Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 1

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

DIVISI I

GEREJA PERDANA DI LUAR KEKAISARAN

Sebelum mengolah sketsa garis singkat kisah kelanjutan berbagai Gereja Timur sepanjang masa itu sampai masa kami sendiri, ini dapat ditarik pada masa terawal persebaran Kekristenan di dunia luar, dan mengumpulkan peristiwa-peristiwa utama dalam hubungan dengan cikal bakal dan perkembangan gereja-gereja primitif di luar perbatasan Kekaisaran Romawi. Sebagian besar darinya disisipi dengan legenda; namun fakta datang dari sejarah karena keberadaan legenda yang sebenarnya bersifat signifikan, sebagai indikasi kondisi daerah-daerah kontemporer yang mereka rujuk. Jika kami menyoroti kisah perpindahan agama dari tempat manapun, kami sepakat bahwa Kristen jika didirikan disana setidaknya pada masa kala kisahnya berkembang, namun hal itu sendiri bersifat fantastik. Meskipun kami tak dapat menerima dugaan pertemuan antara Yesus Kristus dan Raja Abgar yang dicatat oleh Eusebius, atau menempatkan penyelarasannya pada catatannya tentang para tenaga kerja Tomas dan Tadeus, kondisi perkembangan Kristen di Edessa pada abad kedua, kala Tatianus membuat Harmoni buatannya untuk penggunaan Gereja di metropolis Siria, menekankan perluasan paling awal Kekristenan di Timur. Barsedanes si Gnostik, yang disebut oleh Hippolitus sebagai "orang Armenia," berasal dari tempat tersebut, yang tak hanya menjadi pusat penting untuk Kristen Siria, namun untuk kegiatan misionaris dan persebaran injil ke Persia dan Armenia. Provinsi besar yang dikenal sebagai Armenia Magna—timur Armenia Kecil—yang masuk dalam Kekaisaran Romawi pada perluasan terbesarnya, terpisah dari kekaisaran tersebut pada masa mereka; dan sehingga penduduk Kristennya kurang lebih terputus dari saudara mereka dalam badan utama Gereja, di samping mereka menjadi subyek dari para penguasa Parthia, Persia, atau Muslim. Wilayah tersebut diakui sebagai daerah Kristen seawal-awalnya pada abad keempat.

Origenes menurutkan bahwa Tomas "mencapai Parthia selaku daerah terluarnya," dan bahwa "Andreas mencapai Skitia," sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa perluasan Kristen di dua daerah tersebut, yang satu langsung dari timur Siria, yang lain terdiri dari wilayah yang sedikit diketahui berada di utara Euxine, setidaknya pada suatu waktu yang lebih awal dari abad ketiga, atau tanpa tradisi semacam itu yang kemudian timbul sekarang ini. Ini menekankan perluasan Kekristenan abad kedua yang berada di luar kekaisaran timbul dari dua arah. Kemudian, kami mendapati perjalanan terkenal Pantænus, yang mundur dari kursi profesionalnya dan masyarakat berbudaya Aleksandria pada sekitar tahun 180 untuk pergi selaku misionaris ke wilayah jauh yang dikenal sebagai "India," mungkin Arab Selatan, yang tak pernah direbut oleh Romawi, atau, seperti yang dituturkan oleh Harnack, "bahkan kerajaan Aksumitrik," yang diyakini adalah Abisinia. Disana, seperti yang dilaporkan, ia mendapati Gereja Kristen, cikal bakal yang dikaitkan dengan Bartolomeus, memakai versi Ibrani dari St. Matius, yang disebut, "Injil menurut orang-orang Ibrani." Ini kemudian menjadi Gereja Kristen Yahudi. "Kisah Rasul Tomas" mengisahkan bahwa Kristen mencapai bagian barat laut India sendiri, kini India, seawal-awalnya pada abad ketiga. Pada masa konsili Nikea, terdapat gereja-gereja di timur Arab dari Laut Mati, sebuah wilayah yang sangat kurang dikendalikan kekaisaran. Injil dibawa melewati Nil menuju kota-kota dan desa-desa Mesir pada masa awal, dan sehingga mencapai Sudan—"Etiopia," daerah selatan di luar Philæ—pada abad keempat, mungkin sampai mencapai misinya di Abisinia, yang memasuki Afrika dari timur.

