Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 4/Bab 6

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

BAB VI

GEREJA ARMENIA

Armenia adalah sebuah nama yang dipakai untuk wilayah yang beragam dan tak pasti, terpusat di pinggiran selatan Kaukasus dan wilayah dataran tinggi yang berada di arah barat dataran Iran, dan yang berpuncak di Gunung Ararat. Pada zaman Romawi, wilayah tersebut terbagi menjadi Armenia Kecil, barat Efrat, dan Armenia Besar, timur sungai tersebut. Berada di titik temu kekaisaran-kekaisaran besar dan ambisius, Armenia terjepit dan tersudut di antara mereka selaku korban berulang dari perubahan keberuntungan mereka. Usai direbut oleh Aleksander Agung dan kemudian ditempatkan di bawah kekuasaan Makedonia, Armenia meraih separuh kemerdekaan dari Romawi, yang mendirikan kerajaan disana, tak berniat untuk memasukkannya ke dalam kekaisaran mereka. Namun Parthia dan Persia merebut wilayah tersebut, yang membaginya antara kekuasaan Bizantium dan Persia, yang memberikan tingkat otonomi berbeda pada selama berabad-abad, sampai invasi Mongolia meniadakannya dan pada akhirnya penaklukan Muslim membuat sebagian besar wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Islam. Orang-orang Armenia, kini kebanyakan berada di Asia Kecil dan sangat terwakili di Konstantinopel, merupakan ras kuno khas dari suku bangsa Indo-Jermanik dengan karakteristik menonjol, yang memiliki kemampuan bisnis yang kuat, yang memperkenankan mereka untuk meraih kekayaan selama memungkinkan mereka untuk melakukannya, dalam menghadapi penekanan dan penindasan. Mereka ter-Hellenisasi di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium dan ter-Latinisasi di bawah kekuasaan Romawi. Mereka mempertahankan bahasa dan karakteristik nasional mereka sendiri disamping serangkaian tirani destruktif mengerikan yang membuat mereka menjadi korbannya. Terkait hal ini, dan dalam kebencian terhadap keunggulan perdagangan mereka bertumbuh, kami dapat membandingkan mereka dengan Yahudi, yang lebih menonjol ketimbang ras lainnya.

Sejarah Gereja Armenia biasanya terbagi dalam tiga periode—(1) tahun 34–302, bermula dari misi legendaris Tadeus kepada Raja Abgar, bersamaan dengan kunjungan mendadak Bartolomeus, Simon, dan Yudas; (2) tahun 302–491, dari misi Gregorius sang Iluminator untuk menyertai Gereja ortodoks terhadap penolakan kepada dekrit-dekrit Kalsedon; (3) tahun 491 sampai kini, kala Gereja Armenia sepenuhnya terpisah dari Konstantinopel dan merenggang secara doktrinal dari Gereja Yunani. Namun periode pertama tersebut bersifat mitos; kami tak memiliki bukti jelas Kekristenan yang ada di Armenia sebelum abad keempat, kala Gregorius Illuminator, rasul Armenia, memperkenalkan injil ke orang-orang tersebut.

