Lompat ke isi

Kelahiran Kembali Turki/Bab 3

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

III

PROGRAM TURKI MUDA

PENANGKAPAN KEMAL DAN PENGASINGANNYA KE DAMASKUS—​KEPULANGAN BERIKUTNYA KE SALONICA—​APA YANG DIINGINKAN TURKI MUDA—KONSERVATISME KEAGAMAAN YANG MENGKONFRONTASI MEREKA—​PERAN MISIONARIS DAN PENGAJAR AMERIKA—​KRISTEN VS. ISLAM.

Kemal muda tak lagi lulus dari kelas Staf Umum di Akademi Perang di Konstantinopel, alih-alih ia menyewa rumah susun kecil di Stamboul untuk dijadikan sebagai markas besar Perhimpunan Kebebasan rahasia. Namun, sebuah pernyataan yang dipercayakan olehnya dan ia diperkenankan untuk tidur di rumah susun pada malam hari atas permohonan agar ia tak dihiraukan, yang dibongkar salah satu mata-mata Abdul Hamid dan Kemal ditangkap. Dipertanyakan di Yildiz Kiosk, ia menjalani tiga bulan di sel kepolisian dan kemudian diasingkan pada akhir 1902 ke resimen kavaleri di Damaskus. Terbebas dari Akademi Perang, dikobarkan dengan jiwa revolusi dan disekolahkan dalam tekniknya, ia tak kehilangan waktu di Damaskus dalam meraih sentuhan dengan pengasingan lainnya dari Akademi Perang dan Kolese Kedokteran Militer di ibukota. Kolonelnya, Lutfi Bey, memperkenalkannya pada penjaga gerai penugasan kecil di pasar-pasar malam Damaskus yang diasingkan dari Kolese Kedokteran, dan dua diantara mereka diam-dima membentuk cabang Perhimpunan Kebebasan di kalangan perwira garisun. Di bawah kebutuhan mendadak tugas militernya, Kemal kemudian ditugaskan ke Jaffa dan Yerusalem tempat cabang serupa dibentuk, cabang Jaffa meraih kekuatan mumpuni. Namun, ia kemudian menjadi sadar bahwa kegiatan di Suriah adalah kekeliruan, bahwa jika tantangan Westernisme yang digelorakan Yunani Lama telah menurun, ini akan dilakukan kala digelorakan.

Kehidupan politik Kekaisaran terpusat di Konstantinopel, namun sistem pengintaian yang memancar dari Yildiz membuat ibukota tersebut sepenuhnya terjepit pada pengerjaan revolusioner disana menjadi subyek marabahaya terbesar. Di luar ibukota, kehidupan Kekaisaran terbagi dalam dua kategori, yakni kota pantai dan pelosok. Kehidupan kota pantai berada dalam jenis persentuhan dengan dunia luar, namun ibukota-ibukota provinsi pelosok sangat bergantung sendiri. Smyrna, kota pesisir terbesar, bersentungan dengan seluruh dunia luar, namun bergesekan di wilayah pelosok oleh Konia yang tempat bersejarahnya menjadi sumur Islam. Ini menjadi tchelebi dari pergerakan Mevlevi di Konia yang menyerahkan setiap Khalifah yang baru dengan pedang Nabi empat puluh tahun setelah kenaikan takhtanya, dan kalamenuturkan Konia, suaranya diberatkan dengan seluruh konservatisme Islam yang dimuliakan.

Namun di Eropa, kota pesisir Salonica dihadapkan oleh ketiadaan konservatisme semacam itu dalam wilayahnya. ketegangan ras Balkan berada dalam penekanan Westernisme dan dalam cara mereka bersiap untuk menghadapkan diri mereka sendiri dalam penarikan Kekaisaran tersebut. Salonica, Uskub dan Monastir siap menghadapi gagasan politik terlarang dan jika Kekaisaran tertantang untuk menariknya. Selain itu, jika unsur manapun dimobilisasi untuk mempercayakan Westernisme terhadap Abdul Hamid di Konstantinopel, hal yang berasal dari Salonica yang akan diluncurkan.

