Foto Karya Mimi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

:: Foto Karya Mimi ::

Oleh : Musrifah, M. Med. Kom.

Premis[sunting]

Mimi hobi memotret. Mimi ingin belajar fotografi. Mimi menabung demi mengikuti kelas fotografi online. Tapi Mimi tidak bisa sering meminjam ponsel milik Bunda. Karena Bunda menggunakan ponselnya untuk warung onlinenya. Mimi ingin memiliki ponsel sendiri. Suatu hari Bunda mengalami kesulitan menjalankan bisnis warung onlinenya. Mimi ingin membantu Bunda. Mimi tidak menyangka dengan membantu Bunda, Mimi bisa memiliki penghasilan sendiri untuk membeli ponsel.[sunting]

Lakon[sunting]

  1. Mimi (anak perempuan berusia 11 tahun)
  2. Bunda (ibu Mimi yang berjualan makanan di warung onlinenya)
  3. Mentor (guru Mimi di kelas fotografi online)

Lokasi[sunting]

Rumah Mimi yang juga warung online Bunda Mimi[sunting]

Cerita Pendek[sunting]

“Bun, boleh Mimi pinjam ponsel Bunda?”

“Jangan sekarang, Mimi. Bunda harus menjawab chat banyak pelanggan sekarang.”

Mimi menunduk lemas. Lagi-lagi ia kecewa.

Sudah lama Mimi ingin punya ponsel sendiri. Teman-temannya di sekolah sudah banyak yang punya. Mereka biasanya menggunakan ponsel untuk membantu mengerjakan tugas sekolah di rumah. Mimi bukan hanya membutuhkan ponsel untuk itu, tapi juga untuk memotret. Mimi memang hobi memotret. Terutama memotret makanan. Karena Bunda Mimi memiliki warung dan menjual aneka makanan. Mimi sangat ingin belajar memotret agar kualitas fotonya lebih bagus.

***

Kelas Fotografi Online[sunting]

Suatu hari Mimi mendapat tugas sekolah. Mimi meminjam ponsel Bunda untuk mencari data. Saat itulah secara tidak sengaja Mimi membaca sebuah iklan bertuliskan “Kelas Online Fotografi Smartphone”. Didalamnya ada beberapa pilihan kelas foto. Seperti kelas foto produk, kelas foto makanan, kelas foto jurnalistik, dan sebagainya.

Mimi segera mengirim chat pada nomor whatsapp yang tercantum di iklan tersebut.

“Kak, apakah anak kelas 6 SD boleh ikut kelas fotografi smartphone?”

“Boleh. Usia bebas kok. Adik pilih kelas foto yang mana?”

“Kelas foto makanan, Kak. Karena Bunda Mimi jualan makanan.”

“Oke.”

Mimi lalu izin ke Bunda untuk belajar kelas fotografi online. Mimi senang sekali karena Bunda mengizinkan. Syaratnya Mimi harus menabung untuk membayar sendiri biaya pendaftarannya. Mimi setuju.

Setiap harinya Mimi menyisihkan uang jajannya untuk ditabung. Selama tiga pekan Mimi berhasil mengumpulkan uang seratus ribu rupiah.

“Yeeii ... terkirim!” seru Mimi girang setelah berhasil mentransfer biaya pendaftaran di ATM.

***

Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Ini hari pertama Mimi menjadi peserta di kelas fotografi online. Ada puluhan peserta yang tergabung dalam satu kelas grup whatsapp.

“Namaku Mimi. Umurku 11 tahun. Aku suka sekali memotret dengan kamera ponsel milik Bundaku. Mohon bimbingannya ya, Kak” tulis Mimi di chat saat diminta memperkenalkan diri.

Mentor dan peserta lain menyambut hangat. Mereka senang dengan kehadiran Mimi, peserta paling muda.

Malam itu adalah hari pertama kelas foto makanan. Bunda sedang tidak sibuk dengan warung onlinenya. Mimi bisa meminjam ponsel Bunda untuk mengikuti kelas.

Mentor mengirim materi dalam bentuk file dan video. Peserta dipersilahkan bertanya di chat jika merasa ada yang belum jelas. Mimi membaca dan mendengarkan materi dengan sungguh-sungguh. Setiap pertanyaan teman-teman dan jawaban mentor di chat diperhatikannya dengan cermat. Mimi sangat menikmati masa-masa belajarnya di hari pertama itu

“Hari pertama tugas teman-teman adalah memotret dengan tema sarapan. Jangan lupa dipikirkan dulu konsepnya yaa ... Baru pilih angle yang tepat. Oke selamat istirahat yaa ... Semoga besok sudah ketemu ide memotretnya.”