Kala kami menyoroti abad keempat, catatan misi asing dan pengalaman gereja di wilayah luar kekaisaran menjadi lebih nampak dan jelas. Gereja Armenia, dengan kisah rasul terkenalnya Gregorius sang Iluminator; Gereja Etiopia dan Abisinia, cikal bakal yang bermula dari para tenaga kerja dua para penjelajah muda kapal karam, Frumentius dan Ædesius; Gereja Georgia, yang timbul dari pengaruh seorang wanita—gadis budak Armenia yang bernama Nunia; Gereja Siria di India, yang mengklaim St. Tomas selaku pendirinya—semuanya merupakan gereja independen di wilayah luar Kekaisaran Romawi—sangat menarik perhatian kami; karena mereka masih berdiri independen sampai masa kami sendiri, kami ingin mengetahui beberapa hal soal kebenaran sejarah mereka sepanjang berabad-abad. Namun peristiwa dalam hubungannya dengan dua komunitas Kristen luar tersebut berujung pada kepentingan yang menghubungkan mereka untuk menekankan kami pada masa awal, dan sehingga nampak menuntut penyorotan kami pada sesekali. Peristiwa tersebut adalah penindasan Kristen Persia dan misi Ulfilas pada bangsa Goth.

1. Cikal bakal Kristen di Persia tersembunyi; namun, seperti yang kami lihat, dalam seluruh kemungkinan, ini menyoroti kegiatan Gereja Siria di Edessa, yang seharusnya bermula dari Antiokia, gereja misionaris besar terawal. Di daerah Garamæa, timur Tigris, dan tenggara Mosul, telah ada umat Kristen seawal-awalnya pada tahun 170. Daerah tersebut kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Parthia, yang dikenal dalam sejarah karena karir brilian Ratu besar Zenobia, yang dinaungi oleh Kekaisaran Persia baru, yang dikenal sebagai kerajaan Sassaniyah, pada tahun 227. Zenobia menunjukkan simpati terhadap Kristen. Kala berkuasa di Antiokhia, ia merawat dan melindungi bida'ah besar Paulus dari Samosata; namun kemudian ia dikecam oleh Kristen di Kekaisaran Romawi, yang mungkin menganggapnya terpisah dari Roma. Dengan melindungi dan mengayomi bida'ah Kristen, ia memberikan dukungan antusiastik terhadap satu kalangan dari penduduknya. Ini sangat berlawanan dengan Persia kala mereka mendirikan kekaisaran pada bekas wilayah kekuasaan Zenobia. Mereka sama-sama bermusuhan dengan Roma. Namun pada masa itu, Paulus dan faksinya telah lenyap. Disamping itu, Kekaisaran Persia tak meliputi Siria. Kristen di Siria bersekutu dengan saudara mereka di Kekaisaran Romawi. Dakta tersebut mengembangkan dugaan ketidaksetiaan pada pikiran pemimpin mereka. Mereka dikhawatirkan menjadi kelompok yang tak diinginkan, memata-matai dalam komunikasi dengan musuh mengerikan di Barat, mungkin konspirator yang merencanakan keruntuhan takhta Sasaniyah. Penerimaan Kristen oleh Konstantinus dan perpaduan pertumbuhan Gereja dan Negara menyusul, yang secara langsung memicu kecurigaan tersebut. Di Kekaisaran Romawi, Gereja kini diperlakukan sebagai departemen negara. Sehingga, bagi warga Perisa yang berhubungan dengan Gereja di Konstantinopel akan nampak sangat sama dengan Katolik Roma Inggris pada masa Elizabeth dan Stuarts yang berhubungan dengan rekan Romanis di Spanyol dan Prancis. Kala sentimen nyata mereka yang berujung pada penindasan timbul, tak ada keraguan bahwa Kristen Persia memandang persaudaraan mereka secara aman tertuju pada Kekaisaran Romawi.