Sehingga, Kemal meninggalkan pekerjaannya di Suriah dan mendorong Lutfi Bey untuk memberikannya cuti dengan nama samaran ke Smyrna, yang ditujukan untuk membuat perjalanannya dari sana ke Salonica. Namun, khawatir Konstantinopel akan melacak keberadaannya di Smyrna, ia datang ke Mesir sebagai gantinya dan berlayar dari Alexandria ke Piraeus, tempat ia mencapai Salonica. Konstantinopel datang lebih dan lebih secara penuh ke hadapan Abdul Hamid. Staf Umum secara giat mematahkan dan meremukkan empat penjuru Kekaisaran, dan Kolese Kedokteran militer akhirnya dikunci dan ditinggalkan. Hamid mulanya berada dalam gaya yang sama untuk menangkapnya di Salonica. Walau Kemal masih disana dalam persembunyian terketat, keberadaannya ditemukan setelah empat bulan dan ia kabur secara dini ke Jaffa, tempat serangkaian “ketegangan” di Akaba di Laut Merah memberikannya alibi yang dimanfaatkan untuk melunakkan perasaan ibukota. Dari Akaba, ia datang kembali ke Damaskus dan menunggu disana sampai perintah para Menteri Perang di Konstantinopel membuatnya memungkinkan baginya untuk meminta, dan mengamankan, transfer ke Staf Angkatan Ketiga di Salonica. Kembali ke Salonica lagi, ia mencurahkan dirinya pada pekerjaan organisasi Turki Muda rahasia.

Sekelompok kecil pengasingan Utsmaniyah di Paris yang dipimpin oleh Ahmed Riza Bey, telah menemukan rumus yang untuk mencapai agar persatuan internal yang Kekaisaran telah lama nikmati dan tanpa yang tak ada Kekaisaran dapat majukan. Ini adalah rumus Ottomanisasi. “Sebuah kekaisaran Utsmaniyah yang satu dan tak terpecah” adalah mimpi mereka, sebuah ekspresi yang mereka pinjam dari Revolusi Prancis. “Wahai, non-Muslim Utsmaniyah—Wahai, Muslem Utsmaniyah” adalah program mereka. Seluruh ras Kekaisaran tertoreh bersama dalam “bangsa baru,” “Kekaisaran Utamniyah baru,” yang kekuatan militernya akan memperkenankannya untuk menghambat penarikan panjangnya dan menempatkan akhir campur tangan dalam urusan dalam negeri dari ketanpaan. Bagi Riza Bey, Muslim dan Kristen bak kaum terdera di bawah Easternisme Abdul Hamid. Pemulihan Konstitusi yang lahir secara dini pada tiga puluh tahun sebelumnya; adalah tujuannya; dengan Konstitusi dikembalikan, Muslim dan Kristen aakn menikmati hak dan kewajiban kewarganegaraan Utsmaniyah. Muslim takkan lagi terdera dalam keheningan. Kristen tak lagi mengangkat keluhan mereka di seluruh Eropa dan Amerika Serikat. “Kita tak harus lagi menjadi budak, namun bangsa Utsmaniyah baru yang bebas.”

