Kumpulan Cerita Rakyat/Kisah Ayam dan Musang

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Alkisah, ayam hitam milik raja sedang berjalan-jalan di hutan. Ayam tersebut memiliki dua puluh lima ekor anak. Mereka tampak bermain-main hingga lupa pulang. Tak terasa menjelang senja mereka mencoba untuk pulang, namun setelah berlama-lama keluarga ayam tak mampu menemukan jalannya hingga mereka tiba di gubuk musang. Karena hari mulai gelap, mereka tak mampu melihat lagi. Induk ayam mengatakan pada keluarga musang untuk menginap di tempatnya dan musang pun mengizinkannya.

Musang berpikir mereka sekeluarga akan menyantap keluarga ayam. Tiba-tiba musang menyarankan kepada ayam untuk tidur di dalam. Walaupun musang menerima kehadiran keluarga ayam dengan ramah, induk ayam tetap waspada karena musang adalah musuh mereka. Induk ayam akhirnya menolak tawaran musang dengan beberapa alasan dan tetap memilih tidur diluar.

Malam semakin larut, induk ayam mengerami anaknya. Mereka tidur di ujung serambi dapur. Di dekat serambi tersebut terdapat pohon keluwih yang besar. Induk ayam berbisik kepada anaknya akan siasat induknya untuk kabur agar menghindar dari sergapan musang nanti. Anak-anak ayam menyetujui siasat induknya.

Sementara itu, keluarga musang yang berada di luar gubuk sedang meracik bumbu. Mereka berencana akan makan besar dengan menu santapan keluarga ayam. Anak musang meloncat-loncat sambil berteriak kegirangan, tetapi kedua orang tua musang menegur anaknya supaya tidak membuat kegaduhan. Mereka khawatir ucapannya terdengar oleh induk ayam. Di luar rumah, induk ayam hitam tetap beijaga. la mendengar suara yang berasal dari dapur musang. la memasang telinga dengan cermat dan induk ayam pun mengetahui pekerjaan keluarga musang yang akan memasak dirinya dan anak-anaknya.

Waktu terus berjalan, malam semakin larut. Musang bersiap-siap akan menerkam ayam hitam. Musang ingin mengetahui apakah ayam hitam sudah tidur atau belum, ia berkali-kali memanggil ayam hitam. Akan tetapi, ayam hitam selalu menyahut ketika musang memanggilnya. Sambil menyahut, induk ayam menyentuh anaknya. Setiap ia menyentuh anaknya, maka terbanglah anak-anak ayam itu.

Musang yang berada di dalam rumah mendengar suara anak ayam yang terbang dan menanyakan kepada induk ayam perihal kejadian tersebut, namun induk ayam menyela bahwa itu hanya suara ranting yang jatuh, sementara semua anaknya terbang ke pohon keluwih. Setiap musang bertanya, ayam pun menjawab dengan jawaban yang sama tanpa ada kecurigaan dari musang.

Kini, mereka semua telah bertengger di pohon keluwih. Tanpa diduga-duga di atas serambi dapur musang terdapat ijuk yang berwarna hitam dan batu asahan. Lalu, ayam hitam mengambil batu asahan dan ia meletakkan di tengah ijuk tersebut. Dari kejauhan, ijuk tersebut terlihat menyerupai ayam hitam yang sedang mengerami anaknya.

Musang kemudian memanggil ayam hitam. Namun, sahutan mereka tak lagi terdengar. Pikirnya ayam hitam sudah tidur. Suami musang membuka pintu terlebih dahulu, ia bermaksud menerkam induk ayam secara tiba-tiba. Ketika ia melihat onggokan berwarna hitam di atas serambi dapur, ia langsung menerkam benda tersebut. Akibatnya, gigi musang patah dan ia meninggal seketika. Setelah itu, keluarlah istrinya, ia melakukan hal yang sama, dan tersungkurlah musang betina tersebut.

Terakhir, si Anak musang melakukan hal yang serupa hingga ia mengalami nasib yang serupa dengan ayah dan ibunya. Ketika pagi telah tiba, keluarga ayam turun dari atas pohon. Mereka masuk ke dalam gubuk musang dan mengambil makanan di lumbung beras dari gubuk tersebut. Keluarga ayam tampak kesenangan sambil mematuk-matuk beras milik musang. Tak lama kemudian datanglah raja menjemput mereka dan menggiringnya pulang ke rumah.

Daftar pustaka[sunting]

Letti, Letti (2001). Cerita Lisan Rakyat Lampung Way Kanan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 147-149. ISBN 979 685 171 7.