Guruku adalah Cahayaku

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Billy tidak menyangka hari-harinya di sekolah bisa berubah sedemikian baiknya tatkala guru baru datang menghampiri kehidupan Billy dan mengubah sudut pandang Billy terhadap sekolah yang dulunya terlihat menyeramkan.

Lakon[sunting]

  1. Billy
  2. Mr. Tegar

Lokasi[sunting]

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas

Cerita Pendek[sunting]

oleh Tegar Lazuardi Lukman[sunting]

Pagi itu, Billy terbangun dari tidurnya dengan perasaan tidak enak. Ia menghela napas panjang-panjang karena hari ini Billy harus masuk sekolah, namun ia selalu merasa kesulitan dengan pelajaran yang diberikan. Bukannya Billy tidak menyukai pelajaran yang ada disekolah melainkan kondisi dirinyalah yang kerap membuatnya merasa tertekan. Billy adalah seorang anak pengidap disleksia, sebuah gangguan yang membuatnya sulit membaca dan mengeja kata-kata. Namun, meskipun ia sudah diberi penanganan khusus oleh sekolah, tetapi masalah yang dihadapinya tak kunjung membaik.

Di sekolah, Billy masih saja merasa kesulitan untuk mengikuti pelajaran. Tidak jarang Guru-gurunya pun sering menganggapnya sebagai anak yang lamban, padahal ia hanya mengalami kesulitan dalam belajar. Oleh sebab itu, Billy lebih banyak menyendiri di ruangan kelas sehingga tidak ada satu pun kawan sekelasnya yang mau bertegur sapa dengan Billy. Kejadian-kejadian itulah yang membuat Billy kerap merasa kesepian dan tidak dihargai di lingkungan sekolahnya, sehingga ia seringkali menahan tangis di dalam kelas.

Suatu hari, Billy bertemu dengan seorang guru yang berbeda dari guru-guru yang pernah ia temui sebelumnya. Walaupun masih terbilang muda dan baru pertama kali mengajar di sekolah dasar tersebut. Guru ini tidak pernah menunjukkan rasa kekecewaan ataupun keheranan terhadap kondisi Billy, terutama saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Mr. Tegar, begitulah semua murid di kelas Billy memanggil guru itu.

Mr. Tegar pernah bercerita tentang kesulitannya ketika masih di sekolah dasar. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah murid terbodoh di kelasnya pada saat itu. Serentak, semua murid tidak percaya begitu saja dengan omongan Mr. Tegar, termasuk Billy. Anak berusia 10 tahun itu kebingungan, “bagaiamana bisa seorang guru pernah menjadi siswa terbodoh dikelasnya?”, Billy pun kelabakan sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul begitu saja dibenaknya.

Melihat semua anak di kelasnya menaruh tatapan kecurigaan terhadap Mr. Tegar. Guru yang penuh rasa antusias dan keceriaan itu, mencoba menjelaskan secara perlahan jikalau dirinya sewaktu dulu amat sangat kesulitan membaca dan berhitung.

Ia berkata kepada seluruh murid di kelas, “Mr … ketika seumuran kalian, benar-benar susah kalau disuruh membaca apalagi berhitung karena semua huruf atau angka gak pada bisa diem, alias kelayapan ke sana-kemari.”

Salah siswa sontak penasaran dan bertanya, “kok bisa sih, Mr?”

“Coba kalian bayangin yah … pas lagi baca nih seketika semua huruf dan angka bergerak semaunya. Mr. Tegar ingin baca kata ‘tetap’ jadi ‘tatep’, ingin sebut angka enam jadi sembilan. Mr jadi bingung sendiri, kan?” lalu ia kembali bercerita sekaligus memberikan sebuah pertanyaan, “kalau kalian diposisi Mr, kira-kira kalian bakal bingung juga gak, yah?”

“Bingunggg, Mr. TEGAR”, seluruh siswa-siswi menjawab berbarengan.


Setelah menyita hampir separuh waktu belajar para siswa-siswinya, Mr. Tegar akhirnya mengungkapkan bahwa dirinya merupakan anak dengan kesulitan belajar membaca dan berhitung, atau di-diagnosa sebagai penderita disleksia. Mau tidak mau, guru tersebut berusaha menjelaskan situasi dan kondisinya dengan tutur bahasa yang mudah, serta cepat dimengerti oleh setiap muridnya. Teman-teman Billy mulai merasa prihatin atas kejadian yang menimpa Mr. Tegar, sedangkan Billy malah kagum sekaligus berdebar-debar tatkala mendengar cerita Mr. Tegar. Seakan-akan Billy sudah tidak merasa sendirian lagi.