Ini adalah gagasan yang diangkat oleh Riza Bey dalam majalah revolusiner kecil Mechveret yang diseludupkan ke setiap garisun di Kekaisaran dari rumah susun kecilnya di Place Monge, dekat kawasan Montmarte di Paris. Ini adalah gagasan yang Turki muda seperti Enver, Niazi dan Kemal nyatakan, karena mereka membangun organisasi rahasia yang mendesak Abdul Hamid untuk memulihkan Konstitusi. Di seluruh belahan Kekaisaran, mereka memiliki para agen mereka di setiap garisun, mengubah para perwira dan personil terdaftar Tentara Abdul Hamid, dan membunuh para perwira pembelot dan pasukan yang diketahui menjadi mata-mata. Komite terorganisir kecil telah ditanam di seluruh garisun yang lebih besar dan komite pengarah yang ditugaskan di Konstantinopel, Salonica, Smyrna, Adrianople, Uskub dan Monastir. Di bawah tradisi pemerintahan Timur, ini menjadi persoalan ketentaraan secara langsung. Kala mengirimkan pasukannya, Abdul Hamid sempat tak berpertahanan.

Namun pada kenyataannya, tentara hanyalah alat kekuasaan Abdul Hamid. Pengerahan kekuatannya tercantum dalam hukum Islam dan pencurahan tak terelakkan terhadapnya dari Turki Lama. Selaku pasukan yang sangat sederhana, Turki Lama, yang tak mengetahui seni debat, sangat toleran terhadap pemakaian hal lain dan konservaitf ketat dari pemakaian mereka sendiri, orang yang menempatkan keyakinan sangat sederhana mereka secara sangat serius, kala kehidupan agaam masih menjadi faktor mendominasi. Mereka ditemukan di madrasah-madrasah alih-alih di Akademi Perang, lebih kepada Konia ketimbang Salonica, dan dalam memenangkan tentara, Turki muda tak bersentuhan dengan badan besar dan bungkam dari opini konservatif Turki Lama yang membentuk kekuatan sebenarnya Abdul Hamid. Disini, bobot mati pemakaian diketahui tak membutuhkan perubahan dan akan bergesekan pada ujungnya jika memilikinya. Sebenarnya, terdapat bagian opini Turki Lama di ibukota dan pusat provinsi besar, yang membenci Abdul Hamid selaku Sultan, namun Abdul Hamid selaku Khalifah juga menjadi persoalan lainnya. Di bawah Khalifah tersebut, Muslim dan non-Muslim tak setara. Non-Muslim telah diberikan perlakuan yang lebih toelran di bawah khalifah ketimbang pembelot keagamaan yang terkadang ditempatkan di bawah aturan Kristen di Barat, namun toleransi yang diberikan oleh Khalifah untuk memandu mereka tak membuat mereka setara dengan Muslim.

Walaupun hukum Muslim benar-benar menyesuaikan persoalan Muslim sendiri untuk menentukan, namun catatan Muslim India dalam mengakomodasikan diri mereka sendiri pada pemerintah Inggris akan nampak mengindikasikan hal lain. Namun, Muslim India bersentuhan dengan dunia Barat sebagaimana Turki Lama tak melakukannya. Fakta pemerintahan Inggris, yang tak menyebut kontak lama mereka dengan Hindi, telah memberikan napas penglihatan pada Muslim India yang kurang pada wacana Turki Lama. Kepemimpinan Turki Lama mentubuhkan Islam pada hal terbaiknya, namun dalam serangkaian pengalamannya mentubuhkan Islam pada hal tersempitnya.

Sementara itu, komunitas Rûm yang berhubungan dengan Sultan-Khalifah umumnya masih damai, memiliki sumber kekuatan yang sangat besar di luar Kekaisaran. Kala Turki Muda kemudian menghimpun kesuksesan dalam menyetarakan Muslim dan non-Muslim di ranah warga Utsmaniyah, komunitas Rûm dapat atau tidak dapat menerima perubahan dan mengambil pengerjaan kekaisaran ter-Ottomanisasi yang baru. Namun, jika Turki Muda gagal, terdapat sumber-sumber kekuatan luar lain yang tersedia untuk Patriarkat Ekumenikal di Konstantinopel yang akan mematahkan Turki Lama secara paksa dan mengganti rezim baru yang dapat disebut sebagai Yunani Lama. Kekaisaran Bizantium telah berdiri sebagai entitas politik independen pada 1453, namun masih hidup sebagai unsur gerejawi, komersial dan politik dalam Patriarkat Ekumenikal di wilayah Phanar, Stamboul. Rohaniwannya masih bersentuhan dengan kenangannya mengenakan topi silindris hitam dan jubah hitam Ortodoksi, namun pada waktu berkomunikasi, mereka mengenakan fez merah yang menandai warga Utsmaniyah.

