih adalah kekuasaan. Tanah milik merupakan kekuasaan dan hal ini sangatlah penting, terutama jika tanah itu dirampas melalui peperangan (atau perjanjian damai). Pertempuran karena kekuasaan merupakan alasan terjadinya pertikaian antara Islam Sunni vs. Islam Syiah. Kedua pihak jarang berdamai - kecuali jika mereka harus menghadapi bangsa Yahudi - dan beberapa tahu yang lalu, aku melihat sendiri bagaimana mengerikannya pertikaian antara kedua aliran Islam ini.

Ada saat² di mana "Kota Kecil Betlehem" tidaklah tenang. Saat itu kebetulan aku sedang berada di kota itu. Aku sedang berjalan di Jalan Nativity ketika sepuluh buah mobil masuk ke daerah yang penuh dengan orang² yang baru saja keluar dari Gereja Nativity.

Para pria Palestina yang tampak sepeti tukang pukul di tempat judi Caesar's Palace menodongkan senjata api otomatis mereka keluar jendela² mobil, hanya berjarak beberapa inchi saja dari wajah² kami, dan mengamati orang² banyak untuk mencari mata² Hamas. Setiap orang diam terpaku di tempat. Aku sedang menyedot minuma Diet Pepsi saat itu, dan aku ingat jika botol Pepsi itu terjatuh dari tanganku, tentu aku sudah ditembaki sampai berlubang seperti keju Swiss dalam waktu dua detik saja.

Tapi kenapa sih sampai keadaan jadi seperti ini? Hal ini karena teroris² Hamas dikabarkan berada di Bethlehem, dan di saat itu, kedua kelompok Palestina itu saling membenci. Pihak Hamas sangat ingin menghancurkan kelompok Fatah sampai berserpih-serpih. Tapi di saat ini, pihak Hamas dan Fatah telah bersatu kembali agar mereka punya kekuatan lebih besar dalam melawan negara Yahudi. Apakah kelompok² Muslim itu berperang melawan Yahudi, Amerika atau satu sama lain, semua yang dipermasalahkan adalah kekuasaan.

Kristen - Cinta Kasih[sunting]

Jika tentang para pengikut Kristus, kata yang seharusnya muncul pada kita semua adalah cinta kasih. Yesus melakukan tindakan kasih yang paling tinggi dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib.

Dia mencuci kaki² para muridNya yang kotor; lalu Dia memberitahu engkau hal yang mungkin telah engkau ingat: "Dengan ini setiap orang akan tahu bahwa engkau adalah muridKu, jika engkau mengasihi satu sama lain" (Yohanes 13:35).

Orang² ingin melihat orang bisa hidup seperti Yesus. Alasan utama mengapa umat Muslim beralih iman ke Kristus adalah karena cinta kasih. Dalam survey² yang dilakukan pada para Kristen dari latar belakang Muslim, cinta kasih yang mereka lihat diantara umat Kristen dan cinta kasih yang ditawarkan pada mereka merupakan alasan utama mengapa mereka bertekad menjadi pengikut Yesus. Jadi perubahan iman ini bukan hanya karena pengaruh mimpi² saja. Jika hendak menjangkau orang Muslim atau orang Yahudi, cinta kasih adalah hal yang paling bisa diterima.

Mencari Yesus yang Asli[sunting]

Dalam membagi keterangan tentang Kristus pada umat Muslim (dan ini merupakan hal utama yang akan aku sampaikan), pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah Yesus di Qur'an itu sama dengan Yesus di Alkitab? Meskipun orang² Kristen Amerika cenderung ingin cepat memberi jawaban yang mungkin kedengarannya dangkal makna, sebenarnya umat Muslim memang punya alasan yang baik untuk bertanya seperti itu.

Di beberapa ayat Qur'an, Yesus dihadirkan secara baik dan tepat, tapi keterangan di beberapa ayat lainnya bersifat kontradiktif. Jeff Morton menulis buku tentang hal ini, yang berjudul Two Messiah - The Jesus of Christianity and the Jesus of Islam (Dua Messiah - Yesus dalam Kristen dan Yesus dalam Islam), dan menawarkan kesimpulan atas masalah² yang ada.

Pernyataan² Qur'an tentang Yesus[2] yang Sesuai dengan Alkitab:

  • Dia lahir dari seorang perawan.
  • Dia adalah putra Maria.
  • Dia mampu bermuzizat.
  • Dia disebut sang Messiah.
  • Dia menyampaikan nubuat.
  • Dia memiliki murid².

Pernyataan² Qur'an tentang Yesus yang Tidak Sesuai dengan Alkitab:

  • Dia hanyalah manusia dan bukan Tuhan. (4:171)
  • Dia adalah manusia ciptaan Tuhan dan bukan Firman Tuhan. (4:171)
  • Dia adalah nabi bagi umat Yahudi saja dan bukan Terang Dunia. (3:49-51)
  • Dia dinaikkan ke surga oleh Allah dan tidak mati disalib. (3:55)
  • Dia adalah Muslim. (42:13)
  • Dia tidak sederajat dengan Allah. Adalah penghujatan (syrik) untuk mengatakan bahwa Dia sederajat dengan Tuhan.
  • Dia bicara sewaktu masih bayi di buaian. (3:46)

Apakah yang Kurang di Qur'an?

