Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 5/Bab 2

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB II

PENAKLUKAN PERSIA DAN ARAB

Pendirian Koptik pada masa penaklukan Mesir oleh Persia dan Arab tak memiliki padanan dalam sejarah. Dua invasi berturut-turut menerjang wilayah mereka namun dengan jeda pendek di antara mereka. Jeda tersebut diisi dengan peristiwa tindakan terpuji Heraklius, yang menyelamatkan Kekaisaran Biznatium kala wilayah tersebut nampak terpecah, dan pada akhirnya, dan memberikannya kehidupan baru, walaupun tanpa keselarasan apapun dari kemegahan sebelumnya. Kini pertanyaannya adalah, apa sikap Koptik pada tiga perubahan kaleidoskopik dari peta Kekaisaran tersebut? Mereka menindas penduduk asli Kristen Mesir yang merampas pendapatan gerejawi dan gereja-gereja megah, dan menyaksikan Melkit Yunani asing, yang mereka sendiri selain membayangi gereja, menikmati perlakuan dan pendirian kuno mereka. Mereka dapat tak merasakan perasaan kesetiaan terhadap penindas besar mereka, pemerintah Bizantium. Selain itu, ini menunjukkan bahwa mereka tak menolong atau mendorong pasukan invasi Persia. Ini ditunjang oleh perlakuan kejam yang diterima oleh mereka. Tak kurang dari enam ratus biara di wilayah Aleksandria. Biara-biara tersebut bertembok dan berbenteng, dan para penghuninya terdorong untuk melawan Persia. Mereka semua dikepung, direbut, dan dihancurkan; dan para biarawan dihadapkan pada pedang, dengan penjagal besar. Perang kejam yang sama menimpa Nil sampai sejauh Syene, dan kebanyakan biarawan dijagal semuanya sepanjang penaklukan. Raja Persia Chosroes mengijinkan Andronicus, patriark Koptik, untuk bertahan di Aleksandria seperti halnya ia memperkenankan patriark Modestus untuk bertahan di Yerusalem. Tanpa ragu, ia memiliki alasan atas keadaan tersebut untuk tindakan-tindakan terselubung. Ini juga menandai perbedaan antara patriark nasional dan pejabat Bizantium.

Di sisi lain, Koptik enggan untuk bergabung dengan musuh Kekaisaran Bizantium ketimbang pada masa lainnya. Kaisar Phocus membuat dirinya dibenci oleh seluruh warganya—Yunani serta Mesir dan Siria. Sehingga, kala Heraclius memjmpin pemberontakan melawan tirani brutal, seluruh kekaisaran siap untuk menaati aturan jenderal besar tersebut dan membantunya sepanjang ambisi yang dijanjikan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Usai koptik tak suka untuk berpihak dengan musuh dari sosok yang mereka tolong untuk naik takhta. Pernyataan bahwa mereka melakukannya adalah pemalsuan murni dari para koluminator Melkit mereka. Penderitaan mereka sendiri akibat pedang harus menyelamatkan mereka dari dakwaan palsu tersebut.

Usai Heraclius memukul mundur invasi Persia, ia masih dianggap dalam cara yang sangat bersahabat oleh Koptik ketimbang pada kasus dengan kaisar Bizantium lainnya; dan mula-mula ia memberikan beberapa luka pada hubungan bahagia yang tertanam dengan mereka. Ia tak pergi jauh untuk menolak memilih patriark Melkit. Itu akan memberikan tawaran kokoh pada warga Yunani-nya di seluruh belahan kekaisaran. Namun, ia berhati-hati untuk memilih seorang sosok pada suatu jabatan yang kehidupan dan sifat yang sangat menonjol bahkan di kalangan Kristen nasional. Ia adalah Yohanes, yang bernama belakang "sang Almoner." Sifat tulusnya merupakan beberapa bukti kekayaan dari jabatan yang dipegang olehnya selaku patriark nominal Aleksandria, dan ini dapat membantu untuk menjelaskan kepahitan yang dirasakan oleh Gereja nasional yang direbut dalam rangka mendorong orang asing tersebut dan jabatan yang umumnya tak berguna. Gereja memiliki bagian besar dalam perdagangan bahan pokok yang dibawa antara Aleksandria dan Konstantinopel, dan seluruh laba kini didatangkan pada tempat-tempat penyimpanan patriark Melkit. Yohanes melakukan hal terbaik yang nampaknya memungkinkan untuk dirinya berada di bawah keadaan tersebut. Ia tak mengecam kekayaan yang hanya didatangkan kepadanya dalam kapasitas resminya, dan ia menganggap dirinya sendiri selaku orang terpercaya; namun ia menempatkannya jauh melebihi pendirian kepangeranan. Ia menghimpun pemulihan harian di antara 7.500 orang miskin di Aleksandria. Usai pengepungan Yerusalem oleh Persia, ia mengirim beberapa hadiah uang, pangan, dan busana ke kota tersebut, dengan surat ringkas yang menyatakan, "Perlindunganku yang aku dapat kirim tidaklah menguntungkan bait-bait Kristus. Akankah aku dapat mendatangkan diriku sendiri dan bekerja dengan tanganku sendiri di Gereja Kebangkitan."