Raja di Athena yang menghadapi tantangan Westernisme mula-mula menurunkan Kekaisaran tersebut, telah mengadopsi gelar Raja Yunani dan Ortodoksi mendominasi Yunani Lama dengan tingkat intoleransi yang tak pernah menandai Islam di Kekaisaran tersebut. Ortodoksi telah mendirikan pemegangannya di Rusia dan Rusia Ortodoks telah menjadi musuh Islam paling kuat yang pernah diketahui. Rusia menghimpun perlindungan terhadap komunitas Rûm di Kekaisaran dan masjid coklat kekuningan besar Ayiah Sophia di Stamboul telah menjadi tempat paling suci dari Ortodoks. Rusia mengirim riobuan peziarah setiap tahun dari Odessa ke Palestina, dan membangun persinggahan di Bukit Zaitun yang mengarahkan Yerusalem dalam hal militer, dengan menara yang tak dapat lebih teradaptasi untuk pemakaian menara sinyal jika ini dibangun untuk keperluan tersebut. Antara Ortodoks dan Islam, terjadi kemunculan keadaan pahik yang dipicu dalam posisi juxta gereja Rusia dan serai Turki.

Prancis yang telah memisahkan Gereja dan Negara di dalam negeri, masih menghimpun perlindungan terhadap komunitas Katolik di Kekaisaran Utsmaniyah. Italia yang berhubungan dengan Catikan di dalam negeri tak selalu secara bersahabat sepakat dengan hak ordo-ordo Katolik Italia di Palestina. Jerman yang menganut Lutheran tak memiliki hak khusus dalam tempat-tempat suci Kristen dan Kaiser yang memproklamasikan dirinya sebagai teman Islam, telah membangun koloni-koloni yang lebih kuat di Palestina dan bangunan lainnya di Yerusalem ketimbang kekuatan barat lainnya, dan telah membangun persinggahan di Bukit Zaitun yang “diperkuat” oleh tembok yang beradaptasi dengan baik untuk pemakaian pertahanan militer jika dibangun untuk keperluan tersebut. Sehingga, mereka memiliki kota yang disucikan untuk Muslim, Kristen dan Yahudi, yang didominasi oleh persinggahan Rusia dan Jerman di Bukit Zaitun, struktur mirip benteng yang kuat didirikan secara ad gloriam maiorem Dei. Sementara itu, Khalifah Islam terus mengurus kota tersebut dengan keadilan terhadap golongan dari seluruh tiga keyakinan, menjaga garisunnya di Jaffa di pesisir selain pada perayaan keagamaan yang mewajibkan keberadaan temporernya di Yerusalem.

Para pihak dari Protestanisme Amerika dan Nonconformisme Inggris menyatakan sikap memuji dari jenis hal tersebut, karena keduanya memberontak melawan pemakaian Gereja oleh Negara. Keduanya memberontak melawan ritualisme tersebut yang menandai bentuk-bentuk lama Kristen dan menghimpun diri mereka sendiri pada bentuk pelayanan yang sangat sederhana dan injili secara agresif. Sesuai dengan kesempurnaan tradisi injilinya, Protestanisme Amerika membawa dorongan misionaris panjang dan kuat di Kekaisaran Utsmaniyah lama, namun kontak sebenarnya dengan Islam di negaranya telah dilakukan banyak untuk mengerahkan para misionaris mereka sendiri pada alasan agar reformasi Muslim besar terhadap semuanya selain menyapu Kristen keluar dari keberadaan di tanah asalnya. Apapun yang dipikirkan di Amerika Serikat kala misionaris Amerika berkarya di Kekaisaran tersebut, karya tersebut diarahkan menuju reformasi pertahanan diri ibadah Kristen. Para misionaris mereka sendiri, yang berbeda dari para pendukung mereka di Amerika Serikat, secara sah mengamati bahwa Kristen takkan mengkomandoi penghormatan Islam sampai Muslim menunjukkan jenis Kristen berbeda dari jenis yang mereka telah anut. Sehingga, para misionaris, yang mulanya menjadi salah satu unsur terdepan Kristen, mencurahkan diri mereka untuk banyak berkarya di kalangan Armenia dan bergerak dari Gereja Gregorian mereka ke komunitas baru yang Khalifah di Konstantinopel akui sebagai komunitas Prodesdan.

