Lompat ke isi

Gereja-gereja Yunani dan Timur/Bagian 2/Divisi 5/Bab 4

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
BAB IV

ZAMAN TURKI DAN MESIR MODERN

Kebangkitan kekuasaan Turki menimbulkan ketegangan pada Koptik seumum dengan Kristen Timur dari ras lainnya. Mula-mula, Turki muncul selaku pedagang Arab, bekerja di bawah para khalifah. Namun secara bertahap niat peran mereka membawa mereka ke depan, sampai sepanjang para sultan Turki merebut otoritas kekhalifahan. Pada awal abad kesebelas, sekelompok pemberontak Turki merampas biara-biara Thebaid dan membantai banyak biarawan. Kekuasaan dinasti Fatimiyah kini nyaris punah, dan para gubernur Mesir diangkat oleh para prajurit tanpa rujukan apapun kepada khalifah. Kala Turki Seleukia berkuasa atas Timur, perlakuan buruk peziarah di Yerusalem berujung pada campur tangan Eropa Barat, dan sehingga memicu Perang Salib. Akibatnya, walau secara garis besar menerima penolakan, membawa beberapa pemulihan pada Kristen Yunani dan Siria. Pergerakan Turki tertahan; kubah Konstantinopel ditangguhkan; Yerusalem dipimpin oleh seorang raja Kristen selama nyaris seabad, dan Siria oleh para pangeran Kristen selama kurang lebih dua ratus tahun. Namun semua itu tak memberikan pergerakan pada Koptik. Berkaitan dengan ziarah, mereka bahkan lebih buruk ketimbang sebelumnya, Sehingga, kala mereka memiliki kesempatan mereka diperlakukan setara dengan Kristen lain, Koptik juga memiliki akses bebas ke tempat-tempat suci, karena Islam tak membedakan persaingan sekte-sekte Kristen. Namun kala Yerusalem berada di tangan Latin, walau para petinggi kota berkehendak untuk mengajukan ortodoksi dalam pengakuan iman Gereja Yunani, umumnya dengan Gereja, mereka memperlakukan Koptik Monofisit sebagai bida'ah, dan melarang mereka masuk Kota Suci tersebut. Sehingga, "Yerusalem dibawa" berrintangan melawan Gereja nasional Mesir oleh kekuatan Kristen Eropa. Koptik menunggu pemulihan Palestina oleh Muslim sebelum mereka dapat kembali berziarah ke makam Kristus.

Patriark Koptik pada masa Perang Salib pertama adalah Chail iv., yang menandatangani dokumen yang berjanji meniadakan simony dan mengecam klaim-klaim pergesekan tertentu dari para pendahulunya, saat kondisi pelantikannya kala menjadi biarawan di konven dekat Sinjara. Tak lama kedua, ia menjadi lebih kuat ketimbang pengharapannya, mengencam ekskomunikasi terhadap siapapun yang berniat menentangnya. Ia bahkan memberlakukan dakwaan ekskomunikasi sinode melawan Chenouda, uskup Misr, yang menyatakan pertanyaan simony. Ini bukanlah sekadar menyerang mereka bak pembangkang agar, kala Perang Salib dimulai dengan semangat antusias keagamaan, dan kala Kristen Barat membuka komunikasi yang lama tertutup dengan Timur, Gereja Koptik di Mesir dapat diwakilkan oleh setidaknya patriark seperti halnya Chail ini.