Disini, kami dapat melihat sebuah hasil yang baik dari invasi Persia. Ini merupakan alat tak langsung dari penggaetan Gereja Siria dan Besar dalam ikatan simpati Kristen sebenarnya. Yohanes sang Almoner mengikuti langkah-langkah Rasul Paulus kala ia mengirim bantuan kepada "persaudaraan di Yerusalem." Pada musim gugur tahun 615, kala karavan Yohanes melintasi gurun, patriark Jacobite Antiokhia, Athanasius, menerima kunjungan Anastasias, patriark Koptik Aleksandria, menemuinya di Biara Ennanton di pantai barat Aleksandira. Disana, beberapa biarawan Siria lantas singgah selama waktu itu dalam rangka merrevisi Alkitab Siria lewat perbandingan dengan naskah Yunani, sementara lainnya datang selaku pengungsi dari invasi Persia. Pertemuan tersebut nyaris mengakibatkan pengamalan Melkit Yohanes tak dapat terwujud. Hal ini memicu penyatuan antara Gereja Siria dan Koptik, yang keduanya sama-sama mengimani pengakuan iman Monofisit.

Kejutan merugikan dari masa kekuasaan Heraclius muncul tak lama kemudian. Sosok yang memiliki kecerdikan untuk menyelamatkan kekaisaran bukanlah sorotan umum untuk memerintahnya. Heraclius adalah salah satu panglima terbesar di dunia yang pernah ada. Ia menghimpun salah satu penguasa yang sangat tak berkompeten yang pernah mengalami kesalahan penanganan terhadap kekaisaran besar. Ia tak mengharapkan prajurit untuk menjadi teolog, dan Heraclius mungkin diampuni karena menyerahkan urusan Kristologi kepada penasehat profesionalnya, Sergius, patriark Konstantinopel. Namun, ia tak dapat memastikan cara yang layak yang diberlakukan olehnya terhadap apa yang ditujukan olehnya kepada ranting zaitung kepada golongan yang ingin bersatu kembali dengan ortodoksi. Ia bahkan tak berkonsultasi pada Benyamin, patriark gereja nasional Mesir pada masa itu. Cyrus, calon patriarkat Melkit Aleksandria (pada tahun 630), menjadi sosok terburuk yang dipilih menjadi konsiliator. Cyrus mengadakan pelantikannya sebagai keputusan untuk mendorong otoritas Melkit asingnya terhadap gereja nasional Mesir. Kebijakan kejamnya diantisipasi dari awal. Benyamin sang patriark Koptik kabur untuk bersembunyi kala Cyrus mendarat (tahun 631). Ia mengetahui apa arti misi tersebut. Para biarawan Koptik kini memburuk ketimbang para biarawan Inggris dari Bangor, kala Augustine, kurang dari tiga puluh tahun sebelum masa ini, diangkat dalam rangka mendorong mereka untuk tunduk pada Roma. Mereka kabur ke segala arah. Kebanyakan rohaniwan berasal dari gereja nasional. Semuanya ditekan dengan teror. Dan ketakutan mereka dibenarkan. Orang-orang yang menolak Cyrus mengalami perlakuan kasar—ditahan, disiksa, dibunuh. Namun, kebanyakan orang menyatakan ajuan, bahkan di kalangan uskup. Terdapat sedikit peristiwa yang lebih memalukan dalam sejarah gereja ketimbang ini. Disini, kami memiliki penjelasan singkat antara invasi non-Kristen dan lainnya—antara invasi pagan Persia dan Muslim Arab. Pada masa jeda pendek tersebut, kekuatan Kristen diatur di Mesir. Sehingga, ini menghimpun waktu kekeliruan bagi gereja nasional. Kubu dominan Kristen menjalaninya dalam penindasan brutal sesama Kristen mereka.

