Krisan Putih

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Seorang wanita kisaran dua puluh empat tahun dengan setelan kemeja serta celana hitam, berjalan memasuki pemakaman sambil membawa bunga krisan putih. Ia berhenti di makan yang dipenuhi oleh macam bunga, dan memiliki foto sebuah lelaki di samping nisannya. Perempuan itu duduk di samping makam, dengan tangan kiri yang masih memegang bunga krisan putih itu dan tangan kanan yang mengelap nisan bertuliskan nama seseorang. Ia tersenyum melihatnya mengingatnya, dahulu menghabiskan waktu sambil berbicara bersama, Kakaknya.

Bunga krisan yang melambangkan banyak arti.

Awal[sunting]

Aluna, perempuan berumur tiga belas tahun memasuki salah satu ruangan di rumah sakit. Dari depan pintu, ia sudah bisa menebak siapa yang sedang ada di sana. Dengan langkah perlahan iya maju untuk melihat kakaknya Alaska, lelaki berumur tujuh belas tahun, yang sedang tertidur di brankar rumah sakit. Perlahan Aluna melihat wajah sang kakak yang  tertidur dengan wajah yang pucat lalu hidung yang ditutupi Nasal Oxygen Cannula, Alat bantu pernafasan.


“Ma, Ka Al sakit apa? kenapa Ka Al dikasih selang kaya gini? Kenapa muka Ka Al pucet? Kenapa Ka Al bisa kaya gini?” Tanya-nya khawatir. “Aluna, Ka Al kurang istirahat saja. Bentar lagi bakal bangun kok, Aluna gausah sedih ya." Jwab Aneska, sang ibu sambil mengusap kepala anaknya. “Kakak kenapa tidurnya lama banget, katanya Kakak ga suka tidur sampe sampe ga pernah tidur. Tapi gapapa, Aluna biarin kali ini biar Kakak bisa tidur nyeeeeenyak.” Ucap sang adik sambil mengelus tangan kakaknya. Beberapa saat lalu Aluna mendapat kabar bahwa kakaknya pingsan saat di sekolah, dan dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan dikarenakan ada yang aneh dengan kakaknya. Aluna tidak memikirkan hal itu, karena ia pikir kakaknya kelelahan atau demam saja. 2 Minggu kemudian Alaska sudah diizinkan pulang. Saat sampai di depan rumah ia langsung disambut dengan pelukan oleh Aluna. “Ka Al kenapa lama banget pulangnya? pasti liburan dulu atau ga makan makan ga ngajak aku terus kenapa rambutnya di potong?” Aluna langsung menghujani Alaska pertanyaan


“Hahaha. Kakak sakit, yakali jalan jalan. Kenapa emangnya sama rambut kakak? Kakak jadi jelek ya?”


“Gak. Kakak selalu ganteng kok, paling ganteng juga!”


“Iya deh, Kamu juga paling cantik.” Kata Alaska.


Aneska menghampiri dua anaknya sambil mengusap kepala Alaska.  “Aluna. Kakak baru pulang dari rumah sakit, biarin ka Al istirahat dulu ya.” Kata Aneska. “Yah padahal aku mau ngajak ka Al main Uno.” Jawab Aluna dengan sedih. “Kakanya baru pulang dari rumah sakit Luna, pasti kecapean. Biarin Kakak Al istirahat dulu ya.” Setelah mendengar ucapan Aneska, mata Aluna beralih ke wajah sang kakak yang pucat. Ia pikir ucapan ibunya benar. “Yaudah deh, aku mau tidur juga di kamar." Sang ibu membalas dengan senyuman sambil mengantar Alaska menuju kamarnya, Aluna terheran heran. Mengapa muka sang kakak masih pucat? Apakah sang Kaka masih sakit? Kenapa mamanya tidak pernah memberitahu Alaska sakit apa? Pikir Aluna sambil balik menuju kamarnya.