• Hubungan Yesus dengan Bait Allah, Taurat, dan Kerajaan Tuhan. Hal ini tak disebut satu kali pun. • Pesan² Yesus tentang perdamaian, sikap memaafkan, pemulihan kembali, ikatan janji abadi, dan segala tema utama Alkitab lainnya. • Yesus berbicara tentang Tuhan sebagai BapakNya. • Dia tidak disebut Immanuel, Domba Tuhan, Anak Tuhan, Anak Manusia, dan segala julukan Alkitabiah bagi sang Messiah. • Yesus tidak mati di kayu salib dan tidak bangkit dari kematian.

Maka, jika bicara dengan umat Muslim, orang Kristen tidak bisa dengan mudah menyampaikan Injil. Umat Muslim telah meyakini hal yang sukar untuk diubah, tapi jika kita tidak meluruskan kekeliruan ini, maka kita tidak menyampaikan keterangan tentang Yesus yang sebenarnya.

Dia Bukan Zakheus![sunting]

Para arkheologis mengeluarkan klaim bahwa kota Yerikho merupakan tempat di mana bangunan tertua pernah digali. Daerah itu merupakan salah satu tempat yang paling berharga di Tanah Suci, dan suatu kejadian² yang sangat penting juga terjadi di situ. Yang pertama teringat tentu adalah penaklukkan yang dilakukan oleh Joshua akan kota itu. Untuk memenangkan kota itu bagi umat Israel, yang perlu dilakukannya hanyalah mendengar pesan Tuhan, memerintahkan orang²nya untuk mengikuti rencananya, dan melaksanakannya. Tembok² kota Yerikho lalu runtuh. Para tentara Israel masuk kota. Kota itu ditaklukkan.

Hampir seribu tahun kemudian, tembok² hati seorang pria Yerikho juga runtuh ketika Yesus datang ke kota itu. Tidak malu akan tubuhnya yang pendek, dia tidak sungkan untuk naik pohon agar bisa melihat Yesus. Dan sampai Yesus berhenti di dekat pohon yang dinaiki Zakheus, si pengumpul pajak itu tidak malu atas pekerjaannya memeras bangsa Israel. Yesus mengejutkan orang² Parisi - mungkin untuk yang kesepuluh kalinya di hari itu - dengan bersedia makan siang bersama di rumah pengumpul pajak tersebut, dan Zakheus pun lalu bertobat.

Sambil mengingat kisah itu, aku dan istriku berangkat ke kota Yerikho di bulan Maret, 2011. Temanku Arthur Blessitt dan istrinya, Denise, juga ikut bersama kami. Arthur memegang rekor dunia di Guinness Book of World Records sebagai orang terkuat yang bisa memanggul kayu salib yang panjangnya 2,5 m di sepanjang negara di dunia. Bayangkan memanggul salib sebesar itu melampaui Iran, Pakistan, atau Saudi Arabia, dan engkau akan menyadari bahwa Arthur itu orang yang sangat tabah. Maka kami pun menuju Jalur Barat dengan membawa salib.

Kami memberitahu tentara² Angkatan Bersenjata Israel bahwa kami ingin melalui jalur yang dulu dilalui Yesus, Maria, Yusuf sewaktu melarikan diri dari Israel di bawah pimpinan Raja Herodes, dan perjalanan mereka melampaui Gaza. Penjelasan kami sukar diterima akal mereka, tapi aku kaget ketika kami berjalan melalui Ramallah ternyata para Muslim di sana menghargai niat kami dan bahkan tidak keberatan dengan kayu salib yang kami bawa. Padahal tadinya kukira mereka akan menembaki kami. Bahkan di Yerikho juga kami diterima dengan baik, tapi awalnya saja.

Sambil menikmati keramahan orang² Arab, kami melalui jalanan² di kota kuno itu, sambil menarik salib kami. Kami menerima senyuman² ramah, orang² mengacungkan jempol² mereka pada kami, dan para wanita di kelompok kami saling berpelukan saat menyapa para Muslimah dan berfoto bersama di sepanjang jalur jalan yang kami lalui.

Akan tetapi, seorang pemuda Muslim tidak suka akan keberadaan kami di situ. Pemuda berusia 28 tahun ini mengenakan baju panjang Islam, dia bertubuh pendek, dan dia tidak menawarkan keramahan apapun seperti yang dulu dilakukan Zakheus. Kerutan mukanya sewaktu kami melampaui tokonya tentu bisa mengintimidasi orang pada umumnya. Sewaktu aku mengira uap panas tentu akan mengebul dari kedua telinganya, dia menatapku dan menghardikku.

"Jika Yesus itu sakti, kenapa Dia tidak turun saja dari kayu salib? Jawab tuh kalo bisa, supaya aku jadi orang Kristen!"

Nimer mungkin mengira aku akan kecil hati dengan pertanyaannya itu, tapi aku malahan senang sekali dengan kesempatan berbicara ini.

"Janji beneran nih?" tanyaku sambil tersenyum tulus.

"Eh, lo mau main² ya sama gue?" bentak Nimer lagi.

Orang itu tidak hanya marah padaku karena berani membawa salib di sepanjang kota Islam itu, tapi sekarang aku menyinggung perasaannya secara pribadi. Mungkin aku kurang berhati-hati menjawabnya.

Aku mencoba mencari cara untuk menjawabnya. Sikapnya yang tak ramah telah membuyarkan konsentrasiku. Untuk beberapa detik aku terdiam, lalu Roh Kudus membisikkan jawaban padaku.