Kebijakan Salibis yang bangkit pada suatu waktu menyulut bara api patriarkat Melkit, yang kala itu dipegang oleh Cyril, seorang prelatus yang dihormati sebagai tabib dan penulis. Gerejawan tersebut mengharapkan hal-hal besar dari kemenangan Salibis; namun ia tak menyepakatinya. Tak seperti wilayah tetangga Siria, Mesir tak pernah bergulat dengan kekuatan Muslim. Para khalifah Fatimiyah bukanlah teman dari kekuasaan Turki. Kala mereka mendengar kesepakatan Perang Salib pertama, mereka berniat untuk menjalin hubungan dengan pasukan invasi dari Barat. Namun, keadaan tersebut tumbang tindih dengan fakta bahwa pada masa pelemahan Turki, usai pemerintahan tiga sultan kuat yang mendirikan dinasti Seleukia, Fatimiyah merebut kembali Yerusalem. Kala mereka menganggap bahwa Salibis adalah musuh semua Islam, dan bukan hanya musuh Turki, mereka tak dapat menjalin negosiasi mereka. Mereka juga mengerahkan pertahanan, dan kejatuhan Yerusalem menjadi peristiwa besar pada mereka, walaupun peristiwa tersebut tak membawa pemulihan warga Kristen mereka di Mesir. Pada saat yang sama, Cyril diperingati soal kedudukan gerejawinya, saat menyadari bahwa Baldwin mengeluarkan bulla kepausan yang memberikan seluruh taklukan baru dari para kafir kepada patriarkat Yerusalem—yang kini patriarkat Latin skismatik. Namun, karena Mesir tak pernah direbut oleh Salibis, tindakan perebutan Romawi tak benar-benar berdampak padanya. Sementara itu, walau ada invasi Mesir oleh Salibis, karena mereka tak dapat merebut wilayah tersebut, penduduk asli Kristen tak mendapatkan apapun dari mereka.

Dinasti Fatimiyah, yang memulihkan kekuasaannya pada akhir abad kesepuluh, menurun pada paruh kedua abad berikutnya. Aded, khalifah terakhir dari keturunan tersebut, menghadapi penaklukan balasan, baik oleh Turki dan Kurdi di bawah Shawer, yang membakar Babylon—dengan dampak pada Kristen yang tak kami ketahui (tahun 1168), dan lebih dari sekali digerakkan oleh Amaric, Raja Kristen Yerusalem. Pada kematian Aded pada tahun 1171, sosok terkenal Saladin menjalankan pemerintahan Mesir, dengan gelar sultan, yang dipegang olehnya di bawah khalifah Bagdad, dan tak ada khalifah Fatimiyah yang diangkat. Namun kekhalifahan bayangan keturunan Abbasiyah kini kembali timbul.