Gregory, yang berjuluk "Sang Iluminator," karena "Iluminasi" merupakan kata Armenia teknikal untuk perpindahan agama, lahir pada sekitar tahun 257, di Valarshabad (kini diwakili oleh Etchmiadzin), ibukota provinsi Ararat di Armenia. Atas penyelidikan Sassauid Sapor i. ayahnya membunuh Chosroes i., Raja Armenia, karena tindakan raja sekarat tersebut memerintahkan seluruh keluarga untuk dijagal. Namun, Gregorius, yang kala itu masih bayi, diselamatkan dan dibawa ke Cæsarea di Cappadocia. Disana, ia dibesarkan sebagai orang Kristen. Kemudian, ia menjadi abdi Tiridates iii., Raja Armenia, yang membesarkannya dengan pangkat bangsawan. Namun, dengan menyatakan iman Kristennya, ia memurkai petinggi kerajaannya dengan menolak ikut serta dalam pengurbanan. "Dua belas orang menyiksa St. Gregorius" menjadi serangkaian kisah yang menuturkan bahwa orang kdus tersebut dihukum atas pembangkangannya. Malangnya, biografi sezamannya yang dicap legenda menyatakan bahwa tak mungkin mengaitkannya dari hal-hal berikutnya. "Kami lihat Tiridates berubah menjadi babi liar karena membunuh biarawati yang menjadi anggota komunitas keagamaan yang mengungsi ke Armenia dalam rangka kabur dari penindasan Diokletianus, dan yang menolak pemberlakuannya dan lari dari istananya usai ditempatkan pada harem kerajaan. Ini menunjukkan saudari raja tersebut bahwa ia dapat dipulihkan jika Gregorius dikeluarkan dari lubang tempat ia didakwa. Ini dlakukan; kemudian Gregorius mengubah kembali Tiridates menjadi manusia, dan menyembuhkan orang-orang yang terkena wabah. Orang kudus tersebut kini terdorong untuk mewartakan injil ke raja yang melunak dan bangsa tersebut, dan ia melakukannya dengan dampak yang sangat besar. Setelah itu, kami mendapati keraguan akan penjelasan lain dalam cerita tersebut, seperti pernyataan sejumlah besar gereja yang dibangun oleh Gregorius. Meskipun demikian, tak ada pertanyaan bahwa sang Iluminator merupakan misionaris sukses di Armenia, maupun bahwa dari masanya, Kristen diakui menjadi agama negara. Ini terjadi sebelum Konstantinus memeluk Kristen. Sehingga, Armenia menjadi negara pertama yang menerima dan mengakui Kristen sebagai agama nasionalnya.

Gregorius ditahbiskan menjadi uskup Armenia oleh Leontius, uskup Cæsarea di Cappadocia. Mengambil setahun pembebasannya dari lubang pada tahun 300, Mr. Malan menerima penahbisannya pada tahun 302. Namun karena catatan terawal Leontius sebagai uskup Cæsarea muncul pada tahun 314 kala ia menandatangani kanon-kanon konsili Ancyra dan Neocæsarea, ini menjadi sedikit terlalu dini. Hubungan antara Armenia dan Cæsarea di Cappadocia berlangsung selama seratus tahun, setelah itu diputus oleh pergerakan Persia. St. Gregorius dikatakan menjalankan tugas uskup selama nyaris tiga puluh tahun, dan kemudian pensiun untuk hidup menyendiri di gua-gua Manyea, tempat ia hanya menjalani dua belas bulan, dan wafat pada tahun 332. Tradisi kunjungannya ke Konstantinus dengan penguasanya, yang kemudian berkembang menjadi perjalanan ke Roma dan sambutan oleh Paus Silvester, murni bersifat legenda dan buktinya palsu Gregorius digantikan oleh dua putranya, Rostaces dan Bartanes, yang setelah itu diteruskan dua putra Rostaces. Kemudian, kami melihat pengaruh pribadi dan keluarga Gregorius lama mendominasi Gereja yang didirikan olehnya. Memerlukan waktu sampai keturunana terakhir Gregorius sang Iluminator agar Julian, yang kala itu merencanakan ekspedisi Persia yang bernasib buruk, mengirim surat penghinaan kepada Arsacius, Raja Armenia, yang mengklaim aliansi dan kerjasamanya, dan memperingatinya bahwa tindakannya tak lebih dari selaras dengan arahan kaisar, Allahnya yang dipercayai olehnya takkan dapat menerimanya dari tindakan Roma.

Menjelang akhir abad keempat, Armenia memiliki uskup terkenal, atau lebih kepada catholicos, selaku kepala Gereja Armenia yang kini dipanggil, yang menjabat selama tiga puluh empat tahun. Ini adalah Norseses i. Ia juga berkerabat dengan Gregorius sang Iluminator. Norseses hadir di konsili Konstantinopel (tahun 381); ia dihukum mati oleh Pharme, Raja Armenia.

Versi Armenia asli dari Alkitab dibuat sekitar akhir abad keempat dan permulaan abad kelima oleh Mesrob, seorang cendekiawan asal Edessa, dengan bantuan penulis Yunani bernama Hrofanos—yang disebut oleh Scrivener sebagai Rufinus—dan dua murid bernama Yohanes dan Yosef. Ini berdasarkan pada teks Yunani, dan dimulai dengan Kitab Amsal. Nyaris sekitaran waktu yang sama, Alkitab atau sebagian dari kitab tersebut juga diterjemahkan oleh St. Sahak, yang juga disebut Isaac, yang hanya mengerjakan teks Siria. Versi Armenia saat ini muncul tak lama usai konsili Efesus. Tak ada keraguan bahwa pembacaan kitab suci awal dalam bahasa sehari-hari membantu mencerahkan dan mengkokohkan Gereja Armenia dan membentenginya dari pencobaan yang diserukan untuk didorong.