Terdapat faktor lain dalam penindasan ini yang menambahkan bensin terhadap pembakaran, atau mungkin menyulut kebakaran pada mulanya. Ini adalah antagonisme Majusi. Para pemimpin agama yang dianut Persia yang menyetir penindasan Kristen adalah bukti menonjol dari kerawanan dan kerentanan mereka. Pada masa sebelumnya, pengaruh serupa menimbulkan perlawanan kekerasan terhadap Kristen di Kekaisaran Romawi. Kemudian, penindasan Valerianus disulut oleh seorang penyihir terkenal, Makrianus. Kami tak harus mendapati tatanan kuno Majusi Persia dengan sikap vulgar yang melakukan sihir di dunia Barat. Dan sehingga ilmu Majusi itu sendiri dengan cepat turun menjadi sihir, sebuah praktek melawan Gereja yang menawarkan perang mematikan, menuduhnya bersekutu dengan iblis.

Penindasan Persia besar timbul pada masa kekuasaan Sapor, yang berkuasa sepanjang tujuh puluh tahun. Ayahnya wafat sebelum kelahirannya, dan sejak itu mahkota kemudian ditempatkan pada tempat yang didapatkan untuk pewaris masa depan. Masa kekaisarannya timbul dari waktu sebelum ia muncul di dunia. Majusi mulai menghasut pikiran Sapor pada masa mudanya, dan terjadi banyak kekerasan mematikan terhadap Kristen sebagai dampaknya pada masa awal kekuasaannya. Yang pertama terjadi dua tahun usai konsili Nikea (tahun 327). Namun kasus-kasus yang dicatat secara mengerikan sebanding dengan rentetan martir yang berjatuhan pada tahun ketiga puluh Sapor (tahun 343) dan pada tiga puluh lima tahun berikutnya, seluruh penindasan berkembang secara beruntun. Gereja Persia merayakan nama-nama 16.000 rohaniwan, biarawan, dan biarawati. Kami tak dapat memperkirakan jumlah orang awam yang didera. Mula-mula, terdapat banyak orang yang murtad. Namun, kemunculan penindasan yang terjadi secara berdarah sepanjang bertahun-tahun, alih-alih merontokkan kesabaran Gereja, peristiwa tersebut membuat metalnya tertempa menjadi baja murni. Menurut pengakuan kisah para martir, sifat relijius Kristen mula-mula berjalan lambat, namun seperti dalam kasus dua penindasan Romawi besar—Decianus dan Diokletianus—api yang merembet menyingkirkan Gereja.

Motif langsung dari penindasan berat tersebut yang timbul pada masa itu bersifat politis. Majusi membujuk raja untuk menindas seluruh pesaingnya. Namun kini Sapor melihat uskup Kristen Yakobus di Nisibis mempertahankan kota tersebut melalui persekongkolan dengan Kaisar Romawi Konstantius, sehingga hal ini menyulut dua pengepungan oleh Persia. Ini adalah kasus tindakan yang jelas pada pihak Gereja yang memihak Roma melawan Persia, meskipun tidak di wilayahnya sendiri. Ini mendorongnya melawan para teman dan rekan agamis Yakobus yang memegang kekuatannya.

Penindasan tersebut dimulai dengan pajak berat terhadap Kristen. Uskup mereka Simeon menyatakan dirinya sebagai pengecam pasif yang sangat angkuh. "Kristus," jawabnya, "yang membebaskan Gereja-Nya lewat kematian-nya tak akan mengijinkan umat-Nya untuk tunduk pada penguasa semacam itu." Seperti perwira muda Marcellus yang berujar kepada para pemimpinnya soal "kaisar-kaisarmu," pada masa penindasan Diokletianus, karena penguasanya adalah Kristus, dan seperti "sosok monarki kelima" pada abad ketujuh belas, Simeon nampak berpikir bahwa statusnya selaku Kristen melibatkan pelarian dari otoritas pemerintahan sipil; atau jika ia tak pergi terlalu jauh dari itu, ia memegangnya sebagai pembenaran penuh untuk menolak pembayaran pajak yang diberlakukan. Ia ditangkap, diadili, dipaksa menyembah matahari, dan dihukum mati dengan cara disiksa. Pada masa yang sama, para martir lain dipenggal. Pada masa kemartiran Simeon, edik yang lebih berat dan segar dikeluarkan melawan Kristen. Ini hanya meningkatkan heroisme para martir. Ratu Sapor terserang oleh penyakit tak dikenal, dokter Yahudi yang mendatanginya mengaitkannya dengan praktek sihir oleh dua wanita Kristen berpangkat tinggi. Mereka dilucuti, diikat pada pos, dan dipotong-potong, dan kemudian ratu memimpin upacara pengkebumian mereka. Kisah penindasan tersebut, kengeriannya dan kepahlawanannya, seringkali diulang-ulang. Sekelompok dari mereka mengungkapkan fakta bahwa sejumlah besar kemartiran terjadi di daerah Adiabene, yang nampaknya nyaris secara keseluruhan dihuni Kristen. namun, gelombang kejatuhan timbul di provinsi-provinsi tersebut. Mula-mula, hanya rohaniwan yang ditujukan; meskipun demikian, penindasan tersebut tak hanya tertuju pada para pemimpin resmi Gereja.