Tindakan kekerasan Cyrus berlangsung selama sepuluh tahun. Usai tujuh atau delapan tahun penindasannya, Heraclius membuat upaya terakhirnya dalam mengamankan perdamaian Gereja lewat pengedaran Ecthesis yang mengadvokasikan gagasan Monotelet yang baru diciptakan. Mungkin di luar Aleksandria, para biarawan tak pernah mendenger keberadaan dokumen tersebut. Tak ada penulis Koptik yang mengkhianati pengetahuan apapun darinya. Bagi Koptik, teman lama mereka Heraclius nampak berubah menjadi penindas, berniat mendorong mereka kembali ke bida'ah Kalsedonian yang dibenci. Ini adalah kekeliruan ganda. Ecthesis berangkat dari Kalsedon, dan nampaknya ditujukan untuk dianatematisasikan oleh konsili ekumenikal, dan kaisar bukanlah pelakunya, namun juru damai—dalam tujuannya. Sementara itu, dari awal, Cyrus meluaskan tatanan kepemimpinannya dan secara langsung berkontradiksi dengan jiwa mereka. Dalam menaungi otoritas tertinggi atas Mesir, ia dapat menekan Koptik, yang nampak tak berkehendak menempatkan diri di belakangnya untuk sebanding dengan Heraclius, karena mereka memiliki keraguan terhadap kesepakatannya terhadap Cyrus. Perlu diingat bahwa meskipun tujuan aslinya bersifat pasifis, Heraclius, seperti Konstantinus pada tiga abad sebelumnya, berniat untuk memajukan keadaan setidaknya terbebas dari penindasan. ini adalah takdir tak terbantahkan yang diijinkan untuk memajukan landasan melalui rekonsiliasi saling menguntungkan dari segala perbedaan pada masyarakatnya. Heraclius harus memahami penindasan Cyrus. Tanpanya, ia terlalu lemah untuk ikut campur, ia harus mewujudkannya. Tanpa ragu pada paruh akhir sepuluh tahun kekejaman, ia sangat ditolak dengan pemeliharaannya terhadap penyelesaian perbedaan gerejawi. Ecthesis buatannya menjadi upaya terakhir konsiliasi, dan, di samping beberapa kesuksesan temporer, pada akhirnya ini mengalami kegagalan, sebagian karena dipercayakan kepada tangan-tangan yang salah.

Kelanjutan dari nasib menakjubkan Heraclius memukul mundur Persia dan Siria dan mendirikan kembali kekuatan Kekaisaran Bizantium menjadi salah satu penolakan terbesar dalam sejarah. Kali ini, peristiwa tersebut nampak bak masa kejayaan Konstantinus atau Teodosius kembali. Kemudian, timbil awan petir dari gurun Arab, dan golongan Islam menyerbu provinsi demi provinsi, sampai sejauh, usai berabad-abad pergulatan besar, sisa Kekaisaran Romawi di Timur akhirnya ditundukkan, dan Bulan Sabit ditempatkan di kubah utama St. Sophia, yang masih ada hingga saat ini.