Usai pembunuhan Norseses, metropolitan Cæsarea enggan memperkenankan tiga penggantinya untuk ditahbiskan. Ishak, penerjemah Alkitab, menjadi orang pertama yang diberdayakan untuk menjalankan tugas tersebut, dan ia memegang jabatan selama empat puluh tahun, kala dinasti penduduk asli digulingkan oleh Persia. Liturgi Armenia berasal dari zaman Ishak, yang dipandang sebagai zaman keemasan sastra Armenia. Kemudian, serangkaian ketegangan muncul pada Gereja. pada tahun 440, Ishak digulingkan oleh Persia, yang menghimpun calon mereka sendiri dalam jabatannya.

Kami kini menyoroti peristiwa yang memutus Armenia dari badan utama Gereja di Timur. Mereka enggan menerima dekrit-dekrit konsili Kalsedon (tahun 451). Dr. Neale menyatakan bahwa karena mereka bersimpati dengan doktrin Eutikia, namun karena mereka keliru memahami pendirian konsili tersebut dan menganggapnya menjunjung Nestorianisme. Itu menjadi kasus pada waktu itu, namun ini takkan dijadikan sebagai pertahanan ortodoksi Armenia. Sembilan bulan kemudian, arkimandrit Barsumas, pemimpin kelompok biarawan yang berseteru yang sangat mengecam penentang Eutyches di "Konsili Perampok," dan pendukung kuat Eutikianisme, mengirim muridnya Samuel ke Armenia untuk meluruskan Gereja wilayah tersebut dalam penolakannya terhadap konsili Kalsedon. Kemudian, Samuel menjadi propagandis Monofisitisme dalam Gereja Armenia, dan sehingga, bahkan jika sikap tersebut menentang konsili ekumenikal keempat mula-mula terjadi karena kekeliruan, dari masa campur tangan Barsumas, ini dianggap menjadi doktrin Monofisit. Tak ada keraguan bahwa ini terjadi hanya dalam pandangan dua ekstrimis. Masyarakat Armenia memandang Nestorianisme di kalangan tetangga Siria mereka dan menolaknya. Mereka memandang Monofisistisme sebagai lawan menonjolnya. Namun, tak seperti Gereja Yunani dan Latin, mereka tak memiliki media doktrin Katolik yang dipertunjukkan mereka dalam melawan kedua kelompok tersebut. Di bawah keadaan semacam itu, ini akan menjadi mukjizat jika mereka tak menjadi Monofisit. Meskipun demikian, empat puluh tahun berlalu sebelum terjadi perpecahan dengan gereja ortodoks. Ini terjadi pada tahun 491, kala Konsili Nasional Armenia yang diadakan di Vagarshiabad secara resmi menganatemakan konsili Kalsedon. Dari masa itu, Gereja Nasional Armenia—yang kini dikenal sebagai Gereja Gregorian, mengambil nama dari pendiri terkenalnya—berdiri terpisah dari Gereja Yunani, masih terisolasi sampai saat ini, di samping upaya berulang untuk penyatuan kembali.

Pada tahun 535, mereka mengadakan konsili Tiben, yang menganatemakan gereja ortodoks Yerusalem dan menambahkan klausa Monofisit, "yang disalibkan untuk kami," pada Trisagion, pada saat yang sama mengesahkan penyatuan perayaan Kelahiran dan Epifani (atau pembaptisan Kristus) bertentangan dengan kebiasaan Katolik. Sehingga, konsili tersebut berpengaruh di Armenia. Kalender nasional tertanggal darinya—meskipun dimulai dengan tahun yang salah—tahun 531, empat tahun lebih awal.