Ternyata Guru ini pernah mengalami kesulitan yang sama seperti Billy, dan Mr. Tegar memahami betapa sulitnya belajar bagi anak-anak seperti mereka. Lalu, guru ini mengajarkan Billy untuk mengatasi kesulitan yang ia hadapi, dan memberinya dukungan untuk terus belajar meskipun ia merasa kesulitan.

Dalam beberapa minggu, Billy berusaha lebih percaya diri dalam belajar. Ia mempelajari teknik-teknik baru yang membantunya membaca dan mengeja dengan lebih mudah. Ia juga belajar untuk menerima dirinya sendiri dan tidak merasa rendah diri karena kesulitan yang ia hadapi.

Guru ini juga membantu Billy untuk mengatasi diskriminasi yang ia alami di sekolah. Ia berbicara dengan para guru dan teman-teman sekelas Billy tentang disleksia, dan bagaimana mereka dapat membantu Billy belajar dengan lebih baik. Hal ini membuat lingkungan sekolah Billy menjadi lebih inklusi dan memperhatikan kebutuhan khusus anak-anak seperti Billy.

Billy merasa bahwa hidupnya berubah sejak bertemu dengan guru tersebut. Ia tidak lagi merasa kesepian dan diabaikan di sekolah. Ia juga merasa lebih bahagia karena ia dapat belajar dengan lebih mudah dan tidak frustasi lagi. Ia bahkan mulai memiliki teman-teman baru yang menghargai dirinya sebagai anak yang unik dan berbakat.

Ketika ia menyelesaikan pendidikan dasarnya, Billy merasa bangga karena ia dapat lulus dengan nilai yang baik. Ia menyadari bahwa meskipun ia mengalami kesulitan, ia tetap dapat meraih prestasi yang membanggakan. Ia mengucapkan rasa terima kasihnya kepada guru yang telah membantunya selama ini, dan merasa terinspirasi untuk menjadi seorang guru yang dapat membantu anak-anak seperti dirinya.

Setelah lulus dari sekolah dasar, Billy melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah menengah pertama yang lebih inklusif. Di sana, ia dapat belajar dengan nyaman dan merasa lebih diterima oleh teman-temannya. Ia bahkan mulai terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti klub jurnalistik, dan Billy menemukan bahwa dirinya memiliki bakat untuk menulis.

Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, Billy memberanikan diri untuk masuk ke salah satu sekolah menengah atas terbaik dilingkungan tempat tinggalnya. Ia tahu untuk meraih cita-citanya menjadi seorang guru, maka ia memerlukan pendidikan yang lebih baik pula. Pagi, siang, dan malam. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar karena seorang guru tidak pernah lelah mempelajari hal-hal yang baru. Walaupun demikian, Billy tidak pernah lupa menyisihkan waktunya supaya bisa bermain bersama teman-temannya ataupun melanjutkan hobinya di klub jurnalistik. Waktu terlewati begitu saja, tidak terasa sudah tiga tahun lamanya Billy berada di sekolah menengah atas. Akhirnya, Billy bisa lulus sebagai salah satu murid berprestasi di sekolahnya karena ia banyak menyumbangkan prestasi di bidang kepenulisan, terutama menulis cerita pendek, puisi, dan esai.

Kendati demikian, perjalanan Billy masih sangat panjang, Ia mengetahui jika menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti apa yang dipikirkan kebanyakan orang. Memberi pekerjaan rumah, mengajar seputar mata pelajaran, menjawab pertanyaan siswa-siswi, kemudian datang ke sekolah setiap Senin-Jumat bahkan hari Sabtu bila diperlukan. Nyatanya, semua itu hanyalah sebagian kecil dari tugas seorang guru. Guru adalah seseorang teladan, sahabat, dan keluarga bagi seluruh muridnya. Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap guru adalah sumber tenaga bagi tumbuh-kembang murid-muridnya agar nanti mereka mampu menghadapi tantangan di masa depan. Maka dari itu, jagalah guru-guru kalian, sayangilah mereka, dan perlakukan mereka seperti orang tua kalian sendiri.


“Guru dan murid adalah dua orang yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama belajar. Belajar menerima diri sendiri, belajar menghormati orang lain, dan belajar untuk terus belajar.”