Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 2/Bab 3

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB III

REFORMASI IKONOKLASTIK

Tak ada yang lebih menonjol dalam sejarah bagian timur Kekaisaran Romawi yang terpusat di Konstantinopel ketimbang kebangkitan berulangnya usai apa yang muncul tanpa harapan dan keruntuhan. kami melakukan kekeliruan besar jika kami pikir ini singkatnya dikarakterisasikan oleh gelar klasik Gibbon. Ini tak berarti kisah "Keruntuhan dan Kejatuhan." Mula-mula kami menyatakan bahwa Konstantinus membangun kota barunya di Bosphorus dan bergerak sejauh ini untuk membuatnya menjadi pusat dunia peradaban. Kemudian, walau suku-suku Jermanik berulang kali mengepung dan mengisolasi Roma Lama, mereka dapat sedikit melakukan lebih di Timur ketimbang membuat penyerbuan ke Yunani, meninggalkan Konstantinopel pada satu sisi di luar jamahan mereka. Dua ratus tahun setelah pendirian kota tersebut yang berdiri sangat kuat dan pesat di Eropa Timur, pada masa kebangkitannya, kala jenderal besar Belisarius merebut kembali wilayah kekaisaran yang direbut di Afrika dan barat daya, pimpinannya Yustinianus mempercantik Konstantinopel dan kota-kota Yunani lainnya tak sebanding dengan pengeluaran arsitektural. Seratus tahun lainnya berlalu, dan kami melihat Kekaisaran Timur diserbu oleh Persia dan berujung pada keruntuhannya. Kemudian, Heraklius menaikkan ombak kemenangan, merebut provinsi-provinsi yang direbut dari tangan pasukan invasi dan menekan jauh wilayah musuhnya dengan dampak penumpasan. Bukannya mukjizat militernya, musuh yang tak diharapkan baru dan penuh datang dari gurun dan mengalahkan kekuatan Bizantium yang menang, sampai mengempeskan dan meruntuhkan kekaisaran tersebut. Arab, yang terikat oleh syahadat Islam yang baru, merangseki Siria, Mesir, dan wilayah selatan paling barat, hanya meninggalkan wilayah termutilasi untuk mewakili Kekaisaran Romawi kuno. Akibatnya, banjir besar terkumpul untuk menyingkirkan sisa-sisanya. Konstantinopel masih menjadi benteng perawan, tak terjamah. Muslim menyerbu Asia Kecil. Suku-suku dari negara-negara Danube menyerbu Makedonia dan Yunani. Kekaisaran tersebut berkembang menjadi sebatas satu kota Konstantinopel. Sehingga kini, ini nampak bak melalui kekuasaan Romawi kuno di Timur mencapai pengikisan akhir. Namun, itu bukanlah nasibnya. Ini disebut "melelahkan," namun masih menyimpan keterusikan luar biasa.

Apakah itu penjelasan keterusikan menonjol tersebut? Sebagian, tekanan kekaisaran sepanjang seluruh keberuntungan dikaitkan dengan kepengurusan pemerintahan yang handal dan berhukumnya. Hukum Romawi juga diterapkan sepanjang waktu yang berubah, dan pergerakan pemerintah yang bekerja dengan kepastian ilmiah. Bagian lain di dunia menjadi seni pemerintahan yang sangat dapat diterapkan. Konstantinopel menjadi pusat peradaban dalam politik serta dalam seni dan kesusastraan. Selain itu, peradaban tak dapat menjadi dukungan diri. Jika pergerakan "para khalifah awal yang ditentukan oleh para penerusnya tanpa kekuatan manusia yang dapat menyelamatkan dunia dari keruntuhan agama Kristen serta penghancuran budaya Eropa. Bahkan usai pergerakan dakwah di kalangan Muslim mendinginkan mereka yang masih terhimpun, dan kala diberlakukan oleh Turki, nyaris tak memungkinkan. Kemudian pergerakan datang dari salah satu sosok paling kuat dalam sejarah. Ini menekankan bahwa kala Charles Martel berkesempatan untuk menguji serbuan Morr di barat telah nyaris menggerakkan pasukannya dan tak pernah menghasilkan persoalan permanen Eropa, seorang sosok yang teramat besar meraih nasib paling besar telah menghilangkan kemenangan-kemenangannya, sebagian karena tindakannya sebagai bida'ah yang melawan Jerman, namun tak diragukan juga sebagian karena pencapaiannya yang dilakukan di Timur. Sosok itu adalah Leo orang Isauria—Leo iii.—pahlawan sejarah Bizantium menurut Finlay, seorang petani tak terdidik dari wilayah terpencil Asia Kecil, yang dikatakan mula-mula meraih perhatian dengan mengirim persembahan domba kepada kaisar yang berkuasa, selain sosok yang cerdik, berpendirian, dan berkarakter.

