Lompat ke isi

Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 1/Divisi 2/Bab 4

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB IV

RESTORASI PEMUJAAN GAMBAR

Perang para kaisar Bizantium melawan pemujaan gambar terbagi dalam dua masa, yang dipisahkan oleh masa generasi yang mempraktekkannya dibangkitkan dan didorong oleh pemerintah. Masa pertama, meliputi masa kekuasaan Leo orang Isauria dan putranya Konstantinus Kopronikus, yang berlangsung nyaris separuh abad (dari dekrit pertama Leo pada tahun 726 sampai kematian Konstantinus pada 775). Ini disusul oleh tiga puluh delapan tahun masa damai dengan para pemuja gambar, kala kebiasaan tersebut selaras dengan hati para biarawan dan masyarakat berkembang lagi di bahwa penganakemasan istana serta dengan kesepakatan tak beragam dari Gereja. Kemudian, kaisar kuat lainnya, Leo orang Armenia, kembali pada contoh sosok yang bernama sama dengannya dari Isauria dan memicu lagi serangan terhadap gambar-gambar, dan kebijakannya diteruskan oleh dua penerusnya; namun kampanye ikonoklastik kedua tersebut hanya berlangsung selama dua puluh sembilan tahun (tahun 813-842), sebagian besar masa itu dilakukan dengan sangat ringan. Pada akhirnya, pemujaan gambar secara efektif direstorasikan. Sejak itu, kebiasaan tersebut diteruskan selama lebih dari seribu tahun sampai zaman kami sendiri, dan kini menjadi salah satu karakteristik utama Gereja Yunani. Dalam kata lain, reformasi dini, yang diupayakan dua kali, dan setiap waktu sukses sebagai tindakan pemerintah, tak pernah menjamah gereja, dan secara mutlak mengalami kegagalan secara keseluruhan, tatanan lama didirikan ulang sendiri sepenuhnya melalui ketiadaan yang terjadi untuk campur tangan dengannya. Sehingga, kami harus menganggap Ikonoklasme sebagai potongan peristiwa, bukan tahap perkembangan sejarah Gereja. Selain itu, hal ini sangatlah bersifat sugestif, baik serangan terhadap pemujaan gambar dan pertahanannya sama-sama bersifat bergejala; dari situ, kami dapat memahami banyak hal tentang keadaan dunia Kristen sebenarnya di Timur pada sebuah masa pengkajian kecil. Para kaisar ikonoklastik, selama sebagian besar masa jabatan mereka, menjadi para penguasa kuat yang berhasil mempertahankan kekaisaran melawan pergesekan kekuatan asing dan menghimpun ketentraman di perbatasannya. Pada masa pemerintahan mereka, hukum diurus secara adil; keamanan hidup dan harta benda—kecuali dalam kasus para biarawan yang ditindas—dijaga dengan baik; dan moral masyarakat ditinggikan melebihi masa lainnya dalam sejarah Gereja Timur. Di sisi lain—dan disini kami mendapati paradoks situasi—pertahanan pemujaan gambar dilakukan dengan motif-motif keagamaan murni pada ranah para pemimpin gerejawi. Gerejawan yang paling disanjung dan dimuliakan pada masa itu adalah para penantang dari apa yang dicap para Ikonoklas sebagai "pemberhalaan." Selain itu, fakta mengejutkannya adalah bahwa, kala setiap dua kampanye reformasi tersebut diinisiasikan oleh kaisar berkuasa—yang pertama oleh Leo orang Isauria dan yang kedua oleh Leo orang Armenia, setiap gerakan reaksioner timbul dari pemberdayaan wanita—yang pertama dari Permaisuri Irene dan yang kedua dari Permaisuri Teodora. Malangnya, kami tak dapat menyatakan motif yang sangat mulia dari para puan tersebut, sepanjang seluruh peristiwa yang mula-mula tak sejalan dengan mereka.