Namun, peristiwa penting yang terjadi secara terbukti hadir dalam dorongan misionaris di tanah asing dan mereka terkadang dibutuhkan untuk mengingat ulang diri mereka sendiri. Dalam praktek sebenarnya, Islam tak hanya menjadi agama namun juga bentuk peradaban dan, dalam kehidupan Muslim taat, ini akan sangat sulit untuk menyatakan dimana suatu berakhir dan lainnya memulai. Pastinya, kesamaan tersebut adalah kebenaran Protestanisme Amerika. Ini dapat menjadi hal sederhana untuk menyatakan teologi Protestanisme Amerika, selain bahwa teologi tersebut akan jatuh lebih pendek dari pengartian misionaris sebenarnya. Karena misionaris tak hanya Protestan namun juga Amerika, dan di negara asing manapun, ia mewujudkan bentuk peradaban Protestan Amerika. Namun secara ringkih, ia berniat untuk meyakinkan karyanya d pada batas ajaran agama (dan aku sepenuhnya menduga bahwa sebagian besar misionaris berniat untuk meyakinkan karya mereka di Kekaisaran Utsmaniyah), mustahil baginya untuk tak menajdi orang Amerika dan pusat gagasan Amerika. Dalam praktek sebenarnya, mustahil baginya untuk berdiri selaku pusat Westernisme di negara Timur agar penerapan gagasan Barat membutuhkan perhatian menonjol. Warga Amerika yang banyak dikaryakan para misionaris, merupakan Timur terjauh dari seluruh warga Utsmaniyah dan salah satu komunitas non-Muslim yang terakhir kali mendapati jamahan Barat. Selama berabad-abad, mereka umumnya hidup dengan damai di bawah kekuasaan Khalifah. Mereka sendiri adalah orang Timur. Mereka hidup di bawah majikan timur mereka dalam pekerjaan otonomi lembaga masyarakat mereka. Kepastian yang berada di bawah komunitas Ermeni melakukan perkara mereka sendiri dalam caranya sendiri, hanyalah menjadi pengartian di bawah tingkat otonomi yang dapat dinikmati oleh mereka, karena mereka tak menjadi mayoritas dalam suatu provinsi[1] dan gagasan barat mendahului mayoritas sebagaimana penorehan kemerdekaan pertama.

Jika ibadah Kristen sebagaimana yang diterapkan di Kekaisaran Utsmaniyah pernah mengarahkan penghormatan Muslim, secara teori ini semua untuk kebaikan agar para misionaris harus menghimpun komunitas Protestan baru mereka keluar dari Gereja Gregorian lama. Namun, warga Armenia harus menyatakan gagasan nasionalisme barat melebihi persoalan lainnya. Peristiwa-peristiwa dapat bekerja secara berbeda memperkenankan para misionaris melayangkan Amerikanisme mereka, yang membuat mereka sendiri menjadi warga Utsmaniyah dan meyakinkan karya mereka untuk menghimpun Protestanisme di bawah kekuasaan Utsmaniyah. Namun, jenis hal tersebut tak dilakukan. Tanpa pengaruh tanggung jawab pada Pemerintah Utsmaniyah, mereka memperkenankan pekerjaan mereka untuk menempatkan mereka pada bagian paling intim dan menonjol dari struktur Utsmaniyah. Sikap mereka terhadap Pemerintah Utsmaniyah adalah kala Kapitulasi, satu-satunya tanggung jawab mereka adalah untuk pendukung Amerika mereka di dalam negeri yang Pemerintah Utsmaniyah jauhi sebagaimana bulan.