Leo mendirikan dinasti para penguasa handal yang menguasai Kekaisaran Timur dari generasi ke generasi, sementara relik terakhir Kekaisaran Barat berada di pot lelehan, yang menurunkan bangsa-bangsa Eropa modern. Tugas besarnya sendiri menempatkan dampak dan penghentian akhir laju Arab. Siria dan Mesir hilang selamanya; namun lebih mempertahankan dan memperkuat seluruh kekaisaran di utara Laut Tengah, merombak sistem pemerintahan, dan mendirikan kekuatan militer yang menempatkan akhir marabahaya yang membuat Kristen tersapu oleh Islam. Dari situ, sosok tersebut meraih kehormatan tertinggi oleh Gereja, karena mencurahkan dirinya selaku penyelamat kekaisaran, ia juga menjadi pengiring Gereja, yang berpendirian sangat besar. Di samping fakta tersebut, tindakannya sendiri pada Gereja mengerahkan pemberlakuan kepemimpinannya alih-alih pemberkatan. Mari kita bergerak untuk menguji fenomena menonjol tersebut.

Leo merebut kekuasaan kekaisaran dalam krisis kepercayaan pada tahun 716. Sepuluh tahun kemudian, ia mengeluarkan edik yang memerintahkan penghancuran gambar-gambar suci. Hal ini umumnya menyatakan bahwa ia mula-mula memerintahkan mereka untuk menyerbu posisi-posisi yang lebih tinggi pada tembok-tembok sehingga orang-orang tak dapat mencapainya untuk menjamahnya. Namun satu-satunya otoritas atas wacana ini adalah terjemahan latin dari kehidupan biarawan Stafanus, kala Baronius mendasarkan anggapannya terhadap hal ini. Di sisi lain, Hefele menyatakan bahwa hal ini sebetulnya merupakan kekeliruan. Untuk satu hal, banyak gambar menjadi fresko yang tak dapat dipindahkan. Terdapat surat dari Paus yang protes melawan penghancuran gambar-gambar yang ditanggalkan oleh kami lebih awal ketimbang tahun 730. Namun, tahun tersebut adalah tanggal yang umumnya ditujukan untuk edik kedua yang diberlakukan pada perintah terawal untuk penghancuran gambar-gambar. Dekrit tersebut tak nampak sepenuhnya berlaku. Namun salah satu tindakan pertama tersebut, jika bukan yang pertama, diambil dalam eksekusi perintah kaisar yang berujung pada ketegangan serius. Ini menjadi tindakan yang selaras, karena ini adalah penghancuran paling menonjol dan dalam beberapa hal, sebagian besar barang suci sepenuhnya adalah gambar-gambar. Ini adalah perwakilan Kristus atas gerbang-bgerbang bras besar di Konstantinopel, yang dilakukan untuk mengkaryakan mukjizat penyembuhan. Para pejabat mengangkat tangga di samping protes keras kerumunan wanita, dan salah satu dari mereka menebas kapaknya pada bagian wajah. Sehingga, rombongan wanita tersebut merebut tangga, menjatuhkan para petugas sakrilegi ke tanah, dan membunuh mereka di tempat. Peristiwa kekerasan lain menyusul di beragam tempat.