Kini, kami melihat hubungan pawai kemenangan Islam pada masa awalnya di kalangan Koptik dan Gereja mereka. Muhammad tak pernah memasuki Mesir. Sang nabi meninggal dunia pada tahun 632. Tujuh tahun kemudian, Muslim menginvasi Mesir. Umar kemudian menjadi khalifah. Sebuah surat dikirimkan olehnya kepada Amir, yang dalam perjalanan menuju Mesir, memanggil panglima tersebut ke Madinah, telah mencapai tempat tujuannya, namun Amir tak membukanya, dan berkirap disamping ia didakwa atas perintahnya. Kemenangan berikutnya menimbulkan tindak penekanan. Tak ada keraguan bahwa kemenangan tersebut sebagian dimenangkan oleh bantuan yang didapatkan di Mesir sendiri. Namun terdapat beberapa kesamaan dalam rujukan kepada sumber dan tindakan bantuan tersebut. Ini dikaitkan dengan Koptik. Jika itu benar, kami sulit menganggap mereka sebagai pengkhianat, karena mereka menjadi warga pemimpin asing pada kaisar Bizantium, yang mewakili gereja asing yang mengincar harta benda gerejawi mereka. Selain itu, ini menjadi pertanyaan soal perubahan pemimpin.Meskipun demikian, Kekaisaran Bizantium, walau dipandang oleh Koptik selaku bida'ah dalam penerimaannya terhadap dekrit Kalsedon, menjadi kekuatan Kristen, dan masuknya penakluk Muslim menjadi dorongan Islam selaku agama saingan yang mengancam mengikis iman terhadap Kristus. Penindasan Kristen oleh sesama Kristen mereka tak pernah runyam lagi karena pembelaan iman kala itu menggerakkan para korban di tangan kafir. Namun, ini tidaklah ditujukan melawan Koptik yang memberikan bantuan mereka kepada pasukan invasi Arab. Mereka diremukkan dan ditekan oleh penindasan Melkityang menyusul pengedaran Ecthesis dan pemberlakuannya oleh Gyrus. Benjamin patriark mereka berada di pengasingan. Rombongannya berada dalam tanpa kondisi pada urusan publik yang sangat berpengaruh. Tindakan yang diambil untuk mempermulus jalan pasukan invasi datang dari sumber lain, dan bahwa sumber soal peristiwa tersebut membuatnya lebih bersifat berkhianat. Sosok miterius, yang dikenal para penulis Arab seebagai "sang Mukaukas," disebut sebagai "kepala penguasa Mesir," dituduh sebagai pengkhianat utama Kristen pada persimpangan ini. Mr. Stanley Lane Poole menyatakan bahwa misteri sosok tersebut dapat dijelaskan menurut hipotesis bahwa dua orang berbeda terlibat dengan nama yang sama. Ia menerima pandangan bahwa gelar Mukaukas, sebagai bentuk kata Yunani yang artinya "paling berjaya," nampaknya dipakai untuk pejabat Bizantium. Kini, pada tahun 628, seorang pejabat Mesir tertentu dari kekaisaran tersebut bernama Gregorius, dan menyematkan gelar tersebut, mengirim dua gadis budak, seekor keledai putih, dan seguci madu Benha sebagai persembahan kepada Muhammad, dan salah satu gadis budak tersebut, yang dikenal sebagai "Maria orang Koptik," menjadi gundik sang nabi. Dua belas tahun kemudian, kami mendapati pejabat Bizantium dengan nama dan gelar yang sama dan seperti teman Muhammad, Mukaukas. Namun, ia mungkin bukan orang yang sama, namun mungkin putranya. Gregorius memberikan beberapa bantuan kepada Arab dalam merebut Mesir. Sebagai balasan, ia memberikan sejumlah aturan—(1) Sebuah pajak menengah bagi Kristen, yang seharga dua dinar (sekitar £1, 1s. 0d.) per kepala, pajak tanah, dan kewajiban memberikan santunan tiga hari kepada para prajurit. (2) Tidak ada perdamaian dengan Romawi sampai mereka semua dijadikan budak. (3) Janji bahwa kala Gregorius meninggal, ia harus dikebumikan di Gereja Santo Yohanes di Aleksandria.