"Nimer," kataku, "ini sih mudah dijelaskan. Yesus memang lahir untuk mati disalib. Dia memang rela disalib demi missiNya. Dia bahkan bilang pada siapapun, 'Aku serahkan nyawaKu ... Tiada seorang pun yang bisa mengambil nyawa itu dariKu, tapi aku serahkan berdasarkan keinginanKu sendiri.' Hal itu tertulis di Alkitab, di Yohanes 10:17 dan 18."

"Itu sih perkataan paling tolol yang pernah aku dengar seumur hidupku!" (Ingat keteranganku akan Muslim dan kekuasaan? Nimer tidak menyetujui strategi Yesus.) "Tuhan seperti apakah Yesus itu!" Nimer lalu membalikkan punggungnya dan berjalan cepat menuju tokonya, sambil mengomel tentang lemahnya orang² Kristen.

Yesus yang Salah[sunting]

Nimer kenal betul dengan Yesus. Tapi Yesus yang dikenalnya adalah Yesus yang salah. Dia telah mempelajari tentang Yesus di Qur'an, dan di buku itu, Yesus tidak mati disalib. Penjelasanku padanya malah memperkuat biasnya bahwa "Alkitab memang telah dikorupsi." Selain memaki-maki, Nimer juga mengatakan padaku, "Aku tahu tentang Yesus, tapi Yesusmu itu bukanlah Yesus yang kukenal di Qur'an."

Di buku The Two Messiahs, Jeff Morton menjelaskan bagaimana masalah ini berkembang:

Tiada alasan untuk mengerti bagaimana rupa dan wujud Yesus sebenarnya - kecuali jika dia dibentuk agar tampak seperti Muhammad. Malah sebenarnya, tampaknya semua nabi di Alkitab dibentuk agar tampak dalam sosok Muhammad. Muhammad merupakan wakil dari seluruh nabi sebelum dia. Sebagai nabi terakhir, dia menyarikan semua pesan² Tuhan sebelumnya. Yang kita temui di Qur'an adalah perbandingan sengaja antara nabi² Alkitab dengan Muhammad. Ini bagaikan kehidupan Muhammad dibaca kembali ke dalam kehidupan nabi² Alkitab.[3]

Nimer sudah siap menghajarku karena dia melihat Muhammad itulah yang disalib di kayu salib. Karena Muhammad itu adalah tukang perang, maka dia tentu tidak akan mau berada di kayu salib. Tapi Rollo May menjelaskan mengapat cara Yesus merupakan satu²nya cara untuk mencapai keselamatan:

Jika Kristus terlalu angkuh untuk mati seperti itu, Dia tidak akan bisa menolong kita yang menderita dosa paling mendasar yakni keangkuhan. Maka Paulus dan rasul² lainnya mengatakan bahwa dengan cara menyerahkan diriNya tanpa rasa angkuh sama sekali, Kristus telah membayar dosa Adam yakni keangkuhan.[4]

Nimer tampaknya tak akan pernah membaca keterangan Rollo May, dan jikalaupun dia membaca itu, tampaknya pendapatnya juga tidak akan berubah. Berpikir dengan nalar saja biasanya tidak cukup untuk meyakinkan umat Muslim, kecuali jika ada hal lain yang terjadi terlebih dahulu. Itulah sebabnya saya mencari orang yang memiliki alamat email Nimer, dan lalu aku menulis pesan itu padanya: "Aku mendoakan engkau, Nimer. Mohon beritahu aku jika engkau mengalami mimpi². Sampai ketemu lagi di Yerikho di lain waktu."

"Aku Benci Orang Yahudi!"[sunting]

Kebencian si Habib pada kaum Yahudi juga dirasakan tetangga² Muslimnya. Bagaimana pun juga, hidup di Betlehem itu sukar bagi umat Kristen dan umat Muslim. Dia, keluarganya, dan teman²nya dahulu seringkali menyetir ke Yerusalem dua atau tiga kali seminggu, tapi sekarang ijin untuk bisa pergi ke sana sangat sukar dan harus menunggu sampai sebulan. Jarak enam mil dari pusat kota Bethlehem ke Kota Tua Yerusalem sekarang terasa bagaikan jarak pergi ke negara lain.

Negara lain, begitu pikir Habib sewaktu mengamati Lembah Hinnom dari balkon apartemennya yang kecil. Tembok pembatas dari semen yang mengelilingi tepi kota membuatku merasa mual. Tembok itu telah menghancurkan kehidupan setiap orang.

Habib sangat membenci tembok itu. Ketika orang² Israel membangun tembok itu agar orang² Palestina seperti dirinya, maka keadaan tidaklah sama lagi. Tembok itu menjadi simbol setinggi tujuh meter yang merupakan kontrol Yahudi haus kekuasaan di kota itu di mana keluarganya telah hidup di situ turun temurun. Jika punya kesempatan, suatu hari dia bertekad akan bergabung bersama Hamas untuk membom tembok itu, tapi tentu saja Hamas tidak akan menerima anggota dari keluarga Kristen seperti dirinya. Tidak jadi masalah, karena sebentar lagi dia akan menjadi Muslim.

Orang² Kristen Palestina yang suka menginjili yang dia kenal begitu menyebalkan, sama seperti orang² Yahudi. Habib menganggap mereka suka menjual diri, mengurangi jati diri mereka sebagai orang Palestina demi bisa mengubah iman orang agar cara berpikirnya menjadi sama seperti mereka. Dia merasa senang karena dirinya bisa mengelabui para penginjil pengecut itu. Dia membuat jaringan mata² dengan teman²nya untuk memonitor kegiatan jemaat gereja. Setiap kali mereka ingin membaptis anggota² baru, Habib menghubungi para pemimpin Islam di Tepi barat dan melaporkan bahwa orang² Kristen memurtadkan umat Muslim. Keributan yang lalu terjadi akan membuat para penginjil itu repot selama beberapa hari.

