Lompat ke isi

Erish: di Suatu Malam

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Bayangkan ini Erish
Bayangkan ini Erish

Saat itu, matahari berpijar setengah lingkaran di lautan. Cahayanya keorenan. Air laut sudah pasang setengah jam lalu. Ombaknya saling dorong, berayun keras, menandai menit-menit terakhir matahari akan tenggelam. Permukaan air laut mulai berangsur-angsur gelap, sebaliknya langit yang terbentang di atasnya mulai terisi cahaya gemintang dan juga bulan.

Saat itu, gemintang dan bulan menjadi saksi bahwa beberapa puluh meter di bawah air laut yang sedang bergejolak itu terdapat kehidupan—selain ikan-ikan, bintang laut, rumput laut, dan terumbu karang—ada yang sedang berenang dengan ayunan ekor yang kuat dan kedua tangannya. Baginya, laut adalah udara. Tidak ada tempat yang lebih membuat dirinya bahagia selain berada dekat dengan saudara-saudaranya, di lautan.

Erish, ia adalah putri duyung termuda di antara saudara-saudaranya. Bila saudara-saudaranya lebih suka dekat dengan dasar laut, ia justru sebaliknya. Erish suka berenang hingga jauh ke permukaan laut. Hal itu disebabkan oleh rasa ingin tahunya yang amat besar. Rasa ingin tahunya terhadap dunia di luar lautannya. Ia percaya bahwa ada hubungan, sebagaimana ia dan saudara-saudaranya, yang terjalin di luar sana. Persaudaraan yang selalu membuatnya ingin pulang, sejauh apapun ia telah pergi menjelajahi lautan.

Itu adalah apa yang Erish tahu sebelum malam itu. Ia tidak mengerti apa yang akan segera terjadi. Namun di atas sana, gemintang dan bulan sesungguhnya telah mengerti.

***

Rombongan sirkus yang sedang berpesta merayakan nasib baik mereka hari itu, dengan musik, dan tentu saja makanan enak-minuman enak. Kapal berwarna putih itu kontras sekali dengan gelapnya malam di lautan. Belum lagi lampu-lampu pijar yang bergantungan di sepanjang kapal. Lampu-lampu pijar yang menangkap bayangan tiap orang, yang tertawa, yang menyanyi-nyanyi, yang melakukan trik-trik sulap, yang membersihkan alat, dan satu lagi, bayangan seorang laki-laki yang bermuram durja.

***

Malam itu, ada yang sangat berlawanan dengan sunyinya lautan. Bunyi-bunyi yang tak lazim terdengar dari kejauhan. Suara ini mengusik Erish yang sedang dekat dengan permukaan laut. Niatnya untuk kembali ke dasar sirna sudah. Bunyi-bunyi itu Erish rasakan mulai mendekat, bersamaan dengan munculnya cahaya dari sebuah benda besar yang mengapung di lautan. Benda itu siap membelah lautan di seberang Erish saat ia belum bisa melihat dengan jelas apa isi benda itu.

Erish mengamati dalam diam, benda itu melaju sambil mengapung seperti benda-benda yang sering Erish lihat sebelumnya. Ia tahu bahwa benda itu biasa menampung ikan, dan juga makhluk berkaki. Namun yang menjadi aneh malam itu adalah bunyi-bunyi yang tidak biasa diangkut pula oleh benda itu.

Erish memberanikan diri mendekati benda itu untuk mengamati lebih dekat lagi apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sebab rasa ingin tahu yang tak tertebus akan mengusik Erish sepanjang malam. Erish menggerakkan ekornya yang kehijauan, gerakan ekornya yang kuat menimbulkan pergerakan di permukaan air.

Apa yang kemudian ia lihat betul-betul baru, seumur hidupnya tidak pernah sekalipun ia melihat makhluk berkaki dengan perut dan buntut buncit, berwarna-warni pula. Dan coba lihat rambutnya yang mengembang besar, sangat berbeda dengan rambutnya yang selalu basah jatuh di bahunya. Hidungnya juga mulut orang-orang itu berwarna merah, dengan wajah yang amat putih. Ia yakin tidak pernah melihat makhluk berkaki yang seperti itu bentuknya.

Para makhluk berkaki itu tertawa-tawa, ada yang sambil memainkan tiga benda bulat sekaligus dengan tangannya dengan gerakan memutar, ada yang sambil memperlihatkan gigi-gigi mereka yang putih kekuningan, berbeda dengan warna wajah mereka. Pandangan Erish tergeser seiring dengan laju kapal. Kemudian ia menangkap wajah itu, duduk di salah satu sudut kapal sedang menopangkan dagunya pada besi pembatas kapal. Wajahnya sama seperti yang lain. Dipenuhi warna merah dan juga putih, namun yang membuat makhluk itu berbeda adalah ekspresinya. Ekspresi yang makhluk itu tunjukkan benar-benar kontras dengan warna-warni di wajahnya.

Belum lama Erish memperhatikan makhluk berkaki itu, ia baru sadar bahwa makhluk itu menangkap arah pandangnya. Belum sempat ia mengatasi kekagetannya, makhluk itu sudah menyadari keberadaannya. Makhluk itu tampak memincingkan mata, ingin memperjelas pandangannya. Panik, Erish bersembunyi ke dalam air. Ia sempat mendengar makhluk itu memekikkan "Hei!" sebelum tubuhnya masuk ke dalam air seutuhnya.

Namun belum lama ia bersembunyi dalam air, terdengar bunyi berdebum air  'byuur!' diikuti benda berat yang masuk ke dalam air. Makhluk berkaki itu menceburkan dirinya! Makhluk itu mendekati Erish yang berdiam di bawah air. Sadar bahwa benda itu, mahkluk berkaki itu, mendekatinya, Erish mengibaskan ekornya yang kehijauan. Mencoba menjauhi keberadaan makhluk itu. Namun rupanya, ia telanjur melihat makhluk itu, juga telanjur dilihat oleh makhluk itu. Makhluk berkaki itu sudah melihat ekornya!

Erish tidak peduli, dengan ekornya yang kehijauan ia berenang secepat yang ia bisa, menuju ke dasar laut. Menghindari kejaran makhluk itu meski ia menduga makhluk itu tidak akan bisa mengikutinya, sehebat apapun perenang itu. Dadanya berdebar-debar. Seperti halnya ia belum pernah melihat makhluk itu, ia juga tidak menyangka akan diketahui identitasnya oleh makhluk berkaki itu.

Di lautan yang biru, Erish berenang dengan perasaan tak menentu, ekor hijaunya bergerak indah menyelami air. Malam itu, rasa ingin tahunya terbayar dengan hal-hal tak terduga yang baru saja ia alami. Ia ingin kembali. Ia hanya ingin pulang.