Voice note terakhir dari kakak mentor malam itu sebagai pertanda kelas hari itu selesai dan tugas hari pertama dimulai. Bukannya istirahat, Mimi justru sulit tidur malam itu. Dia masih memikirkan tugas pertamanya.

Serabi Bunda Mimi

“Tema sarapan? Apa yang bisa aku potret, ya? Oh iya, aku suka sekali serabi buatan Bunda. Foto serabi saja aah!” gumam Mimi sambil tersenyum senang.

Pagi harinya Mimi segera menyiapkan properti. Sebuah laptop dan secangkir kopi. Setelah mengambil serabi yang masih hangat di dapur, Mimi segera melakukan aksinya. Cekrak-cekrik cekrak-cekrik. Foto serabi karya Mimi sudah jadi.

“Wah, hebat nih Mimi, sudah setor duluan!”

“Ckckc ... ciamik, keren banget foto karya Mimi!”

Mimi tersenyum puas membaca komentar peserta lainnya. “Terimakasih, Kak.”

Mimi merasa sangat senang. Tugas memotret hari pertama telah diselesaikannya. Tepat sebelum berangkat sekolah. Di saat Bunda masih sibuk di dapur dan belum memakai ponselnya. Pagi itu Mimi melangkahkan kaki ke sekolah dengan riang dan gembira.

***

Hari kedua Mimi lalui dengan mudah. Hari ketiga sempat ada masalah. Ketika Bunda sangat sibuk dengan warungnya. Mimi nyaris tak punya kesempatan meminjam ponselnya. Mimi baru bisa menyimak materi ketika Bunda tidur. Sore di hari berikutnya Mimi baru sempat mengirim fotonya.

Menginjak hari keempat Bunda belanja keluar kota. Tentu saja dengan membawa ponselnya. Mimi sedih tak bisa menyimak materi. Malam di hari kelima Mimi baru sempat menyimak dua materi dalam dua hari sekaligus. Kabar baiknya,  di hari ke-enam dan ke-tujuh tidak ada materi. Mentor melonggarkan dua hari tersebut agar peserta dapat menuntaskan tugas-tugas memotret bagi yang tertinggal.

Mimi sangat senang. Setiap melihat Bunda sedang santai dan tidak memegang ponselnya, setiap itu pula Mimi meminjam ponselnya. Disimaknya dengan sungguh-sungguh setiap materi dan tugas latihan memotret. Tak lupa Mimi melihat koleksi foto di Pinterest yang bisa dijadikan inspirasi untuk tugas memotretnya.

Mimi sangat paham waktunya tidak banyak. Sedikit waktu sebelum berangkat sekolah di pagi hari adalah waktu terbaik untuk memotret. Karena sinar matahari sangat cerah di waktu itu. Hasil potret jadi lebih bagus dengan cahaya natural dari sinar matahari.

Cekrak cekrik cekrak cekrik.

Mimi bernapas lega. Tujuh tugas foto dalam tujuh hari telah terkirim semuanya.

***

Lima Besar[sunting]

“Pagi teman-teman! Hari ini hari terakhir kelas kita. Gak terasa yaa” sapa kak mentor di chat grup kelas foto makanan.

“Nah, sebelum kelas ini saya tutup. Saya mau umumkan dulu 5 besar di Kelas Foto Makanan ini yaa”

Mimi duduk bersila di atas tempat tidurnya. Dadanya berdegup kencang. Diraihnya bantal dan dipeluknya erat. “5 besar? Ada 40 lebih peserta. Semua fotonya bagus-bagus. Ponselnya juga canggih-canggih” ujar Mimi.

“Ah, mana mungkin Mimi masuk 5 besar. Apalagi Mimi masih anak-anak.” Mimi merebahkan tubuhnya dan memeluk erat gulingnya.

“5 besar itu adalah ... Andin,  Cut Maryam, Yongki, Mimi, Gibran. Selamat yaa. Kamu berlima bisa pilih kelas lanjutan suka-suka kamu. Ada diskon 20% untukmu” chat kak mentor dengan huruf tebal.

“Mimi? Ada nama Mimi disitu? Benar itu namaku? Ya, tidak ada peserta lain yang namanya Mimi! Itu aku! Benar itu aku!” Mimi meloncat kegirangan.

***

Mimi belum memilih kelas memotret lanjutan. Dia masih bingung akan pilih yang mana. Semua tampak menarik baginya.