Dari semuanya, yang paling menjijikan adalah para prajurit Israel - terutama mereka yang bertugas menjaga tembok. Mereka adalah pelaku penjajahan yang keji, sasaran tembak bunuh bagi para radikal Palestina.

Untuk sesaat, tak lama setelah tembok itu dibangun, Habib terus saja merasa penuh kebencian. Akan tetapi, dalam waktu beberapa bulan saja, dia telah menguasai bagaimana sistem perjalanan baru harus dilakukan, lengkap dengan surat² jalannya. Pengalamannya melakukan perjalanan ke Yerusalem berulang kali melewati pos pemeriksaan tidak lagi terlalu merisaukannya. Perubahan hatinya ini terutama dikarenakan seorang prajurit Angkatan Bersenjata Israel (Israeli Defense Force = IDF). Prajurit itu sungguh berbeda dengan anggapan Habib akan para tentara Israel pada umumnya. Yang satu ini - tiada cara lain untuk menerangkannya - ramah. Dia bahkan punya nama: Danny.

Danny menunjukkan sikap ramah yang tulus sewaktu dia menanyakan Habib tentang keluarganya. Habib bahkan mendengar bagaimana Danny bersikap ramah pula pada orang² yang kasar padanya. Tapi Habib tidak memberitahu siapapun tentang rasa simpatinya pada prajurit yang satu ini - sampai di hari Danny menyelamatkan nyawa Habib.

Diselamatkan di Tembok[sunting]

Tembakan senjata telah meluncurkan peluru yang menembus ke perut Habib. Seketika sebelum tubuhnya terhempas di lantai kamar tidurnya, pikirannya berputar di otaknya yang terkejut. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku jadi tak bisa ikut acara berburu burung dara besok pagi! Aku tak pernah membiarkan senjataku berisi peluru!

Kedua orangtuanya lari menuju kamar Habib, dan mereka melihat dengan penuh rasa panik dan horor akan keadaan putra mereka yang bersimbah darahnya sendiri di lantai.

"Mereka tentu tak akan sempat membawaku ke klinik!" kata Habib pada ayah dan ibunya. "Bawa aku ke pos pemeriksaan!"

Meskipun hampir pingsan, Habib bisa melihat wajah kedua orangtuanya yang kebingungan, seakan putra mereka sudah gila.

"Bawa aku ke sana!"

"Oh, Tuhan, tolong!" begitu kata ibunya sewaktu ayahnya bekerja keras memanggul tubuh putranya yang sekarat.

Dengan penuh rasa sakit menyengat dalam perutnya, Habib lalu berdoa bersama ibunya, tapi doanya lebih pasti dibandingkan doa ibunya: "Tuhan, aku mohon Danny sedang bertugas saat kami berada di pos pemeriksaan!"

Ayah Habib dengan patuh mengurangi kecepatan mobilnya saat mendekati tembok Yerusalem. Kendaraan yang mendekati dengan cepat akan menimbulkan kecurigaan pada prajurit yang bertugas dan ini tentu malah menghambat perjalanan mereka.

Meskipun penuh khawatir akan keselamatan anaknya, ayah Habib bisa melihat wajah ramah dari pria berseragama tentara yang mendekati mobilnya. "Itulah dia," bisik Habib dari tempat duduk belakang. Dia menopang tubuhnya dengan sikunya untuk melihat siapakah yang sedang bertugas saat itu.

Danny mengenal mobil mereka dan menundukkan kepala untuk melihat ke dalam mobil. Habib melihat wajah Danny langsung pucat saat dia melihat keadaan Habib dan segera mengerti parahnya keadaan temannya itu. Prajurit itu membuka pintu belakang dan menunduk sampai kepalanya dekat kepala Habib.

"Habib, jangan beritahu siapapun tentang hal ini." Dia mengeluarkan sebuah kartu dari kantong bajunya. "Engkau harus membawa kartu identitas militerku ini dan langsung pergi ke Rumah Sakit Hadassah di Gunung Scopus. Engkau dan aku bertubuh dan berwajah serupa, sehingga mereka tak akan menanyaimu. Engkau harus lakukan ini."

Habib mencengkeram tangan Danny yang memegang kartu itu. "Engkau bisa dipecat dari IDF dengan tak terhormat jika melakukan hal ini, Danny."

"Gak apa². Pergilah, teman."

Beberapa menit kemudian, para ahli bedah di Rumah Sakit Hadassah yakin bahwa mereka sedang mengoperasi seorang prajurit Israel yang menjadi korban penembakan. Di keesokan harinya, Danny datang ke rumah sakit itu untuk menjenguk Habib, dan di saat itulah orang² di rumah sakit mengetahui detail kisahnya, yang lalu tersebar meluas.

Kebencian Habib akan bangsa Israel semakin sirna ketika, Pemerintah Israel bukannya memecat Danny dengan tak terhormat, tapi malahan memberinya gelar pahlawan karena pengorbanan dan tekadnya menjaga kedamaian. Dan yang paling membuatnya bingung adalah sikap para dokter dan perawat yang begitu ramah dan penuh kemanusiaan dalam merawat dirinya, bahkan setelah mereka mengetahui bahwa Habib adalah orang Palestina.