Leo iv., putra dan penerus Konstantinus Kopronikus (tahun 775), mengalami kesehatan yang buruk sepanjang masa kekuasaan singkatnya, dan kala ia menjemput ajal meninggalkan putra pewarisnya Konstantinus vi., Porphyrogenitus—(lahir dalam keunguan, nampaknya kamar ungu di istana), kala itu baru berusia sepuluh tahun, kekuasaan diserahkan pada salah satu wanita sangat menonjol yang sangat dijunjung dalam Kekaisaran Bizantium. Sosok tersebut berparas kecantikan Athena yang brilian dan tertanam, Irene, yang baru berusia dua puluh delapan tahun kala ia menjadi janda. Berdarah Yunani, ia mendapati bangsanya sendiri bersimpati dan mendukung hal yang diinginkan olehnya dalam memperjuangan kemerdekaannya melawan keluarga suaminya dan hubungan ras. Para kaisar ikonoklastik berasal dari benua Asia—Isauria dan Armenia; para pendukung utama pemujaan gambar ditemukan di kalangan orang Yunani. Sehingga, ini adalah kesempatan bagus bagi Irene untuk memulihkan ikon-ikon. Ia menjadi wanita yang sangat berambisi, sebuah ambisi yang ditunjang instink keibuan. Mendapati persekongkolan melawan kekuatannya dipicu oleh saudara iparnya, Cæsar Nicephorus, ia memaksa lima saudara Leo menjalani kehidupan imamat dan menghimpun mereka pada altar tinggi St. Sophia pada perayaan Natal. Sementara itu, Irene aktif bergerak dalam restorasi pemujaan gambar. Pada akhirnya, ia hanya berlagak bak Erastianus sebagaimana para kaisar ikonoklastik. Ini menjadi seluruh tindakan pemerintah dan campur tangan paksa dengan perkara gerejawi. Irene menggulingkan patriark Paulus yang menjadi Ikonoklas, dan menominasikan kepala Gereja Yunani Tarasius, sosok yang berreputasi tinggi untuk pembelajaran dan sikap, namun dalam ranah sipil, ia menjadi jurutulis kabinet kekaisaran. Majelis masyarakat tempat permaisuri memajukan kandidatnya memilihnya lewat aklamasi. Ia menjadi sosok populer dan kebijakan permaisuri tersebut juga menjadi populer. Namun, kasus tersebut membuat pemberontakan lain terhadap istana akan dipandang tak masuk akal. Tarasius berulang kali mengambil jabatan, dan ia menolak untuk melakukannya sampai pemilihannya dikonfirmasi oleh dewan—yang sepenuhnya terdiri dari para pemuja gambar. Patriark yang baru dilantik tersebut kemudian menjalin hubungan antara Konstantinopel dan patriarkat lainnya yang terpecah pada masa kekuasaan para kaisar ikonoklastik.Kemudian, skisma dapat diakhiri, dan Paus Roma Hadrianus menulis surat kebahagiaan atas pengembalikan kekaisaran tersebut ke sifat ortodoksi, secara keseluruhan ia mempertahankan praktek pembujaan gambar lewat banding terhadap pengutipan kitab suci lewat contoh lainnya yakni kasus Yakub mencium pangkal tongkatnya.

Tarasius yang berniat mengurusi persoalan tersebut akhirnya ditetapkan lewat konsili ekumenikal. Permaisuri sepakat, dan dewan mula-mula berkumpul di Konstantinopel, di tempat kekerasan terjadi, dan kemudian di Nikea, pada tahun 787. Acara tersebut disebut "konsili umum ketujuh," dan konsili Nikea kedua. Baiki Irene maupun putranya yang masih muda hadir selaku perorangan; namun mereka diwakili oleh pejabat tinggi negara. Nikeforus, seorang sejarawan, yang setelah itu menjadi patriark Konstantinopel, menjadi jurutulis. Terdapat dua delegasi dari Roma, dan mereka diberikan tempat kehormatan pertama karena mewakili Paus. Kemudian datang Tarasius selaku uskup "Roma Baru." Dua biarawan timur bernama Yohanes dan Tomas mendadak mewakili patriark Aleksandria, Antiokhia, dan Yerusalem yang absen. Penahanan terhadap para patriark tersebut dalam wilayah kekuasaan Muslim akan mencegah kedatangan mereka bahkan jika mereka dipanggil; namun selaku hal-hal yang tak dikomunikasikan pada mereka, para pembawa pesan tersebut mendapat bahwa mereka tak dapat memberikan keamanan terhadap mereka. Seluruh anggota konsili lainnya adalah warga Kekaisaran Bizantium. Sehingga, dengan seluruh pengecualian penting keberadaan delegasi Roma, konsili Nikea kedua tersebut tak lebih ekumenikal ketimbang konsili ikonoklastik Konstantinopel pada masa kekuasaan Konstantinus Kopronikus. Selain itu, tak ada keraguan bahwa acara tersebut mendaftarkan opini menonjol Gereja. Para ikonoklastik tercerahkan menghimpun diri mereka sendiri menjadi minoritas denagn tanpa kekuatan populer; mereka hanya meneruskan waktu dengan tindakan kuat Negara. Konsili Nikea kedua membawa orang-orang tersebut dengan keputusan positif dalam pemulihan gambar-gambar. Konsili tersebut berpendapat bahwa "Orang yang seringkali dimajukan para perwakilan tersebut, akan lebih mampu menyetir kenangan asli dan peniruan mereka, dan menawarkan penyambutan dan penghormatan pada mereka, bukan pemujaan sebenarnya, yang ditujukan pada pimpinan Allah sendiri," … karena "barang siapa yang melakukan penghormatan pada gambar, ia melakukan penghormatan kepada sosok yang mewakilinya."