Kini pertanyaannya adalah, apa yang membuat Leo mengambil langkah tersebut dan berkonflik dengan agama rakyatnya? Tindakan tersebut adalah kehendaknya sendiri; jika ini adalah reformasi, ini merupakan reformasi kekaisaran, bukan reformasi kemasyarakatan. Pengarang artikel tentang Leo iii. dalam Kamus Biografi karya Smith nampak bersimpati dengan pandangan ortodoks lama terhadap kasus tersebut, yang menyatakan bahwa kaisar tersebut adalah bidah yang menyangkali kemanusiaan Kristus yang sebenarnya, dan sehingga memungkinkan perwakilan Allah oleh gambar apapun. Ini adalah perubahan yang seringkali dilakukan melawa Ikonoklas oleh para penjaga gambar. Hal ini menekankan bahwa kampung halaman Leo di Isauria adalah takhta Monofisitisme. Namun kami tak dapat memastikan apakah keberadaan motif teologi turunan tersebut menjadi dasar kebijakan Leo, meskipun ini memperkenankan nuansa gereja masa mudanya akan mengantarnya pada sikap terhadap materialisme agama populer. Kami harus melirik lebih dalam ke sejarah seluruh pertanyaan tersebut dalam rangka memahami alasan kaisar untuk kebijakan revolusionernya. Lebih dari seabad sebelumnya, Serenus, uskup Marseilles, mengeluarkan seluruh gambar dari gerejanya, sebuah tindakan vandalisme yang tergambarkan pada kop surat yang diulang dari Gregorius Agung. Paus tersebut kemudian mengambil kesempatan untuk menjelaskan pemakaian gambar dan berjaga melawan penyelewengan pemberhalaan darinya. "Kau tak mematahkan apa yang ditempatkan di gereja-gereja, bukan untuk pemujaan," ujarnya, "namun sebetulnya untuk promosi wahyu. Ini adalah satu hal untuk memujagambar, dan lainnya dipahami untuk mewakili gambar yang mereka sembah. Untuk apa yang kitab-kitab suci bagi orang-orang yang dapat dibaca, bahwa gambar adalah untuk orang-orang yang tak dapat membaca; dan karena itu juga nampak tak terdidik dalam apa yang mereka jalankan. Di dalamnya, mereka membaca siapa yang tak selaras dengan kitab-kitab suci."

Tidak ada pernyataan kasus yang dapat lebih tak dikecualikan. Puritan yang lebih kaku akan sulit untuk menempatkannya untuk menjawab argumen semacam itu. Tak hanya jendela kaca patri, namun Alkitab bergambar dan pemakaian lentera dibenarkan pada saat ini atas dasar yang sama. Namun argumen Paus adalah satu hal, dan praktek masyarakat adalah hal lainnya. Pada kenyataannya, sepanjang dunia Timur pada zaman Leo, gambar-gambar disembah. Tindakan fisik mencium mereka disebut ibadah, dan tindakan tersebut dinyatakan ilehal oleh para kaisar ikonoklastik. Namun di luar dan di atas itu, gambar-gambar dan relik-relik seringkali diperlakukan sebagai fetish dan dimuliakan untuk penyembuhan mukjizat sekejap mereka. Tak diragukan, akan ada seluruh gradasi dari unsur aestetik seni di ranah budaya dan kesederhanaan dari pelajaran gambar pada bagian ketaatan, terhadap pemberhalaan besar dan iming-iming keajaiban di kalangan petinggi dan paling terdegradasi. Ini berlawanan dengan pemujaan gambar populer yang dilawan oleh Leo.