Pada sekitaran masa itu, Gereja Koptik terganggu oleh kontroversi terkait pengakuan iman, sebuah peristiwa yang memberikan beberapa sorotan pada adat dan kehidupannya, dan sehingga menimbulkan pemulihan dari serangkaian pertiakaian terkait pelantikan episkopal dan penarikan dan pemerasan yang dilakukan terlalu banyak dalam sejarah. Terdapat perkembangan adat aneh yang mengakukan iman pada wiruk. Wiruk yang dipakai diayunkan dalam kaitannya dengan pengucapan absolusi yang diambil oleh dirinya dan ditempatkan di sudut ruangan, untuk peniten yang membuat pengakuannya di hadapannya secara pribadi tanpa bantuan imam manapun. Terdapat dua cara terkait praktek menarik tersebut. Benda tersebut diperlihatkan sebagai protes melawan pengakuan iman, sebuah upaya untuk mendapatkan kebebasan campur tangan imamat dengan kebebasan kaum awam agar institusi menjadi alat yang paling kuat. Ini adalah kegiatan yang dapat dipakai peniten dengan imam. Menyoroti cara tersebut, ketidakbiasaan tersebut menjadi tanda pemberontakan melawan sakerdotalisme, sebuah pra-permulaan gagasan Protestan besar yang dijelaskan dalam traktat buatannya soal Kebebasan Kristen—"imamat seluruh Kristen." Namun, dalam menghadapi kebuntuhan dan halangan masa itu dalam Gereja Timur, kami tak dapat menekankan hal ini. Keberadaan wiruk terlalu menandakan unsur magis dalam keagamaan, seperti melalui benda material tersebut dengan memunculkan asap yang dianggap memunculkan hal tertinggi dari perantaraan imamat. Satu alasan utama menawarkan praktek tersebut adalah sifat buruk dari banyak imam. Meskipun ada dasar untuk penaungan wiruk, dalam ibadah biasa, wiruk dibakar pada upacara liturgi berkaitan dengan beberapa hal misteri yang bernkaitan dengan penebusan dosa umat melalui pengampunan pribadi mereka. Praktek tersebut ditentang oleh Markus putra Kunbar, seorang imam yang berkotbah menentangnya. Para penentangnya mengekskomunikasikannya atas dakwaan melecehkan istrinya dan menarik wanita lain untuk menikahinya. Namun, meskipun ia berkotbah soal kebutuhan pengakuan kepada imam dalam rangka menerima absolusi. Umat mengerumuninya, baik untuk mendengar kotbahnya dan mengakukan imam kepadanya. Persoalan tersebut menjadi sangat serius sehingga sinode, yang dikatakan terdiri dari enam puluh uskup, bertemu dan menyatakan kecaman terhadapnya. Ia digulingkan, dan kemudian ia diserahkan pada kekuatan Muslim, dengan peringatan bahwa ia berkotbah tak selaras dengan otoritas kanonikal atau ajaran para bapa gereja, dan menuntut pengadilan adil sesuai aturan Gereja. Rujukan semacam itu kepada pemerintah sangatlah signifikan, karena ini menunjukkan bahwa meskipun sangat opresif, Kristen mengakukannya pada ranah hukum dan perintah. Kelanjutannya menunjukkan alasan atas pandangan ini. Otoritas sipil memerintahkan patriark untuk mengadakan pengadilan; namun ia menolak, karena otoritas gereja diwakili oleh episkopat berada pada pihaknya. Mikael dari Damietta menekankan dukungan atas kebiasaan tersebut, menulis risalah-risalah pendek tentangnya yang masih ada. Tahap berikutnya adalah pengakuan kepada Mikael i., patriark Jacobit Antiokia, yang merajut perlakuan terhadap pertanyaannya. Mula-mula, ia meminta pandangan para uskup, dan meminta agar Markus menganggapnya sebagai bida'ah; namun pada pemahaman yang lebih dari kasus yang ia layangkan kepada pandangan berlawanan, dan mendukung praktek pengakuan iman kepada imam. Namun, patriark tersebut dan penulis ulung Bar Salibi menulis soal kebutuhan akan praktek tersebut. Namun, Markus mendapati sedikit kesesuaian pada Gereja-nya sendiri, karena para uskup masih menentangnya. Ia bergabung dengan Gereja Yunani, kembali ke Koptik, masuk ke persekutuan Yunani lagi, dan sehingga kembali berupaya untuk memasukkan Gereja lamanya sendiri. Tak mengejutkan bahwa patriark Koptik enggan untuk melakukan hal apapun dengannya.

Hal ini lantas membuat Neale mengibaratkan Markus bak "English Chillingworth." Unsur menonjol dari keseluruhan cerita tersebut adalah fakta bahwa para uskup mendukung praktek tersebut, yang, walaupun bersifat materialistik dan tertonjol, kami dapat menyatakannya bahwa, walaupun Protestan menentang sakerdotalisme, namun kesempatan pemprotes tersebut berdiri untuk hak dan kekuatan para imam. Situasi semacam itu bersifat unik dalam sejarah. Sangat sedikit yang diketahui dari motif para aktor utama di dalamnya karena pemutusan dari pembenarannya. Kala para uskup menantang gak awam melawan klaim imamat para presbiter, kalangan tersebut terdiri dari sejumlah sosok berbudaya dan melek huruf, sementara rohaniwan tingkat rendah bersikap menghiraukan, alasannya lebih disipliner ketimbang doktrinal. Para imam yang menghiraukan tak dimaklumkan untuk dipercayakan dengan pernyataan pengakuan iman. Beberapa dari mereka adalah sosok tanpa karakter. Para uskup tak terkait dapat mendorong pengakuan pada orang semacam itu, karena mereka memandang bahwa lebih amat untuk jiwa-jiwa sederhana untuk mengakukan pada wiruk berasap, yang, jika tak dapat memberikan nasehat rohani, setidaknay terbebas dari pengaruh merusak apapun.

