Lompat ke isi

Kumpulan Cerita Rakyat/Si Pitung

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Si Pitung adalah cerita rakyat yang ditemukan di DKI Jakarta tentang seorang pemuda daerah yang melawan penjajah.

Sinopsis

[sunting]

Si Pitung adalah seorang pemuda yang saleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia dilatih silat. Setelah bertahun-tahun, kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.

Pada waktu itu, Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok tauke, dan para tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka pun dijaga oleh para centeng yang galak.

Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah para tauke dan tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan, diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir, diberikannya santunan dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.

Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya karena dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan di mana si Pitung berada. Namun demikian, orang kaya korban perampokan si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.

Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Mereka pun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat, akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang di mana si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.

Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap si Pitung. Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika. Meskipun demikian, bagi orang Jakarta, si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.