Kala mereka bertemu dengan Kristen Persia, mereka mendapati mereka memeluk Nestorianisme; dan kemudian keberuntungan Kristen di Persia dianggap sebagai perpecahan kelompok tersebut dengan Nestorian.


2. Rangkaian peristiwa lain yang terjadi di luar perbatasan Kekaisaran Romawi pada masa awal sejarah mereka mengalihkan perhatian kami dalam hubungannya dengan cerita Ulfilas dan perpindahan agama bangsa Goth. Bangsa itu sendiri berdarah Teutonik, yang berulang kali melakukan invasi yang menyebabkan ketegangan paling serius terhadap para kaisar Romawi, mula-mula mendatangi mereka di wilayah utara Danube hilir pada abad ketiga Masehi. Hubungan tradisional mereka pada masa sebelumnya dengan Skandinavia tak dapat dipastikan; namun fakta bahwa dalam migrasi penduduk mereka, mereka telah menjamah kawasan timur dari hutan kuno Jerman, dan sehingga memulai perilaku kolonialisasi khas yang mewakili Inggris. Jutes, yang memberikan bukti, menjelaskan kemungkinan kemunculan mereka di Eropa Timur, bersinggungan di antara bangsa Slavia di utara dan Yunani di selatan. Sepanjang penekanan, pada abad keempat, mereka mengerumuti provinsi Romawi Dacia dalam serbuan besar dan berulang, mula-mula terjadi pada tahun 238, menyerbu Mœsia pada masa kekuasaan Filipus orang Arab, dan kemudian mengalahkan Kaisar Decius, yang lengser kala bertarung dengan mereka (tahun 251). Kemudian secara tak langsung mereka menyelamatkan Gereja dengan mengakhiri penindasan pertama yang direncanakan sistematis oleh kaisar yang memutuskan untuk menghasilkan penghancuran sepenuhnya. Pada tujuh belas tahun kemudian, mereka menyerbu Eropa Timur dan Asia barat lewat darat dan laut sejauh Trebizond. Namun, sepanjang itu, mereka dikalahkan dan dipukul mundur oleh Kaisar Klaudius (tahun 269), tepat sekitaran waktu tersebut, Theodosius memukul mundur bangsa Saxon di Britania. Sebuah kompromi bijak kini disepakati. Romawi mencaplok provinsi Dacia, utara Danube, yang ditambahkan oleh Trajanus pada kekaisarannya, sehingga sungai tersebut menjadi perbatasan antara Romawi dan Goth, sementara nama Dacia dipakai lewat penukaran dengan daerah selatan Danube (tahun 274). Persoalan politik dari peristiwa tersebut nampak pada masa damai selama sembilan puluh tahun, hanya sekali terpecah secara serius lewat pelibatan Alarik, yang berhasil merebutnya kembali usai kesuksesan briliannya yang singkat. Di bawah Ermanarik, pada abad keempat, bangsa Goth di utara Danube tumbuh menjadi kekuatan besar, menaklukan Slavia, dan, menurut sejarawan mereka sendiri Jornandis—yang sama-sama tak sejalan—memperluas wilayah kekuasaan mereka sampai sejauh Baltik. Ermanarik hanya menjadi jenis kekuasaan, karena bangsa Goth tak memiliki raja, dan sehingga kala Sokrates menjelaskan perang saudara sebagai persaingan antara dua pesaing—Atanarik dan Frithigern — demi kedaulatan, kami harus memahaminya sebagai eprtikaian antar dua pemimpin terpisah untuk tempat primus inter pares. Namun, fakta penting berkaitan dengan sejarah Kristen pada bangsa Goth adalah bahwa tua pemimpin tersebut mengikuti jalur kebijakan terpisah dalam hubungan dengan Kekaisaran Romawi dan dengan rujukan kepada Kekristenan. Daerah dekat dari dua kekuatan tersebut berujung pada interkomunikasi dan interaksi. Athanarik mengambil pihak perampas takhta dalam melakukan perang terhadap kaisar, namun setelah itu menyelaraskan dengan Valens. Kristen telah menjamah wilayah kekuasaannya, dan ia mendera orang-orang yang berpindah agama secara sadis. Di sisi lain, Frithigern mendapatinya berpolitik untuk menumbuhkan persahabatan dengan kekaisaran, dan sehingga ia sendiri bersahabat dengan agamanya, jenis yang, kami harus ingat, menjadi Arianisme, yang kemudian disukai oleh pemerintahan.