Paus mengadopsi dekrit-dekrit konsili tersebut, dan sehingga Irene memiliki kebijakan gerejawinya yang dibenarkan oleh Gereja yang diepakati konsili besar dan berbicara lewat kepemimpinan pausnya.Riwayat pribadinya berpendapat buruk terhadap peralihan tersebutl. Ia sangat memanfaatkan otoritasnya yang tak ia kehendaki untuk putranya Konstantinus untuk memegang pemerintahan kala ia beranjak usia.Selama liam tahun, ia berhasil dengan penadahan tangannya. Kemudian, ia menyalahgunakan kesempatannya dengan mencungkil mata salah satu pamannya, Nikeforus sang Cæsar, dan memotong lidah empat pamannya yang lain. Kejahatan tersebut mungkin dimaklumkan oleh kebiasaan kejam pada masa itu. Namun kala Konstantinus menceraikan Permaisuri Maria, yang dipaksakan ibu tiraninya, dan menikahi Teodota, salah satu pelayan kehormatan ibunya, dakwaan gerejawi menyudutkan otoritas Gereja dan menghancurkan popularitasnya. Irene kembali berkuasa. Sehingga, ia menunjukkan sifat dendamnya, atau setidaknya ambisi tak menyenangkannya, dengan menculik mata Konstantinus. Ibu tak biasa tersebut yang membutakan putranya sendiri dihormati oleh Gereja Yunani karena memulihkan pemujaan gambar. Ia disanjung dengan lebih menonjol sepanjang masa hidupnya. Digulingkan oleh persekongkolan istana (tahun 802), ia diasingkan ke pulau Lesbos. Disana, ia meninggal beberapa bulan kemudian. Nikeforus, bendahara kekaisaran, yang memimpin persekongkolan tersebut, meneruskan kekaisaran tersebut. Ia dipandang sebagai sosok berpemikiran moderat, yang ingin menghimpun pemujaan gambar tanpa menindas para lawannya. Namun, seperti Zeno dan Yustinianus, ia berniat untuk menghimpun perdamaian lewat diskusi pembungkaman paksa. Kala dua sosok kuat menggagalkannya, tak mengejutkan bahwa pengausa lemah tersebut tak digantikan. Selaras dengan kebijakannya dalam memajukan pemujaan gambar, pada kematian Tarasius, Nikeforus mengangkat sosok yang bernama sama dengannya, yang dikenal sebagai Nikeforus sang sejarawan, menjadi patriark Konstantinopel, sosok pendukung prinsip dan penunjangan posisi ortodoks kala pengembalian Ikonoklasme (tahun 806).

