Kuat Karena Keadaan
Cerpen Berjudul : Kuat Karena Keadaan
Pagi ini matahari tersenyum cerah menyinari sebuah desa yang terletak paling ujung provinsi Bengkulu ditepi pulau Sumatra berhadapan langsung dengan birunya pantai bernama desa Linau yang kaya akan sumber daya lautnya berupa gurita, sehingga menjadi kebanggan dan ciri khas dari desa itu. Deburan ombak yang merdu setiap pagi memberikan semangat untuk menjalani hari. Seketika aroma lezat masakan ibu diatas meja makan menusuk hidung seolah memanggil untuk berkumpul melakukan ritual sarapan bersama dan berbincang ringan sebelum melakukan aktivitas hari ini. Jam menunjukan pukul 06.55 WIB, dito segera menghabiskan sepiring nasi goreng dihadapanya lalu bersalaman meminta restu untuk berangkat sekolah setelah libur panjang semester genap dengan menggowes sepeda baru pemberian dari ayah karena berhasil menjadi juara kelas. Berseragam putih, celana biru dongker dan mengenakan topi berlambang Tut Wuri Handayani dito semangat datang kesekolah lebih cepat agar mendapatkan bangku paling depan di kelasnya agar lebih fokus mendengarkan penyampaian materi dari guru sebelum menghadapi ujian nasional tingkat SMP. Belum lagi di usianya yang masih sangat muda ini dito mengahadapi tantangan dan cobaan dari keluarga, pertemanan, dan membagi waktunya untuk sekolah dan bekerja demi membantu pendapatan keluarga.
Proses pembelajaran disekolah berjalan dengan asik dan menyenangkan hingga tak terasa bel pulang sekolah berbunyi. "Teng Teng Tengg" Seketika seluruh siswa bersorak "Horeee"
"Anak-anak PR nya jangan lupa dikerjakan ya, sekarang siap-siap untuk pulang" ucap guru
"Siap buk" lalu para siswa dan siswi membaca doa untuk pulang kerumah masing-masing.
Suara langkah kaki berlarian menuju gerbang sekolah, dito bergegas menuju tempat penitipan sepeda. Terdengar suara memanggil dari arah belakang "Dito sore ini kita main yok" itu suara jose teman akrab dito.
"Maaf tidak bisa jo, soalnya aku harus membantu ayahku menjaga kedai ikan dipantai" ujar dito.
Lalu dito pulang menuju rumah disambut dengan senyuman manis ibu sambil menggendong adeknya yang masih kecil. seraya bertanya untuk memastikan bahwa hari anak sulungnya baik-baik saya "Anak ibu sudah pulang, gimana kegiatannya hari ini"
"seru banget bu, tadi aku dapat nilai seratus matapelajaran matematika"
"ibu bangga pada mu nak, sekarang ganti baju, makan, kerjakan tugas sekolah dulu jika ada kemudian tolong bantu ibu antarkan rantang nasi buat ayahmu di kedai"
Setelah semuanya beres, dibawah terik matahari dito menuju pantai mengantarkan serantang nasi buat ayahnya yang berada di kedai ikan tak jauh dari rumah. Suasana kedai ikan hari ini cukup ramai, Dito membantu ayahnya melayani pembeli yang hendak membeli ikan hasil tangkapan ayahnya dari pantai. Tak terasa sinar jingga mulai tampak hendak terbenam. Dito dan ayah segera pulang kerumah sambil membawa sisa ikan yang tidak laku terjual untuk dimasak dan dimakan bersama. Keluarga dito sangat sederhana tapi mereka selalu bersyukur dan saling menyayangi. Keesokan harinya, aktivitas dikeluarga itu berjalan seperti biasa. Dito berpamitan dengan ayah dan ibu untuk pergi sekolah dengan jalan kaki karena ban sepedanya kempes dan ayah pergi mencari ikan dipantai untuk dijual. Setelah sesampainya disekolah dito belajar dengan penuh semangat dan ceria. Hingga suatu ketika saat proses pembelajaran berlangsung tiba-tiba nama dito dipanggi untuk menghadap kekantor guru sekarang. Tanpa penuh curiga dito berlari menuju sumber suara, terlihat ada paman dito berdiri disamping guru hendak menjemput dito.