Permulaan sebenarnya dari Kristen di kalangan bangsa Goth tak dapat ditelusuri. Proses dua kali pengerjaan berujung pada pengenalan injil kepada suku bangsa Teutonik di luar Danube. Di tempat pertama, para tahanan Kristen dibawa dalam penyerbuan Gothik terhadap kekaisaran tersebut membawa agama mereka beserta mereka; dan, setiap Kristen taat terpikat untuk menjadi misionaris, mereka tak terkejut kala mengetahui beberapa orang yang ditangkap membuat injil dikenal di kalangan suku bangsa tersebut yang kini mereka tapaki. Di tempat kedua, bangsa Goth yang bertugas dalam tentara Romawi dan berada di bawah pengaruh Kristen, sehingga orang-orang tersebut berpindah agama, kala mereka kembali ke daerah mereka sendiri, akan bergerak selaku Kristen yang siap menyebarkan kepercayaan baru di kalangan bangsa mereka. Pada pengaruh tersebut, kami harus menambahkan soal kerapuhan dari penindasan di kekaisaran tersebut, yang membawa pengungsi di kalangan "barbarian" yang lebih liberal.

Koloni Gothik terawal di kekaisaran tersebut nampaknya didirikan sendiri di Crim—kini Krimea—lama sebelum supremasi Arian, dengan menjadi Kristen berjenis Katolik, dan menetap di sepanjang wilayah tersebut. Terdapat uskup Goth bernama Teofilus di konsili Nikea (tahun 325). Menurut Filostorgius, penyerbuan seawal-awalnya masa kekuasaan Valerian dan Gallienus yang dihasilkan dalam penangkapan Kristen menanamkan injil di kalangan bangsa Goth; ia berujar, sejumlah orang yang ditangkap adalah leluhur Ulfilas.

