Literasi

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis Faya, seorang anak dari keluarga sederhana yang senang sekali membaca dan menulis[sunting]

Lakon Aku (Faya)[sunting]

Lokasi sekolah dan rumah sederhana di desa[sunting]

Cerita Pendek[sunting]

Lamban[sunting]

"Sudah selesai belum, Dik?" tanya Kakakku.

"Belum!" jawabku sambil meneruskan perkerjaan.

Pagi ini kami masak berdua, aku dan Kakak. Kegiatan ini kamu lakukan seminggu sekali saat hari Minggu atau saat libur sekolah. Karena sudah ada yang bertugas memasak, jika hari Minggu atau hari libur, Ibu dan Ayahku akan pergi ke sawah lebih awal dari biasanya agar semakin banyak pekerjaan yang diselesaikan. Jika biasanya Ibu harus memasak dulu dan menunggu kami pergi, hal ini tidak dilakukan pada hari Minggu atau libur, Bangun tidur, salat subuh, sarapan seadanya, dan pergi ke sawah.

Ayah dan Ibuku adalah petani, seperti umumnya mata pencaharian masyarakat desa kami. Petani kecil dengan penghasilan pas-pasan hanya cukup untuk kebutuhan hidup. Memahami kondisi tersebut, aku dan Kakak berusaha membantu Ayah dan Ibu semampu kami, dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik dan tidak meminta barang-barang yang memberatkan mereka secara ekonomi. Meskipun hanya petani kecil dengan pendidikan yang hanya tamat SR ( Sekolah Rakyat, atau Sekolah Dasar), namun prioritas kebutuhan Ayah dan Ibu adalah untuk pendidikan anak-anaknya.

Tak heran, inilah yang membuat Kakakku, satu-satunya warga dari desa ini yang melanjutkan studi sampai ke perguruan tinggi. Meskipun, baru sampai program Diploma tiga (D3) jurusan Bahasa Jawa, tapi kami bersyukur karena dengan ijazahnya tersebut, Kakak sudah bekerja menjadi guru bahasa Jawa di salah satu SMA negeri di kota dan sedikit-sedikit bisa membantu membiayai sekolah adik-adiknya.

"Ish, kebiasaan ya kalau disuruh mengupas tempe ... lelet!" celoteh Kakak yang sudah tidak sabar menunggu aku menyelesaikan pekerjaan mengupas tempe dan memotonginya.

"Buruan selesein, udah mau dimasak ini! Bacanya nanti lagi, lagian juga sepotong-sepotong, tidak utuh sampai selesai, to?" lanjut Kakak mengultimatum untuk segera menyelesaikan tugasku.

"Ya, Kak!" jawabku singkat sambil bergegas menyelesaikan mengupas tempe dilanjutkan memotonginya.

Mengupas tempe dan memotongnya adalah pekerjaan ringan dibandingkan dengan tugas memasak. Tapi, akan selesai dalam waktu yang lama jika aku yang mengerjakannya. Kakak sudah selesai menyiapkan bumbu, memotong sayuran, menyiapkan santan dan sebaginya, tapi tempe belum siap juga. Ternyata benar juga kata Kakak, kerjaku lelet, lamban. Hehe ....

Tempe yang biasa kami masak berbentuk limas dengan alas persegi panjang. Dibungkus satu lembar daun pisang atau daun waru pada bagian dalam dan satu lembar kertas bekas pada lapisan kedua atau lapisan terluar yang diikuti seutas tali dari batang bambu atau tangkai padi untuk mengikatnya agar pembungkus tersebut tidak terbuka.

Lapisan kedua atau kertas bekas inilah yang menghambat pekerjaanku, membuatku menjadi lamban. Bagaimana tidak menghambat jika selesai mengupas satu, menyisihkan tempe, dilanjut membaca dulu kertas bekas tersebut sebelum mengupas tempe kedua. Memang bukan cerita atau berita utuh, tapi tetap saja membuatku penasaran untuk membacanya. Terasa berbeda rasanya jika menyelesaikan mengupas, memotongi dulu semua baru membacanya. Lebih asyik jika mengupas, membaca, baru mengupas lagi. Inilah yang membuat Kakakku sewot jika menyuruhku mengupas dan memotongi tempe, bisa dipastikan akan memakan waktu yang lama.

Lulusan dan mengampu mata pelajaran bahasa Jawa membuat nuansa Jawa semakin kental di rumahku. Untuk menunjang materi dan menambah wawasan, Kakak sering membeli majalah berbahasa Jawa. Panjebar Semangat, salah satu majalah yang sering dibeli Kakak. Bahasa yang rumit karena penggunaan strata ngoko, kromo, dan kromo alus berdasarkan lawan bicaranya tidak mengendurkan rasa penasaranku untuk ikut membacanya. Bagian pertama yang kubaca adalah alaming lelembut, sebuah cerita fiksi atau pengalaman pribadi penulis tentang makhluk halus, horor, atau mistis. Meskipun penakut, tapi dunia takkasat mata selalu membuatku tertarik dan penasaran. Setelah selesai membaca cerita mistis, dilanjutkan cerkak (cerita cekak,cerita pendek), cerbung (cerita bersambung) baru setelahnya membuka berita-berita yang ada.

"Kak, pedhut itu apa?" tanyaku karena tidak tahu artinya.

"Kabut" jawab Kakak.

"Oh, pedhut itu kabut." kataku sambil meneruskan membaca.

