Marie dan Jin Kecil
Penulis
[sunting]Nurudzzakiatil Hasanah H.
Premis
[sunting]Putri kecil bernama Marie dibawa pergi oleh jin kecil menjelajahi dunia sains yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Lakon
[sunting]- Marie
- Jin kecil
- Raja
Lokasi
[sunting]Sebuah kerajaan di suatu negeri antah berantah
Cerita Pendek
[sunting]Petualangan
[sunting]Seorang tuan putri kecil bernama Marie hidup di sebuah kerajaan yang makmur bersama kedua orang tuanya yang terkenal akan kewibawaannya. Raja dan ratu sangat menyayangi putri semata wayangnya itu. Mereka bersedia memberikan apa pun yang Marie inginkan, dengan syarat Marie harus mau belajar. Sayangnya, Marie tidak menyukainya, terutama pelajaran sains. Bagi Marie, sains itu sangat memuakkan dan membuat kepalanya pusing.
Ketimbang belajar, Marie lebih senang menghabiskan waktunya dengan bermain-main di sekitar istana. Ia suka menjelajahi setiap sudut istana. Dan tidak ada satu pun wilayah yang tidak diketahui Marie. Marie berharap suatu hari nanti ia akan bisa keluar istana dan pergi ke mana pun yang dia mau.
Raja yang menyadari jiwa petualang Marie yang semakin hari semakin liar, lalu memerintahkan beberapa orang kepercayaannya untuk mengurung Marie di kamarnya. Kamar itu dijaga ketat oleh beberapa orang penjaga yang mengawasi dari depan pintu kamar dan dari luar bangunan. Orang-orang terpelajar pun didatangkan satu per satu untuk mengajar Marie langsung di kamarnya.
Marie merasa semakin suntuk terkurung di dalam kamar yang luas itu. Dia selalu diberikan makanan apa pun yang dia mau, didandani setiap hari, dan diberikan hadiah oleh para pengajar. Akan tetapi, dia sama sekali tidak senang. Bukan itu yang dia inginkan. Dia hanya ingin pergi keluar. Dia hanya ingin bebas. Dia tidak suka dikurung dan dipaksa untuk belajar seperti ini. Putri kecil itu pun selalu berdoa setiap malam agar Tuhan memberikannya kesempatan untuk keluar dari istana.
Di suatu malam yang sunyi, Marie didatangi oleh jin lucu yang berbentuk seperti gelembung balon. Jin tersebut membangunkan Marie.
“Marie, bangunlah,” ucap jin itu.
Marie membuka matanya, lalu duduk. Sembari mengucek matanya, Marie bertanya, “Kau siapa?”
“Aku jin.”
“Jin? Kupikir kau berbentuk seperti asap berwarna biru. Ternyata kau terlihat lebih lucu.” Marie tertawa kecil.
“Aku tahu.”
“Kenapa kau tiba-tiba menghampiriku?”
“Karena kau terlihat kesepian.”
“Bagaimana kau bisa tahu itu?”
“Aku memperhatikanmu.”
“Benarkah?”
“Ya. Aku tahu betapa kau tidak suka terkurung di kamar ini.”
“Aku harus menuruti perintah ayah,” jawab Marie murung.
“Kau mau keluar?”
“Kemana?”
“Ke suatu tempat yang belum pernah kau datangi sebelumnya.”
“Tapi aku tidak boleh keluar kamar. Para penjaga juga pasti langsung menangkapku.”
“Kau tidak perlu keluar dari kamar ini dan kau tidak akan tertangkap oleh penjaga.”
“Bagaimana bisa?”
“Ikut aku. Kau akan tahu nantinya.”
“Bagaimana caranya?”
“Tutup saja matamu selama beberapa detik, lalu buka dengan perlahan.”
Marie mematuhinya. Beberapa saat kemudian, Marie membuka matanya dan melihat lingkungan yang tidak asing di matanya.
“Kau tahu ini di mana?” tanya jin.
“Ini halaman istana. Aku berada di luar sekarang!” sorak Marie bahagia. Pandangan Marie langsung beralih pada para penjaga yang sedang berpatroli di sekitaran istana. “Ayo sembunyi! Kita akan ketahuan!”
“Santai, Marie. Mereka tidak bisa melihat ataupun menyentuh kita.”
“Benarkah? Bagaimana bisa?”
“Ayo ikuti aku.” Jin kecil itu pun bergerak terbang ke udara.
“Aku tidak bisa terbang sepertimu!” protes Marie.
“Tentu saja kau bisa.”
Marie pun mencoba untuk mendorong tubuhnya ke atas. Tanpa perlu usaha, kini ia bisa melayang di udara layaknya gelembung balon. Ia merasa seperti asap. Jin itu membawanya pergi menuju kamarnya. Tentu saja mereka bisa menembus dinding dengan mudah. Marie melihat dirinya yang sedang tidur di atas kasur.
“Itu aku!” sahut Marie sambil menunjuk wujud dirinya yang terlelap di tempat tidur. “Bagaimana cara kau melakukannya?”
“Lihatlah dirimu yang berada di sana dan bandingkan dengan dirimu yang ini. Apa perbedaan yang kau temukan?”
“Aku merasa jauh lebih ringan, bahkan aku tidak merasakan beban apa pun di tubuhku.”