Tapi ada yang membuat Mimi resah. Bukan karena biaya kelas lanjutan yang lebih mahal. Karena Mimi bisa kembali menabung seperti sebelumnya. Bukan pula karena sedikitnya waktu memotret yang dia punya. Karena Mimi sudah mulai terbiasa disiplin mengatur waktu belajar pelajaran sekolah dan belajar memotret.

Masalah itu adalah karena sepertinya ponsel Bunda tidak bisa dipinjam lagi. Bunda semakin sibuk dengan toko onlinenya. Hampir setiap saat Bunda menggunakan ponselnya. Mimi sungguh tidak ingin mengganggu Bunda.

***

Foto Dimsum Mimi[sunting]

Sore itu Mimi ingin meminta izin Bunda mengikuti kelas foto lanjutan. Mimi berencana mengambil kelas foto produk agar lebih banyak ide memotret foto jualan Bunda. Mimi mendekati Bunda. Tapi Bunda sedang sibuk berbincang dengan seseorang di ponselnya.

“Oh, untuk pernikahan, ya? Minta dimsum 500 biji, ya? Bisa-bisa. Wah, kalau fotonya saya belum punya. Tapi dijamin enak kok. Oh begitu. Baik-baik, saya usahakan yaa ...”

Mimi melihat Bunda meletakkan ponselnya. Itu saat yang ditunggu-tunggu Mimi. Mimi ingin sekali meminjam ponsel Bunda. Tapi melihat wajah Bunda yang tampak sedih, Mimi mengurungkan niatnya.

Perlahan Mimi mendekati Bunda yang duduk merenung di dapur. “Bunda, Bunda kenapa?”

Bunda menarik napas panjangnya, “Bunda bingung, Mimi.”

“Kenapa, Bun?”

“Akhir-akhir ini pelanggan Bunda banyak yang cancel. Omset Bunda jadi turun. Bunda tidak sanggup memenuhi permintaa mereka.”

“Memangnya mereka minta apa, Bun?”

“Mereka minta foto jualan Bunda. Biasanya Bunda ambil foto dari internet, tapi sekarang mereka tidak mau. Mereka maunya foto makanan buatan Bunda sendiri. Di potretnya ya di warung ini. Agar mereka yakin kalau Bunda memang yang masak.”

“Kan Bunda tinggal foto saja”

Bunda menepuk keningnya, “Hmm...pernah Bunda foto satu kali saja, eh calon pembeli malah tidak jadi beli.”

“Kenapa, Bun?”

“Karena foto Bunda tidak bagus. Padahal bentuk kuenya cantik dan rasanya juga enak.”

Aneka Dimsum Mimi

Lagi-lagi Bunda menarik napas panjang. Mimi jadi ikut sedih. Bunda pasti sangat lelah. Mimi merasa harus segera bantu Bunda. Bukankah karena niat itu yang membuat Mimi belajar fotografi?

“Bun, boleh Mimi bantu memotret jualan Bunda?”

Bunda diam sejenak, menatap Mimi, “Sebanyak ini? Mimi sanggup?”

“Mimi sanggup kok. Bunda tenang saja. Tapi nanti Mimi pinjam ponsel Bunda buat memotret, ya?”

Bunda mengangguk. Mimi melompat kegirangan.

Hari  Minggu itu Mimi merencanakan memotret dimsum. Mimi segera memikirkan konsep apa yang dipakai untuk memotretnya, apa saja properti pendukung yang diperlukan serta angle yang akan dipakai saat memotretnya.

Dimsum Mimi

Tepat ketika Minggu pagi Mimi libur sekolah, Mimi menjalankan aksinya. Mimi sengaja memotret pagi hari saat warung berlimpah cahaya matahari. Mimi melanjutkan memotret sore hari saat cuaca juga masih sangat cerah.

Mimi lalu menujukkan foto-foto hasil memotretnya pada Bunda.

“Wow ... Mimi, bagus banget!”

Mimi tersipu malu.

“Foto-foto Mimi seperti karya fotografer profesional saja. Ini beneran motretnya pakai ponsel Bunda?”

“Iya, Bun. Kan Mimi sudah belajar fotografi smartphone.”

“Ini keren sekali. Terimakasih banyak ya, sayang.”

Bunda mencium pipi Mimi. Mimi senang bisa membuat Bunda tersenyum senang lagi.

***

“Mimi ...!”

“Ada apa, Bun?”

Dimsum Udang Mimi

Mimi terkejut melihat Bunda begitu antusias menyambutnya pulang sekolah siang itu.