Kita harus ingat bahwa pada waktu itu, pesaing besar kaisar adalah kalifah, dan menghadapkan Kristen terhadap Islam yang menjadikannya tugas pertama orang percaya untuk menyingkirkan pemberhalaan. Kasus untuk Islam diperkuat oleh keberadaan pemberhalaan dalam Gereja Kristen, dan penguasa Kristen bijak dapat menghapus skandal tersebut dari kepentingannya. Hanya dua tahun setelah Leo bertindak, khalifah berniat menghancurkan gambar-gambar di gereja-gereja Kristen di wilayah kekuasaannya. Biasanya, kesamaan kebijakan membuat para pemuja gambar mengikuti para Ikonoklas Kristen sejawat mereka dari hubungan pengkhianatan dengan Muslim. Pada konsili ekumenikal ketujuh (Nikea II, tahun 787) biarawan Yohanes menuduh Konstantinus, uskup Nakolia di Frigia, berkolusi dengan khalifah. Uskup tersebut, yang aktif melakukan pelucutan gambar-gambar di daerahnya sendiri, datang ke Konstantinopel untuk menasehati Patriark Germanus soal masalah tersebut. Ia tak terdorong pada persoalan tersebut. Germanus adalah pendukung kuat pemujaan gambar, dan dalam kasus uskup ini, kami memiliki contoh mentah dari kemerdekaan atas bagian dari kepala gerejawi Gereja Yunani di Konstantinopel berlawanan dengan kaisar, yang menandai pertentangan pada penaungan terlalu umum dari para patriark Konstantinopel. Namiun fakta menjadikan semuanya lebih menonjol ketimbang Leo barus bertindak bak menyetir sarang bertanduk tepat kala ia mengkonsolidasikan kekuatannya untuk pengamanan kekaisaran. Penjelasan adil dan beralasan adalah bahwa yang juga menjadi sangat sederhana dan bergerak lurus, yakni, bahwa kami harus menerima motif yang dideklarasikan kaisar sendiri bersifat murni. Ia menganggap pemujaan gambar sebagai pemberhalaan. Ia memandang bahwa Kristen sebagai keyakinan spiritual menjadi tersingkirkan dan tenggelam dalam penaungan menonjol. Gambar-gambar tersebut sebetulnya adalah berhala. Masyarakat diwajibkan untuk mencium dan memujanya; terhadap penyakit, barang-barang tersebut disertakan untuk penyembuhan mukjizat; jika mereka memiliki praktek keagamaan lain yang dipandang berbobot, ini menjadi pembendaharaan relik. Mungkin alasan kenapa Leo tak menyerangnya juga bahwa ini diterapkan pada ranah pribadi. Relik-relik tersebut adalah Lares dan Penates Kristen. Seperti terafim karya Rachel, mereka disimpan di rumah sosok petinggi yang tak secara terbuka diperlihatkan ke umum. Namun, gambar-gambar yang berada di gereja atau di udara terbuka, dan pemujaan mereka bersifat umum. Ini adalah penaungan publik berlebihan yang dapat diserang langung. penindakan pemujaan gambar populer tidaklah terlalu sulit didorong oleh pergerakan serius yang dikembangkan kebijakan kaisar. Jika tak lebih dari pemakaian gambar didaktif Gregorius Agung yang diterapkan, masyarakat tak akan sangat bangga disetir pada penyingkiran ilustrasi pelajaran mereka. Apa yang berkembang yang dikhawatirkan pada mereka adalah bahwa gagasan bahwa kaisar membawa pergi berhala mereka, dewa mereka. Sehingga, semangat perlawanan ini membenarkan teori Leo terhadap sistem yang diserang olehnya. Dalam kata lain, Leo adalah reformator, protestan, sosok yang memandang sifat fatal dari agama materialistik pada masanya, dan mendorong penggantiannya.

Sementara itu, Leo membuat dua kekeliruan serius. Mula-mula, ia bertindak sendiri atas inisiatifnya sendiri dan lewat paksaan. Reformasinya murni tindak negara; tak ada gerakan populer yang mendukungnya. Reformasi semacam itu, yang datang ke Gereja dari ketiadaan, tak menyetir kebangkitan internal dari hal-hal baik. Kedua, ini bersifat negatif, hanya penghancuran; ini tidaklah menaungi agama hidup baru untuk penaungan lama. Leo bukanlah Luther. Ini adalah kebangkitan agama positif sendiri yang dapat berdampak pada reformasi murni.

Selain itu, kala kami harus memajukan dua faktor merusak dari kasus ini, kami berpegang bahwa motif kaisar bersifat baik, jujur dan tercerahkan. Pada kenyataannya, terdapat beberapa kebangkitan agama di bawah para kaisar ikonoklastik, dan disertai oleh perbaikan moral. Zaman yang menyusul reformasi leo adalah penunjangan nyata yang mendahuluinya. Tuan Bury menyatakan bahwa para Ikonoklas tak harus dianggap sebagai Puritan; akan lebih benar dengan menyebut mereka sebagai Rasionalis. Tentunya, mereka tak mengantisipasi pergolakan yang berkaitan dengan Puritanisme dalam novel-novel Sir Walter Scott. Pembalasan menjadi kasusnya. Mereka mengenalkan penghidupan pada istana dan kota, dan menghimpun wajah mereka melawan gagasan asketis yang disambut oleh para biarawan. Selain itu, mereka seperti Puritan Inggris sebenarnya dari zaman Elizabeth, sosok yang menjunjung "tradisi sekadarnya" dalam rangka agar Geereja diatur lewat "firman murni Allah," dan sosok yang menentang ritual yang lebih materialistik berkaitan dengan bagian dalam agama.