Pada masa awal kekuasaannya, Saladin mencopot Kristen dari jabatan negeri dan memberlakukan banyak pembatasan pada mereka, seperti larangan membunyikan lonceng, salib di gereja, prosesi pada Minggu Palma, melantunkan ibadah dengan suara keras. Ia mewajibkan gereja untuk dicat hitam. Meskipun demikian, ia merupakan penguasa kuat berpemikiran besar yang menghimpun tatanan yang baik di wilayah kekuasaannya. Jika Kristen dikeluarkan dari jabatan, mereka juga menyerahkan tugas yang para pendahulunya seringkali ditujukan untuk fungsi-fungsi masyarakat, sehingga benar0benar nampak bahwa jabatan tersebut diserahkan untuk timbal balik. Pada masa akhirnya, Saladin memperbolehkan lagi Kristen pada penugasan pemerintah. Tak mengejutkan bahwa di bawah keadaan tersebut, beberapa Kristen yang menjadi mualaf untuk mencegah diri mereka terhindar dari penindasan. Namun kala biarawan tertentu yang menjadi Muslim kembali ke biaranya, prajurit dikirim untuk memerintahnya untuk menangkapnya dalam keadaan mati tanpa ia kembali ke agama Nabi. Ini sangat sesuai dengan hukum Muslim. Kristen dapat tetap menjadi Kristen, namun kala ia sempat menjadi Muslim, ia berhadapan pada aturan ketat Islam, yang memberikan hukuman mati pada seluruh orang yang menyangkali syahadat Nabi. Kesalahan tersebut tak hanya memberikan ancaman kematian, namun ia bahkan dibujuk memberitahukan pemerintah soal harta yang ia katakan diberikan kepadanya ke biara untuk suaka. Sangat sedikit yang ditemukan disana, dan bahwa sedikit yang kembali kalah keseluruhan cerita diketahui.

Perang Salib berikutnya sulit memberikan dampak lebih pada Gereja di Mesir ketimbang pada kasus ekspedisi sebelumnya dari Eropa untuk merebut kembali Tanah Suci. Pengepungan Damietta (tahun 1218) dan ekspedisi St. Louis yang bernasib malang (tahun 1248–1250) sepenuhnya adalah perkara Gereja Latin yang tak diperhatikan Koptik. Kala perang tersebut sukses pada akhirnya, mereka akan bebas dari Islam hanya untuk menghadapi tuntutan pengajuan kepada Roma. Meskipun demikian, kekuasaan Muslim di Mesir lebih adil dan menerangkan ketimbang bentuk pemerintahan manapun yang Koptik kenal sebelumnya. Sehingga, terjadi cobaan kecil bagi mereka untuk memberikan banyak bantuan material kepada tentara Salib. Malangnya, sejarah internal mereka sendiri pada masa itu tak menyokong mereka dengan catatan teredifikasi. Pertikaian pada pemilihan patriark, dan dakwaan simony melawan patriark kala berkuasa, menjadi hal utama yang mematahkan monotoni dari penjelasan. Sultan Kamel menolak tawaran bayaran besar untuk mendukung pemilihan seorang kandidat untuk patriarkat. Ia sangat memohon kala berkunjung ke biara St. Macarius bahwa ia sangat terdorong dan memberikan banyak hak pada para biarawannya. Di sisi lain, patriark Cyril, yang terpilih pada masa kekuasaannya dan sangat diterima oleh sultan, beralih menjadi sebab ketegangan besar dalam Gereja. ia dinyatakan bersalah atas dasar simony—dakwaan khas para patriark Mesir yang kami dengar lagi dan lagi dari masa ke masa secara berturut-turut. Terdapat celah dalam patriarkat yang dihasilkan dalam banyak kelowongan dalam keuskupan. Cyril menahbiskan empat puluh uskup, dan menghitung jumlah uang yang sangat menonjol lewat cara pembayaran besar yang didapatkan olehnya dari mereka. Sepanjang itu, ia ditangkap atas dakwaan penyalahgunaan dana dan dikirim ke Kairo. Para uskup kini mengusulkan penindakan terhadapnya. Ia harus mencabut praktek simony, dan otoritasnya dibatasi pada banyak pengarahan; namun ia dibebaskan oleh sultan tanpa menyepakati keputusan tersebut. Kemudian, karena keluhan yang dimamjukan, empat belas uskup Mesir Hilir datang ke Kairo dan membujuknya untuk melakukan sejumlah reformasi, yang beberapa diantaranya adalah kewajiban agar penahbisan uskup dan imam harus dilakukan bebas dari bayaran. Namun, pertikaian terjadi. Cyril berulang kali dituduhkan kepada sultan dan dibebaskan berulang. Sehingga, secara garis besar menjadi pengaruh jabatannya yang ia dapat mengumpulkan seluruh dana untuk menyelaraskan pemerintah. Ia memegang kendali atas mesin penahbisan. Jika ia enggan menhabiskan uskup, episkopatnya akan mati, dan dengan imamat, dan dengan Gereja itu sendiri. Sistem sakerdotal membawa seluruh otoritasnya utamanya dari patriark. Kala agama bergantung pada sakramen, sakramen-sakramen terhadap para imam, imam terhadap para uskup, dan uskup terhadap patriark—tanpa memandang penahbisan mereka bersifat tak kanonikal, prelatus tertinggi tersebut memegang kunci atas situasi tersebut. Ia dapat memajukan keputusannya sendiri sebelum tertantang untuk penahbisan. Sehingga, ia dapat mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk diserahkan pada otoritas sipil kala otoritas tersebut, satu-satunya otoritas di atasnya, memutuskan untuk campur tangan dengan pratek tiraninya. Dengan cara ini, Cyril dapat meneruskan praktek tak terhormatnya sampai kematiannya mengungkapkan Koptik akan pemberlakuan aturan patriarkalnya (tahun 1243).

