Lompat ke isi

Gadis Berasa

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Nama saya adalah hejusl, dan saya akan memaparkan sebuah cerita pendek mengenai seorang Gadis yang kehidupan di masa kecilnya selalu berkekurangan dan tidak pernah bisa mendapatkan apa saja hal yang menjadi impiannya. Oleh karenanya, ibunya akan mengajarkan bagaimana impian dapat diubah menjadi realita dengan mengajarkan sebuah kemampuan untuk belajar menciptakan sesuatu.


Gadis itu menunjuk-nunjuk ke arah langit malam melalui jendela kecil yang tergantung di kamar tidur mereka. Ia habis mendengarkan lagu lantunan tidur yang dinyanyikan oleh ibunya. Maka dari itu, ia merengek-rengek untuk meminta diambilkan bulan. Ingin sekali tahu bagaimana bentuk dan rasa ketika memegang bulan yang selama ini kelihatannya hanya berwarna putih berbintik-bintik. Atau bintang. Bintang kesukaannya ialah bintang kejora. Walaupun ia tak mengerti apa arti dari kejora, ia menyukainya ketika mendengar kata kejora. Ia mengartikannya sebagai bintang yang bersinar paling terang di malam hari, serta berkelap-kelip indah. Ia menginginkan kedua benda langit tersebut. Bulan dan bintang kejora.

Ibunya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, ketika mendengarkan celotehan gadis kecil dalam rangkulannya sebelum tidur itu. Ia mengelus-elus rambut si anak kecil, mengetahui bahwa gadis itu sebentar lagi akan masuk ke dalam dunia mimpi. Sudah beberapa kali anaknya mengeluarkan kuapan yang diiringi oleh air mata mengantuk. Ia sendiri pun juga sudah mulai samanya mengantuk. Tak sabar rasanya untuk mengikuti jejak anaknya ke dalam dunia mimpi. Meninggalkan realita yang kadang terlampau berat baginya. Ia meminta maaf di dalam hati, ketika ia menguap untuk yang kesekian kalinya dan mendahului putrinya untuk pergi ke alam mimpi.

***

Beberapa hari berikutnya, gadis itu lagi-lagi menunjuk ke arah langit cerah di siang hari. Akan tetapi, kali ini ia meminta suatu hal lain. Ia merengek-rengek untuk minta menaiki balon udara. Ibunya menggelengkan kepala dengan sedihnya. Ia mengatakan bahwa, mereka tak punya cukup uang untuk pergi ke taman bermain maupun membeli balon udara mereka sendiri. Balon udara merupakan sebuah suatu kemewahan, hanya sedikit dari orang di bumi ini yang bisa menaikinya. Gadis itu protes, kemudian menuntut bahwa mereka masih bisa untuk pergi ke taman bermain. Pipinya basah dengan air mata yang bercucuran. Ibunya mengusapkan jari telunjuknya lembut ke arah pipi mungil gadis itu. Kemudian, ia mengecup dahi anak itu. Kembali menggelengkan kepalanya, ibunya hanya menjanjikan kepada gadis itu suatu hari. Suatu hari itu, cukup untuk membuat anak itu berhenti menangis dan mulai dengan bersabar menunggu hari mereka pergi ke taman bermain.

Ibu dari gadis tersebut hanya menghela napas lega, ketika triknya berhasil untuk membuat gadis kecilnya berhenti merengek. Ia turut sedih, akibat dari keinginan dari putrinya itu tak dapat dikabulkan olehnya. Tetapi, apa boleh buat. Mereka benar-benar tak punya uang untuk pergi ke taman bermain yang tidak murah harganya itu.

***

Kali ini, gadis kecil itu merengek kepada ibunya untuk minta dibelikan permen loli di minimarket terdekat. Ia pernah melihatnya pada suatu iklan di siang hari, ketika ibunya meninggalkannya sendirian untuk menonton televisi. Ibunya pergi ke tukang sayur untuk membeli sebungkus bahan untuk memasak sayur sop sebagai makan malam. Ibunya menggelengkan kepalanya pelan, penuh dengan kekecewaan. Ia hanya membawa uang pas untuk membeli minyak goreng persediaan seminggu ke depan. Taka ada harapan bagi si gadis untuk menyantap permen loli yang terlihat begitu indah, dengan warna merah jambu serta renda-renda yang menhiasi bungkus dan gagangnya itu. Gadis itu menunduk ke bawah. Mengerti keadaan, ketika ibunya membisikkan bahwa ia tak membawa uang lebih. Gadis itu hanya bisa meneguk ludahnya lamat-lamat. Enyah harapannya untuk merasakan permen yang sedang ngetren di kalangan teman sekelasnya itu. Tetapi, tidak apa-apa. Minyak goreng itu lebih penting daripada permen loli, pikirnya.