Hal ini menyatakan bahwa satu tujuan Leo dan para penerusnya dalam menekan pemujaan gambar bertentangan dengan pengaruh para biarawan. Kini, kenyataannya menyatakan bahwa, kala par aimam paroki untuk sebagian besar menyatakan ajuan kepada perintah kekaisaran, bak menjadi pejabat pemerintah, para biarawan sangat menentangnya, karena ini menandakan bahwa kebebasan Gereja di biara-biara ditekan.

Disamping itu, kala para biarawan menentang campur tangan dalam urusan gerejawi, mereka juga memperkenankan otoritas atas dasar lainnya. Monastisisme adalah musuh militerisme paling mematikan, dan itu terjadi dalam dua cara. Para biarawan tak akan bertempur; dan sehingga biara-biara menyerap sebagian besar warga bertubuh layak di kekaisaran, dan khususnya sosok gertakan. Pada saat yang sama, kehidupan selibasi mereka menurunkan populasi, dan sehingga, seperti yang ditekankan sebelumnya dalam buku ini, menyebabkan provinsi-provinsi terlalu lemah untuk menggandakan ras menonjol yang berjaga pada perbatasan mereka.

Namun, kala semua dianggap memburuk, hal ini tak akan tercatat pada Ikonoklasme, bagi Leo dapat menemukan zara lain dalam melawan monastisisme, dan alat yang tak akan menghendaki masyarakat sesuai kehendaknya. Ini adalah kebijakan buruk untuk memilih landasan pertempuran yang melibatkan serangan langsung pada agama rakyat. Berbalik kala mereka menyatakan penjelasan, mereka digerakkan balik pada keputusan bahwa usaha ikonoklastik adalah gerakan reformasi, tujuannya adalah untuk menyelamatkan Kristen dari pengikisan dalam penampilan pemberhalaan yang sebetulnya dijalankan. Hal ini dapat ditandai sebagai konfirmasi lanjutan terhadap posisi Leo dan putranya dalam melawan pemujaan Bunda Maria.

Pemberlakuan perintah Leo mendatangkan perlawanan kekerasan. namun, karena hal ini dipadukan dengan pemberontakan terhadap sistem perpajakan yang besar dan ketat, sulit untuk mendapati unsur berkaitan terhadap dua pengaruh tersebut. Hal ini bangkit di Italia dan Yunani. Armada kekaisaran di Cyclades memberontak, dan disertai oleh salah satu tentara kekaisaran dalam serangan terhadap Konstantinopel, membawanya dengan sosok bernama Kosmas, seorang kaisar yang dpilih para pemberontak. Ekspedisi tersebut berubah menjadi kegagalan besar. Leo mengalahkan armada kala menuju ke Konstantinopel dengan alat "Api Yunani." Panglima Agallianos mengerahkan pasukan penuh di laut dan menenggelamkan. Kosmas ditangkap hidup-hidup dan dihukum mati. Sehingga menjadi pemimpin lainnya. Namun Leo memperlakukan sisa pemberontak dengan pelonggaran. Tindakannya lebih ringan ketimbang Konstantinus, putra dan penerusnya.