Kisah Gereja Koptik berikutnya menjadi kurang diminati, kecuali pada satu atau dua titik, kala monotoninya terpecah oleh peristiwa yang menyerang pribadi atau lewat kejadian di dunia luar. Sumber-sumber asli untuk sejarahnya disini sangat terbatas, sehingga kami tak memiliki bahan dari pengetahuan soal keberlanjutan peristiwa. Namun apa yang terjadi dapat menunjukkan bahwa mereka tak terlalu kekurangan informasi sepenuhnya. Kami kini mendapati zaman Mamluk. Zaman tersebut terjadi kala para budak barbar pertama yang terdorong ke garis depan dan merebut kekuasaan pemerintah. Pemerintahan mereka dimulai pada tahun 1260, dan ini menjadi penunjangan pemerintahan sultan dan khalifah yang terkikis. Mereka mengangkat dua khalifah nominal berturut-turut dari keturunan Abbasiyah, yang sebenyarnya adalah bayangan. Setelah tahun 1382, dinasti Sirkasia Mamluk berkuasa, tanpa sifat hormat terhadap kekunoan. Mamluk disebut "dengki, kejam, curiga, rakus." Namun mereka meringankan pajak dan memberlakukan beberapa pekerjaan umum. Para penguasa dari ras asing menghimpun diri mereka sendiri dari Arab dan dari Koptik. Mereka berkuasa sampai tahun 1517. Ini benar-benar menjadi pemerintahan oligarki dengan para sultan kecil nominal, yang terbawa pada rencana penyalahgunaan dan pembunuhan. Sementara itu, peristiwa-peristiwa besar terjadi di Eropa Timur. Namun, pendirian kekuasaan Utsmaniyah dan kejatuhan Konstantinopel tak memiliki dampak menonjol terhadap nasib Koptik. Mereka telah lama berada di bawah kekuasaan Islam, dan perubahan pemimpin dari satu dinasti ke dinasti lain, dan bahkan dari ras ke ras, membuat sedikit perbedaan dari kondisi mereka. Para gubernur adil dan murah hati membiarkan mereka dalam keadaan damai dengan hak-hak mereka yang terjaga; para penguasa yang kejam dan jahat memangsa mereka dan menindas mereka. Berbagai perlakuan lebih bergantung pada personil otoritas ketimbang atas nama dan sumber pemerintahan.