“Tepat sekali. Itu karena kau kehilangan massa tubuhmu. Sekarang, ikut aku.”
Dalam sekejap mereka berpindah ke tempat lain. Jin itu pun bertanya kepada Marie, “Kau tahu ini di mana?”
“Aku tidak tahu.”
“Ini adalah tempat yang berada lebih dari 2000 kilometer dari istana.”
“Hah?”
Marie ditarik dalam sekejap kembali ke kamarnya. Marie yang takjub bertanya pada jin, “Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Kau tahu, Marie? Ruang dan waktu sekarang tidak lagi berlaku untuk kita. Kau dan aku berada di dunia yang berbeda. Kau tahu cahaya?”
“Ya, aku tahu.”
“Kau tahu seberapa cepat cahaya itu, bukan?”
“Aku tahu cahaya itu sangat cepat.”
“Bayangkan dirimu bisa melebihi kecepatan cahaya.”
“Itu mustahil.”
“Aku tahu. Dan inilah yang sedang kita lakukan.”
“Tapi pengajarku bilang kalau tidak ada benda yang bisa mengalahkan kecepatan cahaya.”
“Tepat sekali. Benda itu memiliki massa, sementara cahaya tidak. Itulah yang terjadi pada dirimu saat ini. Kau saat ini tidak memiliki massa, Marie.”
“Sepertinya kau benar,” ucap Marie sambil memperhatikan tubuhnya.
“Saat kau mengalahkan kecepatan cahaya, ruang dan waktu tak lagi berlaku. Kau sedang keluar dari dimensi ruang-waktu.”
“Apakah ini termasuk sains?”
“Alam semesta ini adalah sains, Marie. Semua aktivitas yang kau lakukan dari kau bangun sampai kau tidur kembali, itu sains. Bahkan imajinasimu sendiri termasuk sains.”
“Aku tidak tahu bahwa sains seluas itu. Setahuku, pelajaran sains itu memuakkan. Teori dan angka yang membuat kepalaku pusing.”
Jin gelembung kecil itu tertawa. Ia pun berkata, “Sains itu menyenangkan, Marie. Sains bukan hanya tentang sekumpulan teori dan perhitungan yang rumit. Sains itu sebuah konsep. Konsep yang kau temui dalam kehidupanmu sehari-hari. Caramu menggerakkan anggota tubuh, caramu melihat, caramu mendengar dan berpikir. Bukankah itu sains?”
Marie terdiam sejenak, lalu menjawab, “Kau ada benarnya.”
Pandangan Marie kemudian beralih ke luar jendela. Gadis kecil itu berhenti di balkon. Ia mengamati butiran-butiran salju yang mulai turun dari langit. Setiap kepingan salju itu jatuh dengan sangat lambat.
“Kenapa semuanya terasa sangat lambat?” tanya Marie.
“Karena kita melihat dunia dari dimensi yang berbeda. Menurutmu kenapa benda selalu jatuh ke bawah?”
“Karena ada yang menariknya.”
“Benar. Itulah yang dinamakan gaya gravitasi.”
Marie menoleh ke arah jin kecil tersebut. Ia pun berkata, “Kupikir aku tahu apa yang harus kulakukan. Tolong bawa aku kembali.”
“Sesuai permintaanmu, Yang Mulia,” balas jin sambil tersenyum.
Permintaan untuk Akhir yang Penuh Arti
[sunting]Marie terbangun dari tidurnya. Ia pun duduk dan memperhatikan setiap sudut kamarnya. Tak ada siapa pun di sana kecuali dirinya. Matanya kemudian mengarah ke jendela kamar. Gelap. Masih tengah malam. Dan, tak ada salju yang turun. Aneh. Jin kecil itu juga tidak terlihat di mana pun.
Paginya, Marie memaksa para pelayan dan penjaga untuk mengizinkannya bertemu dengan ayahnya. Raja memenuhi permintaannya. Marie pun mendeklarasikan pernyataan yang membuat ayahnya cukup terkejut.
“Dengan segala hormat, Yang Mulia. Aku berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh setelah ini. Aku tertarik dengan sains.”
“Kau menyukai sains?” Raja terperangah.
“Ya. Aku akan mempelajarinya dengan baik. Namun setelah itu, izinkan aku untuk bebas menjelajahi dunia luar.”
Raja berjalan mondar-mandir sambil berpikir.
“Kumohon, Yang Mulia,” ucap Marie memelas.
“Baiklah, kalau itu maumu.”
“Terima kasih, Yang Mulia.” Marie kembali ke kamarnya dengan wajah penuh kebahagiaan.
Setelah mempelajari sains selama setahun, Marie memulai petualangannya ke luar istana. Marie semakin banyak mempelajari hal baru di luar sana. Enam tahun kemudian, Marie bersama dengan para pekerja menciptakan teknologi-teknologi yang dapat membantu pekerjaan sehari-hari. Rakyat merasa terbantu dengan penemuan Marie. Marie pun semakin dicintai oleh rakyatnya.
Meskipun Marie tak pernah lagi bertemu dengan jin kecil semenjak malam itu, akan tetapi, jin tersebut telah mengubah cara berpikir Marie. Marie bersyukur telah mengalami pengalaman singkat itu. Walaupun hingga saat ini Marie tidak pernah tahu apakah kejadian di malam itu benar-benar nyata atau hanya sekadar mimpi.
TAMAT