Para penulis pada masa berikutnya menghubungkan Leo dengan suatu tindak barbar tak terbayangkan. Kedekatan penjualan perunggu di Konstantinopel menjadi lembaga kekaisaran yang terdiri dari perpustakaan dan perguruan teologi, dipimpin oleh cendekiawan yang bergelar "Dokter Ekumenikal," dengan dua belas orang murid yang dikaitkan dengan pengarahan pelajar, seluruh badan didukung dari dana masyarakat. Leo biasanya berkonsultasi dengan para profesor tersebut, dan ia biasanya beralih pada mereka untuk bergabung dengannya dalam kebijakan reformasinya. Ini akan menjadi ttiik besar yang mendapatkan keputusan ilmu teologi dari otoritas semacam itu. Namun, mereka menolaknya. Menurut cerita luar biasa dari para penulis berikutnya, kaisar kemudian berbalik menentang bangunan tersebut, menyulut api, dan membakar perpustakaan dan beserta dengan "Doktor Ekumenikal" dan dua belas koleganya. tak ada penulis sezaman yang menyebutkan kejahatan semacam ini. Teofanes sebetulnya menyatakan bahwa Leo mengakhiri "pendidikan kesalehan" dan menutut lembaga-lembaga pendidikan.

Dalam persoalan lainnya, Leo kini bertindak lebih maju pada apa yang kita kenal sebagai Protestanisme. Ia menentang perantaraan orang-orang kudus dan pemujaan relik. Mula-mula, ia hanya ikut campur dengan gambar-gambar di luar gereja. Kemudian, ia menyatakan Ikonoklasme pada tembok-tembok mereka. Dekrit berikutnya melawang siapapun membuat gambar orang kudus, martir, atau malaikat. Semua hal tersebut diperhitungkan. Ini adalah pengecaman terhadap seni rupa suci itu sendiri.

Ini menjadi peringatan besar kepada Leo bahwa Germanus patriark Konstantinopel sangat menentang tindak reformasinya, dan sangat bertentangan dengan landasan bagi sosok ini untuk menunjukkan jiwa kemerdekaan yang lebih seperti saudaranya di Roma ketimbang sosok lain di Kekaisaran Timur. Kaisar pun mendatangi Germanus (tahun 729) dan memergokinya, namun gagal. Leo bahkan nampak berniat untuk mendakwa pria tua tersebtu atas dakwaan pengkhianatan; namun tindakan tersebut juga gagal. Pada Januari 730, Leo mengadakan Silentium dalam mendukung kebijakannya. Ini merupakan konsili sipil yang tak memiliki otoritas atas Gereja. Selain itu, patriark tak mungkin mempertahankan jabatannya dalam menghadapi penolakan pemerintah, dan sehingga ia pensiun dengan cepat. Disini, kami mendapati perbedaan antara Timur dan Barat. Kepausan Roma akan meletakkan dasarnya dan menentang kaisar untuk melakukan keburukannya. Germanus menjadi seberani paus manapun. Namun, ini adalah satu hal menjadi sangat berpotensi kala didukung oleh para pengikut yang antusias dalam posisi kemerdekaan virtal, yang menjadi kasus terhadap paus di barat; dan hal lain menunjukkan kemerdekaan di bawah bayang istana kekaisaran di TImur, kala generasi-generasi gereja mengaujkan perlindungan negara. Germanus tak pernah terketuk dari kebijakaan yang diberlakukannya. Terakhir, kala menjadi pria yang dimuliakan pada usia sembilan puluh tahun, ia memandang bahwa ia tak akan pernah berharap untuk memberikan dampak pada kebijakan tersebut, ia mundur dari jabatannya.

Gregorius iii. kini menjadi paus di Roma. Ia mendatangi Leo untuk konfirmasi pemilihannya terhadap kaisar, dan ia belum ditahbiskan sampai ia datang. Ini adalah kesempatan terakhir kala paus mendapatkan persetujuan pelantikannya dari Konstantinopel. Kini, tindakan Leo dalam perang suci ikonoklastiknya benar-benar memurkai Gregorius, yang mengadakan konsili di Roma yang mengekskomunikasi kaum Ikonoklas. Kaisar menanggapinya dengan menyita seluruh lahan paus di provinsi-provinsi timur, dan dengan memisahkan pemerintahan gerejawi di selatan Italia, Sisilia, dan belahan lain paling timur jauh dari yurisdiksi Roma, dan mengalihkannya ke patriark Konstantinopel. Gregorius menulis kepada Germanus dengan berujar bahwa jika barangsiapa yang menyalahgunakan firman-firman Perjanjian Lama, yang hanya mengarahkan perlawanan terhadap pemberhalaan, "kita hanya dapat menyerahkannya pada anjing ganas." Ini terjadi sebelum Silentium. usai konsili tersebut disusul oleh pengunduran diri Germanus, paus menulis kepada kaisar yang menjelaskan pandangannya dan membenarkan pemakaian gambar. Ia berpendapat bahwa ini tak melibatkan pemberhalaan. Bani Israel diperintah untuk membuat gambar-gambar kerubim. Leo membandingkan dirinya dengan Uzziah—yang ia artikan sebagai Hezekiah, yang menghancurkan ular kuningan. "Ya," ujar Gregorius, "Uzziah adalah saudaranya, dan sepertimu, ia melakukan kekerasan terhadap para imam."