Perang besar dengan Bulgaria, kala Kaisar Nikeforus gugur, berujung pada revolusi, akibat putranya Staviakius, setelah diketahui oleh para prajurit selama dua bulan, dikirim ke biara, di tempat ia wafat akibat luka-lukanya; dan menantu kaisar sebelumnya Mikael i. naik takhta. Revolusi tersebut dilakukan oleh golongan para pemuja gambar yang melayangkan kebijakan komprehensif terhadap kaisar. Namun, Mikael malah menjadi penguasa yang lemah. ia dipandang saleh, dan tanpa ragu menyambut Gereja dengan memberikan banyak sumpangan negara kepada badan amalnya dan kepada rohaniwan. Namun, sejak ia memberikan pemberian serupa pada para fungsioner istana berpangkat tinggi dan kepala perwira tentara, tindakan semacam ini lebih dipandang sebagai penyuapan. Perbuatan salehnya yang lain adalah menutup makam Tarasius dengan perak, dalam menghormati kemurahan hati patriark yang telah wafat tersebut—yang kini didoakan selaku orang kudus—karena menyebabkan epidemi besar yang menyebar di kalangan pasukan invasi Bulgaria. Namun yang terbaik dari semuanya, ia memenangkan dukungan ortodoks dengan diberikan penekanan oleh mereka dalam meninggalkan kebijakan liberalnya dan menindas pada pendukung Ikonoklasme. Fakta tersebut menunjukkan bahwa gerakan yang dihimpun Leo orang Isauria sebagai bagian kebijakan kekaisaran yang dijunjung tinggi, dipaksakan pada Gereja, tak sepenuhnya tanpa dukungan populer seperti yang ditunjukkan para lawannya; atau, pada setiap peristiwa, ini menghimpun beberapa teman sepanjang delapan puluh tahun campur tangan. Sejumlah Ikonoklas bersama dengan Paulisian dan bida'ah lain ditindas, beberapa dihukum mati.

Kemudian, datang reaksi atas hal lainnya. Mikael sangat tak kompeten dalam menghadapi perang dengan Bulgaria, dan dalam rangka menyelamatkan kekaisaran tersebut, para prajurit memilih salah satu jenderal mereka, Leo orang Armenia, selaku pemimpinnya (tahun 813), mengirim Mikael seperti pendahulunya ke biara. Kaisar baru sempat menghimpun kekuatannya dengan menolak tawaran patriark agar ia mengikuti contoh pendahulunya dan menandatangani deklarasi ortodoksi—yang, di bawah keadaan ini, menyoroti pemujaan gambar. Sepanjang masa itu, ia menghimpun perombakan pemerintahan sipil yang efektif, dan sepanjang masa kekuasaannya, ia menghimpun tatanan baik dan administrasi keadilan reguler dalam pengadilan-pengadilan huku, Kemudian pada zaman ikonoklastik kedua, seperti yang pertama, kami memandang di bawah para kaisar yang mereformasi pemerintahan yang baik dan moral terhormat. Leo nampaknya bersimpati dengan Ikonoklasme dari awal, meskipun selaku penguasa seperti negarawan bungkam, ia ingin bertindak dengan moderasi dan mengutamakan perdamaian Gereja. Namun, ia memutuskan untuk mengambil tinfakan yang lebih kuat melawan para pemuja gambar oleh sosok menonjol yang dikenal sebagai Yohanes sang Ahli Tata Bahasa.

Kami kini mencapai periode Alfred dan Alcuin di Barat, kala kebangkitan kesusastraan temporer nampak menjanjikan akhir intelektual yang menghimpun di seluruh belahan Eropa—sebuah janji yang timbul pada penolakan penderitaan. pada waktu itu di gereja Timur, kami mendapati Yohanes sang Ahli Tata Bahasa, seorang cendekiawan, menghimpun ilmu pengetahuan pada masanya, yang nampaknya berasal dari bangsa Arab. Secara keseluruham ia dituduh penyihir oleh ortodoks. Namun, Yohanes adalah abbas dan berasal dari keluarga terpandang. Dengan hal tersebut, ia berasosiasi dengan sosok cerdik lainnya yang juga menolak penjunjungan pemujaan gambar. Para reformator berjumlah rendah; namun secara moral dan intelektual mereka sangat dihormati—sebuah badan kecil yang jelas-sosok menonjol, tertanam, yang menimbulkan kemunculan agama populer, yang terdiri dari gagasan materialistik dan upacara-upacara sensasional. Para cendekiawan tersebut membujuk Leo untuk menyingkirkan gambar-gambar dari gereja yang berada di tangan para rohaniwan dari golongan mereka sendiri. Bahkan tindakan ringan tersebut—sesuatu yang agak sebanding dengan penindasan tirani oleh Konstantinus Kopronimus—memicu perlawanan kekerasa terhadap golongan biarawan. Para prajurit dikerahkan. Sekelompok pemberontak dari tentara dipatahkan dalam istana patriarkal di Konstantinopel dan menghancurkan gambar-gambar suci yang ditempatkan pada temboknya. Semangat meningkat pada nuansa panas di kedua belah pihak. Kemudian, karena banyak pihak yang menentang pengangkatannya, Leo menganggapnya perlu ditindak. Ia menggulignkan patriark Nikeforus—sebuah perbuatan yang kami anggap merahmati diri, karena ini memberikan peran utamanya dalam peristiwa pada waktu luangnya untuk menulis sejarahnya. Kaisar mengangkat sosok awam Teodotus Mellissenus pada jabatan lowong tersebut; dan ia memajukan apa yang ia harapkan dianggap sebagai konsili umum di Konstantinopel (tahun 816), yang mengkonfirmasikan keputusan konsili ikonoklastik sebeluomnya di kota yang sama (yang diadakan pada tahun 754), mengecam pemujaan gambar, dan menganatemakan patriark Tarasius dan Nikeforus beserta seluruh pemuja gambar. Rohaniwan yang bersikukuh dilengserkanl namun terdapat sedikit sosok semacam itu, yang benar-benar menyerahkan diri. Kami memandang bahwa ini merupakan praktek normal di Kekaisaran Bizantium. Lagi-lagi, seperti kesempatan sebelumnya, perlawanan dini datang dari para biarawan independen, tak datang dari rohaniwan yang diatur negara dan didukung negara.