Dalam Gereja sendiri, gerakan masa ke masa melewati dua pengaruh suksesif dari tanpa penyematannya. Terdapat propaganda Uniat yang dikaitkan dengan konsili Firenze dan gagasan-gagasan Protestan yang diperkenalkan oleh Cyril Lucar usai perjalanannya di dunia Barat.

Gereja Koptik memiliki perhatian aktif yang sedikit dengan upaya sosok di timur untuk mendatangkan hal-hal Gereja Barat. Cikal bakal dan motif upaya tersebut tidaklah relijius atau bahkan gerejawi; mereka murni bersifat politis. Yohanes Palæologus dan kaisar lainnya memandang kebutuhan aliansi Eropa jika kedepannya pergerakan Turki tertahan dan sisa-sisa terakhir Kekaisaran Bizantium masih ada. Peminatan apapun memiliki kebijakan untuk Koptik, yang lantas tunduk pada Islam dan bukan pada persekutuan Yunani? Meskipun demikian, patriark Koptik, Yohanes xi., mengirim Yohanes sang abbas Santo Antonius menjadi utusan Firenze. Ia tak datang sampai setelah Yunani hengkang. Ini akan mencatat fakta bahwa konsili tersebut menyatakan penyatuan dengan Gereja Koptik. Namun ini sebelumnya berdampak pada penyatuan nominal dengan Gereja Yunani. Dan lantas dua gereja tersebut saling menganatematisasikan satu sama lain. Dampaknya akan timbul jika terjadi realitas apapun tindak penyatuan. Namun sejak itu, pada kenyataannya, mereka tak pernah diterima oleh Gereja Timur, mereka hanya dapat dianggap selaku pihak saleh di ranah gagasan. Metrophanes, metropolitan Cyzicum, yang diangkat menjadi patriark Konstantinopel oleh kaisar pada catatan dukungan kuatnya terhadap penyatuan Yunani dan Latin, dikecam oleh tiga patriark Yunani sebagai "matrisida"—karena membunuh "Gereja induk"-nya. Penyatuan dengan Jacobites juga tak terwujud, dan Koptik masih tetap terpisah dari Gereja-gereja Latin serta Yunani.

Kisah Cyril Lucar masuk ke Gereja Yunani, dan sehingga kisah tersebut diceritakan sebelumnya dalam volume ini. Kami memutuskan untuk menganggapnya selaku patriark Aleksandria kala ia diangkat menjadi patriark Konstantinopel. Namun, ia adalah patriark Melkit, perwakilan persekutuan Yunani asing dengan sedikit pengikut di Aleksandria dan sekitarnya. Meskipun demikian, ini adalah fakta signifikan terkait dengan Kristen di Mesir, bahwa walaupun bukan anggota gereja nasional, Cyril mengenalkan pemahaman baru ke wilayah tersebut. Ia tampil sebagai penentang kuat Roma, dan kebanyakan orang tak mencatat yang dikatakan dan dilakukan Protestanisme di Barat bersiap untuk menyambut seorang sosok yang berbagi keengganan umum terhadap penyatuan dengan kepausan yang dirasakan oleh Gereja Yunani di Mesir. Namun, tak ada keraguan bahwa ia sangat terpikat dengan Protestanisme. Seorang sejarawan Katolik Roma modern berujar tentangnya, "Ia adalah penganut Protestan yang membentuk kelompok Calvinis di Gerejanya, dan opininya setelah itu dikecam oleh empat konsili." Cyril mempengaruhi sekelompok orang di Aleksandira dari Gerejanya sendiri dalam pengarahan Protestanisme. Namun waktu tak berpihak untuk penyebaran pengaruh serupa di kalangan Koptik, karena mereka masih berada dalam keadaan yang dibujuk lewat penyatuan nominal dengan Roma yang diumumkan di Firenze.