Leo iii. wafat pada tahun 741 dan digantikan oleh putranya Konstantinus v., berjuluk "Kopronimus," yang dijuluki demikian karena membuat kekeliruan besar kala patriark menempatkannya pada tempat baptisan. Nama tersebut disematkan padanya pada tahun-tahun terakhir dan dipakai sebagai dorongan untuk dakwaan orang banyak terhadap perilakunya. Tak ada kaisar yang sepadan dengan dakwaan paling mengusik tersebut, namun memandang bahwa terdapat dorongan terhadapnya oleh para musuh yang lebih sengit dalam kekhawatiran akan menantang tanpa nilai sejarah yang dapat dikaitkan pada mereka. Wabah mematikan yang menyebar ke seluruh belahan kekaisaran dan mencapai Konstantinopel pada 747 dianggap oleh masyarakat sebagai hukuman sorgawi atas dosa Ikonoklasme. Malangnya, Konstantinus tak dapat terhindar dari dakwaan kekejaman. Ia bertindak lebih besar ketimbang ayahnya dalam tekanan terhadap pemujaan gambar, dan bahkan melakukan penindasan besar sampai tahap penyiksaan. Jiwa protestan dari gerakan ikonoklastik yang muncul pada Leo juga nampak pada Konstantinus, karena ia dituduh menolak perantaraan Bunda Maria, meskipun ia memperkenankan agar ia memanggilnya bunda Allah—kala ditimbulkan pada hubungan apapun antara Ikonoklasme dan Monofisitisme; dan, selain itu, ia didakwa menyangkali penyerahan jasa para martir.

Konstantinus kala itu dinaungi oleh saudara iparnya Artavasdos, yang merupakan kenalan Paus dan mengembalikan gambar-gambar ke gereja-gereja. Kala memulihkan kekuatannya, Konstantinus menangkap Artavasdos dan dua putranya dan kemudian memamerkan pria malang tersebut dalam arak-arakan kemenangan di tempat balap kereta kuda, setelah itu mereka ditahan di sebuah biara.

Konstantinus kini mengkonsolidasikan pemerintahannya dan menjadikan dirinya penguasa dalam urusan gereja serta negara. Selain itu, disiplin gerejawi wilayah timur ditahbiskan di Konstantinopel dan dikendalikan oleh kaisar. Ia memerintahkan para metropolitan dan pemimpin provinsi untuk mengadakan sinode provinsi, dan memutuskan konsili umum yang diadakan di Konstantinopel pada tahun 754, dan dihadiri oleh 338 uskup. Namun melalui hal ini, konsili gereja terbesar dapat diadakan, patriark-patriark Antiokhia, Aleksandria, dan Yerusalem—yang kini berada di bawah wilayah kekuasaan Muslim—tak dapat menghadirinya; sementara itu, para uskup dari Gereja Barat hadir. Sehingga, acara tersebut tak dapat dianggap sebagai konsili ekumenikal. Konsili tersebut melarang penempatan gambar dan citra di gereja-gereja seperti praktek pagan, mengecam pemakaian salib, unable to attend it; nor were any bishops from the Western Church present. It could not therefore be taken as an œcumenical council. This council forbade the employment of images and pictures in churches as a pagan practice, condemned the use of the crucifix, melarang "seni melukis tak bertuhan," dan memerintahkan semua pihak yang membuat salib atau gambar untuk ibadah di gereja untuk diekskomunikasi oleh gereja dan dihukum oleh negara. Dua tahun kemudian, pemujaan gambar ditindak dengan lebih berat ketimbang sebelumnya, dan juga pemakaian relik dan praktek doa kepada orang-orang kudus. Banyak biarawan dan rohaniwan dilarang melanggar perintah tersebut. Beberapa orang ditangkap, disiksa, dan dimutilasi.