Leo dihargai atas reformasi menonjolnya dalam pelayanan sipil lewat pembunuhan, dan diteruskan oleh salah satu konspiratornya, teman terpercaya—Mikael ii., yang berjuluk "sang Pengecap" (tahun 820). Kaisar tersebut bersikap toleran terhadap kedua belah pihak, karena ia berharap menjadi konsiliatori, meskipun ia terpikat pada kebijakan ikonoklastik. Ia wafat pada tahun 829, dan digantikan oleh Theophilus, yang mula-mula mengikuti jalan kebijakan yang sama, namun tiga tahun setelah kenaikan takhtanya, ia mengeluarkan dekrit yang melarang pemujaan gambar, yang dilakukan dalam beberapa contoh dengan sangat keras. Lazarus, seorang pelukis terkenal, ditahan dan dicambuk, dan dua biarawan, Teofanes sang Penyanyi dan Teodorus Graptus, disiksa—Teodorus menerima marganya dari fakta bahwa dalam beberapa bait disematkan terhadapnya. Yohanes sang Ahli Tata Bahasa terpilih menjadi patriark dan memutuskan untuk mengecam sinode yang mengecam pemujaan gambar.

Pada kematian Teofilus (tahun 842), jandanya Teodora, menjadi wali raja untuk putranya Mikael iii., yang berjuluk "Sang Pemabuk," merestorasi pemujaan gambar dan mengakhiri kampanye ikonoklastik kedua. Dalam beberapa bulan kenaikan takhtanya, ia mengadakan konsili, yang mengkonfirmasikan keputusan konsili Nikea kedua. Meskipun demikian, api kontroversi masih membara. pada tahun 860, patriark Fotius mengusulkan konsili lain kepada Paus Nikolas melawan Ikonoklas, yang diadakan pada tahun berikutnya. namun, meskipun konsili tersebut menyudutkan Ignatius, yang menyokong Fotius, kami tak memiliki catatan rujukan papaun soal gambar sepanjang pelaksanaannya. Delapan tahun kemudian (tahun 869), sinode lainnya mengecam Ikonoklas dan menyatakan bahwa gambar-gambar berguna untuk "pengajaran" masyarakat. Sehingga, gambar-gambar digantung di tembok-tembok gereja Yunani, tak terganggu kecuali oleh perang dan waktu, dan dihormati orang-orang saleh dari generasi ke generasi.

Meskipun gerakan ikonoklastik timbul dari kebijakan pencerahan dua dinasti kaisar yang kuat, sementara praktek pemujaan gambar diutamakan oleh masyarakat yang menghiraukan dan biara biarawan fanatik, ini tak serta merta menunjukkan bahwa mereka kurang mampu dan pembela berpikiran tinggi. Sebaliknya, teolog terhandap dalam setiap dua masa Ikonoklasme menjadi pendukung pemujaan gambar. Pada masa pertama, sosok itu adalah Yohanes dari Damaskus. Pada masa kedua, sosok itu adalah Teodorus dari Studium, satu-satunya gerejawan yang dikenal sepanjang masa dalam Gereja Timur pada abad kedelapan dan kesembilan.

