Kumpulan Cerita Rakyat/Buaya Sungai Musi
Dahulu ketika wilayah Palembang masih banyak dikelilingi oleh rawa-rawa, daerah ini menjadi tempat berkumpulnya kawanan buaya. Buaya-buaya tersebut selain ganas juga memangsa warga yang sedang mandi, mencuci, ataupun sedang memancing ikan di pinggir sungai.
Raja Palembang kala itu bersama dengan dua penasihatnya, Pensihat Kemiliteran dan Penasihat Kesejahteraan sedang berdialog bagaimana mengatasi bahaya dari buaya-buaya yang berada di Sungai Musi. Kemudian Penasihat Kemiliteran memberi usul untuk mengerahkan seluruh prajurit-prajurit terbaik kerajaan ke tepi sungai untuk membunuh buaya. Namun usul tersebut ditentang oleh Penasihat Kesejahteraan dengan alasan kerajaan hanay akan kehilangan prajurit terbaik saja. Ia kemudian mengusulkan untuk memanggil orang sakti atau yang disebut sebagai seorang pawang dari negeri seberang untuk menjinakkan buaya-buaya yang ganas.
Setelah berminggu-minggu menanti kedatangan seorang pawang, Baginda Raja langsung memerintahkan pawang tersebut untuk menjinakkan buaya. Di tepi Sungai Musi, sang pawang mulai melakukan ritualnya dengan beberapa gerakan tangan dan bacaan-bacaan mantra yang diucapkannya. Kemudian ia melemparkan sebutir telur ke Sungai.
Sejak saat itu, Sungai Musi menjadi aman dari buaya. Sang pawang kemudian diberikan hadiah berlimpah dari Bagianda Raja, yang hal ini ternyata menimbulkan kecemburuan di hati Penasihat Kemiliteran. Ia kemudian menjalankan tipu muslihat dengan tujuan ingin mencelakakan sang pawang. Diajaklah sang pawang tersebut ke tepian Sungai Musi di pedalaman yang jauh dari pusat kerajaan.
Sesampainya di daerah pedalaman sang pawang melakukan ritual menjinakkan kawanan buaya seperti biasanya. Sebelum pulang, Penasihat Kemiliteran memulai aksinya dengan mencoba memancing amarah sang pawang. Karena merasa diremehkan akhirnya sang pawang segera menepuk permukaan air sebanyak tiga kali. Seketika itu juga buaya-buaya yang tadinya jinak menjadi buas. Ketika sang pawang lengah, dengan kekuatan penuh, Penasihat Kemiliteran mendorong pawang ke kawanan buaya. Tak ayal pawang pun mati dimakan buaya. Karena perbuatannya itu, Penasihat Kemiliteran pun dihukum oleh Raja.
Epilog
[sunting]Hingga kini, di Sungai Musi tidak ada buaya yang ganas. Berbeda dengan daerah pedalaman yang masih memiliki buaya yang ganas. Bahkan di daerah tempat pawang dicelakakan Penasihat Kemiliteran, yaitu di pesisir timur Sumatra Selatan (Pulau Rimau, Pemulutan), masih ada buaya ganas.