Pembela pemujaan gambar paling populer adalah abbas Stefanus, yang sangat dihargai di Gereja Yunani sebagai orang kudus dan martir yang menyematkan nama "Stefanus muda" untuk membedakannya dengan protomartir. Menurut keisah hidupnya yang ditulis separuh abad kemudian, pada tahun 763, Konstantinus Kopronikus mengirim perintah kepada biarawan tersebut, yang bermukim di Gunung St. Auxentius, untuk menandatangani dekrit konsili Konstantinopel. Karena ia menolak, ia diseret oleh para prajurit dari guanya dan ditahan dengan beberapa biarawan lain selama enam hari tanpa makan. Kala dibebaskan, ia ditangkap lagi atas dakwaan fitnah, diseret lagi dari guanya, dipukuli, disiksa, dan diasingkan ke pulau Proconnesus di Propontis. Disini, sejumlah biarawan, yang didatangkan dari sel-sel mereka oleh penindasan tersebut, berkumpul mengelilingi pahlawan dan pemimpin mereka. Sehingga, tempat pengasingannya menjadi titik serbu untuk pasukan oposisi kebijakan pemerintah, atau sarang pembelotan, karena dianggap markas besar. Sehingga, Stefanus ditangkap untuk ketiga kalinya, tangan dan kakinya diikat, dan dibawa ke Konstantinopel. Disana, ia dibawa ke penjara besar Prætorium, bersama dengan 342 biarawan termutilasi, beberapa orang dipotong telinga, hidung, atau tangannya, dicungkil matanya, atau jenggot mereka dituang dengan bahan bakar dan dibakar. Orang suci tersebut dikembali dari penjara ke biara untuk ibadah dan meditasi. ia dibawa ke pengadilan dan dihukum mati. Perkataan yang diatributkan kepada Konstantinus menolong pencatatan soal keadaan mengenaskan yang dialami Stefanus. Melihat bagaimana biarawan tersebut populer dan bagaimana ia mempertahankan kepentingannya, Konstantinus dilaporkan mendeklarasikan bahwa Stefanus adalah kasiar dan ia adalah satu-satunya sosok yang taat. Sehingga—seperti dalam kasus pengakuan kesabaran oleh Henry ii. terhadap Thomas à Becket—para hadirin bertindak. Pengawal kekaisaran dibawa ke penjara, menyerat biarawan tersebut kejalanan, dan memberikannya hukuman mati memakai pentungan dan batu.

Tindakan mengusik semacam itu memicu perlawanan kuat pada pihak pemuja gambar. patriark Konstantinopel didakwa ikut serta dalam persekongkolan melawan kaisar. Ia digulingkan, diadili, dan dihukum mati. Sehingga ia mengakukan dirinya sebagai Ikonoklas. Namun, tak ada pengampunan yang diberikan kepadanya. Ia ditempatkan di aats sebuah keledai dengan wajahnya menghadap ekor dan menggerakkannya dengan cara menghina tersebut ke amfiteater. Disana, ia dipenggal. Penindasan tersebut kini melebihi reformasi ikonoklastik. Peristiwa tersebut berkembang menjadi serangan brutal terhadap monastisisme. Para korbannya bukan lagi gambar-gambar yang dilukis. Mereka adalah orang hidup. Seperti halnya Reformasi Inggris, terjadi "pembubaran biara-biara." Namun hal ini kurang umum, dan lebih kejam. "Kala para biarawan dikeluarkan dari biara-biara mereka, bangunan tersebut diubah menjadi kedai-kedai minuman. Konstantinus mengikis dirinya sendiri dalam upayanya untuk mengikis musuh-musuh gerejawinya. Ia mengkirab sejumlah biarawan ke sirkus di Konstantinopel bergandengan dengan wanita—biatawati atau orang dengan sifat yang kurang terhormat; tak jelas apa yang kemudian terjadi.