Tak ada orang yang mengharapkan misionaris Amerika di Kekaisaran Utsmaniyah untuk menjadi warga Utsmaniyah. Sehingga, tak ada yang dapat membuat pelasanaan semacam itu yang lebih bergesekan ketimbang penyebutan sebenarnya, dan aku memutuskan untuk meyakini bahwa dalam kekonyolan yang penyebutannya akan memprovokasi, terdapat makanan untuk refleksi yang sangat sadar. Di akalangan imperialis, orang dapat sepenuhnya memahami sikap semacam itu, karena imprialisme berdasarkan pada kekuatan dan prestise adalah legenda yang sangat dibutuhkan dari penghimpunan unsur Barat. Namun apakah Kristen juga terhimpun pada unsur?

Sehingga, sejarah aYunani Lama tak mengartikan contoh terisolasi dari intoleransi di Kristen modern. Mereka Kristen membangun dunia yang hanya memasukkan bangsa-bangsa Kristen pada kesetaraan (contoh terkini Jepang yang tak berdiri sebaliknya). Yunani Lama dan Rusia Lama diakui sebagai kaum yang sepenuhnya setara dengan kami dan jika orang Armenia meraih kemerdekaan mereka, mungkin mereka mengakui Armenia juga secara setara, walau setiap misionaris Amerika yang mengetahui Armenia di negara mereka sendiri mengetahui apa kemampuan mereka. Selain melipakan bahwa keberuntuhan sebenarnya dari sebuah bangsa terbentang dalam karakter, mereka tak pernah mengakui bangsa-bangsa Muslim setara dengan kami. Merekaterhimpun di Turki selaku bangsa integritas dan toleransi, selain karena mereka menolak untuk menajdi Kristen, mereka terhimpun dalam Kapitulasi modern dan mengunjungi tempat jagal pada mereka sesambil menempatkan Yunani dan Armenia pada legenda martir buatan secara setara. Di kalangan imperialis, seseorang dapat memahami kebutuhkan sikap selaras dari superioritas, namun Kristen menanggapinya terhadap realitas maupun ajaran Kristen Pertama.

“Dan ia juga menyatakan perumpamaan terhadpa ketentuan yang dipercayai dalam diri mereka sendiri bahwa mereka benar, dan menghimpun seluruh pihak lain pada kesalahan: Dua orang datang ke kuil untuk berdoa; yang satu orang Farisi, dan yang lainnya seorang publikan. Farisi berdiri dan berdoa dengan dirinya, Allah, aku berterima kasih, bahwa aku tidaklah seperti orang lainnya, pencela, tak adil, pezinah, atau bahkan seperti publikan ini. Aku puasa dua kali dalam sepekan; aku memberikan persepuluhan pada seluruh yang aku dapat. Namun publikan, berdiri jauh, takkan terlalu mengangkat matanya ke surga, namun menghela napasnya, berujar, Allah, jadikanlah kasihmu pada seorang pendosa. Aku berujar padamu, orang yang datang ke rumahnya dibenarkan alih-alih orang lainnya: karena setiap orang mencurahkan dirinya harus dengan rendah hati; namun ia yang merrendahkan dirinya harus dicela…”

Para misionaris mempertahankan orang Amerika serta Protestan. Mereka mengurusi Westernisme serta Protestanisme kepada orang-orang Armenia, dan dampak administrasi Westernisme adalah pertumpahan darah. Contoh Nihilisme di Rusia membawa orang-orang Armenia pada golongan perhimpunan rahasia. Perhimpunan revolusioner rmenia menjawa pertumpahan darah dengan pertumpahan darah lainnya, dan tragedi tersebut mulai berbuah kala kami melihatnya.

