Iblis Bidadari
Malam ketika Selena menunduk menyaksikan gemerlap lampu kota serupa kelip bintang di bawah kakinya sembari mengingat-ingat malam ketika ia harus mendongak mengamati gemintang jauh di angkasa, pria muda yang sedang berbaring di kamar griya tawang miliknya beringsut mendekati Selena. Ia mengulurkan tangannya di pinggang Selena yang masih terdiam mengamati manusia-manusia yang sulit untuk dikenali lagi rupa dan tingkah lakunya dari ketinggian itu. Pria itu mengamati raut muka Selena sambil tersenyum simpul.
“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya. “Semakin tinggi kita berada, semakin sunyi terasa. Begitu pun sebaliknya.” “Hmm. Apa yang sedang kau perhatikan, Sayang?” “Manusia-manusia itu. Tidakkah Anda melihat mereka?” tanya Selena sambil menunjuk ke arah bawah. “Yang kulihat hanya cahaya, Selly. Di jarak sejauh ini mustahil untukku melihat mereka yang berada di bawah. Apa kau bisa melihat mereka?” tanya pria itu sambil tersenyum. “Oh tentu saja! Jika Anda melihat di jalanan sisi kiri gedung dengan kubah keemasan itu terdapat sekelompok pria yang bermain dadu sambil berceloteh tentang halhal jorok. Lalu di gedung seberangnya, di sana ada seorang anak perempuan yang sedang ketakutan karena harus melintasi deretan laki-laki yang duduk bersama-sama...” Pria itu mendengus kecil dan tersenyum geli sambil membelai kepala Selena, “Jadi itulah yang dilihat oleh kedua mata mutiara hitam ini ya?” “Rumah Anda berada di antara gedung runcing dan lahan kosong itu, bukan? Saya bisa melihat seorang wanita yang sedang menidurkan bayinya di gendongan sambil berdiri seolah menunggu seseorang di halaman. Selarut ini, Indra.” Indra terdiam. Mengamati wajah Selena lekat-lekat. Ia mengajak Selena masuk ke dalam dan berbaring di kasur lembut dengan kepala disandarkan pada pangkuan Selena. Sekali lagi ia menatap wajah Selena lekat-lekat, mengagumi keelokan yang hanya bisa ia batin dalam hati. “Ceritakan sebuah dongeng untukku, Selena.” “Dongeng apa?” “Hmm.. Entahlah. Aku suka sesuatu yang cantik-cantik. Seperti kisah putri atau bidadari.” “Bidadari? Baiklah. Anda pasti tau tentang kisah Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari. Saya akan menceritakan kisah ini dari yang saya percaya, Indra. Tutuplah mata Anda dan bayangkan saja kata-kata ini. Dahulu kala, hiduplah para bidadari cantik yang tinggal di Kahyangan. Setiap dari mereka terlahir dari pelangi pada rintik pertama musim hujan, yang secara bersamaan memunculkan seorang bidadari di Kahyangan dan seorang iblis di Neraka. Mereka berdua diberi tugas yang sama, yaitu sebagai penggoda manusia. Namun, bentuk fisik bidadari yang elok mengakibatkan mereka lebih menjadi penggoda bagi para lelaki. Suatu hari, sekelompok bidadari sedang berencana untuk turun ke dunia manusia agar dapat menjalankan misinya sebagai penggoda para lelaki. Mereka menyusun rencana dan strategi agar dapat benar-benar menjerat para pria pada lubang dosa. Nawangwulan, salah satu bidadari di kelompok itu, mengungkapkan idenya untuk mandi berendam bersama-sama di salah satu danau sehingga akan memikat para lelaki untuk tergoda. Sekelompok bidadari itu pun turun ke danau pemandian dan mulai menjalankan rencana licik mereka untuk menjerat para lelaki. Mereka melepas pakaian mereka dan sengaja meletakkannya di tempat yang jauh dari mereka. Tawa yang riuh rendah dan suara yang manis mereka keluarkan demi bisa menarik perhatian. Tak disangka, tidak ada satupun pria yang mendekati danau itu. Barangkali juga merekalah yang keliru memilih danau yang begitu terpencil dari manusia. Dengan langkah gontai dan wajah kecewa, mereka memakai kembali selendang mereka dan bergegas kembali ke Kahyangan.'' Nawangwulan yang merasa bersalah karena ide bodohnya mengecewakan saudari-saudarinya, mencari selendang miliknya. Namun, hingga seluruh saudari-saudarinya telah lengkap berpakaian, ia tetap tak menemukan selendang miliknya. Kemudian, salah satu saudarinya berkata bahwa ia sempat melihat seorang pria mengintip mereka mandi dan mengambil selendang Nawangwulan. Selain dianugrahi daya pikat mematikan, Bidadari juga memiliki kemampuan luar biasa dengan mata mutiara hitam elok yang istimewa. Kesedihan Nawangwulan menguap. Para saudarinya menyelamati dan menyemangati Nawangwulan atas pencapaiannya.