Yohanes dari Damaskus dikenal sebagai Bapa Gereja terakhir. Ia yang menentukan hasil kontroversi berabad-abad sebelumnya dan memberikan dogma ortodoksi kepada Gerejanya dalam bentuk stereotipe yang mengkarakterisasikan mereka pada sepanjang masa berikutnya. Terdapat banyak mitos dalam kisah hidupnya. Kami tak dapat memastikan tanggal lahirnya; namun yang jelas bahwa ia ditahbiskan sebelum tahun 735. Kematiannya terjadi pada rentang waktu antara tahun 759 dan 767. Sehingga, masa hidup aktifnya bertepatan dengan masa penindasan ikonoklastik besar pada permulaan masa kekuasaan Leo orang Isauria dan disebarkan sepanjang sebagian besar masa kekuasaan Konstantinus Kopronimus. Yohanes berasal dari keluarga Kristen di kota Damaskus yang memiliki nama Arab, Mansour, dan ia memegang jabatan terhormat di istana khalifah pada suatu waktu. Dari tempat tinggalnya, ia melancarkan serangannya terhadap Leo orang Isauria dengan pembebasan, kala kaisar tersebut memutuskan untuk meniadakan pemujaan gambar. Tak dapat meraihnya secara langsung, Leo berujar untuk mengirim surat palsu kepada khalifah dengan tulisan tangan Yohanes yang lekas menawarkan kaisar tersebut ke Damaskus. Sehingga, seperti yang kami katakan, khalifah memotong tangan kanan Yohanes. Ini dipulihkan padanya menanggapi doanya kepada Bunda Maria. Kemudian, Yohanes pensiun ke biara terkenal Mar Saba, yang berada di tebing Kidron di kawasan Yudea. Para biarawan khawatir untuk menyerahkan sosok yang sangat penting dari istana sampai mereka menguji kerendahan hatinya. Ini dilakukan oleh mereka dengan mengirimnya kembali ke Damaskus dengan sejumlah keranjang yang dibuat di biara tersebut. Tidak ada alasan untuk mempertanyakan kisah kedua singkatnya karena kami harus menganggap penjelasan sebelumnya sebagai legenda, karena kebenaran dan fiksi selalu bercampur dalam kehidupan orang-orang kudus, dan perintah tersebut sangatlah berkarakteristik. Yohanes bertahan dan setiap pengujian lain dilayangkan kepadanya, setelah itu ia diterima. Ia menjalankan sisa masa hidupnya dengan menjelajahi dunia luar, membuat kidung dan karya-karya teologi.

Karya Yohanes dari Damaskus paling berpengaruh adalah De Fide Orthodoxa. Apa yang menjadi Summa dari Thomas Aquinas adalah untuk Gereja Roma dan apa yang menjadi Institutes karya Calvin adalah untuk Gereja Reformasi, yang merupakan karya untuk Gereja Yunani—penjelasan paling tertata dan sistematis dari teologi yang diterima. Karya tersebut terbagi dalam empat buku: Buku I. membahas doktrin Allah dan Tritunggal; Buku II. berkaitan dengan Penciptaan dan Sifat Manusia; Buku III. menyatakan doktrin Kristus dan Inkarnasi, termasuk hubungan dua sifat dan dua kehendak, Maria selaku bunda Allah, kematian Allah kami dan penurunan-Nya ke Hades; Buku IV. membahas soal doktrin Kristus terhadap kebangkitan dan kuasa-Nya; namun utamanya terdiri dari sejumlah hal serba-serbi—seperti iman, ibadah, gambar, kitab suci, dosa, keperawanan, kebangkitan, dll. Seperti Agustinus, yang memberikan karakternya terhadap teologi Latin, khususnya sejauh yang ia ikuti oleh Gregorius Agung—Bapa Gereja Barat terakhir dan teolog abad pertengahan pertama—Yohanes dari Damaskus, Bapa Gereja Timur terakhir, yang dihimpun di kadapan kami dengan esensi teologi Yunani. Ini menunjukkan di bagian mana Bapa-bapa gereja tersebut berbeda. Peroslaan misterius dari pelaksanaan Roh kudus, yang membuat perpecahan dua gereja tersebut, sebetulnya masih zaman berikutnya, meskipun Yohanes mengantisipasi posisi Yunani. Ini adalah penekanan khas utamanya dari Agustinus dan Gregorius:—Anggapannya terhadap kehendak bebas—sebuah unsur menonjol dari teologi Yunani sepanjang kontradiksinya dari latin; kebungkamannya selaku dosa asal; kekhasannya antara ilmu dan predestinasi; penyangkalannya akan api neraka fisik—sangat tertonjol dalam kengerian neraka abad pertengahan dari Gregorius sampai Dante; dan pandangan moderatnya terhadap sakramen, yang hanya dua hal yang dipegang olehnya—Baptisan dan Perjamuan Kudus.

