Mahkota Di Atas Karang

Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas

Sinopsis[sunting]

Elisha adalah gadis yang egois dan tidak pernah merasa bersyukur akan berkat dalam hidupnya. Kemudian ia bertemu Jerrick, si jiwa tersesat yang terdampar dalam kosannya.Elisha harus menolong Jerick agar kembali ke tempat asalnya.

Lakon[sunting]

1 Elisha/ Maria Elisha 2 Jerrick/ Si Jiwa Tersesat/Putra Mahkota

Lokasi[sunting]

1 Kamar Kos Elisha 2 Kota Kupang

Cerita Pendek[sunting]

Meratapi Nasib[sunting]

      “ Fenomena El Nino yang menyerang sejumlah wilayah di Indonesia, dikhawatirkan mengakibatkan bencana kekeringan yang berimbas pada krisis  pangan, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT sendiri memiliki iklim tropis kering dengan musim kemarau yang cukup panjang-”
      Elisha mematikan siaran radio, begitu mendengar berita yang dibacakan oleh sang penyiar. “Persetan” gumamnya, sambil mencoba untuk terlelap menjangkau alam mimpi, yang sedari tadi coba diraihnya, namun tak kunjung datang mengampiri. Sambil menutup mata, benaknya mulai menghayal hal-hal indah yang ingin dicapainya atau makanan enak yang ingin dicicipinya namun cuman bisa ditonton lewat youtube dari sedekah wifi oleh ibu kos. Dia tahu cita-citanya tak mungkin terwujud  alias mustahil ibaratnya “mengubah tinja menjadi mutiara” pikirnya. “Adakah di dunia ini, tinja bisa jadi mutiara yang bernilai tinggi?” Hidupnya terlalu susah. Dia tidak punya ruang lagi dalam otaknya yang sedemikian kecil itu, untuk memikirkan nasib orang lain akibat badai nino, nina, nano, nona atau apalah itu.
      Dia sadar, dirinya egois. Cambuk kehidupannya begitu keras, memaksanya menekan dalam-dalam kepeduliannya terhadap sesama. Nasibnya saja tidak jelas, besok-besok bisa saja dia mati di kos ini, tanpa satu orang-pun yang tahu, lalu tiga hari kemudian mayatnya ditemukan membusuk. Elisha bergidik ngeri dibalik selimutnya, “jangan sampai Tuhan” serunya dalam hati. Walau tidurnya larut, Elisha tetap bangun pagi meskipun tanpa alarm hp ataupun suara ayam berkokok. Insting bertahan hidup sebutnya, kalau ditanya rekan-rekan kantornya karena dia tidak pernah datang terlambat sama sekali. Dengan kompor minyak, dia menggoreng telur ceplok dua butir. Sebutir untuk makan pagi dan sebutirnya untuk makan siang, sedangkan untuk malam dia memilih puasa.
      Ia memasak nasi dengan ukuran satu setengah mok beras menggunakan magic com pemberian dari ibu kos, yang mungkin tanpa sadar mendengar jiwa missqueennya menjerit-jerit pilu dari balik tubuh kurus kering miliknya. Dia harus berhemat tekannya dalam hati, ketika perutnya ingin menambah takaran beras menjadi tiga mok. Bencana kekeringan sementara berlangsung, harga bahan pokok melambung, sementara gajinya setara UMP Kota Kupang, dengan cicilan motor supra yang belum lunas dan biaya kuliah adik yang meskipun sudah patungan dengan ibunya masih terasa mencekik. Sisanya untuk konsumsi, kos, bensin dan yang paling utama dalah untuk ditabung. Dulu impiannya begitu banyak, tertuang dalam buku impian sejak di bangku SMA Kelas XII. Kala itu, wali kelasnya menyuruh mereka untuk menulis hal-hal yang ingin mereka capai dalam hidup. Dan sama seperti teman-temannya yang lain, dia mulai menulis daftar mimpinya. Mulanya ada dua puluh lalu hilang sepuluh dan sekarang tidak tersisa sama sekali.