Di minggu² selanjutnya saat berangsur sembuh dari lukanya, satu pertanyaan mendominasi pikiran Habib: Mengapa Tuhan menyelamatkan diriku dari kematian? Sudah jelas ini bukan agar dia bisa bergabung dengan Hamas dan berperang menghancurkan Israel.

Pertanyaan itu terus berada dalam benaknya saat dia mulai tidur di suatu malam di minggu ketiga perawatannya di rumah sakit. Ketika sebuah sinar menyala di dekat pintu kamarnya, dia mengira seorang perawat datang menjenguknya. Tapi lalu Habib menyadari bahwa tempatnya berbaring bukan lagi rumah sakit seperti sewaktu dia belum tidur, dan sinar itu datang dari ... seorang pria. Sesuatu yang bermakna luar biasa mengalir diantara keduanya sewaktu Pria itu mengatakan: "Aku mengasihimu, Habib."

Habib bangun di kamarnya di rumah sakit dan tahu bahwa orang dalam mimpinya adalah Yesus. Setelah mengalami beberapa kunjungan yang serupa, Habib menemukan sebuah Alkitab dan membaca Perjanjian Baru sampai habis di sepanjang minggu berikutnya.

Sekarang Habib memiliki pertanyaan baru: Bagaimana mungkin aku tidak tahu apapun tentang Yesus selama ini? Hal ini terlebih terasa ironis baginya sewaktu menyadari bahwa dia dan Sang Juru Selamat lahir di kota yang sama.

Sembuh Total[sunting]

Saat kini, Habib telah mengikuti Kristus sepenuhnya. Dan bagaimana dengan Danny?

"Danny itu bagaikan saudaraku saja," kata Habib. "Aku telah diancam karena persahabatanku dengannya, dan akhirnya aku meninggalkan Tepi Barat. Semuanya ini karena aku berteman dengan orang Yahudi yang menyelamatkan nyawaku."

Habib juga bergabung dengan organisasi² yang beranggotakan orang² yang sangat berbeda dengan pejuang² Hamas yang dahulu menarik minatnya sebelum mengikut Yesus. Setelah menjadi anggota organisasi Gerakan Perdamaian Antara Orang Yahudi dan Palestina, Habi sekarang mempertaruhkan nyawanya untuk meruntuhkan tembok kebencian yang tak terbuat dari semen.

Hummus dengan Hamas[sunting]

Aku mengunjungi daerah Gaza untuk pertamakali hanya beberapa bulan setelah serangan 11 September, 2001 terhadap Amerika. Saat itu mungkin bukan waktu yang tepat untuk berkunjung, tapi di Kota Gaza seorang Muslimah membuka mataku pada hati dan penderitaan masyarakat di sana. Dia mengenali diriku sebagai orang Amerika dan menghentikan aku di jalanan. Sambil mengulurkan tangannya dari balik jilbabnya, dia memegang lenganku. "Apakah engkau melihat di CNN orang² bersorak-sorai di Gaza ketika kedua bangunan itu roboh ke tanah dan begitu banyak orang Amerika mati?"

Memang sebenarnya aku telah melihat video itu.

"Tapi aku tidak ikut bersorak-sorai," katanya seakan meminta maaf padaku. "Aku menangis bagi orang² itu dan keluarga mereka. Karena hal itu salah dan mereka tidak layak mati."

Aku berterima kasih padanya dan melanjutkan perjalananku. Aku juga berterima kasih pada Tuhan atas pertemuan itu. Ya, ada tiga belas kelompok teroris yang berada di Gaza, tapi mereka juga adalah manusia biasa yang memiliki masalah pribadi dalam diri mereka yang mencerminkan masalah sekeliling yang mereka hadapi.

Kunjungan²ku berikutnya ke Gaza telah menciptakan sejumlah persahabatan yang memperdalam pengertianku akan masalah² serupa yang dihadapi wanita yang dulu menyapaku di jalanan. Aku berkenalan dengan seorang pemuda yang masalahnya menarik perhatianku. Satu hal yang kuketahui dari kisah hidupnya: dia belum mendapatkan mimpi. Mari kujelaskan.

Lebih Manusiawi di Gaza[sunting]

"Aku memutuskan untuk pergi ke arah lain."

Ali yang berusia 25 tahun telah menghabiskan masa remajanya untuk siap bergabung dengan Hamas, tapi sewaktu dia dan aku bercakap-cakap sambil minum kopi di lobi hotel tempat dia bekerja, dia menjelaskan apa yang mengubah pikirannya. Hotel Grand Palace di mana kami duduk saat itu merupakan bagian dari kisahnya. Hotel itu menawarkan pemandangan daerah Mediterania yang mempesona, makanan² terenak di Gaza, dan hummus yang paling lezat di seluruh Timur Tengah. Pemilik hotel ini beruntung sebab bangunan hotel tidak cacat sama sekali akibat serangan senjata di tahun 2009 yang membuat mesjid di sebelah berlubang-lubang karena tembakan peluru.

Dalam tiga tahun sebelum operasi militer Israel yang bernama Cast Lead terjadi di Kota Gaza, sejumlah sepuluh ribu roket telah dilontarkan ke Israel dari Tepi Gaza. Hamas melontarkan begitu banyak roket pada satu daerah perumahan sehingga pasukan pertahanan Israel, Israel Defense Forces (IDF), lalu membalas. Operasi Cast Lead menjadi nama terkenal atas pembalasan Israel karena saat penyerangan terjadi di minggu Hanukkah.