Menjelang akhir abad keenam, terjadi skisma temporer yang ditimbulkan dari upaya pada pihak Kaisar Romawi Maurice untuk mengirim kembali Armenia ke lingkup ortodoks. Penguasa Armenia, Chosroes ii., menyatakan kekuasaannya terhadap Maurice, yang kemudian memegang pengaruh tertinggi di Armenia. Chosroes bahkan menyerahkannya wilayah yang berada di bawah kekuasaan Persia. Dengan cara ini, Tiben, tempat catholicos kala itu bermukim, dipindahkan ke Kekaisaran Romawi. Sehingga, ia menjadi kaisar ortodoks, menyertai kekuasaan atas Gereja di wilayah kekuasaannya, mengkecualikan Armenia untuk sejalan dengan kelompok lainnya. Namun, Musa ii., yang menjadi patriark Armenia pada masa itu, enggan mengubah pengakuan imannya atas bujukan despot Yunani, dan enggan berbincang dengan para uskup dari wilayah Taron yang ditransfer yang memberikan pengajuan mereka usai konferensi di Konstantinopel. Kemudian, Maurice mengangkat catholicos tandingan, Yohanes dari Cocosta. Pada kematian Musa, penggantinya, Abraham dari Arastune, mengadakan konsili uskup presbiter, dan arkimandrit, yang mengharuskan agar seluruh pihak yang menolak menganatemakan konsili Kalsedon harus diusir dari negara tersebut. Ini berujung pada pengikisan resmi terhadap Gereja oleh Yohanes dan kelompoknya.

Pada tahun 632, Kaisar Heraclius mengadakan konsili Yunani dan Armenia di Carana (kini Erzeroum), yang usai diskusi sebulan mencapai perjanjian yang menganatemakan keputusan Tine dan menerima pendirian Kalsedon. Satu pejuang ortodoks Armenia adalah Yohanes Maracumensis, yang menjadi calon untuk jabatan catholicos. Ia dikecam di konsili tersebut dengan dicekal, dikecam lagi pada konsili kedua, dicap pada bagian kepala dengan gambar rubah oleh prætor Armenia Romawi, dan diasingkan ke Gunung Kaukasus. Namun, ia memiliki para murid yang menabur benih kepercayaan Armenia lama, dan yang kemudian meneruskan pemulihannya dalam Gereja nasional. Kemudian, terjadi penaklukan Muslim. Namun lagi-lagi, negara tersebut dipaksa menerima ortodoksi Yunani, kala Yustinianus ii. memulihkan sementara Armenia ke dunia Kristen, dan catholicos Ishak iii. dan para uskupnya datang ke Konstantinopel. Disana, mereka membujuk untuk memberikan pengikutnya denagn pengakuan iman Kalsedon (tahun 689). Saat pulang, tindakan pelemahan ini ditekan oleh Gereja mereka, dan penaklukan kembali Armenia oleh Muslim memperkenankan Gereja Nasional untuk kembali ke pendirian lamanya. Ini dikonfirmasikan dalam sinode terkenal yang diadakan atas perintah Jenderal Omar di Manaschiertum atas bujukan Hyrcania pada tahun 715. Ini menjadi akal politik Muslim untuk mendorong skisma gerejawi yang memecah penganut Kristen mereka dari Kekaisaran Bizantium. Di sinode tersebut, ada enam uskup Siria Jacobite; dan ini menghasilkan perpaduan dua persekutuan atas dasar doktrin Monofisit, kecuali Julianis, yang juga terwakili di Armenia, diabaikan. Setelah itu, perkara Gereja Armenia berlalu begitu saja.

Bahkan disamping penolakan dekrit-dekrit Kalsedon, perenggangan Armenia dari Gereja Yunani bersifat bertahap, turun naik, dan panjang. Ini didukung oleh fakta bahwa ada para uskup Armenia di tiga konsili ekumenikal berturut-turut—Konstantinopel II (tahun 553); Konstantinopel III (tahun 680); dan bahkan Nikea II (tahun 788)—dan bahwa dekrit-dekrit konsili tersebut diakui di Armenia. Pada akhir tahun 1166, catholicos Narses, menulis kepada Kaisar Manuel Comnenus, mengecam bida'ah Eutikia. Namun kala itu ia tak menerima definisi Kalsedon. Pendirian tersebut dipegang oleh Gereja-nya secara keseluruhan kala tak diusik oleh pengaruh-pengaruh asing bahwa doktrinnya merupakan gereja perdana, bukannya Eutikia maupun teologi turunan lainnya, dan bahwa konsili Kalsedon itu palsu sampai pengajaran tersebut dikaitkan dengan Nestorianisme.