Beberapa misionaris digerakkan dari upaya misionaris lebih lanjut dan membuka sekolah-sekolah dan rumah-rumah sakit sebagai gantinya yang mereka buka sebagian untuk seluruh ras Kekaisaran. Sekolah-sekolah tersebut secara tunggal dilembagakan untuk keperluan pendidikan dan yang terbesar dari mereka ditawarkan sebaik sekolah di sebagian besar kolese Amerika yang ditawarkan di Amerika Serikat. Upaya mereka adalah untuk menawarkan hal terbaik yang orang Amerika di dalam negara miliki dan bahkan dalam kejadian seperti arsitektur bangunan mereka, mereka membuat diri mereka sendiri sepenuhnya yang dimungkinkan Amerika. Dua sekolaht erbesar dari mereka dibangun di pesisir hutan Bosphorus dan tak ada orang yang dapat mengusik mereka saat ini tanpa sempat mengetahui bahwa mereka adalah orang Amerika. Di atas kawasan ibukota lama, mereka dilirik kala jika mereka dibawa secara ragawi dari Chicago.

Seseorang dapat berbagi kebanggaan mereka dalam ranah mereka sendiri dan kebiasaan mereka sendiri, seseorang dapat bersimpati pada keinginan mereka untuk melihat negara lainnya mengadaptasi diri mereka sendiri pada metode Amerika, namun ini bukanlah upaya sekolah tersebut untuk menyerang keseimbangan antara budaya Amerika dan Utsmaniyah. Apa yang sekolah tersebut tawarkan adalah Amerikanisme dan sikap mereka terhadap Pemerintah Utsmaniyah sangat sejalan dengan sikap Kapitulasi. Ini adalah pelaksanaan yang sangat tak biasa dalam negara asing independen manapun dan satu-satunya pertahanan darinya yang dapat dibuat adalah hal yang menjadi kebiasaan di kalangan seluruh orang Barat di Kekaisaran Utsmaniyah. Di balik Kapitulasi, sekolah-sekolah barat, misionaris-misionaris Barat, pedagang-pedagang Barat dan sejumlah orang Barat yang kurang menonjol, seperti menemukan kebebasan untuk membawa urusan mereka sendiri dalam cara mereka sendiri. Kapitulasi menyediakan imperialis Barat dengan kesempatan yang nampaknya tak mereka lirik dan sepanjang imperialisme berkembang di Konstantinopel, sekolah-sekolah Amerika dan misionaris-misionaris Amerika menikmati keamanan yang menjadi pemenuhan yang baik. Namun, perendahan keadaan hal-hal tersebut dapat ditujukan kepada Pemerintah Utsmaniyah. Bahkan saat ini, terdapat para pengajar Amerika dan misionaris Amerika di Konstantinopel yang menganggap kata “imperialisme” tak memiliki arti, yang berujar dalam perilaku orang yang mendadak nampak sangat mendasar dari bawah kaki mereka, “Imperialisme tak pernah berkaitan dengan kami….”