Jika pandangan tersebut diadopsi, kami tak dapat mengakui Mukaukas selaku sosok yang sangat penting, dan perbedaan tersebut akan menjadi catatan bagi kebanyakan penjelasan yang menyinggung tentangnya dan persembahannya. Namun teori lain dimajukan oleh Mr. Butler, yang, jika diadopsi, akan mengalihkan sorotan yang sangat berbeda pada cerita tersebut. Ini mengenai pejabat dengan nama barbar dalam kronik-kronik Arab yang tak lain adalah Cyrus, patriark Melkit Aleksandria. Sehingga, konsep tersebut mengalihkan perhatian kami kala didatangkan pada kami untuk pertama kalinya. Pembaca harus merujuk kepada pengujian besar Mr. Butler terhadap seluruh kasus untuk pujian atas bukti tersebut, yang bersifat kumulatif. Teori yang muncul tersebut nampaknya dimulai oleh cendekiawan Portugis Pereira. Ini dimulai dari pernyataan Severus dari Ushmunaim, bahwa "Cyrus diangkat oleh Heraclius usai pemulihan Mesir dari Persia baik selaku patriark maupun gubernur Aleksandria". Ini sangat signifikan. Ini menekankan tugas ganda, dan menyatakan gagasan bahwa sosok yang pada masa yang sama menjadi pemimpin ranah sipil dan gerejawi di Aleksandria benar-benar dapat mendominasi Mesir. Kami dapat sangat memahami pandangan Arabia terhadapnya. Kemudian, ini menunjukkan bahwa gelar aneh Mukaukas, yang timbul pada beberapa penjelasan, berasal dari kata kaukasios dan menandakan bahwa Cyrus datang dari Phasis di Kaukasus selaku orang asli wilayah tersebut. Cyrus tentunya memasuki negosiasi awal dengan Jenderal Muslim Amir, menjanjikannya upeti tahunan dan putri kaisar Eudocia untuk haremnya jika ia akan menarik pasukannya. Heraclius menjadi murka kala ia mendengar proporsal jalinan pejabatnya, dan membawanya ke Konstantinopel. Disana, ia harus menghadapi penghukuman matinya secara langsung. Namun, teror invasi Arabia sangat besar kala kaisar mengirim Cyrus untuk kembali merombak keputusan tersebut. Kala Mukaukas berada di Babel, ibukota Koptik kuno, ia mengadakan negosiasi rahasia untuk menyerah. Namun, kebijakannya kemudian membuatnya tertekan. Aleksandria, yang berbatasan dengan laut dan dibentengi dengan kuat di darat, harus menghadapi pengepungan panjang. Para penduduknya menyerah tanpa perlawanan. Ini nampaknya merupakan tindakan kurang dibutuhkan dari para pejuang yang dikaitkan dengan pengkhianatan Mukaukas. Peristiwa tersebut berujung pada keputusan bijak untuk perlindungan kota, harta bendanya, dan penduduknya. Kemudian, Aleksandria direbut kembali oleh Bizantium. Setelah itu, Arab merebutnya lewat serangan. Sulit untuk melihat apakah Cyrus kembali berkhianat. Namun, tak ada keraguan bahwa ia menegosiasikan pernyataan menyerah terhadap Arab. Fakta tersebut dikonfirmasikan oleh Yohanes dari Nikiou, yang menyatakan bahwa Cyrus tak sendiri dalam keinginan perdamaian, para penduduk juga umumnya mengharapkannya. Di sisi lain, ia menyatakan bahwa Amir berjuang selama dua belas tahun melawan Kristen dari Mesir Utara sebelum ia berhasil menaklukkan wilayah tersebut—suatu wilayah yang sangat dipengaruhi oleh Cyrus. Kala Aleksandria direbut, Amir melarang penjarahan.