Para saudarinya meninggalkan Nawangwulan kembali ke Kahyangan untuk menerima misi lainnya. Sementara itu, Nawangwulan berlagak menangis sedih dan menunggu di tepi danau. Tiba-tiba, seorang pria datang menghampirinya. Pria bernama Jaka Tarub tersebut menghibur dan mengajaknya ke rumah. Dalam hati, Nawangwulan bersorak karena telah berhasil menggoda seorang pria.''
Jaka Tarub yang terpikat oleh kecantikan Nawangwulan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, Jaka Tarub telah memiliki istri yang pernah menikah dengan pria paling kaya di seluruh desa. Mantan suaminya meninggal dunia dan harta bendanya diwariskan kepada istrinya yang sekarang telah diperistri Jaka Tarub. Jaka Tarub yang lebih tertarik pada Nawangwulan yang berparas cantik dan berusia belia berusaha untuk menjadikan Nawangwulan sebagai istri kedua. Nawangwulan menolak. Ia menggoda Jaka Tarub untuk menjadikan dirinya satu-satunya. Di belakang istrinya, Jaka Tarub merencakan strategi jahat untuk menyingkirkan istrinya sambil diam-diam bermain api dengan Nawangwulan. Nawangwulan memberikan racun dari airmatanya dan memberikannya pada Jaka Tarub untuk dimasukkan pada minuman istrinya. Istri Jaka Tarub meninggal dunia. Berkat kelicikan Nawangwulan, ia berhasil mendapatkan harta dan menjadi istri Jaka Tarub. Kekuatannya sebagai bidadari semakin paripurna meskipun diam-diam ia merindukan saudari-saudari dan rumahnya.'' Namun, menjadi istri dari seorang pria artinya ia tak mampu meningkatkan kekuatannya dan memenuhi misi sebagai bidadari penggoda para pria. Terlebih ia mulai muak dengan Jaka Tarub yang tidak patuh dengannya karena telah membuka tanakan nasi yang membuatnya harus menanak nasi dengan cara manusia. Nawangwulan berpikir untuk menghentikan drama istri yang setia dan meninggalkan Jaka Tarub melalui cara yang tak merendahkan dirinya. Ia teringat akan selendang yang dicuri Jaka Tarub. Nawangwulan menemukan selendang itu di antara barang-barang dan bersikap seolah-olah tersakiti karena suaminya telah menyembunyikan barang miliknya. Dengan wajah pilu yang dibuat-buat, ia meninggalkan suaminya yang tampak sedih dan kesakitan lalu terbang kembali ke Kahyangan, puas dengan misi yang berhasil ia lakukan. Hingga sekarang, Nawangwulan dan seluruh saudari bidadari lainnya terus menjalankan misi menjadi penggoda para pria.” Selena mengakhiri ceritanya sambil terus membelai kepala Indra di pangkuannya. Selama ia bercerita, Indra terus memandanginya tak berkedip. Dongeng yang diceritakan Selena justru tak mampu membuatnya tidur, justru semakin tertarik dengan wanita itu. “Ceritamu berbeda dari yang kutau sebelumnya. Tapi kau melupakan Nawangsih, Sayang. Nawangwulan dan Jaka Tarub memiliki anak.” “Apakah bagi Anda mungkin seorang manusia rendahan bisa memiliki anak dengan makhluk langit? Nawangsih hanya imajinasi Jaka Tarub yang terlampau sedih karena ditinggalkan oleh Nawangwulan. Dia menjadi gila karena Nawangwulan.” Untuk kesekian kalinya, Indra memandang Selena lekat-lekat kembali. Ia sering mendengar bahwa Selena bukanlah wanita penghibur biasa. Bahkan sebenarnya, Selena sama sekali tak membutuhkan uang darinya maupun dari para pria yang biasa bersamanya. Sebagai supermodel top kelas dunia, Selena telah memiliki kekayaan yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya seumur hidup. “Jadi, apa Anda hanya ingin mendengar cerita dongeng dari saya aja malam ini atau ada hal lain yang ingin Anda lakukan? Ngomong-ngomong, rasanya gerah sekali ya.” kata Selena dengan senyuman menggoda sambil melonggarkan handuk mandinya dan mencari remote AC. Indra takjub memandang Selena. Selena memang menginginkan pekerjaan ini bukan sebagai penghasilannya. Selena adalah pelacur kelas atas yang merdeka atas tubuhnya dan melakukan ini semua atas keinginannya untuk menundukkan pria di bawah kakinya. Indra merangkul tubuh Selena, terpesona, dan bertekuk lutut di hadapan Selena.