Sehingga, kami dapat menentukan bahwa sosok terkenal tersebut bukanlah sosok pertama yang mengenalkan Kristen di kalangan ras Teutonik. Meskipun demikian, adil untuk menyatakan Ulfilas selaku "Rasul Bangsa Goth," karena para tenaga kerjanya menjadi bagian besar dari bangsa yang menang atas kepercayaan terhadap Kristus tersebut. Penemuan catatan Gothik soal kehidupannya oleh salah satu muridnya sendiri telah memperkenankan para cendekiawan untuk menambahkan dan membetulkan penjelasan prasangka sejarawan Gereja yunani dari sumber yang lebih otentik. Terdapat alasan untuk meragukan pernyataan Filostorgius bahwa Ulfilas adalah keturunan dari salah satu tahanan Cappadocia. Namanya sangat bersifat Gothik, dan muridnya Auxentius tak menunjukkan bimbingan asing. Ia lahir di kalangan bangsa Goth pada tahun 311. Kami tak dapat menguji pernyataan Sokrates bahwa ia di-pindah agama-kan oleh Theofilus, uskup yang menghadiri konsili Nikea. Jika itu benar, ia akan menjadi ortodoks pada permulaan. Namun setelah itu ia teridentifikasi dengan salah satu aliran Arianisme. Ketika masih sangat muda, mungkin pada tahun 332, kala ia berusia dua puluh satu tahun, ia dikirim ke Konstantinopel, entah selaku utusan, atau, lebih nampak pada masa mudanya, selaku sandera. Arianisme kini dominan di kota tersebut, dan secara alamaiah membuat Ulfilas berada di bawah pengaruhnya. Kala di Konstantinopel, ia mempelajari Latin dan Yunani, dan menjabat dalam sekelompok kecil pembaca dalam Gereja, mungkin berkarya di kota tersebut selaku pengi9njil untuk para rekannya di kalangan pasukan kekaisaran. Pada tahun 341, ia ditahbiskan menjadi misionaris oleh kelompok Semi-Arian dan dikirim balik ke negaranya sendiri untuk menginjilinya. Fakta tersebut tertuang dalam sorotan menarik pada periode kontroversi tajam yang menyusul konsili Nikea. Kala kami membaca sejarah-sejarah Gereja, kami berada dalam bahaya dalam mengaitkannya dengan waktu kala agama tidak ada selain medan tempur polemik kemurkaan antara faksi-faksi Gereja yang terpecah. Namun misi Ulfilas tersebut merupakan tanda bahwa sesuatu hal yang lebih baik nampak padanya, meskipun itu tak terlalu membuat banyak kebisingan. Kepentingan juga dipegang di golongan misionaris yang ditemukan di kalangan Arian, yang dikecam dan dianatemakan oleh kelompok Nikea selaku kafir.

Ulfilas berusia tiga puluh tahun kala ia menghimpun usaha besarnya, dan ia meneruskannya selama empat puluh tahun, di antara persoalan dan penindasan besar. Ia mulai di kalangan Visigoth di luar Danube. Disana, ia berkarya selama tujuh tahun dengan kesuksesan besar. Ia berhasil memindahkan agama banyak orang yang membuat pemimpin pagan, yang nampak secara keliru diidentifikasi dengan Athanarik, berkembang menjadi kemurkaan dan menyerukan penindasan terhadap warga Kristennya. Ulfilas kemudian mendapat ijin dari Konstantius untuk pensiun dengan para pengikutnya di seberang Danube di Mœsia, di dalam naungan kekaisaran tersebut, menetap di dekat kaki pegunungan Hæmus. Pada tahun 360, ia menghadiri konsili di Konstantinopel, dipanggil bersama oleh kelompok Homœa. Ini menjadi pengakuan iman golongannya yang membuatnya dijunjung—sebuah pengakuan iman, yang akan diingat, diambil untuk alasan politik, dalam rangka mempertahankan Arianisme dalam Gereja. Ini ditujukan dengan mengakhiri kontroversi tersebut, dengan mengkecualikan kelompok pengamat—homoousios, homoiousios, dan kelompok lainnya, dan menerapkan hal yang lebih sederhana antara Sosok Pertama dan Kedua dalam Tritunggal.

Tak ada alasan untuk meragukan bahwa Ulfilas benar-benar jujur dalam posisi teologi yang diduduki olehnya. Selaku misionaris terawal, yang lebih menyangkut karya penginjilan terapan ketimbang kontroversi teologi, ia berterima kasih atas bentuk sederhana Kekristenan yang dapat ia pakai untuk memahamkan para rekan daerahnya lebih mudah ketimbang orang yang terlibat dalam metafisika Yunani turunan. Tak ada dasar untuk penyudutan para penulis Gereja ortodoks, bahwa Ulfilas menganut Arianisme sebagai tawaran dengan Kaisar Valens kala memberikan perlindungan dari penindasan pagan Goth. Ia menyatakan dalam kehendaknya bahwa ia selalu memegang prinsip yang sama. Ada kemungkinan bahwa Goth telah menjadi Arian dari jenis non-metafisika yang ringan. Arianisme bertumbuh kuat di Mœsia dan di sepanjang garis Danube, dan penjelasan alami dari fakta bahwa Ulfilas dan umatnya sederhananya memegang keadaan terkini dari masa mereka dan menjadi Arian bahkan tanpa mendadak mereka menganut posisi bida'ah secara spesifik.