Kisah terkenal dari penghancuran perpustakaan kini ditonjolkan. Menurut penuturan Abul-Farág, Amir meminta nasehat kepada Umar soal apa yang harus ia lakukan dengan kitab-kitab, dan khalifah menjawab, "Jika tulisan-tulisan Yunani tersebut selaras dengan kitab Allah, kitab-kitab tersebut tidaklah berguna dan tak perlu disimpan; jika kitab-kitab tersebut tak selaras, kitab-kitab tersebut terlarang dan harus dimusnahkan." Sehingga, kami berujar, kitab-kitab tersebut dibawa ke sekitar 4.000 permandian kota tersebut, dan bahkan memerlukan waktu enam bulan untuk membakar semuanya. Gibbon sepakat dengan Renaudot soal keraguan akan kisah tersebut, dan kemudian para kritikus menyatakan skeptisisme mereka. Kisah tersebut ak ditemui sampai abad ketiga belas, enam ratus tahun kemudian. Selain itu, peristiwa itu sendiri tak memungkinkan. Sangat ragu soal kapan ada perpustakaan dengan jumlah karya sebanyak itu di Aleksandria pada masa itu. Perpustakaan terkenal Ptolemaos nampaknya dihancurkan oleh Cæsar. Beberapa tahun kemudian, perpustakaan para raja Pergamum ditempatkan di Serapeum. Namun, kala Serapeum dihancurkan oleh segerombolan orang pada abad keempat, perpustakaan tersebut harusnya dibakar atau dinistakan. Kemudian Yohanes Philoponus, yang, menurut kisah Arab berikutnya, menanyai Amir akan kitab-kitab tersebut, yang seharusnya tak hidup pada tahun 642, karena ia diketahui menulis lebih dari seabad sebelum tanggal tersebut. Selain itu, Arab belum memasuki Aleksandria selama sebelas bulan usai kota tersebut menyerah, dan sepanjang waktu, para penduduk bebas untuk mempertahankan harta benda mereka. Kala kota tersebut dimasuki, Amir melarang penghancuran harta benda. Terakhir, terdapat ketidakmungkinan mendalam—sesuai dengan yang ditekankan oleh Mr. Butler—bahwa kitab-kitab tersebut, yang kebanyakan berbahan perkamen, akan dipakai untuk menyulut kebakaran terhadap 4.000 permandian. Ini akan membuat orang permandian lebih baik menjualnya kepada para cendekiawan, kebanyakan akan menyerahkannya selaku penjual handal. Menempatkan seluruh fakta tersebut bersamaan—penghancyran perpustakaan Ptolemaos oleh Romawi pada abad pertama SM; penghancuran Serapeum, yang di dalamnya terdapat perpustakaan dari Pergamum pada abad ketiga Masehi; ketidakmungkinan bukti bahwa itu bagian dari cerita yang mengenalkan nama Philoponus; kesempatan untuk menyelamatkan kitab-kitab tersebut diberikan kepada penduduk Aleksandria; larangan tindak kekerasan yang diberlakukan oleh Amir dan ketidakmungkinan umum dari seluruh penjelasan—kami memiliki alasan untuk menyangkali tradisi tersebut sebagai hal yang tak benar.

Usai Mesir direbut oleh Arab, pusat pemerintah dipindahkan dari Aleksandria ke Fustât ("tenda"), yang kini nyaris dikenal sebagai "Kairo Lama." Tempat tersebut lebih mudah dijangkau dari Madinah dan pada saat yang sama melenyapkan pengaruh Bizantium di Aleksandria. Disini, pemerintahan dijelankan selama dua ratus lima puluh tahun.

Terkait dua kubu Kristen, meja-meja ditempatkan. Ortodoks, yang menjadi kubu Kekaisaran Bizantium, merasa tak senang, dan mereka merebut kedudukan-kedudukan yang diambil oleh mereka, beberapa pihak beralih ke pemilik berhaknya, Koptik. Mula-mula, orang-orang tersebut diperlakukan semestinya. Amir menerima serombongan biarawan yang memohon serangkaian hak dan pemulihan patriark mereka Benyamin usai berada di pengasingan selama tiga belas tahun. Sebagai balasannya, ia menghimpun piagam dan mendorong patriark tersebut untuk kembali. Dekritnya menyatakan sebagai berikut: "Lekaslah di setiap tempat, dimana Benyamin sang patriark Kristen Koptik berada, memberikan keamanan, perdamaian dan kepercayaan penuh dari Allah: lekaslah ia datang dengan selamat dan tanpa rasa takut, dan bebas mengurusi urusan Gereja dan umatnya." Tak lama kemudian, Koptik diperkenankan untuk membangun gereja di balik jembatan di Fustât. Secara bersamaan, gereja nasional di Mesir mula-mula lebih dibebaskan dan lebih bahagia di bawah kekuasaan orang tak percaya ketimbang di bawah kaisar ortodoks. Dua gereja tersebut hidup bersama secara berdampingan. Pada waktu itu, timbul perdamaian di Mesir. Terdapat sejumlah waktu jeda antara banyak penindasan keras dan perlakuan buruk jangka panjang yang ditujukan pada para penduduk Kristen.