Pertemuan[sunting]

      Jika ditanya apa mimpinya sekarang, dia tidak mampu menjawab, hanya menjalani apa yang semenatara dilakukan dengan sebaik-baiknya. Dengan pendidikannya yang berijazah SMA Elisha sangat bersyukur, masih ada kantor yang mau menerima dirinya. Kehidupan yang menoton dengan berhemat menjadi kebiasaannya. Namun sepertinya Tuhan ingin mengubah sedikit alur kehidupannya, dengan memasukkan satu variabel yang kemudian menjadi titik balik dari kehidupan membosankan yang dilakoninya. Pada malam itu, Elisha baru pulang dari kantor dengan tubuh basah kuyup terkena guyuran hujan. Setelah membersihkan diri dan mengoleskan minyak kayu putih, dia mencoba untuk tidur. Entah kenapa, dia merasa ada yang sementara mengawasinya. Semula dia pikir hanya halusinasinya saja, karena kalau itu setan atau hantu kan, pasti bulu kuduknya berdiri tetapi dia merasa biasa-biasa saja. Anehnya dia tidak merasa takut sama sekali, sosok itu tentunya bukan orang Indonesia dilihat dari ciri fisiknya.
      Dia menutup mata dan berdoa, sosok itu masih di sana .Disiram garampun, sosok itu tetap bergeming. Penampilannya tidak seperti setan, malahan seperti bayangan manusia dengan pakaian rumah sakitnya.  Kalau seandainya dia teriak, takutnya disangka gila oleh penghuni kos lainnya. “who are you?”  tanyanya pada mahkluk itu. “Can you speak Indonesian?" lanjutnyanya terbata-bata. Bahasa Inggrisnya sangat buruk sampai-sampai mahkluk itu mengeryitkan kening, bingung dengan pertayaannya. “My name is Elisha, nice to meet you”. sapanya lagi. Mahkuk itu membuka mulutnya, “you’re not afraid of me, aren’t you?”  untunglah pertanyaan mahkluk itu masih bisa dimengertinya. “Yes, of course, you..you..handsome people” katanya dengan penuh percaya diri. 

Perkenalan[sunting]

      Mahkluk itu tersenyum, “ nama saya Jerick”, sebenarnya saya tidak tahu kenapa bisa berada disini ketika saya membuka mata, tapi sepertinya badai El Nino yang membawa saya kemari. Saya juga bingung, - “wow,wow, tunggu sebentar, bae su lu bisa Bahasa Indonesia” , ucap Elisha tanpa sadar menggunakan Bahasa Kupang. Ketika sadar apa yang baru diucapkannya, dengan canggung Elisha berdehem. Bisa kamu perkenalkan, Siapa namamu, berapa umurmu, asalmu dari mana, pekerjaanmu apa, orang tuamu dim,- ucapannya terhenti saat Jerick maju mendekatinya dan berdiri di kaki ranjang tempat tidurnya.  Nama saya Jerick, saya adalah putra mahkota dari Kerajaan Goldtal, umur 30 tahun,- “hahahahahahahhaha” kalimat Jerick terhenti ketika mendengar elisha tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
      ”Putra mahkota kerajaan? di kamar kosnya? lelucon macam apa ini, apa be dapat prank? jangan sampe ada kamera tersembunyi.” Elisha mulai bangun dari ranjangnya mencari-cari di lemari, di kolong ranjang, dan sekitar kamar kosnya. Jerrick yang kesal karena perkataannya terpotong menjawab, “ tenang saja ini bukan prank dan saya memang seorang putra mahkota.” Ketika dilihatnya Elisha masih berusaha mencari-cari letak kamera tersembunyi diseluruh penjuru kamarnya yang sempit dan dengan konyolnya mengecek di kompor minyak butut itu. “Kalau tidak percaya cari saja di internet. Kau akan menemukan beritaku disana.” Elisha segera menghentikan pencariannya dan menghampiri Jerrick. “Dengar tuan baginda raja, atau calon raja abal-abal, saya tidak peduli, mau anda putra mahkota, putri mahkota, kakek mahkota atau siapa-pun itu, tidak berpengaruh dalam hidup saya. Lupakan pertanyaan absurd saya sebelum ini. “Jadi bagaimana bisa anda berakhir di kamar kos rakyat jelata seperti saya, bukan di dalam kamar istana megah anda. Selain itu, bisakah anda keluar dari kamar seorang gadis, saya tidak tahu bagaimana budaya dalam kerajaan anda, tapi kalau di Indonesia, sangat tidak boleh lelaki seperti anda memasuki kamar seorang gadis. Apalagi kita ini tidak mempunyai hubungan  apa-apa,” tutup Elisha mengakhiri kalimatnya.
      Muka Jerrick memerah disebabkan oleh campuran rasa malu sekaligus marah dengan pertanyaan Elisha, namun tak urung dia menjawab “saya mengalami kecelakaan mobil dua tahun lalu dan sekarang fisik saya masih terbaring di rumah sakit. Namun jiwa saya masih melanglang buana di dunia ini, karena saya belum mati. Lalu badai El Nino menerbangkan saya,  hingga tanpa sadar sampai ke kamar ini. Dan saya tidak akan keluar dari kamar ini, karena saya yakin takdirlah yang menuntun saya kesini. Pasti melalui kamar ini, saya bisa menemukan jalan untuk kembali ke tubuh saya dan pertemuan kita pastilah atas restu Tuhan. Mungkin saja, Kamu bisa membantu saya untuk pulang kembali dan,- perkataan Jerrick terhenti, melihat pertunjukkan rasa kantuk Elisha di hadapannya. 