Namun, hasilnya sangat tumpang tindih. Di tempat pertama, ini menjadi hal besar bagi Eropa kala Goth merangseki Italia dan bahkan merebut Roma, mereka datang selaku orang Kristen, yang memuliakan dan membiarkan gereja-gereja, dan terhindar dari sikap barbar yang menyertai invasi Britania oleh Saxon. Namun, di tempat kedua, banyak Kristen Gothik dibuat terkejut kala mengetahui bahwa mereka adalah bida'ah, dan mereka baru berupaya menjalin persaudaraan dengan rekan Kristen mereka dalam Gereja Ortodoks yang memicu kemurkaan.

Ulfilas menunjang karya misionaris langsungnya lewat tulisan-tulisannya. Di atas semuanya, melalui terjemahan Alkitab buatannya ke dalam bahasa Gothik. Untuk keperluan tersebut, ia menciptakan abjad, karena sebelumnya seni tulis tak dikenah di kalangan bangsa Goth. Sehingga, ia benar-benar menjadi pendiri sastra Teutonik—sastra besar yang setelah itu berkembang pada Chaucer, Luther, Shakespeare, Goethe. Ulfilasus mengkecualikan Kitab Raja-raja dari terjemahannya karena karakter serupa perang mereka—yang menyatakan bahwa rakyatnya tak memerlukan dorongan kitab suci untuk bertempur, hanya terlalu siap untuk melekaskannya. Mungkin, ini menjadi contoh Alkitab pertama yang ditunjang atas dasar moral.

Terjemahan Ulfilas hanya terdiri dari fragmen-fragmen, yang paling penting adalah Kodeks Argenteus, yang terdiri dari potongan-potongan Injil. Manuskrip tersebut disebut oleh Scrivener sebagai "harta paling berharga dari universitas Upsal." Karya tersebut terdiri dari dedaunan kuarto vellum ungu, dengan tulisan yang terbuat dari emas dan perak. Penanggalannya diperkirakan pada abad kelima atau awal abad keenam. Sehingga perlu dikatakan, hanya sekitar seabad kemudian ketimbang masa Ulfilas sendiri. Salinan lainnya adalah Kodeks Carolinus dan fragmen-fragmen Ambrosian yang diterbitkan oleh Mai. Ulfilas datang ke Konstantinopel pada tahun 380, dan disana ia wafat, mungkin pada tahun yang sama, atau tahun berikutnya—tahun konsili ekumenikal kedua, dikenang atas kepahlawanan sepanjang hidupnya dan pengabdian terhadap rakyatnya, yang juga mengerumuni tahun-tahun akhirnya. Ia digantikan oleh Selenas—seorang sosok yang dianggap "sangat selaras untuk memerintah rakyat dalam Gereja."

Sejarah berikutnya Kekristenan Gothik masuk dalam Kristen Barat, sejak itu menyusul migrasi bangsa Goth. Di Trakia, kampung halamannya, ini lenyap dengan perpecahan bangsa tersebut pada tahun 395. Namun, ini menjadi sangat penting dalam kerajaan Gothik Theodorik, yang memandang Arianisme didirikan ulang pada suatu waktu di Italia lama setelah terpisah dalam Kekaisaran Romawi. Di bawah pengaruh gelombang imigrasi yang sama, peristiwa tersebut timbul di Spantol dan sepanjang Laut Tengah hingga Afrika, di tempat golongan tersebut ditekan bersama dengan Kristen itu sendiri. Sisa-sisa Kristen Gothik di Afrika lenyap di bawah pergerakan invasi Arab, yang memberikan tempat pada Islam dan menyingkirkannya dari peradaban. Sementara itu, di tempat lamanya di Timur, ras lain dan jenis kehidupan Gereja lain memperlihatkan segala tanda dan segala kenangan akan Gereja Ulfilas, kemenangannya dan kemartirannya.