Saat Hanukkah, anak² Yahudi melakukan permainan yang memperingatkan bagaimana lampu tetap menyala terus padahal minyak lampu sudah habis saat Maccabi mengusir Jendral dari Seleucid bernama Antiokhus Epiphanes keluar dari Bait Allah. Pemimpin pagan itu telah mengotori Yerusalem dengan masuk ke bagian suci kota dan mengorbankan seekor babi di mezbah persembahan. Dreidel (sivivon) terbuat dari metal digunakan dalam permainan anak² untuk menyampaikan kisah tradisional itu.

Tapi pada Hanukkah tahun 2009, tentara IDF tidak bermain-main. Mereka punya satu tujuan: menghancurkan Hamas.

"Apa yang membuat aku memikirkan ulang tujuan hidupku adalah perang dengan Israel." Ali menyerutup kopinya. Aku sedang menikmati piring hummusku yang kedua saat dia melanjutkan kisahnya. "Hamas membuat tentang kekuatan mereka dan mengaku sebagai pembela orang² Palestina. Tapi saat tentara Israel masuk menyerang, aku melihat motivasi Hamas yang sebenarnya.

"Untuk menghindari kematian yang tak perlu, IDF bersikap hati² ketika bersiap untuk membom sebuah bangunan. Mereka mengirim SMS pada warga² Palestina untuk memperingatkan mereka, 'Segera pergi bagi keselamatanmu. Kami tak ingin menyakiti kalian. Kami di sini hanya untuk memerangi Hamas.'

"Tapi pasukan Hamas justru memanfaatkan kepedulian Israel ini. Mereka malahan sengaja memasukkan banyak orang ke dalam gedung itu untuk menjadi warga sipil yang ditumbalkan. Mereka tahu laporan² berita akan membuat Israel tampak buruk jika ada warga sipil yang tewas, sehingga Hamas, 'pelindung' kami, malahan menodongkan senjata² mereka pada orang² tak bersalah dan mengancam membunuh mereka jika berani melarikan diri dari gedung itu. Semakin banyak warga Palestina yang mati, semakin baik pula citra Hamas di mata umum.

"Ketika aku mendengar kejadian ini langsung dari pihak korban tentang bagaimana Hamas mementingkan diri sendiri dalam melawan Israel - dan kami! - aku sungguh sukar mempercayai hal ini. Sepanjang hidupku aku telah mendengar berbagai kisah horror tentang Israel yang mereka juluki sebagai 'Setan Kecil.' Tapi faktanya ternyata berbeda 180°. Tentara² Israel itu yang justru mencoba melindungi orang² Palestina sedangkan Hamas ingin kami mati. Tentara² Israel lebih unggul daripada kami dari segi kemanusiaan." Ali menggelengkan kepalanya seakan dia masih tidak mengerti betapa mengejutkannya kenyataan itu baginya.

"Tidak saja para pemimpin Hamas mencoba membuat banyak warga Palestina mati dalam pertempuran, kebanyakan dari mereka juga malah memilih menyumput di ruangan bawah tanah dan berbagai bunker dan bukannya maju berperang. Ini sungguh membuatku muak." Ali lalu mendorongkan tubuhnya ke depan dan berbisik padaku. "Engkau tentu tahu bahwa aku tak bisa menceritakan hal ini pada siapapun, bukan?"

Seakan suatu pertanda, pukulan genderang dari jalanan mengganggu percakapan kami di lobi hotel. Kami melihat melalui jendela kaca di tembok depan dan tampaklah sekitar 200 anggota baru Hamas sedang berbaris sambil berlari dan meneriakkan, "Kematian pada Zionists!"

"Aku dulu bisa jadi salah seorang dari mereka." Ali melambaikan tangannya pada orang² yang berbaris bak robot itu. "Setiap orang dari mereka mungkin nantinya akan mati demi suatu perjuangan. Tapi sebenarnya tak ada perjuangan! Semuanya hanya membuang nyawa saja!"

Teman bicaraku bersender pada tempat duduknya dan menutup kedua matanya, seakan pikiranya telah membuat tubuhnya kehilangan tenaga.

Mendambakan Mimpi[sunting]

"Ali, terima kasih karena mempercayaiku dengan kisahmu. Aku sangat menghargai ini." Aku berusaha menyenangkan hati Ali. "Aku orang Kristen dan engkau adalah Muslim, tapi aku bisa lihat bahwa engkau dan aku bisa berbicara dari hati ke hati. Yang kita bicarakan di sini bukan sekedar masalah politik saja. Ini berhubungan dengan apa yang ada di dalam hati setiap pria, wanita, dan anak²."

Ali membuka kedua matanya, tertarik mendengarkan apa yang akan kukatakan.

"Apakah engkau telah mendengar tentang fenomena aneh yang terjadi pada umat Muslim di seluruh Timur Tengah?" tanyaku.

"Fenomena?"Ali menyunggingkan sebuah senyuman sewaktu dia mendengar kata itu. "Aku belum pernah mendengarnya tuh."

"Umat Muslim bermimpi tentang Yesus. Hal ini sering terjadi sekarang. Aku mendengar tentang hal ini di setiap negara yang kukunjungi. Aku tahu engkau merasa kecewa karena Hamas dan mereka tidak menghargai orang² muda, tapi Yesus menghormati masyarakat Arab sekarang. Dia mencintai mereka dan sering muncul pada mereka. Aku tahu bahwa umat Muslim percaya dia adalah nabi dan Muhammad juga sangat menghormatinya." Aku melihat reaksi Ali. Dia memperhatikanku dengan serius. "Apakah engkau berminat belajar lebih lanjut tentang Yesus? Aku bisa menceritakan padamu beberapa mimpi dari negara Arab manapun - Lebanon, Syria, Yordania, Mesir, Iraq, Iran, Afghanistan - silakan pilih saja negaranya."