Mencari Bantuan[sunting]

      “Hoaammm, dongeng anda sangat menarik putra mahkota, tetapi saya tetap tidak peduli. Jika anda masih tetap bertahan di sini, jangan salahkan saya, kalau saya menggunakan cara kasar untuk mengusir mahkluk seperti anda. Dan tolong jangan ganggu waktu tidur saya, kehidupan saya sudah cukup berat.”  Jerrick hanya terdiam sambi menghela napasnya, melihat Elisha yang sudah menutup seluruh dirinya dengan selimut. Cara kasar yang dimaksud Elisha untuk mengusir Jerick ternyata dengan mendatangi seorang pendoa untuk minta didoakan setelah pulang kantor, agar Jerick bisa kembali ke asalnya. Pendoa itu dipilih karena tidak meminta bayaran apapun atas jasanya dan pernah menolong Elisha juga. Elisha memanggilnya Bapak Markus. “Nona, mau kau usir dia dengan cara apapun tidak akan mempan. Karena dia jiwa manusia, bukan roh jahat, hanya kau yang bisa bantu dia untuk kembali” jelas bapa Markus pada Elisha. “Saya bantu dia dengan cara apa bapak atau ada petunjuk kah bapak?”tanya Elisha dengan cepat.
      Dalam perjalanan pulangnya dari  rumah pendoa, Elisha memikirkan petunjuk yang diberikan oleh Bapak Markus Emas dan Karang. Dua Clue itu berputar-putar dalam otaknya dan Elisha memutuskan untuk membaginya dengan Jerick begitu tiba di Kos-nya. “Jadi petunjuknya cuman dua hal itu,” gumam Jerick. Elisha menganggukan kepalanya. “Benar petunjuknya cuman itu. Menurut saya anda adalah orang kaya pasti memiliki banyak harta benda termasuk emas. Mungkin ada emas-emas berharga yang memiliki nilai emosional dengan diri anda, salah satunya mahkota anda” simpul Elisha. “ Lalu bagaimana dengan karang itu sendiri? Kalau emas berkaitan dengan saya, pasti karang berkaitan dengan kamu” balas Jerrick mudah. “Benar juga.” Elisha mulai berpikir tentang karang. Apa hubungan sebuah karang dengan dirinya, mungkinkah leluhurnya punya batu karang keramat. 

Memecahkan Teka-Teki[sunting]