Pada permulaan abad kesembilan belas, gereja nasional di Mesir mengalami kondisi memungkinkan, pada puncak keberuntungannya; dan Gereja Melkit menurun, berkurang menjadi kurang dari patriarkat nominal. Kemudian muncul Petrus vii., seorang sosok baik yang memutuskan untuk menuntaskan masalah-masalah. Pada tahun 1833, Curzon mengunjungi Mesir dalam mencari manuskrip-manuskrip yang ia harapkan ditemukan di antara biara-biara. Ia disusul oleh Deakon Agung Tattam, yang mengembangkan beberapa peminatan di Inggris lewat catatannya soal kondisi tertekan dan terhiraukan Kristen Koptik, dampak pertama yang menjadi keluaran dari versi Arab dari empat Injil buatan British and Foreign Bible Society. Pada tahun 1840, Society for Promoting Christian Knowledge membuat terjemahan Arab dari penafsiran Mesir lama. Pada sekitaran waktu yang sama, Grimshaw, seorang rohaniwan Inggris, datang ke Mesir dan membantu memulai sekolah yang dihimpun oleh Mr. Lieder untuk melatih para imam. Sekolah tersebut timbul dengan sedikit dorongan. Petrus wafat pada tahun 1854, dan digantikan oleh Cyril, yang mula-mula menjadi reformator aktif Gereja Koptik. Patriark tercerahkan tersebut mendirikan sekolah-sekolah khusus putri serta khusus putra, membangun kembali katedral, menghancurkan gambar-gambar karena dianggap sebagai berhala, mengumpulkan konsili baru untuk membantunya, dan mendirikan perguruan tinggi di Kairo atas nama Philotheus, seorang pria ulung nan handal. Malangnya, patriark tak memberikan kebebasan, membatasi ajarannya, meniadakan perguruan tinggi.

Pada akhir 1890, sejumlah pemuda awam memutuskan untuk mereformasi Gereja Koptik, dan mengeluarkan pamflet-pamflet dalam bahasa Arab. Kemudian, Cyril membentuk kelompok saingan yang disebut "Ortodoks." Pertemuan umum diserukan untuk menemui Cyril, yang sangat memperingati patriark bahwa ia menempatkan dirinya di bawah perlindungan polisi. Langkah berikutnya adalah menyerukan sebuah sinode, kala ia mendatangkan para uskup untuk membuat pernyataan yang mengharuskan mereka untuk menandatanganinya dan membacakannya di gereja-gereja mereka. Ia akan mereformasi gereja; namun ini harus dilakuakn dengan caranya sendiri. Sebetulnya, terdapat pergesekan besar pada proses tingkat tinggi semacam itu, dan Khedive Tewfic campur tangan. namun, Cyril takkan terpikat untuk terdorong. Dewan baru dipilih, yang beranggotakan Athanasius dari Sanabu, seorang uskup kubu reformasi muda. Cyril mengekskomunikasikannya. Tindakan tersebut tak berpengaruh, dan para reformer membujuk agar Cyril dicekal di Nitria. Sementara itu, segala upaya dibuat untuk membujuknya untuk menarik ekskomunikasi Athanasius, namun sia-sia. Pada akhirnya, Athanasius dan para pendukungnya menghiraukannya. Kemudian datang reaksi dari para tetua; Cyril dipanggil lagi, dan kepulangannya menjadi kemeriahan, walau ia menganggap dirinya prelatus tirani keras kepala. Meskipun demikian, terjadi perjuangan di samping kesulitan tersebut. Kebuntuan Gereja Koptik sebagian besar dikarenakan penghirauan para imam. Kini, terdapat beberapa perjuangan terhadap pendidikan calon untuk pelayanan, dan sehingga harapan waktu yang baik datang. Koptik melirik Inggris untuk simpati, dan bergabung dalam pemerintahan Inggris di Mesir. Mereka mengetahui bahwa jika Inggris tak melangkah untuk menekan pemberontakan Arabi Pasha, mereka akan membantai semuanya.