Senyum Ali tampak semakin lebar. "Baiklah," katanya menganggukkan kepala. "Iran."

Aku menyampaikan kisah tentang pemuda lain yang bernama Ali. Aku tahu bahwa Ali yang berbicara padaku tentau menyadari pentingnya pertemuan Yesus dengan sarjana Islam yang belajar di Qom.

Setelah kisah itu selesai, dia minta kisah lain. Lalu yang lainnya lagi. Satu seperempat jam dan tiga kisah berikutnya, rasa ingin tahu Ali bertambah besar. "Aku akan merasa sangat terhormat jika bisa mimpi tentang Yesus." Dia menganggukkan kepala lagi dengan tegas ke arah diriku. "Aku akan berdoa agar aku bisa mengalami mimpi seperti itu!"

Aku tertawa geli mendengar semangatnya. "Aku juga," kataku berjanji.

Sekarang Bagaimana ?[sunting]

Aku tetap berhubungan dengan Ali, juga sewaktu menulis buku ini, dan dia belum memberitahu aku tentang mimpi apapun. Bisakah engkau berhenti sebentar dan berdoa baginya agar dia mendapatkan penglihatan akan Yesus dan menemukan orang Kristen lokal yang bisa menjelaskan tentang Injil dan membawanya pada Kristus? Dan jika dia mendapatkan sebuah mimpi saat engkau membaca tulisan ini, tentu dia juga butuh bantuan doa²mu terlebih besar lagi.

Kisah Tepi Barat[sunting]

Amina menatap gedung itu. Sewaktu dia mendaki bukit dalam perjalanannya ke kota itu, pemandangan itu telah menghentikan langkahnya sekitar 100 meter dari gedung itu. Muslimah muda ini meraih tasnya yang terbuat dari kain dan diselempangkan pada bahu kanannya, mengambil sebuah botol air minum dan meneguk airnya yang terasa hangat, sambil terus menatap gedung di hadapannya selama beberapa menit. Sudah pasti gedung itulah yang ditunjukkan temannya padanya. Inilah gedung yang dia lihat dalam mimpi dua malam sebelumnya.

Amina telah belajar untuk mempercayai mimpi²nya dan dia ingat bagaimana gedung itu tampak begitu jelas dalam mimpinya. Mimpi² terus berlangsung selama beberapa bulan dan merupakan pengalaman yang paling menakjubkan dalam hidupnya selama duapuluh dua tahun. Dia tahu bahwa orang yang terus mengunjungi dirinya hampir setiap malam adalah sang nabi besar Isa - Yesus. Tapi selebihnya ada begitu banyak hal yang tidak dia mengerti. Mengapa Isa menaruh perhatian pada wanita yang begitu tak penting di sebuah desa di Tepi Barat? Apakah ada sesuatu yang Dia inginkan dari dirnya? Mengapa kedatanganNya membuat dia merasa begitu dikasihi? Apakah ada orang yang bisa menjelaskan padanya makna mimpi² itu?

Tiga malam yang lalu, dia akhirnya berbicara pada Yesus (dia mengira ini tentunya adalah berdoa pada Dia, tapi Dia kan hanya nabi?) dan menanyakan semua pertanyaan yang ada di benaknya. Malam berikutnya, gedung ini muncul di hadapannya - Yesus tidak muncul kali ini, dan yang tampak hanyalah gedung ini saja - dan dia tahu bahwa dia harus menemukan gedung tersebut.

Sewaktu dia melanjutkan langkahnya, pintu depan gedung itu terbuka, dan seorang pria melangkah keluar menyapa matahari siang hari itu. Amina berjalan ke arahnya, sehingga dia menjadi orang yang paling dekat jaraknya dengan pria itu, dibandingkan tiga orang lainnya yang ada di jalanan. Pria itu langsung menyadari bahwa Aminah berjalan langsung ke arahnya dengan langkah pasti. Dia mengamati Amina sampai jarak mereka cukup dekat untuk bisa berbicara tanpa berteriak.

"Apakah aku bisa membantumu?"

Amina memandang pria itu seakan dia tidak mengerti pertanyaannya. "Wah, gak tahu ya. Aku sendiri tidak begitu tahu mengapa aku berada di sini." Amina merasakan bahwa pria itu tidak tampak berbahaya, dan malah terasa bersikap hangat sehingga dia berani mencoba menjelaskan keanehan keberadaan dirinya di kota itu. Aminah menunjuk pada pintu gedung dari mana pria itu tadi keluar. "Aku melihat gedung itu dalam sebuah mimpi."

"Oh, gitu ya." Pria itu melipat kedua lengannya, lalu memegang wajahnya dengan tangan kirinya, sambil jarinya mengetuk-ngetuk dagunya. "Apakah engkau juga mengalami mimpi² lainnya baru² ini?"

Kedua pandangan mata Aminah beralih dari gedung itu ke wajah pria tersebut. "Iya, aku telah banyak bermimpi."

Pria itu menatap pada Amina dan lalu kedua matanya berbinar-binar, dan dia lalu menganggukkan kepala. "Namaku adalah Jamal. Aku kadangkala bertemu orang² yang bermimpi tentang Yesus. Itulah sebabnya mengapa aku bertanya begitu padamu. Aku juga bermimpi tentang Dia beberapa tahun yang lalu."