“Setelah Bunda upload foto-foto Mimi, customer Bunda balik semua. Mereka percaya dan banyak order lagi ke Bunda.”

“Wah! Syukurlah, Bun.”

Bunda menganguk-angguk senang, “Bahkan, beberapa kawan Bunda yang juga jualan online, ingin produknya di foto Mimi juga loo!”

“Beneran, Bun?”

“Iya, sayang.”

“Wah ... seru itu, Bun. Mimi siap, Bun. Tapi ...”

“Tapi apa, sayang?” tanya Bunda penasaran.

Mimi menunduk lesu, “Mimi kan tidak punya ponsel, Bun.”

Bunda tersenyum. “Mimi boleh pinjam ponsel Bunda pagi dan sore hari saja. Mimi juga berhak meminta imbalan uang untuk jasa memotret produk kawan-kawan Bunda.”

“Wah ... ide bagus, Bunda. Terimakasih idenya ya, Bunda.”

Bunda dan Mimi berpelukan dan tersenyum senang.

Beberapa hari berlalu. Mimi semakin sibuk. Hampir setiap hari produk baru kawan-kawan Bunda berdatangan mengantri untuk di potret. Mimi hanya punya waktu memotret di pagi hari sebelum berangkat sekolah dan sore hari sepulang sekolah.

Sedangkan malam hari Mimi gunakan untuk belajar pelajaran sekolah. Bukan saja karena Bunda kembali sibuk dengan ponsel dan warungnya saat malam, tapi juga kualitas foto tidak bagus jika memotret di malam hari.

***

“Bun ... lihat ini!” Mimi menunjukkan buku tabungannya pada Bunda.

“Wah, sudah dua juta lebih!”

“Iya, Bun. Ini semuanya uang dari jasa memotret selama tiga bulan, Bun.”

“Mau buat apa uang itu, sayang?”

“Mimi mau beli ponsel, Bun. Agar Mimi tidak pinjam ponsel Bunda terus. Buat kerjakan tugas sekolah dan juga buat motret, Bun”

“Benar nih? Gak buat main-main atau status iseng aja?”

“Nggak lah, Bun. Mimi kan gak pernah begitu. Mimi berjanji!”

“Oke deh. Bunda percaya. Besok Bunda temani beli ponsel, deh!”

“Asyiiik! Terimakasih, Bunda!”

Mimi memeluk erat Bundanya.

***

Ponsel Baru[sunting]

Esoknya, di sebuah gerai ponsel ...

“Kenapa, Mimi? Sudah sampai sini kok malah murung begitu?”

“Emm ... ”

“Ada apa?”

“Uang Mimi kurang, Bun”

“Kok bisa?”

Mimi tertunduk lesu sambil menunjuk sebuah ponsel di etalase.

“Mimi ingin yang itu. Karena kameranya bagus buat motret apa aja, Bun.”

Bunda melihat lebih cermat ponsel yang ditunjuk Mimi, “Harganya tiga juta lebih, ya?”

Mimi mengangguk perlahan. Ada sedih dan kecewa di wajahnya.

“Kita pulang saja, Bun”

“Tunggu, Mimi!”

Bunda tersenyum lalu berkata, “Mimi bayar saja ponsel itu. Kurangnya nanti Bunda yang bayarkan.”

“Serius? Beneran, Bunda?”

Bunda mengangguk dengan senyum.

“Bunda baik banget. Terimakasih banyak ya, Bun”

“Tapi ingat, jangan lupa belajar pelajaran sekolah yaa”

“Siap, Bun. Mimi berjanji. Mimi juga mau belajar kelas foto produk agar bisa lebih bagus lagi foto-foto jualan Bunda.”

Sekali lagi Bunda dan Mimi saling memeluk.

***

--Tamat—

Catatan :[sunting]

Chat                : teks yang ditulis dalam percapakan online

Whatsapp        : aplikasi percakapan online

Angle               : sudut pandang pemotretan

File pdf            : perangkat untuk menampilkan dokumen berupa teks, foto dan lainnya

Voice note       : pesan berupa suara/ perkataan yang diucapkan

Properti           : perlengkapan yang mendukung tampilan objek foto

Ciamik             : bahasa gaul yang berarti bagus

Pinterest          : aplikasi berisi koleksi foto dan bahan visual lainnya

Cancel             : pembatalan/ dibatalkan

Omset              : pendapatan/ penghasilan/ keuntungan

Upload            : mengunggah foto/ teks di media online

Customer         : pelanggan