Pada abad pertengahan, Armenia tak diwakili oleh gerejawan atau teolog manapun, dan sehingga abad kedelapan, kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas semuanya mengkontribusikan beberapa karya kepada sastra Armenia. Turki dan Bizantium kini membuat Armenia menjadi medan tempur mereka, dan orang-orang tak bersalah hanya sedikit menderita dari Armenia ketimbang dari Turki dan Bizantium. Selama tiga abad, wilayah tersebut diserbu oleh suku-suku nomadik, dan dapat dikatakan telah memiliki pendirian bangsa. Penyerbuan Timour mendatangkan dampak fatal atas Armenia. Para petani dibawa dari dataran, dan seluruh orang mengalami kemiskinan dan kemalangan. Kebanyakan dari mereka bersembunyi di pegunungan. Tak sedikit yang dibujuk memeluk Islam dan menikahi Kurdi. Yang lainnya kabur ke Kilikia dan Cappadocia, dan wilayah tersebut menjadi inti dari kerajaan Kristen Armenia Kecil, yang menyatakan kemerdekaannya, meskipun dikelilingi dengan wilayah-wilayah Muslim dan tak beraliansi dengan Kekaisaran Bizantium. Armenia Barat bergabung dengan pasukan Salib, dan kala komunikasi dengan Eropa dibuka kembali mulai mengembangkan bidang perdagangan menonjol yang membuat ras tersebut dikenal di seluruh belahan Laut Tengah sampai masa kami sendiri. Malangnya, fasilitas komunikasi yang sama dengan Eropa membuka jalan untuk keagresivitasan kepausan. Pada tahun 1335, Serikat Uniat Armenia dibentuk, yang menerima bentuk Katolik Roma dari Kekristenan. Di konsili Firenze (tahun 1439), kelompok tersebut disebut sebagai "Gereja Armenia Bersatu." Kemudian, mereka mengalami penindasan dari gereja nasional Armenia dan patriarknya.

Biara Mekitaris terkenal di pulau St. Lazaar dekat Venesia tergabung dengan Gereja Uniat Armenia. Ini mengambil nama dari pendirinya Mekitar, yang lahir di Sebaste, Asia Kecil pada tahun 1676, dan yang masuk konven Armenia di Erzeroum pada 1691, namun setelah itu menerima ijin untuk belajar di Etchmiadzin. Mendapati bahwa ia dapat sedikit belajar disana, ia meminta ijin lagi untuk pergi ke Roma; namun terjangkit penyakit yang membuatnya hanya dapat berjalan sampai sejauh Konstantinopel, di tempat ia bertemu dengan beberapa gerejawan Katolik Roma handal, yang mempengaruhinya untuk bergabung dengan Gereja mereka. Kemudian, ia mendirikan tarekat biarawan Armenia di bawah kekuasaan Benediktin yang dimodifikasi, yang dimaklumkan oleh Paus Klemens xi., yang mengangkat Mekitar menjadi kepala tarekat dengan gelar abbas. Ini terjadi di Modan, Morea, yang kala itu berada di bawah kekuasaan Venesia. Penaklukan jazirah tersebut oleh Turki membuat Mekitar dan para biarawannya bermigrasi pada tahun 1715 ke Venesia, di tempat Senat memberikan pulau St. Lazaar kepada mereka. Biara tersebut menjadi pusat pembelajaran penting, dan para biarawan mencurahkan diri mereka sendiri untuk menyebarkan sastra dan pendidikan Armenia. Para biarawan Armenia Cœnobit dari Gereja nasional mengikuti bentuk kekuasaan St. Basil; orang-orang yang menerapkan kehidupan eremit mengikuti arahan St. Antonius.