Jamal mendekati Amina dan berbisik, "Mimpi² tentang Yesus itu mengubah segalanya dalam hidupku."

Jamal mengajak Amina masuk ke dalam gedung untuk mengobrol. Setelah berada di dalam gedung, Amina mengajukan berbagai pertanyaan yang dipikirkannya dan menjelaskan bagaimana dia telah lama berusaha mencari jawaban²nya. Suatu kali dia melihat stasiun TV Kristen yang berbicara tentang Yesus terus-menerus, tapi sungguh mustahil untuk bisa menonton acara TV itu di rumah. Ayahnya hampir saja menangkap basah dirinya nonton acara itu pada suatu kali, sehingga dia ketakutan dan menganggap sungguh berbahaya untuk menontonnya di TV keluarga. Dia juga bertanya pada berbagai teman²nya apakah mereka mengalami mimpi², tapi tak seorang pun mengalaminya.

Selama hampir tiga jam, Jamal dan Amina membahas segala hal yang Amina ingin ketahui tentang Yesus. Jamal akhirnya memberinya sebuah Alkitab yang dipakainya untuk menjawab banyak pertanyaan²nya, dan dia juga menawarkan beberapa buku Kristen, yang dengan gembira Amina masukkan ke dalam tasnya.

Setibanya di rumahnya, Amina menyembunyikan buku² itu di kamarnya, dan hanya membacanya sewaktu dia yakin anggota keluarganya tidak akan tahu akan kegiatan barunya. Sewaktu membaca buku Perjanjian Baru di suatu malam, dia menyadari bahwa rute perjalanan Yesus tentu melewati desanya juga dulu. Kota itu memiliki sejarah kuno, dibangun oleh orang Kanaan yang telah lama tinggal di situ sebelum orang Israel masuk. Drama jaman Yesus di daerah itu membuat Amina semakin tertarik dan beberapa minggu setelah bertemu Jamal, dia memutuskan untuk menjadi pengikut Yesus.

Jamal telah menjelaskan dengan jelas bagaimana caranya menjadi murid Yesus, tapi dia merasakan hal ini lebih berat daripada yang diduganya dulu. Sebagai orang yang suka bergaul, dia merasa sediha karena tidak bisa berbicara dengan siapapun tentang hubunganNya dengan Juru Selamatnya. Tapi beberapa bulan kemudian, Amina akhirnya bertemu dengan seorang wanita pengikut Kristus pula, dan reaksi berantai setelah itu dimulai. Tak lama kemudian terdapat lima orang pengikut Kristus di desa kuno tempat Amina tinggal.

Siapa yang Datang untuk Makan Malam?[sunting]

Amina memulai sebuah gereja rumah di mana dia dan beberapa wanita Kristen lainnya menyelenggarakan acara untuk menjangkau para Muslimah. Keberhasilan pengumuman acara yang mereka sebarkan ternyata mengejutkan. Mereka telah memasang banyak poster mempromosikan acara "Perayaan bagi Wanita² Palestina" di setiap mesjid di dua desa terdekat, dan di pagi hari acara itu dilangsungkan, lebih dari dua ratus Muslimah berjilbab muncul.

Melalui Jamal, Amina telah menemukan Hannah, seorang wanita Kristen Amerika yang datang mengunjungi Tepi Barat, dan hari ini Hannah akan memberikan ceramah. Hannah dan Amina menjelaskan tentang cinta kasih Tuhan bagi para wanita dan panggilan khusus dariNya bagi kehidupan mereka. Meskipun sangat berhati-hati dalam memilih kata, wajah kedua penyelenggara acara berbinar-binar memancarkan kasih Yesus. Banyak dari pengunjung yang menangis terhari saat menerima pemberian² dari Amerika, dan setelah Hannah pada akhirnya selesai berbicara, sekitar seratus Muslim mengelilingi kedua wanita itu. Amina sekarang menjawab berbagai pertanyaan mereka.

Setelah tamu terakhir pulang, Amina dan Hannah berdiri di pintu depan rumah tersebut. Mereka berdiam diri untuk beberapa menit di bawah lampu temaram sore hari sebelum akhirnya Amina berbicara.

"Hannah, ingatkah engkau dengan wanita penuh semangat yang berjilbab merah yang berbicara denganmu setelah engkau selesai khotbah?"

"Ya, tentu. Dia manis sekali sikapnya. Dia bahkan mengundangku untuk datang ke rumahnya untuk makan bersama dia di malam hari ini."

Amina mengangguk. "Aku telah beberapa kali berbicara dengannya, dan dia selalu punya banyak pertanyaan. Kukira Yesus telah menyentuh hatinya." Sambil mengangguk, dia menatap Hannah. "Ini aneh ..." kata Amina perlahan.

"Apa anehnya? Mengapa ketertarikannya pada Yesus mengherankan dirimu?"

"Karena," kata Amina sambil tersenyum pada teman Amerikanya, "suaminya adalah pemimpin tinggi Hamas."

Mulut Hannah ternganga.

Amina tertawa. "Semoga acara makan malamnya menyenangkan, Hannah."

Referensi[sunting]

  1. http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Jewish_Nobel_laureates
  2. Di Qur'an, Yesus disebut sebagai Isa. Tapi untuk memudahkan, di buku ini Dia disebut sebagai Yesus saja.
  3. Jeff Morton, The Two Messiahs (Colorado Springs: Biblica, 2011), 141.
  4. Rollo May in Neil T. Anderson, Restored: Experience Life with Jesus (Franklin, TN: e3 Resources, 2007), 11.