      Tapi tidak mungkin, karena kalau ada pasti dia sudah tahu. Pertanyaan tentang hubungannya dengan karang, terbawa saat dia melakukan tugas penagihan di wilayah anggotanya. Elisha sendiri adalah staf lapangan dari sebuah koperasi yang tugasnya mengunjungi anggota-anggota yang melupakan kewajibannya membayar angsuran pinjaman. Adalah Bapak Johanis, petani ladang yang menjadi salah satu anggota yang dikunjunginya. Bapak Johanis semula adalah anggota lancar lalu berubah menjadi macet selama empat bulan gara-gara sakit. Namun memasuki bulan Desember, Bapak Johanis mulai bertani lagi. Pria berkulit gelap dengan tinggi 156 cm itu bersama dengan istrinya Ibu Mery, menerima Elisha di rumahnya dengan ramah. Pasangan suami istri ini dikenal Elisha sebagai petani ladang yang ulet dan punya  keinginan untuk membayar namun terkendala musibah. Elisha mengerti kondisi mereka.
      “Bapak bagaimana, su sehat ka bapak?”  tanya Elisha. “Sudah e nona, Bapak tadi su di ladang tanam padi, jagung, kacang dari jam 06.30 sampai jam 10.00. Ini sebentar jam 16.00 mau lanjut lagi.” Bapak Johanis menjawab dengan semangat 45-nya. “Tau to nona, Kota Kupang pung panas, tambah lai tanah karang semua. Ini su bulan Desember ma hujan sedikit-sedikit sa, ketong dengar gara-gara badai El Nino. Memang ladang sonde butuh banyak air, ma ketong ju butuh air secara memadai. Ini lahan kering susah air karena hujan sonde turun-turun. Ketong takutnya tanaman dong jadi layu. Tanaman dong layu na, apa yang bisa ketong jual untuk sambung hidup, belum lai bayar hutang.”  Ibu Mery mengutarakan keluh kesahnya pada Elisha. Tetapi yang menjadi fokus Elisha adalah tanah karang yang sempat disebut oleh ibu Mery tadi. “Karang.” Kota Kupang sendiri dikenal sebagai Kota Karang, bukan tanpa alasan. Tanahnya keras berbatu dan penuh karang yang membuat para petani harus bekerja ekstra keras untuk menumbukan tanaman dari tanah karang ini. Mungkinkah  petunjuk karang yang dimaksud adalah “Kota Kupang” sendiri. Elisha seolah mendapat pencerahan dan tanpa sadar memekik kegirangan, mengagetkan pasangan petani di hadapannya.
      “Bapak dan mama adu makasih banyak, be pu pikiran su terbuka, be pulang ni be berdoa untuk bapak dan mama dan para petani dong, supaya bisa melewati ini musim dengan baik.” Tanpa menunggu tanggapan dari pasangan itu, Elisha bergegas pergi menstrater motornya ke kos nya untuk menemui Jerrick. Begitu sampai di Kos, Elisha memaparkan semua pengetahuannya di hadapan Jerrick.

Pembelajaran Hidup[sunting]

      “Kita tidak bisa mengartikan emas dan karang, hanya sebagai benda emas dan karang. Anda tahu putra mahkota, batu karang-pun bisa menghasilkan emas. Emas yang tidak ternilai harganya. Taukah anda apa yang saya maksud dengan emas? itu adalah tumbuhan yang dihasilkan dari tanah karang Kota Kupang, bermandikan darah dan keringat serta bertunas dari harapan para petani yang menggantungkan hidupnya dari tanah ini. Bahkan karang pun, mampu menghasilkan emas, emas hijau yang indah, apalagi kehidupan manusia,-  tanpa sadar Elisha mulai terisak, Jerick yang sedari tadi mendengar penjelasannya dengan menggebu-gebu, merasa heran dengan wanita di hadapannya. Tadi wanita ini datang dengan begitu bersemangat, hingga membanting pintu kosnya, lalu sekarang menangis tersedu-tersedu. 
      “Jerrick, kau harus ikut bersamaku untuk melihat keajaiban lain yang diberikan oleh Tuhan pada tanah karang di Kota ini”. Jerrick hanya mengangguk mengiyakan ajakan Elisha. Padahal sejak dia terdampar di Kos ini, Jerrick sudah menjelajahi beberapa sudut kota. Tapi dia sendiri tak pernah memperhatikan Kota Kupang hingga begitu detil. Ditambah lagi, dia melihat penampakkan mahkluk-mahkluk astral penghuni dunia lain. Walaupun dirinya sekarang adalah jiwa tersesat yang bisa melihat hal-hal gaib seperti itu, dia tetap merasa takut dan ngeri dengan pemandangan yang dilihatnya. Karena manusia hidup berdampingan dengan mahkluk-mahkluk seperti itu. Sebenarnya Jerick bisa terbang melayang mengikuti motor Elisha, namun dia takut akan pemandangan horror yang menyambutnya, maka lebih baik dibonceng oleh Elisha, sehingga ia bisa menutup matanya dalam perjalanan. Saat Elisha berhenti, dia merasa heran karena Jerrick menutup matanya. “Kenapa anda menutup mata” tanya Elisha. Jerrick yang tidak ingin harga dirinya jatuh di depan Elisha menjawab “ hanya ingin merasakan hembusan angin” kilahnya. “merasakan hembusan angin?”,memangnya anda bisa merasa anda kan cuman jiwa alias bayangan? Elisha menyahut dengan teganya pada Jerick yang masih menutup matanya. 

