Kumpulan Cerita Rakyat/Telur Elang

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Telur Elang adalah salah satu karya sastra lama yang pokok kisahnya berasal dari Way Kanan, Provinsi Lampung. Karya sastra ini merupakan cerita fiktif yang dipsampaikan lewat tradisi lisan.

Sinopsis[sunting]

Alkisah, disebuah istana tinggal sepasang raja dan ratu yang hidup bersama ketujuh putri mereka. Berbeda dengan si bungsu, enam kakak kandungnya tersebut dikenal memiliki kebiasaan yang tidak terpuji. Mereka memiliki nafsu makan yang berlebihan sehingga setiap pagi dan sore, menjelang jam makan, sang raja dan ratu harus menyiapkan segentong nasi beserta lauknya. Khawatir akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan di istana, sang raja dan ratu memiliki siasat untuk mengusir keenam putrinya, berharap dapat menghilangkan kebiasaan buruk mereka.

Sang raja mempunyai rencana untuk menanam beberapa benih mentimun di dekat sumur yang dalam, kelak mentimun tersebut cabang-cabangnya akan merambat hingga ke bagian dasar sumur. Sang raja berniat agar putri-putrinya yang rakus jatuh ke dalam sumur yang sangat dalam sehingga tidak dapat kembali lagi. Hari demi hari mentimun tumbuh dengan subur dan tibalah hari panennya, sang raja lalu memberi titah anak-anaknya yang rakus untuk segera memetiknya. Keenam putri menyambut perintah raja dengan penuh riang. Mereka dapat memetik mentimun sepuasnya, tak lupa juga si bungsu ikut bersama mereka karena ajakan paksa dari si sulung.

Hari semakin sore, hasil petikan sudah menggunung, tak sadar keenam saudari tersebur telah sampai di dasar sumur, mereka terjebak tak bisa keluar hingga akhirnya si sulung meminta si bungsu untuk menolong mereka. Si bungsu hanya dapat menuruti kemauan kakaknya. Namun begitu selamat mereka tidak kembali ke istana, oleh pendapat si bungsu mereka kabur dari istana begitu mengetahui rencana sang raja untuk mengusir putri-putrinya.

Pada suatu hari, di tempat yang jauh dari istana, tersebutlah ketujuh saudari tersebut hidup dalam satu gubuk yang lusuh. Suatu ketika gubuk mereka dihinggapi seekor elang ajaib yang hendak bertelur. Tidak seorangpun dari keenam saudari yang mau membiarkan elang tersebut mengerami telurnya karena akan merusak gubuk mereka, hanya si bungsu yang membiarkan elang ajaib beetelur di atas gubuk mereka. Setiap harinya si bungsu mengumpulkan kotoran elang yang ternyata terbuat dari emas serta serpihan bulunya yang dapat dijadikan perhiasan.

Beberapa hari kemudian ketika keenam saudari si bungsu pulang ke gubuk, mereka kaget melihat terdapat banyak hidangan telah tersedia di meja yang rupanya berasal dari telur elang si bungsu. Tak hanya itu, telur tersebut secara ajaib mengeluarkan seorang pangeran yang gagah. Ketampanannya tak luput dari pandangan keenam saudari si bungsu Mereka mencoba merayunya namun pangeran tersebut hanya ingin mendekati si bungsu, hingga akhirnya pangeran menikah dengan si bungsu dan tinggal di istana menggantikan raja sebelumnya.

Daftar Pustaka[sunting]

Letti, Letti (2001). Cerita Lisan Rakyat Lampung Way Kanan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 142. ISBN 979 685 171 7.