Di tengah hembusan angin musim gugur dan dedaunan yang rontok di kanan-kiri jalan yang ia lalui, wanita itu berjalan dengan anggun sambil terus menekuri smartphone dalam genggamannya. Ia memperhatikan berita mancanegara yang belakangan ini menjadi bahan pembicaraan pada lama media sosialnya sambil tersenyum dan mendesah perlahan. Kemudian ia berjalan kembali setelah menyimpan gawainya ke dalam tas bulu di lengan kanannya. Wanita itu terus berjalan sambil tersenyum dan menikmati sejumlah pria yang diam-diam terus menatapnya dari kejauhan. Lonceng pintu sebuah kafe berdenting ketika ia mendorong pintunya untuk masuk. Ia memesan salah satu minuman dan mendudukkan diri pada sisi kursi yang berdekatan dengan kaca jendela sehingga ia dapat melihat pemandangan luar dari tempat duduknya. Ia mengeluarkan gawai dan earphone wireless miliknya lalu menonton berita dari belahan bumi lain yang terus menjadi bahan perbincangan belakangan ini. “Kasus penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh salah satu dewan direksi kantor perbankan ternama, Indra Jaka Semburat, masih belum menemukan titik terang. Penggelapan dana proyek senilai lebih dari satu trilliun menjadi tanda tanya besar…” Ia menghentikan siaran itu dan memutar berita lain dari portal berita yang berbeda. “… dra Jaka Semburat, juga memberikan kesaksian mengejutkan tentang adanya perselingkuhan dan KDRT yang kerap dialami selama menjalani bahtera rumah tangga bersama direktur muda tersebut…”
Ia beralih lagi dan memutar berita lainnya. Kali ini ia membuka konten media sosial yang biasa membuat gosip.
“.. supermodel top dunia ini juga jadi salah satu deretan selebritis yang menurut gua punya hubungan sama kasus gede yang lagi naik daun nih, guys. Data ini gua stalk dari artikel berita lama, postingan Instagram, dan sumber-sumber lain ya guys. Gua belum tau mereka ada hubungan apa, tapi …” Ujung matanya yang jeli menangkap gerak salah satu pelayan menuju ke arah mejanya dengan minuman yang ia pesan. Ia menjeda video itu sebentar dan mengucapkan terima kasih singkat pada pelayan. Kembali ia beralih menatap layar gawai miliknya dan membaca kolom komentar. “Ujung2nya pasti ada hubungan ama pelakor wkwk” “Tapi, imo kalo Selena tuh rada ngga make a sense sih. Dia kan supermodel top wkwk” “Semind banget, kak. Apalagi image Selena tuh girlcrush banget huhu. Sumpah sakit ati w kalo benerr” Wanita itu tertawa kecil dan meletakkan gawainya sejenak. Ia menyeruput minuman yang ia pesan perlahan dan memerhatikan jalanan ramai di luar jendela. Beberapa lama kemudian, gawai miliknya bergetar halus. Ia melihat sekilas dan menggeser perlahan layarnya. “Bagaimana kabarmu, Saudariku?” tanya wanita itu dengan nada bersahabat dan halus. “Oh, aku baik-baik saja. Aku? Aku masih berada di tempat terakhir kita bertemu.” wanita itu menjawab suara dari seberang. Tiba-tiba wanita itu tertawa renyah, “Kapan terakhir kali aku ke sana ya? Oh, kurasa ketika kita bertujuh ada di danau itu. Entahlah, mungkin aku trauma ke sana karena di situlah misiku gagal dan misimu sukses luar biasa.” “Ah, aku sudah melihatnya berkali-kali hari ini. Kau tau, tabloid kafe, siaran berita, dan media sosial hanya membahas itu berulang-ulang. Kau dibicarakan oleh jutaan orang di dunia!” kata wanita itu sambil tertawa. Wanita itu terdiam beberapa lama sambil mengangguk-angguk paham. “Tentu. Aku akan menghubungi koneksiku untuk membersihkan namamu. Semestinya kau lebih berhati-hati, Saudariku.” “Tapi sebenarnya sayang sekali jika ini dibersihkan. Kau tidak lagi diingat hingga ratusan tahun seperti sebelumnya. Yah, setidaknya saat ini pun kau telah menjadi isu paling menghebohkan masyarakat seluruh dunia.” Wanita itu terbahak-bahak. Ia memandang kembali layar gawai yang masih menampilkan berita dan melanjutkan kata-katanya sambil tersenyum dan berdeham perlahan. “Ngomong-ngomong, membaca berita ini membuatku takjub denganmu. Rasanya aku seperti membaca kembali dongeng Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari versi terbaru. Bahkan, nama tokoh-tokohnya sama persis, Nawangwulan!”