"Dito sekarang pulang ke rumah, bereskan buku-bukunya" ucap guru dengan tatap yang penuh arti.
"Kenapa buk"
"Kerjakan saja, pamanmu telah menjemput"
Dengan penuh tanda tanya didalam otak, dito mengerjakan apa yang diperintahkan guru. Selama diperjalanan pulang menuju rumah paman dito hanya diam saja tanpa memberitahu apa yang telah terjadi. Dari kejauhan rumah dito tampak ramai dipenuhi tetangga yang berdatangan. Melihat hal itu membuat dito semakin bertanya-tanya dan ingin cepat sampai dirumah. setibanya dirumah tangis ibu pecah dan memeluk erat dito.
"Apa yang terjadi bu"
ibu menangis dan berkata "Nak yang kuat ya, ayah kamu tenggelam"
Mendengar hal itu seolah-olah dunia dito runtuh dan air mata tak dapat dibendung hingga mengalir deras membasahi pipinya. Terbayang semua hari-hari yang indah bersama ayah hingga membuat dito jatuh pingsan. setelah beberapa saat dito kembali sadarkan diri dan melihat tubuh pria yang tebujur kaku tertutup oleh kain putih dihadapannya itu adalah ayahnya. Dito memeluk erat tubuh ayahnya seakan tak mau lepas untuk selamanya tapi apa boleh buat bahwa dito juga harus kuat untuk ibunya dan adeknya yang masih kecil. Akhirnya dito mengikuti semua proses pemakaman ayahnya dan meng-adzankan diliang lahat sebagai bukti baktinya kepada ayah untuk terakhirkalinya. Proses pemakaman diiringi rintik hujan dari langit seolah menandakan bumi juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh keluarga dito.
Hari-hari berlalu, setelah sepeninggalan ayah semuanya terasa berbeda. Kini dito harus membagi waktu untuk sekolah dan bekerja membantu pendapatan keluarga. Dito tidak tega jika melihat ibunya harus kerja banting tulang sendirian. Apapun pekerjaannya dito akan kerjakan selagi itu mendapatkan uang dan halal. Dari menjual kue disekolahan hingga menjadi tukang parkir jalanan dito lakukan. Disamping itu kadang dito juga menjadi bahan ejekan teman-temannya dikelas tapi ada jose yang selalu menenangkan dan tulus berteman dengan dito tanpa melihat kondisinya. Disaat teman-teman dito bisa belanja makanan dikantin dengan bebas, dito malah menahan sedikit seleranya agar bisa menabung untuk keperluan lain yang lebih penting.
Senyum dan tawa dirumah seakan redup, suasana dimeja makan yang dulunya hangat dengan candaan kini berubah menjadi dingin tanpa kata. Dito selalu berusaha menghidupkan kembali suasana ceria ditengah keluarga namun itu tidak bertahan lama,ibu yang masih berlarut-larut dengan perasaannya mengakibatkan kondisi kesehatan ibu terus menurun. Pagi hari saat ibu sedang memasak untuk sarapan pagi terdengar bunyi "brukkkk" dari arah dapur. Mendengar hal itu Dito langsung menghampiri sumber suara itu
"Ibu kenapa, ibu jawab ibuuuu" "Tolong, tolongg, tolonggg ibu saya" *sambil menangis melihat kondisi ibunya Sesegera mungkin Dito meminta bantuan tetangganya untuk membantu membawa ibunya ke puskesmas desa dikarenakan Dito tidak mempunyai kendaraan kecuali sepeda pemberian ayahnya dulu. Pagi itu harusnya Dito berangkat ke sekolah ia merubah keputusannya untuk menjaga ibunya hingga membaik.