Meskipun demikian, hanya dengan perbandingan pada pemerintahan yang lebih keras pada masa selanjutnya yang membuat kami menganggap zaman Arab awal bersifat pasifis dan lunak. Di Inggris atau Amerika, kami harus memikirkan tirani Islam bahkan pada ketiadaan toleransi menonjol. Selaras dengan aturan universal—pilihannya menjadi Islam, upeti, atau pedang—Kristen dikenakan pajak yang besar, sementara Muslim tak membayar pajak. Sehingga mereka, bersama dengan Yahudi, menghimpun seluruh perputaran keuangan dengan Negara, membayar pengeluaran pemerintah dan tentara, dan mendukung kemewahan harem. Lebih dari itu dan di atas itu, nyawa mereka terancam dan kebebasan ibadah mereka hanya diperkenankan pada keadaan berikut ini:—

1. Al-Qur'an dilarang dinista maupun salinannya dibakar.

2. Sang Nabi dilarang dikatakan dengan tidak hormat.

3. Islam dilarang ditentang atau dinista.

4. Kristen dilarang menikahi Muslimah.

5. Dilarang ada upaya untuk memindahkan agama atau mencederai Muslim.

6. Musuh-musuh Islam dilarang untuk dibantu,

Untuk aturan umum tersebut, terdapat penambahan batasan merendahkan tertentu, seperti rumah-rumah Kristen dilarang berada di atas rumah-rumah Muslim; bunyi lonceng-lonceng gereja dilarang terdengar di telinga Muslim; salib-salib tak boleh diletakkan di tempat terbuka; Kristen dilarang mengendarai kuda; perayaan pengkebumian tertentu harus diawasi, dll.

Secara bertahap, Kristen merasakannya, meskipun batasan-batasan diberlakukan pada mereka, mereka dapat menikmati perlakuan menonjol dari kebebasan kepribadian, mereka berada dalam keadaan ikatan sosial. Sikap demokratis luar biasa Islam diberikan ke mualaf-mualaf Mesir memiliki hak setara dengan pasukan invasi dari Arab, kecuali dalam beberapa persoalan militer. Sehingga, ini tak seperti kasus invasi Inggris oleh William sang Penakluk, usai Norman selaku penakluk menaklukkannya atas Inggris yang dikalahkan. Di Mesir, penduduk asli dapat menikmati hak pemenang Arab jika mereka menganut agama majikan mereka.

Dipandang dari jauh dan secara abstrak, kebijakan tersebut nampaknya timbul dari bangsawan berpemikiran luas. Agama dijunjung melebihi ras, dan pemenang berkehendak untuk berbagi hasil perang dengan setara, pada keadaan yang tak dapat dibuat untuk laju material mereka sendiri. Sehingga, melalui agama pedang, Islam memiliki sifat yang khas, melalui pengakuan iman dan konstitusinya, selaku agama dakwah. Di sisi lain, sifat pemerintahan Muslim menambahkan penekanan tiraninya terhadap orang-orang yang menganut keyakinan lain. Ini semua memperburuk Kristen Koptik untuk memandang sesama Mesir mereka beralih ke keyakinan saingan dan sehingga meningkatkan unsur penindas. Dalam hal penindas, penguasa haruslah Muslim, berkaitan dengan Kristen, bahkan kala metodenya mengalami peringanan. Perjodohan diberlakukan sebagai alat tambahan untuk melepaskannya dari Gereja dan memasukkan mereka ke Islam. Jika hal-hal tersebut dilakukan di pohon hijau, apa bukannya bakal mengering? Walaupun penguasa Arab di Mesir sangat moderat agar Koptik siap untuk bersatu untuk pemulihan dari tirani Melkit, mereka kemudian memiliki alasan untuk mengingat penyambutan yang diberikan oleh mereka. Tak lama sebelum penekanan meningkat, dan dari waktu ke waktu pada abad berikutnya, mereka dihadapkan dengan serangkaian penindasan besar. Kristen tak pernah menikmati kebebasan penuh di bawah kekuasaan Islam. Mereka selalu diperlakukan sebagai bawahan, jika bukan penjahat. Mereka seringkali menjadi target kekejian besar tanpa harapan pemulihan. Mesir tak mendapatkan pengecualian dari generalisasi melankoli tersebut.