Sudah sekitar 4 bulanan, Aluna melihat sang kakak pulang pergi sampai izin tidak sekolah. Entah kemana dan apa tujuannya, Aluna tidak tau dan tidak pernah bertanya agar tidak menggangu orang tuanya. Pada sore ini, Aluna sedang bermain uno dengan Alaska di taman rumahnya. Entah darimana asal pembicaraan, sekarang dua kakak beradik itu sedang membicarakan bunga.  “Aku sih sukanya bunga Lavender, kalau aku udh gede aku bakal taman bunga Lavender di seluruh rumah aku.” Kata Aluna dengan histeris. Sang kakak hanya menanggapinya dengan tawaan karena tingkah Aluna yang mengganggap menanam dan merawat tumbuhan itu gampang. “Kalau ka Al suka bunga apa?” tanya Aluna tiba tiba. Alaska mengubah ekspresi mukanya dari tertawa menjadi senyum yang terlihat sedang berpikir itu. “Kamu tau, Kalau suka bunga itu juga harus tau arti dari bunganya tau Lun. Kalau Kakak sih suka bunga krisan putih yang artinya setia, jujur, suci sama buat menunjukan simpati atau kedukaan. Jadi kalau Kakak udah gaada kamu bawain bunga krisan. ” Jelas Alaska. “Apasih, pamali tau ngomong gituan gausah aneh aneh deh.” Kata Aluna tak suka. Alaska hanya tertawa mendengarnya. “Kenapa sih, lagian kita semua juga bakal mati Aluna.”


Aluna mendengus lalu memandang wajah kakaknya. Ia sangat kaget saat melihat hidung kakaknya mulai mengeluarkan darah yang sangat banyak. “Ka Al, kakak mimisan.” Ucap Aluna panik, ia berdiri dari kursi dan menghampiri kakaknya dengan membawa tissue. “Kakak pucet banget kak” Kata Aluna sambil terus mengeluarkan tissue untuk sang kakak. Aluna semakin panik saat melihat kakaknya tak sadarkan diri, ia segera memangil kedua orangtuanya. “Mama, Papa tolong! Ka Al pingsan!” Teriak Aluna sekeras mungkin sambil menangis. Tak pakai lama Aneska dan Billy datang dengan muka khawatir dan langsung membawa Alaska ke rumah sakit.


Sekarang Aluna duduk di samping brankar yang sedang kakaknya tiduri sambil menggenggam tangan kanan kakaknya, di samping brankar itu banyak monitor bahkan oksigen untuk sang kakak. Aluna sudah tahu kenapa wajah Alska selalu pucat, ia sudah tahu kenapa rambut Alaska dicukur dan ia sudah tau alasan Alaska selalu izin sekolah, bahkan ia tahu umur kakaknya Alaska sudah tak lama lagi. Tapi ia percaya kakaknya pasti bisa bertahan. Aluna menangis sambil menutupi wajahnya di genggaman sang kakak, ia melihat wajah sang kakak yang ditutupi oleh berbagai macam alat pernapasan. “Kak, maafin Aluna kalau ada salah, maafin Aluna ga nemenin kakak kemo. Pasti sakit ya kak. Kak, kalau sakit banget gapapa buat Ka Al pergi. Tapi kalau ka Al masih kuat dan mau nemenin aku gede bertahan ya kak.” Ucap Aluna sambil menangis sedu. Tiba tiba monitorbed di samping brankar Alaska mengeluarkan suara yang menunjukan detak jantung Alaska tak normal. Mendengar itu Aluna langsung menekan nurse call beberapa kali dengan cepat. Tanpa waktu lama seorang dokter dan beberapa perawat datang berserta orang tuanya. Seorang dokter langsung melakukan penolongan pertama sambil dibantu dengan perawat disampingnya, Aluna yang tak sanggup melihat menutup matanya di pelukan kedua orangtuanya.

Akhir[sunting]

Wanita itu menahan air matanya saat mengingat kejadian 10 tahun lalu, ia tersenyum melihat nama sang kakak tertulis di nisan bercorak hitam marmer. Wanita itu Aluna, ia meletakkan bunga krisan kesukaan Alaska di samping foto kakaknya. Lalu ia mengeluarkan sebuah sertifikat kompetensi dokter di bawah foto kakaknya. Ia di terima menjadi dokter saraf otak.


“Kak. Kalau aku ga bisa selamatin kakak, aku bakal selamatin orang yang seperti kaka.” Kata Aluna dengan senyumannya. Setelah itu Aluna mendapatkan panggilan untuk segera ke rumah sakit, saat ingin pergi ia melihat foto sang kakak dan mengucapkan makasih tanpa mengeluarkan suara dan berangkat pergi.