Teolog masa ikonoklastik berpengaruh lainnya adalah Teodorus dari Studium, yang muncul pada masa kedua dan lebih ringan dari serangan kekaisaran terhadap pemujaan gambar selaku pendukung gambar. Ia dikatakan membacakan kata ortodoksi terakhir soal perkara tersebut. Teodorus lahir pada tahun 759 dalam keluarga berpangkat sosial tinggi di Konstantinopel. Sehingga, ia berusia enam belas tahun kala Irene memulihkan pemujaan gambar, dan sebagian besar hidupnya dijalani pada masa pemujaan gambar berikutnya. Di bawah pengaruh pamannya Paulus, yang mengecam kelompok gay Konstantinopel dan pensiun di gua, gelombang keantusiasan untuk monastisisme tersapu di seluruh keluarga. Teodorus, dengan ayahnya, para pamannya dan para saudaranya yang tersisa, menjalani kehidupan biara di bawah pengarahan Paulus, sementara ibunya menyerahkan seorang putri kecilnya untuk hidup dengan "gaya penahanan"nya. Ini menunjukkan bahwa saing ibu menjadi pengaruh dominan dalam keputusan keluarganya, karena kala putra bungsunya, yang menangis kala perpisahan yang menyedihkan, merangkul lehernya yang memintanya untuk membiarkannya tinggal dengannya, wanita penuh tekad tersebut menjawab, "Jika kau tak berkehendak untuk pergi, anakku, aku akan menempatkamu dengan tanganku sendiri di kapal tumpangan."

Selama tiga belas tahun, Teodorus tinggal di biara Saccudio di bawah naungan pamannya Paulus, yang mentahbiskannya ke dalam imamat dan kemudina memutuskan untuk mentahbiskannya menjadi abbas dari tempatnya sendiri—sebuah tindakan sepihak dari pelepasan diri, yang, meskipun menghormati devosi dan kerendahan hati seniornya, dan membantu mereka untuk memahami kata-kata yang diucapakn olehnya soal keluarganya, yang menguji kualitas tinggi yang keluar dalam sosok junior tersebut. Secara praktikal, mereka tinggal selaku abbas bersama—karena Teodorus tak aakn membiarkan pamannya pensiun—mula-mula di Saccudio dan kemudian di Studium, sebuah biara yang berada di dalam tembok Konstantinopel. Konstantinus Porfirogenitus meniadakan pendirian di Saccudio secara serentak karena para biarawan tak aakn memberikan perhatiannya terhadap pernikahan keduanya. Peristiwa tersebut, membongkar keinginan kaisar untuk mendukung keputusannya terhadap para biarawan, disusul oleh penolakan para biarawan untuk menerimanya, menunjukkan bagaimana kekuatan biara selaku badan independen. Kala ia kembali berkuasa, Irene memulihkan para biarawan yang didera. Namun, penyerluan Muslim setelah itu membuat mereka perlu menarik diri ke Bosphorus; dan kemudian Teodorus diangkat menjadi abbas biara besar Studium. Para biarawan di biara tersebut adalah ordo Acœmeti (Tak Tidur), yang dinamai demikian karena mereka melantunkan pujian Allah terus menerus tanpa henti pada siang atau malam sepanjang dua puluh empat jam sepanjang setahun. Biarawan tersebut juga menjadi pusat terkenal untuk penyalinan manuskrip, dan tulisan tangan yang indah yang dikembangkan menjadi terkenal.