***

Kali ini, gadis itu merengek untuk dibelikan sebuah sepeda. Tak ada siapapun dari temannya yang tak memiliki sepeda. Mereka mengajak gadis itu untuk berolahraga pagi mengelilingi komplek perumahan menggunakan sepeda masing-masing. Hanya saja, gadis tersebut tak memilikinya. Ibunya bernapas kecil, kemudian menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Maka dari itu, ibu tersebut akhirnya melangkah menuju kotak penyimpanan uangnya yang paling berharga, dan memecahkan isinya. Keseluruhan isinya tak cukup untuk membelikan gadis itu sebuah sepeda.

Ibu itu pun duduk, di sebelah anaknya yang cengeng namun pengertian itu. Ia tak ingin memecahkan harapannya lagi dan membuatnya menjadi anak yang suka sedih hati di masa depan, akibat dari keinginannya yang tak pernah tercapai. Ibu tersebut memutar otak,, memikirkan suatu alternatif bagi anaknya agar merasa puas tanpa harus dibelikan sepeda. Ia teringat sesuatu. Oleh karenanya, ia pun mulai bertanya kepada anaknya. Ibu tersebut mengambil peralatan melukis peninggalan suaminya, yang hampir tak pernah dipakai lagi, semenjak kematiannya delapan tahun silam.

“Gadis, apa yang kamu sukai?” tanya ibu.

“Maksud ibu?” tanya Gadis bingung, di sela-sela kekacauan hatinya.

“Kamu ingin apa di dunia ini?” tanyanya lagi.

“Aku ingin sepeda,” ujarnya masih dengan hati yang gusar.

“Maka, gambarkanlah ibu satu. Nanti, ibu akan mengabulkannya, sesuai dengan yang kamu mau. Tetapi, realistis, ya. Maksud ibu, kamu harus mencari acuan dimana kamu bisa menemukannya di dunia nyata,” ujar ibunya pada Gadis.

Dicontohkannya cara menggunakan peralatan cat minyak di atas kertas lukis secara perlahan-lahan, sesuai dengan kemampuannya yang biasa-biasa saja. Ia menggambar sekuntum mahkota bunga daisy, sesuai dengan beberapa kuntum yang mereka miliki di sebuah pot, di pekarangan rumah mereka. Ia menyuruh Gadis untuk menutup matanya, kemudian diam-diam melangkah untuk memetik sekuntum bunga daisy-nya dari pekarangan rumah, dan cepat-cepat kembali ke hadapan Gadis yang menunggu dengan sabar. Kemudian, ia kembali menyuruh Gadis untuk membuka matanya.

Rahang Gadis terjatuh, serta ia mengeluarkan pekikan bersemangat. Apa yang digambarkan oleh ibunya menjadi kenyataan! Kalau begitu, Gadis juga jadi ingin untuk menggambar sebuah sepeda! Walau begitu, ia mendahulukan sikap skeptikal dan bertanya-tanya bagaimana caranya bunga daisy itu bisa muncul.

“Sesuai dengan doa dan harapanmu, gadisku. Apa yang kamu bisikkan sewaktu aku menyuruhmu menutup mata?”  kata Ibu.

Lantas, Gadis menjawabnya. “Aku berharap kepada Tuhan, untuk memberikanku apa yang kuinginkan.”

“Nah, untuk mendapatkan sesuatu, kita harus berusaha. Ibu akan mengabulkan permintaanmu sesuai dengan apa yang akan telah kamu buat di kemudian hari.”

Gadis menganggukkan kepalanya mengerti. Kemudian menyerahkan peralatan menggambar kepada Gadis. Ibunya mengawasinya serta mengajarinya, apabila Gadis kesulitan dalam menggunakan peralatan. Ia mengajarkan gadis itu cara memegang kuas yang benar, mencampur warna, menggerakkan kuas ke dalam kertas, menjelaskan trik-trik melukis dengan begitu cepat. Ibu itu akhirnya bisa menghela napas lega, ketika triknya berhasil untuk membuat gadis kecilnya berhenti merengek.

***

20 tahun kemudian ...

Perayaan penghargaan mahakarya lukisan Gadis Rasinta itu disambut dengan tepuk tangan meriah. Salah satu wartawan, pun mewawancarainya. Menanyakan darimana datangnya inspirasi seni sureal nan indah bertemakan seisi langit malam dengan gaya lukisnya tersendiri. Gadis pun menjawab.

“Aku selalu menginginkan mereka sewaktu kecil, tetapi ibuku tak pernah memberikannya,”