Kala dunia Kristen berdiri pada kokpit Utsmaniyah, Turki Lama tidaklah tergetak. Abdul Hamid telah mengangkat Kekhalifahan yang terdera di Konstantinopel sehingga seluruh Islam dapat menyaksikannya. Jauh sebelum 1889, Pan-Islamisme telah berniat untuk membawa Muslim Syiah Persia berada di bawah kedaulatan Khalifah Sunni dan skema tersebut melibatkan pengadaan yang menjangkau jauh dalam cangkupan mereka yang akhirnya nyaris membawa proyek untuk konferensi seluruh Islam di Makkah pada 1902. Namun, Abdul Hamid memiliki imperialismenya sendiri untuk menghimpun, yang dibuat melalui kebutuhan yang melaluinya lewat lembaga Timur Kekhalifahan, dan kekhawatirannya bahwa penduduk Arab-nya akan memakai konferensi tersebut untuk mengudarakan program pemisahan mereka yang membawanya meniadakan proyek tersebut. Pan-Islamisme memberikan jalan pada program Pan-Turanian baru di bawah Muslim Turki dan Tartar untuk menaungi Arab yang memberikan Islam ke dunia, lidah Turki adalah untuk menghimpun Arab sebagai lidah suci Islam, dan seluruh kata Arab mengakar pada bahasa Turki. Ini sangat menghimpun Islam konservatif untuk mendangkal, dan Pan-Turanianisme tak lebih diuntungkan ketimbang Pan-Islamisme. Namun, ini timbul sebagai proyek politik untuk mendorong suku bangsa Tartar melawan Rusia Ortodoks, karena leluhur Turki berjalan mendalam di Asia Tengah.

Kebanyakan manuver Islam adalah karya para pihak Islam yang menonjol. Wacana Turki Lama sendiri terus menempatkan sikap sederhananya dalam lembaga Kekhalifahan kini telah menjadi timbal balik dari pemakaian Muslim yang paling dimuliakan. Pada pemikiran lain Turki Lama, ini adalah masalah penghimpunan ulang menonjol bahwa Kekaisaran Britania terdiri dari 100.000.000 Muslim banding 80.000.000 Kristen, dan bahwa Kaisar India di London berkontak dekat dengan Khalifah. Hal tersebut menjadi masa kala Sheikh-ul-Islam di Konstantinopel menjadi salah satu penafsir independen terakir dari hukum Muslim, dan kala Kekaisaran Britania dengan bangga menyebut dirinya Kekuatan Muslim terbesar di dunia.

Namun, kunjungan pertama Raja Edward ke Austria pada 1903 tak membungkam wacana Islam di Kekaisaran Utsmaniyah dan India. Kaisar India makin tak sabaran. Kunjungan berikutnya pada 1905 dan 1907 dihasilkan dalam program reformasi dalam gendarmerie, keuangan, hukum, kepegawaian negeri dan ketentaraan, yang diberlakukan dari ketiadaan Kekaisaran konservatif. Bagi Turki Muda yang bekerja secara tergesa-gesa bahkan sejak kunjungan pertama ke Austria pada 1903, bersiap untuk mengupayakan penghimpunan reformasi mereka yang benar-benar fundamental dari dalam, programnya hanyalah menjadi langkah menuju perpecahan akhir Kekaisaran. Sehingga, alih-alih menjembatani celah antara Timur dan Barat Kekaisaran yang meretak sebagaimana saat ini akan meletup dalam ketegangan yang meluas.

Pada akhir 1907, kesabaran Kaisar India berakhir. Pada musim semi 1908, Edward VII menghimpun kesepakatan untuk bubuk meriam terhadap revolusi Turki Muda yang menyalakan Kekaisaran tersebut dengan pembaraan tahun 1908. Sepuluh tahun kemudian, reruntuhan menghitam dari struktur yang sempat berharga lenyap dari sejarah dan celah antara Timur dan Barat meluas dan kosong.

[1] Otoritasku untuk pernyataan ini adalah “Rekonstruksi di Turki,” sebuah buku yang diterbitkan untuk distribusi swasta pada 1918 oleh American Committee of Armenian and Syrian Relief, pendahulu Near East Relief. “Perkiraan jumlah mereka (orang Armenia) di kekaisaran tersebut sebelum perang,” ujar Dr. Harvey Porter of Beirut College pada halaman 15, “berkisar dari 1.500.000 sampai 2.000.000, namun mereka bukanlah mayoritas di vilayet manapun.”