Kala Konstantinopel jatuh ke tangan Turki (tahun 1453), uskup Armenia di Brusa diangkat menjadi patriark oleh Mohammed ii., dan ditempatkan di bawah perlindungan dan kendali pemerintah Utsmaniyah dalam cara yang sama dengan perlakuan terhadap patriark Yunani. Ia menjadi kepala politik golongannya, dan melalui para uskupnya menjadikannya bertanggung jawab atas pemerintahan rakyatnya, dengan otoritas sipil serta persoalan keagamaan. Untuk keperluan tersebut, penduduk Kristen terbagi dalam komunitas yang disebut millet. Patriark didukung oleh dewan uskup dan rohaniwan, dan setiap uskup menghimpun provinsinya sendiri. Hasilnya sama seperti di kalangan orang Yunani. Gereja dijadikan subyek rohaniwan utama yang juga menjadi pejabat pemerintahan Turki dan diselaraskan di kalangan pejabat mereka sendiri. Meskipun demikian, Armenia menerima beberapa hal dalam konstitusi hukum di bawah pengawasan kebangsaan mereka sendiri. Mula-mula, ini hanya diterapkan pada Armenia Barat, yang terlibat dalam kejatuhan Kekaisaran Bizantium. Namun pada tahun 1514, Turki Osmanli di bawah Selim i. merebut Armenia sejati, dan Idris sang sejarawan, tokoh Kurdi asal Biltis, kemudian dipercayakan dengan tugas menghimpun provinsi tersebut. Dalam hal memegang wilayah tersebut secara efektif, ia menyerahkannya pada sejumlah orang dari kebangsaannya sendiri. Sehingga sejak zaman tersebut, penduduk Armenia bercampur, utamanya terdiri dari dua ras—Armenia dan Kurdi. Sehingga, walau di satu sisi kebanyakan Armenia meninggalkan wilayah mereka karena ketegangan berturut-turut dan menetap di Asia Kecil, Konstantinopel, dan wilayah Barat lainnya, seperti halnya kebiasaan "berpindah-pindah" Yahudi, pada saat ini wilayah tersebut lebih banyak diisi dengan orang-orang Muslim asing ketimbang penduduk asli baik dalam hal peradaban maupun dalam hal moral. Dua ras tersebut tak pernah berpadu. Perbedaan agama melebihi perbedaan rasia dipertahankan oleh mereka. Fakta tersebut harus dipikirkan kala kami menyoroti masalah Armenia. Armenia tak lagi menjadi istilah geografi dalam esensi nasional manapun. Ini mewakili orang-orang tertindas, nyaris hidup selaku kalangan tak berhukum baik di wilayah asli mereka sendiri dan di banyak tempat lainnya, utamanya Turki, Rusia, dan Persia.

Pada tahun 1603, catholicos Melchizedic menyerukan bantuan Shah Abbas dari Persia untuk menjauhkan pengikutnya dari penindasan Turki. Namun, usai bergerak ke wilayah shah yang mengangkut banyak orang Armenia secara paksa ke wilayahnya sendiri, tempat ia menahbiskan mereka dalam sebuh koloni dekat Ispahan. Sepanjang dua abad setelahnya, Armenia dibuat berpindah-pindah oleh persaingan pasukan Turki dan Persia. Gereja juga mengalami pengikisan dari penjualan jabatan catholicos. Terjadi sengketa antara para patriark Armenia di Konstantinopel dan Yerusalem dan catholicos selaku petinggi di Yerusalem. Pada tahun 1655, Filipus, seorang sosok handal, hanya kedua setelah St. Ishak dari zaman bapa-bapa gereja selaku gerejawan besar, mengukuhkan gereja dengan melibatkan dua patriark untuk mengajukannya selaku catholicos seluruh Kristen Armenia. Namun kini, Amrenia terganggu oleh misionaris Yesuit, dan jabatan catholicos kembali jatuh ke genggaman pihak yang tak menguntungkan, sehingga pada paruh pertama abad kedelapan belas, Gereja berada dalam kondisi mengenaskan. Ini adalah masa catholicos Lazar, yang meninggalkannya dalam keadaan sakit. Namun pada zaman Simon, yang menjabat pada tahun 1763, hal-hal mulai ditunjang di bawah pengaruh Rusia.

Rusia merebut Georgia pada tahun 1801. Pada tahun 1828, negara tersebut merebut separuh Armenia, termasuk ibukota gerejawi, Etchmiadzin, yang membuat catholicos Gereja Armenia menjadi warga Rusia. Sehingga, gerejawan tersebut bertanggung jawab kepada tsar, walau masih dipilih oleh para uskupnya sendiri. Kekuasaannya kini dibatasi oleh sinode, mengikuti susunan Rusia.