Mengetahui aku suka membaca, dilain waktu Kakak membeli Panjebar Semangat, ia juga membelikanku majalah Bobo. Meskipun sudah dibelikan majalah anak-anak, tapi majalah Panjebar Semangat tetap kubaca setelah selesai membaca majalah Bobo .

Hobi[sunting]

"Anak-anak, sekarang kita akan belajar membuat biodata. Kalian tahu biodata?" tanya Pak Guru mengawali pelajaran bahasa Indonesia.

Semua anak menggeleng dengan wajah bingung.

"Biodata adalah data diri seseorang, berupa nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat dan sebagainya." lanjut Pak Guru menjelaskan. "Sekarang kalian mencoba membuat biodata masing-masing berdasarkan format yang ada di buku paket halaman 120, ya! Kalau ada yang kurang jelas bisa ditanyakan!"

"Ya, Pak!" jawab kami kompak.

Nama lengkap sudah, nama panggilan sudah, tempat tanggal lahir, sudah, alamat sudah, hobi ....

"Pak Guru, hobi itu apa, Pak?" tanyaku.

"Anak-anak, ada yang tahu pengertian hobi?"

Semua anak diam tidak ada yang menyahut, pertanda tidak ada yang tahu pengertian hobi.

"Hobi adalah kegemaran atau yang kegiatan yang kalian sukai untuk mengisi waktu luang. Misalnya, melukis, menari, menyanyi, memasak, berenang, atau berolah raga lainnya."

"Ut, hobimu apa?" tanyaku pada UUt.

"Menyanyi."

"Hobimu apa, Ka?" tanyaku juga pada teman sebelah, Ika.

"Berenang."

"Duh, apa ya hobiku?" tanyaku dalam hati sambil kebingungan. "Tidak suka melukis, menari, menyanyi, apalagi olah raga. Apa ya hobiku?"

"Pak, kalau tidak punya hobi dikosongi ya?" tanyaku polos.

"Lho, masak tidak punya hobi?" Pak guru kaget disambut tawa teman-teman satu kelas.

"Kamu sukanya apa?" tanya Pak Guru.

"Saya sukanya memancing ikan dan membaca."

"Ya sudah itu hobimu, mengail dan membaca." lanjut Pak Guru.

"Boleh ya, Pak hobi mengail dan membaca?" tanyaku masih kurang percaya.

"Ya boleh saja."

Sejak itulah tertanam dalam benakku bahwa hobiku adalah membaca. Memang benar aku suka membaca karena apa saja kubaca, dari majalah sampai pembungkus tempe pun kubaca.

Mengarang[sunting]

"Pak Guru, minta satu lembar kertas folio lagi!" kataku sambil mengangkat tangan.

Test mata pelajaran bahasa Indonesia dalam Penilaian Akhir Semester (PAS) selalu ditutup dengan soal mengarang. Soal ini menjadi sangat menarik bagiku, tidak jarang aku meminta kertas tambahan untuk menuliskan karanganku.

"Anak-anak, ada lomba mengarang dalam rangka Hardiknas tahun ini. Kalian silakan membuat karangan dengan tema Cinta Tanah Air dan dikumpulkan minggu depan!" Pak Guru membacakan pengumuman.

Pengumuman itu kusambut dengan sangat antusias. "Aku harus bisa! Bukankah dalam setiap test, karanganku paling banyak diantara teman-teman satu kelas?" tekadku bersemangat dalam hati.

Satu minggu kemudian, kukumpulkan karanganku. Apapun hasilnya, yang terpenting sudah berusaha sebaik mungkin.

Hari-hari berlalu, aku sudah lupa tentang lomba mengarang itu ... mungkin juga karanganku tidak menang sehingga tidak ada pengumuman yang sampai ke sekolahku.

"Ah, karangan yang banyak tidak menjamin menjadi juara lomba mengarang." batinku dengan tidak bersemangat.

"Faya, sini maju!" pinta Pak Guru saat pelajaran setelah bel tanda istirahat pertama selasai berbunyi.

"Ya, Pak!" jawabku sambil berjalan menuju meja guru.

"Selamat ya, kamu mendapat juara I lomba mengarang dalam rangka Hardiknas tingkat Kabupaten!" kata Pak Guru sambil menyalamiku.

"Ha ...!" setengah tak percaya aku mendengar berita itu.

"Iya, benar. Pengumumannya baru saja diterima Bapak Kepala sekolah dalam rapat. Sekarang berdiri menghadap teman-teman dan ceritakan apa yang membuatmu bisa menjadi juara, biar teman-teman tahu!" pinta Pak Guru.

Masih dengan setengah tidak percaya, namun juga bersyukur dengan berita baik yang baru saja ku dengar, kuberanikan diri berdiri di depan kelas menghadap teman-teman.

"Hai, teman-teman!" sapaku dengan grogi. "Alkhamdulillah, karanganku berhasil menjadi juara satu. Dan, yang membuatku bisa menjuarai lomba mengarang ini adalah membaca, membaca, dan membaca. Karena hobiku adalah membaca, dari majalah, koran bekas, bahkan pembungkus tempe pun aku baca."

"Ha ha ha!" kata-kataku disambut gelak tawa Pak Guru dan seisi kelas.

"Benar sekali yang dikatakan Faya karena membaca itu menambah pengetahuan. Semakin banyak membaca, akan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Nah, pengetahuan tersebut adalah modal untuk membuat tulisan atau karangan. Jadi, kalian harus banyak membaca agar pintar! Sekali lagi selamat untuk Faya atas prestasinya ... dan sekarang boleh kembali ke tempat duduk!" Pak Guru menjelaskan.

TAMAT