Logika/Kata

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.

Dalam logika kata adalah bagian terkecil dari proposisi, berbeda dengan ilmu bahasa atau linguistik yang menyelidiki kata dari pelbagai aspeknya.

Penyelidikan kata dalam logika menjadi penting karena kata merupakan unsur yang membentuk pemikiran.

Positif, Negatif, dan Privatif[sunting]

Kata positif adalah kata yang mengandung penegasan adanya sesuatu, seperti kaya (adanya harta benda), gemuk (adanya daging), terang (adanya cahaya).

Kata negatif adalah kata yang diawali dengan salah satu dari: bukan, non, tidak, atau tidak seperti: tidak kaya, tidak gemuk, tidak terang.

Kata privatif adalah kata yang mengandung makna tidak adanya sesuatu, seperti: miskin (tidak adanya harta benda), kurus (tidak adanya daging), redup (tidak adanya cahaya).

Universal, Partikular, Singular, dan Kolektif[sunting]

Konkret dan Abstrak[sunting]

Kata konkret adalah suatu kata memberikan pengertian konkret apabila ia menunjuk kepada suatu benda, orang, atau apa saja yang mempunyai eksistensi tertentu seperti buku, kursi, rumah.

Kata abstrak adalah suatu kata memberikan pengertian abstrak jika menunjuk kepada sifat, keadaan, kegiatan, yang dilepas dari objek tertentu, seperti kesehatan, kebodohan, kekayaan, kepandaian.

Mutlak dan Nisbi[sunting]

Kata mutlak adalah Kata yang menunjukkan arti mutlak jika ia dapat dipahami dengan sendirinya tanpa membutuhkan hubungan dengan benda lain seperti buku, rumah, kuda.

kata nisbi atau juga disebut relatif adalah kata dapat menunjukkan arti relatif apabila ia tidak dapat dipahami dengan sendirinya kecuali jika selalu ada hubungannya dengan benda lain, seperti ayah, kakek, paman, pemimpin.

Makna Laras, Kandungan, dan Lazim[sunting]

Makna adalah denotasi.  Kadang-kadang  makna  itu selaras dengan arti dan kadang tidak selaras. Apabila makna sesuatu itu sama dengan arti sesuatu itu, maka makna tersebut disebut Makna Laras. Apabila maknanya tidak selaras dengan “Arti”, maka sesuatu itu disebut memiliki Makna Kandungan atau Makna Lazim.

Kita ambil contoh, kata “Sapi”, dia memiliki arti dan makna.  “Sapi” sudah memiliki arti sebelum kata tersebut dimasukan ke dalam kalimat, tapi ia belum memiliki makna, karena makna hanya akan terbentuk apabila kata itu sudah dimasukan ke dalam kalimat.

Contoh Makna Laras:

Tretan membeli sapi.

Kalimat ini memiliki makna yang sama dengan artinya, yaitu sapi.  Pengertian yang menyeluruh tentang sapi tersebut itulah yang disebut dengan Makna Laras. Ketika Tretan membeli sapi, tentu yang dibeli adalah keseluruhan tubuh sapi. Oleh karena itu, makna “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah sama dengan arti “Sapi”, sehingga disebut memiliki Makna Laras.

Contoh Makna Kandungan:

Tretan memukul sapi.

Yang dipukul oleh Tretan adalah sebagian tubuh sapi itu, oleh karena itu “Sapi” dalam kalimat tersebut tidak selaras dengan artinya, melainkan hanya kandungan arti tersebut.  Oleh karena  itu  “Sapi” dalam kalimat  tersebut  memiliki Makna Kandungan.

Contoh Makna Kata Lazim:

Tretan Menarik sapi.

Kata “Sapi” dalam kalimat tersebut adalah memiliki Makna Lazim, karena ketika Tretan menarik sapi, sebenarnya yang dipegang adalah talinya. Dia menarik tali itu secara tidak langsung menarik tubuh sapi. Meskipun yang Tretan pegang dan dia tarik secara langsung adalah tali kekang sapi dan bukan sapinya secara langsung, tetapi sudah lazim dikatakan bahwa hal itu disebut menarik sapi. Itulah mengapa disebut Makna Lazim.

Bermakna dan Tidak bermakna[sunting]