Kala Leo orang Armenia memulihkan gerakan ikonoklastik, Teodorus nampak sebagai pendukung gambar. Selaras dengan arahan kekaisaran, ia melakukan pelaksanaan pengarakan ikon-ikon suci melewati jalan-jalan Konstantinopel pada Minggu Palma pada tahun 815. Ini ada dalam tulisan-tulisan Teodorus bahwa mereka mendapatkan pemahaman terjelas dari kasus pemujaan gambar. Kami dapat memahami pemberhalaan populer. Namun aap yang mereka ingin lihat adalah bagaimana sosok cerdik, berbudaya, dan bertindak relijius murni, seperti Yohanes dari Damaskus dan Teodorus dari Studium, dapat mendukung apa yang para kaisar reformasi tersebut dorong untuk menekan penaungan kekanak-kanakan dan pemberhalaan. Harus ada beberapa alasan cerdik dan beberapa motif keagamaan tingkat tinggi dalam perlawanan terhadap sosok yang menyerang mereka selaku kebijakan yang ditinggikan dan dicerahkan. Jawaban terbaik mereka terhadap pertanyaan tersebut ditemukan dalam tulisan-tulisan Teodorus—Antirrhetica Adversus Iconomachos buatannya dan surat=suratnya. Argumen-argumennya terbagi dalam tiga hal utama: (1) Teodorus memutuskan agar penaatan pemerintah sekuler dalam ikut campur dengan urusan Gereja. Ini terjadi masa masa itu untuk membangkitkan penekanan semacam itu, di segala tempat di Konstantinopel. Namun meskipun orang-orang patuh tunduk pada campur tangan yanghanya terdampak pada para uskup dan teolog, dalam pelantikan dan penggulingan gerejawi, dan dalam mendikte pernyataan-pernyataan doktrinal, ini menjadi persoalan lain kala para kaisar melayangkan jari mereka terhadap ibadah populer di gereja-gereja. Disamping itu, para biarawan selalu berpendirian untuk kemerdekaan Gereja, bahkan kala para uskup menyatakan tunduk pada pihak Negara. (2) Teodorus berpikir bahwa ia mendeteksi serangan terhadap doktrin inkarnasi. Disini, diskusinya memasuki ranah kontroversi teologi. Ikonoklas didakwa monofisitisme. Mereka berasal dari kampung halaman Monofisit di Asia Kecil—pemicu serangan pertama dari Isauria, pemimpin kedua dari Armenia. Kemudian, kontroversi tersebut menjauh dari pertanyaan aslinya. Yak lama lagi, gambar Kristus dibuat, karena selaku Allah, Ia tak lagi memiliki bentuk ragawi. Di sisi lain, perlakuan terhadap pemuja gambar selaras dengan argumen yang menghancurkan ketetapan inkarnasi. Kemanusiaan Kristus hilang jika Ia tak diwakili pada gambar. (3) Perubahan drastis Manikeanisme—seringkali timbul dalam kontroversi bida'ah—timbul melawan Ikonoklas. Dorongan mereka terhadap perwakilan ragawi Kritus diambil oleh para pemuja gambar selaku tanda persoalan mereka terhadap kejahatan itu sendiri. Sehingga, mereka menentang penciuman gambar.

Kami harus berujar bahwa terdapat beberapa dasar dari pernyataan Teodorus. Para kaisar ikonoklastik memiliki kepentingan yang baik; namun mereka menutupinya oleh tirani mereka. Mereka tak bergerak untuk memberikan dampak pada reformasi agama murni. Kemudian, terdapat marahabaya nyata yang menimpa inkarnasi itu sendiri harus lenyap dalam teori-teori mengenainya. Sehingga mungkin beberapa pengaruh keagamaan sebenarnya diputuskan oleh penyertaan gambar. Mereka memikirkan dampak sakramental. Apa yang dikatakan mistisisme atau materialisme dalam pandangan tersebut, kami harus memahami bahwa tujuan para pembela taat dari ibadah populer bersifat tinggi dan murni. Mereka menyatakan bahwa gambar Kristus membawaNya mendekati orang-orang yang mengimaninya. Teodorus menulis berkenaan dengan St. Fransiskus dan Thomas à Kempis: "Kristen sebenyarnya tak ada selain perwujudan atau penekanan Kristus," dan ia mengutip Dionisius orang Areopagite kala ia berujar, "Arketipe tersebut muncul dalam gambar." Malangnya, baris argumen tersebut nyaris membenarkan pemberhalaan, kala dibedakan dari fetishisme.