Melihat Keajaiban Lain[sunting]

      “Ya ampun untung ini taman lagi sepi, kalau sonde orang pikir be orang gila” dumel Elisha dalam hati saat berbicara dengan Jerrick. Karena tentu di mata orang lain, Elisha hanya berbicara dengan angin. “Buka kau punya mata sudah, apa yang kau takut?” Elisha berbicara dengan nada suara yang rendah menjaga agar jangan sampai suaranya terlalu besar. “Ini masih siang bolong, setan belum muncul” terka Elisha mengenai penyebab Jerrick masih konsisten menutup mata. Jerrick yang sadar akan kekonyolannya tertawa dengan canggung untuk mengelak dugaan Elisha. “Hahhahhahah, bercanda,bercanda “ Elisha tidak menggubris humor yang tidak lucu dari Jerrick. “Anda lihat pohon itu, warga Kupang biasa memanggilnya pohon sepe. Indah bukan warnanya”. Jerrick melihat ke arah pohon yang ditunjuk oleh Elisha. Sebenarnya pohon ini mulai mekar pada musim penghujan seperti bulan November dan Desember, namun akibat badai El Nino yang mengakibatkan curah hujan terbatas, hanya beberapa pohon yang mekar. “Saya menyesal belum bisa menunjukkan pada anda keindahan pohon sepe menjelang akhir tahun. Meskipun saya tahu anda sudah pernah melihat pemandangan yang lebih indah dari sekedar pohon sepe disini. Tapi bagi saya dan mungkin sebagian besar penduduk Kota Kupang pohon sepe ini dan aroma Kota Kupang setelah hujan adalah yang terbaik. Warnanya merah dan orens yang semarak dan selaras dengan hiasan natal dari pohon natal, seakan-akan sudah siap untuk menyambut natal yang akan datang. Tanah karang kota ini sepertinya hendak membungkam siapa saja yang meremehkan ketidakmampuannya untuk menumbuhkan keajaiban berupa tanaman yang indah. Tak dipungkiri ada sebagian manusia yang meragukan eksistensinya dan menganggapnya adalah kutukan bagi kota ini dan para penduduknya”.

Perpisahan[sunting]

      Elisha tanpa sadar menangis karena teringat tentang ibu dan adiknya, suka dukanya di Kota Kupang dan pohon sepe yang selalu menghiasi jalanan di Kupang. Jerick yang melihat Elisha menangis bertanya kepadanya, “kenapa menangis” tanyanya. Lama kemudian, Elisha menjawab ”saya benar-benar merasa malu dengan diri saya. Tumbuh dari keluarga broken home dengan segala macam impian yang menjadi berantakan, membuat saya memandang kehidupan ini dengan pahit. Seakan-akan saya dilahirkan hanya untuk menderita sehingga lupa untuk bersyukur. Untuk setiap helaan napas, kesehatan, seorang ibu dan adik yang saya punya. Bukankah itu juga emas dalam kehidupan saya yang diberikan oleh Tuhan.” Elisha tidak tahu, kenapa dia semudah itu membuka isi hatinya pada Jerick yang baru dikenalnya selama seminggu. Tanpa disadarinya, Jerick tersenyum penuh arti memandang dirinya. 
      “Kau tahu Elisha, biarkan saya menceritakanmu sebuah rahasia” kata Jerrick sambil memegang bahu Elisha. Kedatangan saya di kosmu, bisa dibilang adalah sebuah kesengajaan. Yang Di Atas melalui malaikatnya ingin dirimu tidak tersesat lebih lama dan lebih dalam di dunia ini, makanya mengirimkan saya untuk membantu menyadarkanmu. Tuhan memperhatikanmu dari atas sana, Dia peduli”. Elisha hanya terpaku mendengar Jerrick bicara, seolah-olah saat ini cuman dia dan Jerrick yang ada di dunia ini. “Maria Elisha” Jerrick menyebut namanya dengan lembut. Elisha terpana dan memandang Jerick dengan penuh kebingungan. Karena laki-laki ini bisa mengetahui nama lengkapnya. “Sepertinya sudah tiba waktunya untuk kita berpisah, terima kasih karena mau membantu saya menyelesaikan tugas terakhir saya,sekarang saya bisa kembali ke tempat dimana saya berasal, saya berjanji akan menemui-mu lagi”. Lalu bayangan Jerrick mengeluarkan cahaya paling menyilaukan, hingga Elisha menutup matanya dan cahaya itu hilang dalam sekejap meninggalkan Elisha di bawah pohon sepe yang sedang mekar. Bersamaan dengan itu di sebuah ruang perawatan yang mewah, seorang pria membuka matanya setelah terbaring koma selama dua tahun sambil tersenyum.