Pewartaan Protestan dan injili dirintis di Armenia pada tahun 1831 oleh para misionaris Amerika. Pada 1846, catholicos menganatemakan seluruh orang Armenia yang menerima kaidah-kaidah Protestan, yang mengakibatkan Gereja Protestan terpisah berdiri sebagai "Gereja Injili Armenia." Di samping perlawaann dari Prancis dan Rusia, dubes Inggris berhasil memperoleh pengakuan resmi sebagai millet. Para misionaris Amerika mendirikan perguruan-perguruan Armenia di Bosphorus, Kharput, Marsivan, dan Aintab.

Sementara itu, sebagian besar wilayah Armenia masih berada di bawah pemerintahan Utsmaniyah yang menderita secara berkelanjutan dari keadaan malangnya dan tindakan kekerasan berulang. Laporan konsuler mendapati serangkaian informasi tak terpecahnya soal kerusuhan yang didalangi oleh Kurdi atas dorongan para penguasa Utsmaniyah. Pada perjanjian San Stephano, Turki menjanjikan Rusia untuk menghimpun reformasi "di wilayah-wilayah yang dihuni oleh Armenia, dan menjaga keamanan mereka terhadap Kurdi dan Sirkasia." Namun kala pengangkatan Lord Beaconsfield, traktat Berlin (1878) meniadakan perlindungan Rusia terhadap Kristen Armenia, dan menyerahkannya pada enam kekuatan penandatangan, yang diberikan kepada Turki untuk serangkaian reformasi di Armenia. Pada tahun yang sama, lewat Konvensi Siprus, sultan berjanji pada Britania Raya untuk menghimpun reformasi yang dibutuhkan "untuk melindungi Kristen dan warga Porte lainnya" di wilayah Asiatik Turki. Sehingga, perlindungan Armenia mula-mula diberikan kepada dan diterima oleh Rusia. Kemudian, ini diambil dari Rusia dan dipegang oleh Eropa, namun dengan tanggung jawab tambahan yang dipegang oleh Inggris dalam memegang janji khususnya sendiri dari sultan. Semuanya telah menjadi tulisan mati. Tak ada reformasi yang dijalankan. Tak ada dasar yang ditempatkan pada Turki untuk memenuhi janji-janji sultan. Pada 1880, catatan-catatan identik pada kenyataannya dipersembahkan kepada Porte oleh blok-blok kekuatan. Pada 1881, kementerian Inggris mengirim catatan yang diedarkan kepada lima blok kekuatan penandatangan lainnya dalam Perjanjian Berlin. Namun, blok-blok kekuatan tersebut, khususnya Jerman dan Rusia, enggan bertindak, dan hanya mengerahkan armada dan pasukan ke Turki. Sehingga, "Konser Eropa" berakhir. Sejak itu, kementerian-kementerian Inggris berturut-turut menyerukan perhatian sultan atas kegagalannya untuk menepati janjinya yang dinyatakan dalam Perjanjian Berlin. Komunikasi tersebut hanya dijawab dengan penghirauan.

Pada tahun 1895, dunia dihadapkan oleh kabar mengejutkan soal Pembantaian Armenia. Informasi datang berturut-turut, sampai jumlah angka meningkat dari 20.000 menjadi 25.000, 50.000, dan bahkan 120.000, disamping 5.000 sampai 6.000 orang dibantai di Konstantinopel. Pria, wanita, dan anak-anak menghadapi kematian di tengah-tengah nuansa kengerian dan kerusuhan yang tak dapat dikata-kata. Pemerintah Utsmaniyah nampak jelas diperingatkan oleh laporan gerakan revolusioner, yang sangat dikaitkan dengan bangsa yang lama ada tersebut diwarnai oleh keterusikan tak terkira dari penyalahgunaan kekuasaan Turki. Namun, sejumlah orang tak mengambil langkah apapun terhadap pemberontakan. Bagaimana mereka dapat melakukannya dengan harapan sukses, karena persenjataan dilarang untuk orang Kristen, sementara Kurdi dan Turki nyaris sepenuhnya dipersenjatai? Selain itu, pembantaian tersebut melampaui kewajaran. Tak ada upaya untuk memilah terduga revolusionis. Turki yang memenangkannya, agar semuanya menjadi kerusuhan dari kebengisan Turki. Penjagalan tersebut menimpa dua golongan Armenia—Gregorian dari gereja nasional, dan Protestan. Uniat ditempatkan di bawah perlindungan Prancis, dan para anggota Gereja Yunani berada di bawah perlindungan Rusia.